Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmatNya kami
dapat menyelesaikan penulisan referat Ilmu Penyakit Mata ini yang berjudul
Xeroftalmia.
Penulisan referat ini merupakan salah satu tugas wajib dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik di bagian Penyakit Mata RS Haji Surabaya. Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Aminoe, Sp.M yang telah
memberikan waktu luang untuk membimbing kami, serta semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan referat ini.
Semoga referat ini bermanfaat dalam menambah pengetahuan bagi para
pembaca dan kami sebagai penulis. Kami menyadari bahwa referat ini jauh dari
sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik membangun, sehingga
referat ini lebih bermanfaat bagi kita semua
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................1
Daftar Isi........................................................................................................2
BAB I Pendahuluan.......................................................................................3
BAB II Tinjauan Pustaka...5
2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata...5
2.2. Vitamin A..11
2.3. Xeroftalmia....11
2.3.1. Definisi....11
2.3.2. Etiologi........................................................................................13
2.3.3. Epidemiologi...............................................................................14
2.3.4. Patofisiologi................................................................................14
2.3.5. Diagnosis.....................................................................................19
2.3.6. Klasifikasi....................................................................................21
2.3.7. Terapi...........................................................................................22
2.3.8. Komplikasi...................................................................................23
2.3.9. Pencegahan..................................................................................24
BAB III Komplikasi.....................................................................................26
Daftar Pustaka...............................................................................................27
Gambar..........................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Xeroftalmia masih merupakan masalah penting di negara-negara yang
bronkitis,
TBC
paru,
morbili,
gastroenteritis.(1)
Sejak 10 tahun terakhir kasus xeroftalmia di Indonesia sudah jarang
ditemukan, sehingga ketika muncul kembali kasus-kasus xeroftalmia di berbagai
daerah, tidak dapat segera terdeteksi karena keterbatasan kemampuan para tenaga
kesehatan. Berdasarkan hasil kunjungan di beberapa provinsi, menunjukkan
munculnya kasus xeroftalmia pada penderita gizi buruk. (1)
Berdasarkan hasil kunjungan di beberapa propinsi, menunjukkan
munculnya kasus xeroftalmia pada penderita gizi buruk. Kasus xeroftalmia
ditemukan mulai dari tingkat ringan sampai berat. Mengingat kasus gizi buruk
masih terdapat hampir di seluruh propinsi, di khawatirkan akan terjadi ledakan
kasus xeroftalmia di Indonesia. (1)
Di Indonesia Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah gizi
utama. Sejak sepuluh tahun terakhir, kasus- kasus kurang vitamin A tingkat berat
3
Tujuan
1. Mengetahui etiologi, patofisiologi dan gejala klinis dari xeroftalmia agar
dapat dilakukan deteksi dini pasien xeroftalmia.
2. Mengetahui penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis xeroftalmia agar
dapat dilakukan tindak lanjut yang tepat untuk pasien xeroftalmia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2.1.1. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan terdiri
atas lapis:3
1. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih, yaitu sel basal, sel poligonal, sel gepeng
Sel basal sering terlihat mitosis sel
Sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
poligonal didepannya melalui dermosom dan makula okluden,
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat. Bial
3. Stroma
Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen. Pada permukaan
terlihat seperti anyaman yang teratur. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast
4. Membran descemet
Merupakan membrane aseluler dan merupakan batas belakang
stroma kornea yang dihasilkan sel endotel dan merupakan
membrae basalnya.
Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, melekat pada membrane descement melalui
hemidesmososm dan zonula okluden.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah
limbus, humor aqueus dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen
sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari
bulat, isokor, reaksi cahaya langsung dan tidak langsung positif. Reaksi pupil ada
tiga, yaitu reaksi cahaya langsung dan tidak langsung, reaksi terhadap titik dekat
dan terhadap obat-obatan.3
2.1.4. Korpus silier
Berbentuk segitiga terdiri dari dua bagian, yaitu
Pars korona, pada bagian anterior bergerigi panjangnya kira-kira 2 mm
Pars plana, yang posterior tidak bergerigi, panjangnya 4 mm
Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang samapai koroid terdiri
atas otot siliar dan processus siliar. Otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Jika
otot ini berkontraksi menarik prosesus siliar dan koroid kedepan dan ke dalam,
mengendorkan zonula zinii sehingga lensa menjadi cembung.
Radang pada badan siliar akan mengakibatkan melebarnya pembuluh
darah di daerah limbus yang akan mengakibatkan mata merah yang merupakan
gambaran khas peradangan intraokular.
Prosesus siliar menghasilkan cairan mata yaitu, akueous humor yang
mengisi bilik mata depan. Yang berfungsi memberi nutrisi untuk kornea dan lensa.
Pada peradangan akibat hipermi yang aktif, maka pembentukan cairan mata
bertambah sehingga dapat menyebabkan tekanan intra okluler meninggi dan
timbullah glukoma sekunder. Bila peradangan hebat dan merusak sebagian badan
siliar maka produksi akueous humor berkurang, tekanan berkurang dan berakhir
sebagai atrofi bulbi okuli
2.1.5. Khoroid
koroid merupakan suatu membran yang berwarna coklat tua, yang terletak
diantara sklera dengan retina terbentang dari ora serata sampai papil saraf optik.
Koroid terdiri dari beberapa lapis yaitu :
darah besar kebanyakan terdiri dari dari pembuluh darah balik yang kemudian
bergabung menjadi empat vena vortikosa, yang keluar dari tiap kuadran posterior
bola mata yang menembus sklera
pembuluh darah arteri berasal dari arteri siliaris brevis yang mengandung
serat elastis dan khromatofor. Koroid melekat erat pada pinggir N. II dan berakhir
di ora serata.3
2.1.6. Lensa
lensa adalah struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya 4 mm dan diameternya 9 mm. lensa digantung
oleh zonula, yang menghubungkan dengan korpus siliar. Dibagian anterior lensa
terdapat humor aqueus, disebelah posteriornya vitreus. Kapsul lensa adalah suatu
membran yang semipermiabel (sedikit lebih permiabel daripada dinding kapiler)
yang akan memperoleh air dan elektrolit
lensa ditahan ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai zonula
zinnii, yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan
menyisip ke dalam ekuator lensa.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
2.1.7. Retina
retina adalah selapis lembar tipis jaringan saraf yang semi transparan.
Retina merupakan reseptor yang menerima rangsang cahaya. Retina berbatas
dengan koroid dan sel pigmen epitel reetina, dan terdiri atas 10 lapis, yaitu : (dari
dalam ke luar)
2.2.Vitamin A
Vitamin A adalah substansi larut lemak yang dapat ditemukan hati ikan
laut, pada kuning telur dan produk ternak lainnya, sayur-sayuran, dan buah-buahan
kuning. Absorbsi vitamin A normal ditentukan oleh absorbsi normal dari lemak.
Gangguan absorbsi lemak yang disebabkan oleh gangguan sistem empedu
akan menyebabkan menyebabkan gangguan absorbsi vitamin A. setelah diabsorbsi,
vitamin A dibawa ke hepar dalam bentuk kilomikron dan disimpan di hepar atau
dalam jaringan lemak. Dalam darah, vitamin larut lemak diangkut oleh lipoprotein
atau protein pengikat spesifik, dan karena tidak larut air, maka ekskresinya lewat
empedu, yang dikeluarkan bersama feses.
Tumbuh-tumbuhan tidak mensintesis vitamin A, akan tetapi manusia dan
hewan mempunyai enzim di dalam mukosa usus yang sanggup mengubah
karotenoid provitamin A menjadi vitamin A.
Vitamin A penting untuk pertumbuhan, karena merupakan senyawa penting
yang menciptakan tubuh tahan terhadap infeksi dan memelihara jaringan epitel
10
berfungsi normal. Jaringan epitel yang dimaksud adalah terutama pada mata, alat
pernapasan, alat pencernaan, alat reproduksi, syaraf dan system pembuangan urine.
Hubungan antara vitamin A dengan fungsi mata yang normal perlu
mendapat khusus. Vitamin A diperlukan untuk mensintesis rhodopsin, yang selalu
pecah atau dirusak oleh proses fotokimiawi sebagai salah satu proses fisiologis
dalam system melihat. Apabila vitamin A pada suatu saat kurang dalam tubuuh,
maka sintesis visual purpleakan terganggu, sehingga terjadi kelainan-kelainan
penglihatan seperti Xeroftalmia.8
2.3. Xeroftalmia
2.3.1. Definisi
Xeroftalmia adalah kelainan mata akibat kekurang vitamin A(1,2,3). Tidak
hanya pada struktur dari konjungtiva, kornea atau retina tetapi termasuk juga
kerusakan fungsi dari sel batang dan kerucut.4
Sebelum terdeteksi menderita xeropthalmia, biasanya penderita akan
mengalami buta senja. Gejala xeropthalmia terlihat pada kekeringan pada selaput
lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata. Kekeringan berlarut-larut
menyebabkan konjungtiva menebal, berlipat-lipat, dan berkerut. Selanjutnya pada
konjungtiva akan tampak bercak putih seperti busa sabun (bercak Bitot).
Selanjutnya, kornea akan melunak dan terjadi luka (tukak kornea). Jika kornea
telah putih atau bola mata mengempis terjadi kebutaan permanen yang tidak bisa
dipulihkan kembali.1
Ulkus kornea tipikal pada avitaminosis A terletak di pusat dan bilateral,
berwarna kelabu dan indolen, disertai kehilangan kilau kornea di daerah
sekitarnya. Kornea melunak dan nekrotik (karenanya disebut keratomalacia),
dan sering timbul perforasi. Epitel konjungtiva berlapis keratin, yang terlihat di
bintik Bitot. Bintik Bitot adalah daerah berbentuk baji pada konungtiva, biasanya
pada tepi temporal, dengan limbus dan apeksnya melebar ke arah canthus lateral.
Di dalam segitiga ini, konjungtiva berlipat-lipat konsentris terhadap limbus, dan
materi kering bersisik dapat rontok dari daerah ini ke dalam cul-de-sac inferior.
Kerokan konjungtiva dari bintik Bitot, setelah dipulas menampakkan banyak basil
11
12
2.3.3. Epidemiologi
Banyak survei prevalensi yang telah dilakukan di berbagai negara selama
lebih 25 tahun belakangan menunjukkan bahwa 5 10 juga anak menderita
xeroftalmia setiap tahun dan dari jumlah tersebut 500.000 di antaranya mengalami
kebutaan. Estimasi pada awal tahun 1920-an, prevalensi kekurangan vitamin A
subklinis pada anak berkisar 125 juta, di mana 1 1,25 juta di antaranya
meninggal per tahun. Angka yang mencengangkan ini berlawanan dengan fakta
bahwa prevalensi xeroftalmia subklinis jelas mengalami penurunan di banyak
negara.
Hal ini nampak jelas di Indonesia, di mana prevalensi kelainan pada mata
turun sebanyak 75% antara tahun 1977 hingga 1992. Seberapa besar penurunan
angka ini disebabkan oleh program pengendalian kekurangan vitamin A masih
belum jelas, namun sebagian besar fakta menunjukkan kalau aktivitas program
pengendalian ikut andil di berbagai negara. Program pemberian suplemen telah
13
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu
senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari,
maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A.
Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk
pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut
juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat.
Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang
merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel
yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus
tersebut mata dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan salah satu sel konus
akan menyebabkan buta warna
langsung ialah pada epitel kornea dan konjungtiva. Pada keadaan defisiensi, epitel
menjadi kering dan terjadi keratinisasi seperti tampak pada gambaran
Xerophthalmia.
Xeroftalmia merupakan mata kering yang terjadi pada selaput lender
(konjungtiva) dan kornea (selaput bening) mata. Xeroftalmia yang tidak segera
diobati dapat menyebabkan kebutaan. Xeroftalmia terjadi akibat kurangnya
konsumsi vitamin A pada bayi, anak-anak, ibu hamil, dan menyusui.
Patogenesis xeroftalmia terjadi secara bertahap:(5)
1. Buta senja (XN)
Disebut juga rabun senja. Tidak terjadi kelainan pada mata (mata terlihat
normal), namun pengelihatan menjadi menurun saat senja tiba, atau tidak dapat
melihat di dalam lingkungan yang kurang cahaya. Untuk mengetahui keadaan ini,
penderita sering membentur atau menabrak benda yang berada di depannya. Jika
penderita adalah anak yang belum dapat berjalan, agak susah mendeteksinya.
Biasanya anak akan diam memojok dan tidak melihat benda di depannya. Dengan
pemberian kapsul vitamin A maka pengelihatan akan dapat membaik selama 2
hingga 4 hari. Namun jika dibiarkan, maka akan berkembang ke tahap selanjutnya.
2. Xerosis konjungtiva (X1A)
Selaput lendir atau bagian putih bola mata tampak kering, keriput, dan
berpigmentasi pada permukaan sehingga terlihat kasar dan kusam. Mata
akantampak kering atau berubah menjadi kecoklatan.
16
X1B
merupakan
ditambah
dengan
tanda-tanda
bercak
X1A
seperti
Dalam
keadaan
berat,
17
18
2.3.5. Diagnosis
Keadaan mata yang kering seperti pada penderita xeroftalmia sering
mengeluhkan adanya sensasi gatal atau rasa mata berpasir (sensasi benda asing).
Gejala umum lain adalah mata sakit, merah, sensasi terbakar, sekresi mukus
berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, fotosensitif, dan sulit
menggerakkan palpebra.
Ciri histopatologik pada xeroftalmia termasuk timbulnya bintik-bintik
kering pada kornea dan epitel konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel
goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel epitel nongoblet, peningkatan
stratifikasi sel dan penambahan keratinisasi.
Ciri paling khas pada pemeriksaan mata pada xeroftalmia dengan slitlamp
adalah terputusnya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang
mukus
kental
kekuning-kuningan
kadang-kadang
terlihat
dalam
forniks
konjungtiva inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan
mungkin menebal, edema dan hiperemik. Epitel kornea terlihat bertitik halus pada
fissura interpalpebra. Sel-sel epitel konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas
dengan Rose Bengal 1%, dan defek epitel kornea terpulas dengan fluorescein. Pada
tahap lanjut akan terlihat satu ujung pada setiap filament melekat pada epitel
kornea dan ujung lain bergerak bebas. Diagnosis penderita xeroftalmia dapat
diperoleh dengan memakai cara diagnostik, seperti:
1. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan memasukkan
strip Schirmer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam cul de sac
konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra
inferior. Bagian basah yang terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan.
Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap
abnormal.
19
Tanda sekunder:
X1A
xerosis konjungtiva
X1B
X2
xerosis kornea
X3A
X3B
keratomalasi
XN
XF
xeroftalmia fundus
XS
sikatrik kornea
2.3.7. Terapi 6
1. Pemberian vitamin A
Defisiensi vitamin A ringan harus di terapi. Pada orang dewasa dengan
dosis 30.000 unit/ hari selama 1 minggu. Kasus-kasus berat mula-mula
memerlukan dosis yang jauh lebih tinggi (20.000 unit/ KgBB/ hari). Salep
sulfonamida atau antibiotika dapat digunakan secara lokal pada mata untuk
mencegah infeksi bakteri sekunder. Rata-rata keperluan harian vitamin A adalah
1500-5000 IU untuk anak-anak, menurut usia, dan 5000 IU untuk dewasa.1
Gejala
XN (buta senja),atauXIA
Hari 1
Hari 2
Beri kapsul vitamin -
(Xerosis A
dengan
Hari ke 15
-
dosis
21
konjungtiva)
XIB
Bitotnanah/
(bercak A
dengan
dosis A
dengan
sesuai umur
dosis A
dengan
sesuai umur
Dosis
< 6 bulan
6 -11 bulan
1 5 tahun
Jadwal dan Dosis Pemberian Kapsul Vitamin A pada anak penderita Xeroftalmia
22
dosis
23
setiap 4 6 bulan sekali pada anak berusia di atas 12 bulan dan separo dosis bagi
anak berusia 6 12 bulan. (7)
Penambahan vitamin A ke dalam makanan yang dikonsumsi merupakan
strategi sentral yang digunakan di banyak negara untuk meningkatkan status
vitamin A. Contohnya di negara Barat, di mana susu dan margarin adalah contoh
dua makanan yang biasa ditambah dengan vitamin A.
(3)
Upaya meningkatkan
konsumsi bahan makanan sumber vitamin A ini dapat melalui proses komunikasiinformasi-edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling baik. Namun, agar efektif
harus dipilih bahan makanan yang tepat. (2) Bahan makanan ini harus dikonsumsi
dalam jumlah yang cukup oleh populasi target (biasanya segmen populasi miskin),
harus diproses secara sentral sehingga upaya kendali mutu relatif mudah
diterapkan, dan penambahan vitamin A jangan sampai mengubah rasa, warna, atau
kualitas organoleptik produk makanan maupun meningkatkan biaya hingga level
yang tidak dapat dicapai oleh konsumen. Pendekatan ini telah dicoba di sejumlah
negara berkembang, dan sekarang telah tersedia berbagai produk yang telah
diperkaya dengan vitamin A. Namun, penambahan vitamin A belum menjadi
komponen sentral dalam program pengendalian kekurangan vitamin A di banyak
negara, terutama disebabkan oleh belum adanya produk makanan yang dibeli oleh
kelompok ekonomi lemah dalam jumlah besar dan belum ada kriteria teknis yang
memuaskan untuk upaya penambahan vitamin A ini. Perlu disadari pula bahwa
penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. (7)
Selain itu kegiatan fortifikasi dengan vitamin A masih bersifat rintisan.
Peningkatan asupan preformed retinol atau beta-carotene dalam diet, yang akan
diubah menjadi retinol di dalam tubuh, merupakan pendekatan jangka panjang
terpilih dan dapat bertahan dalam waktu lama untuk mengendalikan kekurangan
vitamin A. Namun, berbagai penghalang untuk merubah perilaku diet terbukti
sulit diatasi. Di antaranya perspektif budaya tentang makanan yang tepat bagi
anak kecil, fakta bahwa sumber preformed retinol di dalam diet harganya mahal
dan di luar jangkauan mereka yang berisiko tinggi, dan kurangnya ketersediaan
makanan kaya vitamin A pada musim tertentu. Meski pendekatan ini tetap
merupakan tujuan dari berbagai program yang tengah dikembangkan, namun
24
BAB III
KESIMPULAN
1. Xeroftalmia disebabkan oleh defisiensi vitamin A yang dipicu oleh gizi
yang buruk. Kekurangan vitamin A menyebabkan keratinisasi dan
perubahan pada konjungtiva dan kornea sehingga didapati gejala seperti
mata sakit, merah, sensasi terbakar, sekresi mukus berlebihan, dry eye
syndrome, fotosensitif dan sulit menggerakkan palpebra.
2. Penatalaksanaan untuk pasien xeroftalmia adalah dengan pemberian
vitamin A. Untuk mencegah infeksi bakteri sekunder, diberikan salep
sulfonamida atau antibiotika. Jika tidak segera ditangani, maka akan
menimbulkan komplikasi berupa bercak bitot, ataupun perlunakan kornea
yang nantinya dapat menyebabkan perforasi dari kornea hingga kebutaan.
Bayi yang terkena xeroftalmia sering tidak dapat bertahan sampai dewasa
dan meninggal akibat malnutrisi, pneumonia yang disebabkan oleh
keratinisasi epitel jalan nafas dan diare karena keratinisasi epitel GI track.
25
DAFTAR PUSTAKA
Peternakan,
Fakultas
pertanian-peternakan,
Universitas
Muhammadiyah Malang.
26
GAMBAR
27
28
29
XEROFTALMIA
Disusun oleh :
S. Khansa Zatalini
Firman A. Islami
30
31