You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aqidah adalah pokok-pokok keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah, dan
kita sebagai manusia wajib meyakininya sehingga kita layak disebut sebagai
orang yang beriman (mumin).
Begitu pentingnya aqidah ini, sehingga Nabi Muhammad Saw, penutup para
Nabi dan Rasul membimbing umatnya selama 13 tahun ketika berada di Makkah
dengan menekankan masalah aqidah ini, karena aqidah adalah landasan semua
tindakan, bahkan merupakan landasan bangunan Islam. Oleh karena itu, maka
para dai dan para pelurus agama dalam setiap masa selalu memulai dakwah
mereka dengan tauhid dan pelurusan aqidah sebelum mereka mengajak kepada
perintah-perintah agama yang lain. Bahkan para Nabi dan Rasul sebelum
Rasulullah juga menyerukan hal yang sama dalam dakwah-dakwah mereka
kepada umatnya.
Aqidah tersebut dalam tubuh manusia ibarat kepalanya. Maka apabila suatu
umat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitasi adalah aqidahnya terlebih
dahulu. Di sinilah pentingnya aqidah ini, apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan
keberhasilan dunia dan akhirat. Aqidah merupakan kunci kita menuju surga.
Aqidah juga menjadi dasar dari seluruh hukum-hukum agama yang berada di
atasnya. Aqidah Islam adalah tauhid, yaitu mengesakan Tuhan yang diungkapkan
dalam syahadat pertama. Sebagai dasar, tauhid memiliki implikasi terhadap
seluruh aspek kehidupan keagamaan seorang Muslim, baik ideologi, politik,
sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya.
Aqidah sebagai dasar utama ajaran Islam bersumber pada Al Quran dan
sunnah Rasul. Aqidah Islam mengikat seorang Muslim sehingga ia terikat dengan
segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu, menjadi seorang
Muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam
ajaran Islam, seluruh hidupnya didasarkan kepada ajaran Islam. Hal ini seperti
yang tersebut dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 208,
Yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam
keseluruhannya dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya

19

setan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al Baqarah: 208)

Makalah kecil ini menampilkan beberapa bahasan yang bisa membantu siapa
saja yang ingin memahami aqidah, terutama aqidah ruhaniyah.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yakni:
1.
2.
3.
4.

Apa yang di maksud dengan aqidah ruhaniyah?


Bagaimana urgensi keimanan kepada alam dan makhluk gaib?
Apa saja macam-macam makhluk gaib?
Bagaimana implementasi makhluk gaib?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Dengan di buatnya makalah ini berharap mempunyai banyak
manfaat dan mempunyai banyak tujuan yang baik yang harus
dipegang teguh, yaitu untuk mengihlaskan niat dan ibadah
kepada AllahI semata. Karena Dia adalah pencipta yang tidak ada
sekutu bagiNya, maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan
hanya kepadaNya juga membebaskan akal dan pikiran dari
kekacauan yang timbul dari kosongnya hati dari akidah. Karena
orang yang hatinya kosong dari akidah ini, adakalanya kosong
hatinya dari setiap akidah serta menyembah materi yang dapat
di indera saja dan adakalanya terjatuh pada berbagai kesesatan
akidah dan khurafat.
Ketenangan jiwa dan pikiran, tidak cemas dalam jiwa dan
tidak

goncang

dalam

pikiran.

Karena

akidah

ini

akan

menghubungkan orang mukmin dengan Penciptanya lalu rela


bahwa Dia sebagai Tuhan yang mengatur, Hakim yang membuat
tasyri'. Oleh karena itu hatinya menerima takdir-Nya, dadanya
lapang untuk menyerah lalu tidak mencari pengganti yang lain.
Meluruskan tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam
beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan orang lain.
Karena diantara dasar akidah ini adalah mengimani para Rasul,
dengan mengikuti jalan mereka.
BAB II
PEMBAHASAN

19

A. Pengertian Aqidah Ruhaniyah

Kata aqidah diambil dari kata dasar al-aqdu yaitu ar-rabth (ikatan), al
ibraam (pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat)
asy-syaddu biquwwah(pengikatan dengan kuat) at-tamaasuk (pengokohan) dan alitsbaatu (penetapan). Diantaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) aljazmu (penetapan).
Al-aqdu (ikatan) lawan kata dari al-hallu (penguraian, pelepasan). Dan
kata tersebut diambil dari kata kerja: Aqadahu Yaqiduhu (pengikatnya),
aqdan (ikatan sumpah), dan uqdatun nikah (ikatan menikah) allah taala
berfirman, : Allah tidk menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang
tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpah yang kamu sengaja.(QS.al-maidah: 89 ).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang
mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah
berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya
Allah dan diutusnya pada rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id.
Apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah
baik itu benar ataupun salah. Pengertian aqidah secara istilah (terminologi) yaitu
perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tentram karenanya,
sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri
oleh keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan
apapun pada orang yang meyakininya. Dan harus sesuai dengan keyataannya yang
tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada
singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan akidah. Dinamakan akidah,
karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.
Akidah ruhaniyyah (metafisis) yaitu meyakini, menjiwai, memahami, segala
sesuatu yang bersifat ghoib (tidak terdeteksi oleh panca indra).
Masalah-masalah dan prakara-prakara yang wajib bagi seorang muslim untuk
mengimaninya (mempercayainya) didalam kaitannya dengan akidah islam
dimungkinkan untuk dibagi kedalam 4 macam :

Ketuhanan , yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan Allah SWT, baik

itu nama-nama-Nya dan juga sifat-sifat-Nya.


Kenabian dan risalah, yaitu yang berkaitan dengan seputar para Rosul,
Nabi-Nabi, keunggulannya, sifat-sifatnya, mukjizat-mukjizatnya, dan juga

19

kemaksumannya.

Ruhaniyyah, yaitu yang berkaitan dengan alam yang tidak nampak secara

kasat mata, seperti adanya Malaikat, Jin, Syetan, dan ruh.


Samihyat, yaitu berita-berita dari alam ghoib yang tidak ada yang
mengetahuinnya (kecuali Allah) yang disebut dalam Al-Quran dan sunnah
Nabi.

B. Urgensi Keimanan Kepada Alam Dan Makhluk Ghoib


Alam ghoib menyimpan rahasia tersendiri. Rahasia alam
ghoib, ada yang Allah khususkan untuk diri-Nya semata dan tidak
diberitakan kepada seorang pun dari hamba-Nya, sebagaimana
dalam firman-Nya :





Artinya : Dan hanya disisi Allah-lah semua yang ghaib. Tak ada yang

mengetahuinya kecuali Dia sendiri , dan dia mengetahui apa yang ada didaratan
dan dilautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia
menngetahuinya (pula). Dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapa bumi dan
tidaklah ada sesuatu yang basah dan yang kering, melainkan tertulis dalam kita
yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Al-Anam : 59)
Tentang hal ini, Nabi Nuh as berkata, sebagaimana dalam firman-Nya :

Artinya : sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya semata pengetahuan tentang


(kapan terjadinya) hari kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang bisa
mengetahui (dengan pasti) apa yang dia dapatkan di hari esok. Dan tiada seorang
pun yang bisa mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Luqman : 34)
Hal ini sebagai mana yang dinyatakan Rasulullah Shallallahualaihiwa sallam

ketika ditanya Malaikat Jibril tentang kapan terjadinya hari kiamat :


..termasuk dari lima perkara (ghoib) yang tidak diketahui kecuali
oleh Allah semata. Kemudian Nabi membaca ayat (dari surat Luqman tersebut).
(HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 50, dari sahabat Abu Hurairah

19

Radhiallahuanhu)

Al-Iman Al-Qurtubi rahimahullahu berkata : Berdasarkan hadist ini, tidak


ada celah sedikit pun bagi seorang pun untuk mengetahui (dengan pasti) salah satu
dari lima perkara (ghoib) tersebut. Dan Nabi telah menafsirkan firman Allah QS.
Al-Anam: 59 (di atas) dengan lima perkara ghoib (yang terdapat dalam QS.
Luqman : 34) tersebut, sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari.
Diantara perkara ghoib, ada yang diberitakan Allah Subhanahuwa Taala
kepada para Rasul yang diridhai-Nya, termasuk di antaranya Nabi Muhammad
Shallallahualaihi wa sallam. Allah berfirman dalam QS. Al-Jin : 26-27 yang
artinya :
(Dialah Allah Subhanahu wa Taala) Yang Maha Mengetahui perkara ghoib,
maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang perkara ghoib itu,
kecuali yang Dia ridhai dari kalangan Rasul.

Artinya : Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kalian

perkara-perkara ghoib, akan tetapi Allah memilih siapa saja yang dikehendakiNya di antara para Rasul-Nya. (QS. Ali Imran :179)
Maka dari itulah, perkara ghoib tidak mungkin diketahui secara pasti dan
benar kecuali dengan bersandar pada keterangan dari Allah dan Rasul-Nya. Lalu
bagaimanakah dengan orang-orang yang mengaku mengetahui perkara ghoib
tanpa bersandar kepada keterangan dari keduanya?
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata: Barang siapa mengetahui
bahwa dirinya mengetahui perkara ghoib tanpa bersandar kepada keterangan dari
Rasullullah Sallallahualaihi wa sallam, maka dia adalah pendusta dalam
pengakuannya tersebut.
Apakah jin (setan) mengetahui perkara ghoib? Jawabannya adalah : Tidak.
Jin tidak mengerti perkara ghoib, sebagaimana yang Allah nyatakan :

Artinya : Mata tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada
yang menunjukkan kepada mereka (tentang kematiannya) itu kecuali rayap yang
memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahukah jin itu bahwa
kalau sekiranya mereka mengetahui perkara ghoib tantulah mereka tidak akan

19

berada dalam kerja keras (untuk Sulaiman) yang menghinakan. (QS. Saba :14)

Adapun apa yang mereka beritakan kepada kawan-kawannya dari


kalangan manusia (dukun, paranormal, orang pintar, dll.) tentang perkara ghoib,
maka itu semata-mata dari hasil mencuri pendengaran di langit-langit.
Sebagaimana firman Allah Subhanallahu wa Taala:

() ( )

Artinya : Dan Kamu menjaganya (langit) dan tiap-tiap setan yang terkutuk.

Kecuali setan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu
dia dikejar oleh semburan api yang terang. (QS.Al-Hijr:17-18)
C. Macam-macam Makhluk Ghoib
Allah membedakan atas alam ghoib (seperti Allah, malaikat, jin, surga, dan
neraka) dan alam tampak. Allah-lah yang paling mengetahui kedua alam tersebut.

Artinya : Dialah Allah yang tidak ada ilah kecuali Dia, yang mengetahui yang
ghoib dan yang tampak. (QS. Al-Hasyr : 22)

Artinya : Sesungguhnya Aku mengetahui segala yang ghoib di langit dan di bumi

dan Aku mengetahui apa yang kalian tampakkan dan apa yang kalian
sembunyikan. (QS. Al-Baqarah : 33)
Kita harus beriman kepada yang ghoib. Kitab ini tidak ada keraguan di
dalamnya sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Yaitu mereka yang
beriman kepada yang ghoib. (QS. Al-Baqarah : 2-3). Tetapi kita hanya bisa
mengetahui yang ghoib secara benar dengan cara ikhbari, yakni sejauh apa yang
dikemukakan oleh Allah dan Rasul-Nya (al-Quran dan as-Sunnah).
Alam ghoib yang diciptakan oleh Allah merupakan ujian bagi manusia
selama ia hidup di dunia. Manusia diuji apakah ketika di dunia dia beriman
kepada Allah, Hari Akhir, surga, neraka, pahala akhirat dan sebagainya yang
mana semuanya itu tidak tampak ataukah dia mengingkarinya.
Adapun jenis-jenis makhluk goib adalah :
1. Malaikat
Malaikat merupakan tentara-tentara Allah yang ditugaskan
untuk urusan-urusan tertentu. Diantara malaikat-malaikat Allah
kita mengenal antara lain malaikat yang sepuluh, delapan

19

malaikat yang mengusung Arsy Allah.

Artinya : Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru

langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung


Arasy Tuhanmu di atas (kepala) mereka. (QS. Al-Haaqqah : 17).
Dan malaikat-malaikat yang ditugaskan untuk menolong
orang-orang mukmin yang sedang berjihad.


Artinya : Ingatlah, ketika kamu memohon pertolongan
kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu:
Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan
kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.
(QS. Al-Anfal : 9).
1.1 Sifat-sifat Malaikat :
Memiliki 2 atau 3 sayap (QS Faathir : 1), kecuali jibril yang merupakan
malaikat yang paling besar memiliki 600 atau 700 sayap (Shahih Al

Bukhari).
Suka berkumpul di majelis dzikir atau ilmu sembari memohonkan ampun
bagi yang ada disitu dan mengepak-ngepakkan sayap mereka sebagai

tanda ridha.
Merupakan tentara-tentara

Allah

yang

tidak

pernah

bermaksiat

(membangkang) atas perintah Allah kepada mereka dan senantiasa

mengerjakan apa yang telah diperintahkan Allah kepada mereka.


Tidak menikah, tidak makan, dan tidak minum.
Tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat patung-patung atau

gambar-gambar yang diharamkan.


Menyukai tempat-tempat yang bersih.

Malaikat adalah makhluk ghoib yang diciptakan Allah dari cahaya, senantiasa
menyembah Allah, tidak pernah mendurhakai perintah Allah serta senantiasa
melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka. Keimanan kepada malaikat
mengandung 4 unsur, yaitu:
Pertama : Mengimani adanya malaikat.
Yaitu kepercayaan yang pasti tentang keberadaan para malaikat. Tidak seperti
yang dipahami oleh sebagian orang bahwa malaikat hanyalah sebuah kata yang

19

bermakna konotasi yang berarti kebaikan atau semacamnya. Allah Taala telah

menyatakan keberadaan mereka dalam firman-Nya yang artinya : Sebenarnya


(malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak
mendaului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya. (QS. Al-Anbiyaa : 26-27).
Kedua : Mengimani nama-nama malaikat telah yang kita ketahui, sedangkan
malaikat yang tidak diketahui namanya wajib kita imani secara global.
Di antara dalil yang menunjukkan banyaknya bilangan malaikat dan tidak ada
yang dapat menghitungnya kecuali Allah Taala adalah sebuah hadits shahih yang
berkaitan dengan baitul makmur. Di dalam hadits tersebut Rasulullah Shallallau
alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya baitul makmur berada dilangit yang
ketujuh setentang dengan Kabah di bumi, setiap hari ada 70 ribu malaikat yang
shalat di dalamnya kemudian apabila mereka telah keluar maka tidak akan
kembali lagi. (HR. Bukhari & Muslim).
Ketiga : mengimami sifat-sifat malaikat yang kita ketahui.
Seperti misalnya sifat jibril, dimana Nabi mengabarkan bahwa beliau
Shallallahualaihi wa sallam pernah melihat jibril dalam sifat yang asli, yang
ternyata mempunyai enam ratus sayap yang dapat menutupi cakrawala (HR.
Bukhari). Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam
musnadnya dari Abdullah bin Masud radhiyallahuanhu, ia berkata: Rasulullah
shallallahualaihi wa sallam pernah melihat malaikat Jibril dalam bentuk aslinya
yang mempunyai enam ratus sayap, setiap sayap menutup ufuk, dari sayapnya
berjatuhan berbagai warna, mutiara dan permata yang hanya Allah sajalah yang
mengetahui keindahannya.
Dalam hadits di atas disebutkan bahwa malaikat sayap dengan berbagai
warna. Hal ini menunjukkan kekuasaan Allah Azza wa Jalla dan memberitahukan
bentuk Jibril alaihissalam yang mempunyai enam ratus sayap, setiap sayap
menutup ufuk. Kita tidak perlu mempersoalkan bagaimana Rasullullah
shallalluhu alaihi wa sallam dapat melihat enam ratus sayap dan bagaimana pula
cara beliau menghitungnya? Padahal satu sayap saja dapat menutupi ufuk? Kita
jawab: Selagi hadits tersebut shahih dan para ulama menshahihkan sanadnya
maka kita tidak membahas mengenai kaifiyat (bagaimananya), karena Allah
Maha

Kuasa

untuk

memperlihatkan

kepada

Nabi-Nya

Rasullullah

shallallahualaihi wa sallam hal-hal yang tidak dapat dibayangkan dan dicerna

19

oleh akal fikiran.

Sifat malaikat yang lain adalah terkadang malaikat itu dengan kekuasaan
Allah bisa berubah bentuk menjadi manusia, sebagaimana yang terjadi pada Jibril
saat Allah mengutusnya kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam untuk
mengajarkan pada manusia apa itu Islam, Iman dan Ihsan. Demikian juga dengan
para malaikat yang diutus oleh Allah kepada Ibrahim dan Luth Alaihiwasallam,
mereka semua datang dalam bentuk manusia. Para malaikat adalah hamba-hamba
Allah yang senantiasa mentaati apa yang diperintahkan oleh Allah dan tidak
pernah mendurhakai Allah Subhanahu wa Taala.
Keempat: mengimani dengan apa yang kita ketahui tentang pekerjaan-pekerjaan
malaikat.
Kita mengimani dengan apa yang kita ketahui tentang pekerjaan-pekerjaan
mereka yang mereka tunaikan berdasarkan perintah Allah Taala, seperti bertasbih
(mensucikan Allah) dan beribadah kepada-Nya tanpa kenal lelah dan tanpa pernah
berhenti. Di antara para malaikat, ada yang memiliki tugas khusus, misalnya:

Jibril alaihissalam yang ditugasi menyampaikan wahyu dari Allah kepada

para Rasul-Nya alaihimussalam.


Mikail yang ditugasi menurunkan hujan dan menyebarkannya.
Israfil yang ditugasi meniup sangkakala.
Malaikat Maut yang ditugasi mencabut nyawa. Dalam beberapa atsarada
disebutkan bahwa malaikat maut bernama Izrail, namun atsar tersebut
tidak shahih. Nama yang benar adalah Malaikat Maut sebagaimana yang
disebutkan dalam firman Allah Taala yang artinya: Katakanlah: Malaikat
maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu.

(QS. As-sajdah:11)
Yang ditugasi menjaga amal perbuatan hamba dan mencatatnya, perbuatan
yang baik maupun yang buruk, mereka adalah para malaikat pencatat yang
mulia. Adapun penanaman malaikat Raqib dan Atid juga tidak memiliki
dasar dari al-Quran dan as-Sunnah. Maka kita menanamkan malaikat

sesuai dengan apa yang telah Allah namakan bagi mereka.


Yang ditugasi menjaga hamba pada waktu bermukim atau bepergian,
waktu tidur atau ketika jaga dan pada semua keadaannya, mereka adalah
Al-Muaqqibat.
Para malaikat penjaga surga. Ridwan merupakan pemimpin para malaikat

di surga (apabila hadits tentang hal itu memang sah).


Sembilan belas malaikat yang merupakan pemimpin para malaikat penjaga

19

neraka dan permukaannya adalah malaikat Malik.


Para malaikat yang diserahi untuk mengatur janin di dalam rahim. Jika
seorang hamba telah sempurna empat bulan di dalam perut ibunya, maka
Allah

Taala

mengutus

seorang

malaikat

kepadanya

dan

memerintahkannya untuk menulis rezekinya, ajalnya, amalnya dan

sesangsara atau bahagianya.


Para malaikat yang diserahi untuk menanyai mayit ketika telah diletakkan
di dalam kuburnya. Ketika itu, dua malaikat mendatanginya untuk
menanyakan kepadanya tentang Rabb-Nya, agamanya dan nabinya.

1.2 Kesalahan-kesalahan yang merusak keimanan kepada malaikat


Terdapat kesalahan-kesalahan yang merusak keimanan kepada malaikat.
Bahkan bisa jadi kesalahan itu membawa kepada kekufuran naudzu billahi min
dzalik-. Oleh karena itulah, kita berlindung kepada Allah agar tidak terjatuh dalam
kesalahan tersebut. Beberapa kesalahan yang ada adalah:

Mengatakan bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah. Sungguh


inilah yang juga dikatakan kaum musyirikin. Maha Suci Allah dari
anggapan ini. Hal ini terdapat dalam firman-Nya, yang artinya, Dan
mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha Suci Allah,

sedang untuk mereka sendiri apa yang mereka sukai. (QS. An-Nahl : 57)
Beribadah kepada para malaikat. Padahal jika mereka mau merenungi
ayat-ayat Al-Quran, akan jelas ditemukan bahwa para malaikat itu sendiri
hanya menyembah kepada Allah semata. Walaupun mereka diberi berbagai
kelebihan oleh Allah, mereka tetaplah makhluk Allah Taala. Allah Taala
berfirman, Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu
tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya

dan hanya kepada-Nya lah mereka bersujud.


Menanamkan para malaikat dengan nama-nama yang tidak ditetapkan oleh
Allah Taala dalam Al-Quran dan tidak disampaikan oleh Nabi
Muhammad Shalallahu alaihi wasallam. Seperti misalnya menanamkan
malaikat maut dengan nama Izroil, malaikat pencatat amal dengan nama
Roqib dan Atid.
Mengatakan bahwa malaikat-malaikat adalah pembantu Allah. Maha Suci
Allah dari perkataan seperti ini. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

19

Dia-lah yang menciptakan para malaikat tersebut. Dan segala makhluk


yang diciptakan Allah adalah membutuhkan Allah. Malaikat-malaikat
tersebut pun melaksanakan tugas-tugasnya karena diperintah oleh Allah
dan diberi kemampuan untuk melaksanakannya. Kesalahan anggapan ini
adalah termasuk dari kesalahan pemahaman karena menyamakan Allah
dengan makhluk, dalam hal ini adalah menyamakan Allah dengan kondisi
para raja yang membutuhkan pembantu-pembantu untuk melaksanakan
pekerjaannya. Dan ini termasuk dalam hakikat kesyirikan, -naudzubillah
mindzalik-.
1.3 Buah keimanan kepada malaikat
Beriman kepada para malaikat memiliki pengaruh yang agung dalam
kehidupan setiap mukmin, di antaranya dapat kita sebutkan:

Mengetahui keagungan, kekuatan serta kesempurnaan kekuasaan-Nya.


Sebab keagungan (sesuatu) yang diciptakan (makhluk) menunjukan
keagungan yang menciptakan (al-Khaliq). Dengan demikian akan
menambah pengagungan dan pemuliaan seorang mukmin kepada Allah,
dimana Allah menciptakan para malaikat dari cahaya dan diberi-Nya

sayap-sayap.
Senantiasa istiqomah (meneguhkan pendirian) dalam menaati Allah
Taala. Karena barangsiapa beriman bahwa para malaikat itu mencatat
semua amal perbuatannya, maka ini menjadikannya semakin takut kepada
Allah, sehingga ia tidak akan berbuat maksiat kepada-Nya, baik secara

terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi.


Bersabar dalam menaati Allah serta merasakan ketenangan dan kedamaian.
Karena sebagai seorang mukmin ia yakin bahwa bersamanya dalam alam
yang luas ini ada ribuan malaikat yang menaati Allah dengan sebaik-

baiknya dan sesempurna-sempurnanya.


Bersyukur kepada Allah atas perlindungan-Nya kepada anak Adam,
dimana ia menjadikan sebagian dari para malaikat sebagai penjaga

Malaikat Maut yang suatu ketika akan diperintahkan untuk mencabut


nyawanya. Karena itu, ia akan semakin rajin mempersiapkan diri

19

mereka.
Waspada bahwa dunia ini adalah fana dan tidak kekal, yakni ketika ia ingat

menghadapi hari Akhir dengan beriman dan beramal shalih.


2. Jin
Jin dan manusia yang dua makhluk Allah yang dibebani dengan syariat
agama, sehingga dikenal pahala dan siksa. Semua jin bisa meninggal dunia
kecuali Iblis dan keturunannya yang ditangguhkan kematiannya sampai Hari
Kiamat. Iblis dahulunya juga jin tetapi setelah menolak sujud kepada Adam atas
perintah Allah, ia beserta keturunannya dilaknat oleh Allah. Jadi Iblis dan
keturunnannya kafir seluruhnya, berbeda dengan jin yang terdiri atas mukmin dan
kafir. Jin yang kafir ini sering juga disebut sebagai syaithan karena memiliki sifat
yang serupa. Di samping itu, istilah syaithan juga dipakai untuk manusia yang
memiliki sifat-sifat syaithan.
Adapun jin yang muslim, sebagaimana manusia, ada yang benar-benar taat
dan ada pula yang suka berbuat maksiat.
Jin juga menikah, makan, dan minum. Keduanya tinggal di alam yang tidak
terlihat oleh manusia, tetapi mereka bisa melihat manusia. Tetapi jika mereka
menampakkan diri di alam tampak dalam wujud alam tampak maka manusia bisa
melihat mereka.
Syaithan dan jin yang ingkar menyukai tempat-tempat yang kotor dan juga
rumah-rumah yang tidak dibacakan Al-Quran di dalamnya dan rumah-rumah
yang penghuninya tidak pernah berdzikir kepada Allah.
Fakta mengungkapkan adanya dua khutub extreme dalam mensikapi masalh
jin. Sebagian orang tidak mengambil perhatian bahkan tidak mau tahu. Di sisi
lain, terdapat pula sebagian orang yang tersesat dalam kemusyrikan karena salah
dalam memahami masalah ini,naudzubillahi min dzalik.Padahal kita yakin bahwa
Islam adalah agama yang moderat dan comprehensive.
Sebagai seorang musllim, kitra harus beriman kepada yang ghoib seperti
meyakini adanya jin dan syaithan, percaya akan kabar-kabar yang akan dan telah
terjadi di dalm Al-Quran. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalm QS.
Al-Baqarah ayat 3 tentang kewajiban untuk beriman kepada yang ghoib. Dalam
ayat tersebut jukga menggandngkan antara sholat dengan kepercayaan terhadap
makhluk ghoib.
Seorang muslim harus beriman kepada takdir, baik maupun buruk. Misalnya,
apabila ada gangguan jin yang menimpa seorang muslim, maka harus dipercayai

19

sebagai takdir dan harus selalu berusaha untuk bersabar dalam menjalani takdir.

Jangan pernah merasa takut kepada setan dan jin. Dalam QS. Al-Arof ayat 27
dikatakan bahwa setan tidak ada yang benar, dia selalu berkhianat dan membawa
kesesatan. Hanya orang yang tidak berimanlah yang menjadikan setan dan jin
sebagai pemimpin. Allah telah menciptakan manusia sebagai ciptaan yang paling
mulia dia antara makhluk yang lain sebagaimana dalam QS. Al-Isro ayat 70. Abu
Bakar Al Jaziri berkata bahwa sesungguhnya jika terdapat jin yang paling sholih
dalam golongan jin, maka manusia lebih mulia daripada dia. Sehingga kita tidak
boleh takut kepada jin, menghormati jin bahkan meminta perlindungan kepada jin
(QS. Al-Jin ayat 6), naudzubillahi min dzalik. Kita sering menyaksikan di
masayarakat, misalnya ketika melewati jembatan yang konon ada yang
menunggu , maka pengemudi akan membunyikan klakson terlebih dahulu agar
tidak diganggu. Nah, praktik seperti ini adalah tidak ada syariatnya. Hal ini
merupakan bagian dari penghormatan terhadap jin. Padahal, semakin jin
dihormati maka dia akan menjadi semakin besar kepala.
Kata jin berasal dari jana-yajinuyang berarti sesuatu yang terhalang. Disebut
janah yaitu surga yang ditutupi oleh pohon yang rindang. Tameng atau alat
pelindung orang yang berperang disebut jina. Orang gila disebut majnunyang
artinya akal pikiran telah tertutup. Asal usul jin sebagaimana disebutkan dalam
QS. Al-Hijr ayat 26-27 bahwa jin diciptakan dari api yang sangat panas. Seorang
muslim tidak akan pernah dapat melihat jin dalam rupa aslinya kecuali jin
tersebut menjelma dalam bentuk manusia maupun binatang.
Jin hidup pula seperti manusia, yaitu berkabilah maupun bersuku-suku. Jin
terdiri dari tiga jenis:
Pertama,jin dari bangsa yang terbang di luar angkasa. Ini merupakan jin yang
tertinggi pangkatnya yang sering mencuri berita dari langit. Mereka biasanya
bersekutu dengan tukang sihir.
Kedua,jin dari kelompok ular dan anjing. Mereka biasanya berwarna
hitam.Jin dalam wujud ular dahulu ada pada zaman Rasulullah SAW.Apabila
melihat ular maupun anjing kita tidak boleh membunuhnya secara langsung.Kita
diperintahkan untuk mengusirnya terlebih dahulu dengan menyebut asma Allah
sebanyak tiga kali, baru kemudian membunuhnya apabila binatang tersebut tidak
mau pergi.
Ketiga,jin dari kelompok berkaki dua dan berkaki empat. Misalnya jin yang

19

berwujud manusia. Sahabat nabi, Abu Hurairan pernah suatu ketika didatangi oleh

jin yang berwujud orang tua. Jin tersebut mencuri di baitul mal, pergi selama
berkali-kali kemudian ditangkap.Jin tersebut juga mengajari ayat kursi kepada
Abu Hurairan. Para ulama menyepakati tentang diperbolehkannya menerima
ajaran jin tersebut, karena mengandung kebaikan.
Dalam QS.Az-Zariyat ayat 56 dan QS.Al-Ahqaf ayat 29 dikatakan bahwa
diciptakannya jin adalah untuk beribadah kepada Allah. Apakah antara jin dan
manusia dapat melakukan perkawinan ?Ibnu Taimiyah berkata bahwa keduanya
dapat berkawin dan memiliki keturunan. Para ulama juga bersepakat bahwa
keduanya dapat terjadi perkawinan antara jin dan manusia.
2.2 Tempat Tinggal Jin
Tanah lapang, lembah-lembah dan lereng-lereng.Kita tidak boleh
membiarkan tanah kosong yang tidak ditempati sebagai tempat bermain

anak-anak.
Tempat sampah dan tempat yang terdapat makanan.
Tandas dan tempat berwudhu.
Tanah-tanah yang retak, lubang-lubang maupun gua.
Tinggal bersama manusia di rumah.
Kandang onta sebagaimana sebuah hadits yang mengatakan bahwa

Rasulullah SAW melarang sholat di kandang onta.


Tempat yang ditinggal oleh tuannya.
Kuburan sebagaimana hadits yang mengatakan bahwa semua tempat di
bumi ini adalah suci kecuali kuburan dan kamar mandi.
Di pasar-pasar.Terdapat sebuah hadits yang melarang kita untuk menjadi
orang pertama dalam pasar dan melarang menjadi orang terakhir yang
berada di pasar.
D. Implementasi Keimanan Kepada Makhluk Ghoib
Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Agama sempurna dan penyempurna
bagi ajaran para Nabi sebelum Nabi Muhammad Shallallahualaihi wa sallam,
agama yang telah memadukan antara konsep keilmuan yang benar dengan konsep
keimanan yang lurus. Keilmuan yang berasaskan keimanan, dan keimanan yang
ditunjang oleh keilmuan.
Adapun keilmuan semata tanpa memperdulikan norma-norma keimanan,
maka kesudahannya adalah kebinasaan, sebagaimana halnya orang-orang Yahudi

19

dan yang sejenisnya.Demikian pula keimanan (termasuk di dalamnya amalan)

semata tanpa memperdulikan keilmuan, kesudahannya adalah kesesatan,


sebagaimana halnya orang-orang Nashrani dan yang sejenisnya.Perpaduan antara
dua konsep inilah yang menjadikan Islam sebagai agama wasathan(adil dan
pilihan) dan bersih dari segala bentuk sikap berlebihan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:Oleh karena itu, di antara para imam
penulis kitab hadits yang menggunakan metode penyusunan berdasarkan babnya,
ada yang melulai penyusunannya dengan (menyebutkan hadits-hadits tentang)
pokok keilmuan dan keimanan. Sebagaimana yang dilakukan Al-Imam AlBukhari dalam kitab Shahih-nya, yang mana beliau memulainya dengan Kitab
Badil Wahyi (awal mula turunnya wahyu); yang merinci tentang kondisi turunnya
ilmu dan iman kepada Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam, kemudian
mengiringinya dengan Kitabul Iman yang merupakan asas keyakinan terhadap apa
yang dibawa Beliau Shallallahualaihi wa sallam, setelah itu diiringi dengan
Kitabul Ilmi yang merupakan perangkat untuk mengenal apa yang dibawa
Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam, demikianlah tertib penyusunan yang
hakiki. Begitu pula Al-Imam Abu Muhammad Ad-Darimi.
Alam ghoib ibarat alam yang gelap gurita, sedangkan al-Quran dan hadits
Nabi Shallallahualaihi wa sallam ibarat dua cahaya yang terang benderang.
Dengan dua cahaya itulah berbagai peristiwa dan kejadian di alam ghoibtersebut
menjadi jelas dan terang. Atas dasar itulah, setiap pribadi muslim wajib untuk
mengembalikannya kepada firman Allah (al-Quran) dan petunjuk Rasulullah
Shallallahualaihi wa sallam(al-Hadits).
Bila demikian, berarti semua perkara ghoibharuslah ditimbang dengan
timbangan Islam yaitu; al-Quran dan al-Hadits dengan pemahaman para shahabat
Nabi Shallallahualaihi wa sallam. Jika perkara ghoib(baca: yang dianggap
ghoib) ternyata tidak ada keterangannya di dalam al-Quran dan al-Hadits, maka
keberadaannya tidak boleh diimani dan diyakini. Dan jika perkara ghoib tersebut
diterangkan di dalam al-Quran dan al-Hadits, baik berkaitan dengan peristiwaperistiwa di masa lampau maupun di masa datang, serta berbagai keadaan di
akhirat, maka keberadaannya harus diimani dan diyakini, walaupun pandangan
mata dan akal kita tidak menjangkaunya.
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sadi berkata: Iman kepada perkara ghoib ini
mencakup keimanan kepada semua yang Allah Subhanahuwa Taala dan Rasul-

19

Nya Shallallahualaihi wa sallam beritakan dari peristiwa-peristiwa ghoib di

masa lampau dan di masa yang akan datang, bebagai keadaan di hari kiamat,
dan tentang hakekat sifat-sifat Allah Subhanahu wa Taala.
Beriman dengan (adanya) perkara ghoib yang diberitakan Allah Subhanahu
wa Taaladan Rasul-Nya merupakan salah satu ciri orang yang bertaqwa.
Sedangkan tidak beriman dengan perkata ghoibtersebut merupakan ciri orang
kafir atau ahli bidah. Allah Subhanahu wa Taalaberfirman:
Artinya: Alif laam miim. Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.(Yaitu) mereka yang beriman kepada
perkara ghoib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang
kami anugerahkan kepada mereka. (QS. Al-Baqarah : 1-3)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sadi rahimahullahu berkata: Hakikat iman
adalah keyakinan yang sempurna terhadap semua yang diberitakan para Rasul,
yang mencakup ketundukan anggota tubuh kepadanya. Iman yang dimaksud disini
bukanlah yang berkaitan dengan perkara yang bisa dijangkau panca indera, karena
dalam perkara yang seperti ini tidak berbeda antara muslim dengan kafir. Akan
tetapi permasalahannya berkaitan dengan perkara ghoibyang tidak bisa kita lihat
dan saksikan (saat ini).
Kita mengimaninya, karena (adanya) berita yang datang dari Allah
Subhanahu wa Taala dan Rasul-Nya Shallallahualaihi wa sallam. Inilah
keimanan yang membedakan antara muslim dengan kafir, yang mengandung
kemurnian iman kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahualaihi wa sallam. Maka
seorang mukmin (wajib) mengimani semua yang diberitakan Allah dan Rasul-Nya
baik yang dapat disaksikan oleh panca inderanya maupun yang tidak dapat
disaksikannya. Baik yang dapat dijangkau oleh akal dan nalarnya maupun yang
tidak dapat dijangkaunya.
Hal ini berbeda dengan kaum zanadiqah (yang menampakkan keislaman dan
menyembunyikan kekafiran) dan para pendusta perkara ghoib (yang telah
diberitakan Allah Subhanahu wa Taala dan Rasul-Nya Shallallahualaihi wa
sallam). Dikarenakan akalnya yang bodoh lagi dangkal serta jangkauan ilmunya
yang pendek. Maka rusaklah akal-akal (pemikiran) mereka itu, dan bersihlah akalakal (pemikiran) kaum mukminin yang selalu berpegang dengan petunjuk Allah
Subhanahu wa Taala.
Al-Iman Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullahuberkata: (Setiap muslim,-

19

pen) wajib beriman kepada semua yang diberitakan Nabi Shallallahualaihi wa

sallam dan apa yang dinukil secara shahih dari beliau Shallallahualaihi wa
sallam, baik perkara tersebut dapat dilihat mata maupun yang bersifat ghoib. Kita
mengetahui (baca; meyakini) bahwa semua itu benar, baik yang dapat dijangkau
akal maupun yang tidak bisa dijangkau dan tidak dimengerti hakikat maknanya.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: Berbagai macam
berita yang diriwayatkan secara shahih dari Nabi Shallallahualaihi wa sallam
maka benar keberadaannya dan wajib dipercayai, baik dapat dirasakan oleh panca
indera kita maupun yang bersifat ghoib,baik yang dapat dijangkau oleh akal kita
maupun yang tidak.
Demikianlah manhaj(prinsip) yang benar di dalam menyikapi alam ghoib dan
berbagai peristiwanya. Siapa saja yang berprinsip dengannya, maka dia beruntung
dan berada di atas jalan yang lurus. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Taala:
Artinya: Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Nabi Muhammad
Shallallahualaihi wa sallam), memuliakannya, menolongnya dan mengikuti
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Quran), mereka itulah
orang-orang yang beruntung.(QS. Al-Araf : 157)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari bahasa di atas dapatlah diambil pelajaran bagi kaum muslimin bahwa:
1. Setiap muslim wajib beriman dengan (adanya) alam ghoibdan semua
peristiwanya yang diberikan Allah Subhanahu wa Taala dan Rasul-Nya.
Baik yang dapat dijangkau oleh akal dan panca indera maupun yang tidak.
2. Mengedepankan akal dalam permasalahan semacam ini merupakan
pangkal kesehatan.
3. Setiap muslim wajib memahami berita yang datang dari Allah Subhanahu
wa Taala dan Rasul-Nya tentang alam ghoib dan peristiwanya, dengan

19

pemahaman Rasulullah, para shahabat Rasulullah (as-salafush shalih),

karena dia merupakan jalan yang lurus. Dan tidak dengan pemahaman
ahli, filsafat, atheis sufi, dan bahkan atheis dahriyyahyang menyesatkan.
B. Saran
Penulis yakin bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kesalahan dan
kekurangan oleh sebab itu penulis meminta kritik dan saran yang bersifat
membangun sehingga adanya perubahan kedepan. Dan penulis berharap semoga
makalah ini berguna bagi para pembaca pada umumnya dan bagi diri penulis

19

sendiri pada khususnya.

You might also like