You are on page 1of 8

Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016

Mengubah Karya Akademik Menjadi Karya Bernilai Ekonomi Tinggi


Surabaya, 23 Januari 2016

Kandungan Kadmium (Cd) Pada Air, Daging serta


Mikroanatomi Insang Ikan Kelabau (Osteochillus
melanopleurus) Di Muara Sungai Martapura
Widya Rizky Amalia
Bunda Halang
Akhmad Naparin
Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat,
Amalia.W.R.07@gmail.com
Dahlan_good@gmail.com

Abstrak
Sejalan dengan perkembangan dan industrialisasi serta meningkatnya aktivitas masyarakat yang
memanfaatkan sungai di Kota Banjarmasin, telah menyumbangkan kadar residu logam berat ke
perairan. Fokus dari penelitian bertujuan untuk mengetahui kehadiran logam berat kadmium (Cd)
pada air, daging serta mikroanatomi insang ikan Kelabau (Osteochillus melanopleurus). Ikan
merupakan organisme akuatik yang akan menderita oleh perairan tercemar. Penelitian
menggunakan metode deskriptif dan metode parafin. Analisis data berdasarkan PP. RI No. 82 Th.
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Air untuk Cd
adalah 0,01 mg/L, PerGub Kal-Sel No. 05 Th. 2007 untuk Baku Mutu Air Sungai untuk Cd adalah
0,01 mg/L dan DirJen POM No. 0725/B/SK/1989 untuk Kadar Maksimum Kadmium (Cd) pada
Ikan adalah 0,1 mg/Kg serta dengan membandingkan tingkat keparahan struktur mikroanatomi
insang dari famili Cyprinidae. Hasil memperlihatkan kandungan Cd di air berkisar 0,004-0,006
mg/L, pada daging berkisar <0,0002-0,0033 mg/Kg atau hasil masih berada dibawah nilai ambang
baku yang telah ditetapkan. Sementara itu, hasil penelitian histopatologi telah memperlihatkan
adanya alterasi seperti edema, inflamasi, hiperplasia, hipertrofi, kongesti, hemoragi, invasi
ektoparasit,fibrosis dan nekrosis.
Kata Kunci : Kadmium (Cd), Ikan Kelabau (Osteochillus melanoleurus), Histopatologi

Abstract
In the line of development and industrialization increase as well as the activity of citizen that utilize
river in Banjarmasin City, has contribused in giving high degree of heavy metal residues to water.
The focus of the research is the presence of heavy metal cadmium (Cd) in water, meat also gills
microanatomy of Kelabau fish (Osteochillus melanopleurus). Fish are aquatic organism that will be
suffered by polluted water. Using descriptive methods and parafin methods. The data analysis is
based to PP. RI. Number 82 Year 2001 on Water Quality Management and Water Environment
Pollution Control for Cd si 0,01 mg/L, Governors Decree of South Borneo on Quality Standard of
River Water for Cd si 0,01mg/L and General Directur of Food and Drugs Number 03725/B/SK/1989
on Maximum Cadmium (Cd) Contamination in Food for Fish is 0,1 mg/Kg also by comparing the
damage degrees of gill microanatomical from Cyprinidae family. Result of the research has shown
that Cd in Water were about 0,004-0,006 mg/L, in meat were about <0,0002-0,0033 mg/Kg or result
are below than the permissible limit that has been set. Meanwhile, the result of histopathology has
shown alterations such as edema, inflamamation, hyperplasia, hypertrophy, congestion, hemorage,
ectoparasite invasion, fibrosis and necrosis.
Keywords : Cadmium (Cd), Kelabau Fish (Osteochillus melanopleurus), Histopathology.

PENDAHULUAN
Banjarmasin adalah kota yang diapit oleh wilayah
perairan, hal tersebut berpengaruh pada sistem drainase
dan kehidupan masyarakat yang memanfaatkannya
dalam berbagai aktivitas. Perkembangan ekonomi satu
daerah menitik-beratkan pada pembangunan sektor

ISBN 978-602-72071-1-0 hal 84-92

industri. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan


dan industrialisasi di Kota Banjarmasin telah muncul
dampak lain berupa kerusakan lingkungan dan
penurunan kesehatan yang ditimbulkan oleh limbah.
Salah satunya ialah limbah logam logam berat. Logam
berat yang terlarut dalam perairan pada konsentrasi
tertentu dapat berubah fungsi menjadi sumber racun

bagi kehidupan perairan. Meski daya racun yang


ditimbulkan oleh suatu jenis logam berat terhadap
semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran
suatu kelompok dapat menjadikan terputusnya suatu
rantai kehidupan (Palar, 2008:37 ).
Sungai Martapura merupakan salah satu sungai besar
di Kota Banjarmasin yang bermuara pada Sungai Barito,
pada bagian muaranya mendapatkan masukan utama
dari aliran air Sungai Basirih. Sungai ini bernilai fungsi
tinggi oleh masyarakat hal tersebut terlihat dari
tingginya aktivitas pemanfaatan keberadaan sungai.
Perairan sungai ini dapat dipastikan terpapar oleh bahan
pencemar baik berasal dari kegiatan rumah tangga
maupun kegiatan industri dan transportasi. Saat ini
kondisi perairan di Banjarmasin telah memprihatinkan
tak terkecuali dengan kondisi ikan di muara Sungai
Martapura.
Ikan merupakan organisme teleostei yang aktif
bergerak. Ikan yang hidup di wilayah terbatas seperti
sungai dan danau akan menderita karena kondisi
perairan tercemar (Darmono, 2010:89). Salah satu jenis
ikan yang diduga turut langsung merasakan dampak
pencemaran ialah ikan Kelabau (Osteochillus
melanopleurus). Ikan Kelabau merupakan jenis ikan
potensial yang bernilai ekonomis tinggi. Berdasarkan
hasil penelitian dari Setijaningsih dan Asih (2011:1),
telah terjadi penurunan populasi di habitat asalnya yakni
Sumatera dan Kalimantan. Diduga penurunan tersebut
berasal dari paparan logam.
Jika di dalam tubuh ikan telah terkandung kadar
logam yang tinggi dan melebihi nilai ambang baku mutu
yang ditentukan dapat dipastikan telah terjadi
pencemaran lingkungan. Organ dalam tubuh ikan yang
turut langsung merasakan dampak suatu pencemaran
adalah insang. Pemeriksaan histopatologi insang akan
memberikan gambaran seberapa parah tingkat
pencemaran yang terjadi.
Berdasarkan pada kondisi tersebut maka tujuan
penelitian ini ialah untuk mengetahui kandungan
kadmium (Cd) pada air, daging serta mikroanatomi
insang ikan Kelabau (Osteochillus melanopleurus) yang
hidup di bagian muara Sungai Martapura.

METODE
Penelitian menggunakan dua metode yakni metode
deskriptif dengan teknik pengambilan data dan sampel
diambil secara langsung di lapangan serta metode
parafin untuk penelitian histopatologi. Populasi dalam
penelitian adalah ikan Kelabau yang terdapat di muara
Sungai Martapura, sementara sampel penelitian adalah
sampel air sungai sebanyak 200 ml/ 3 titik lokasi uji dan
sampel daging ikan/ 3 titik lokasi uji dengan kisaran
sampel 150-250 gr/ikan, bobot ikan yang diperoleh 250
ISBN 978-602-72071-1-0 hal 84-92

gr Titik I, 550 gr Titik II & 490 gr Titik III. Proses


pengujian sampel air dilakukan di Balai Pengembangan
& Konstruksi Banjarmasin. Pengujian sampel daging
ikan dilakukan di Balai Riset & Standarisasi Industri
Banjarbaru. sedangkan, pemeriksaan histopatologi
dilakukan di Balai Penelitian Veteriner Banjarbaru.
Peralatan penelitian sampel air, ikan dan parameter
menggunakan Kemmerer Water Sampler Van Dorn
(KWS), botol, kertas label, penggaris, pancingan,
timbangan, Cool Box, millieter block, Atomic
Adsorption Spectophotometer (AAS), termometer, pH
meter, roll meter, Secchi disk. Peralatan histologi
meliputi scapel, tissue cassate, Automatic Tissue
Processor, Vacum, Base mold, Freezer, Paraffin Bath,
Water Bath, basket, oven, kaca benda, kaca penutup dan
Photomicroschope Olympus cx31. Larutan yang
diperlukan adalah Buffered Neutral Formalin (BNF)
10% sebagai pengawet, etanol absolut, xylol, parafin,
glyecrin 99,5%, ewith (albumin), hematoxilin & eosin
dan DPX sebagai perekat.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pengujian kandungan kadmium (Cd) pada sampel air sebagaimana tertera dalam tabel 1
Tabel 1. Kandungan Cd Pada Air
No.

Lokasi Sampel

Kandungan Cd (mg/L)

Kadar Maks. Cd (mg/L)


PerGub No. 05 Th. 2007

1.
2.
3.

Titik I
Titik II
Titik III

0,004
0,005
0,006

0,01
0,01
0,01

Kadar
Maks. Cd (mg/L)
PP. RI. 82 Th. 2001
0,01
0,01
0,01

Hasil pengujian kandungan kadmium (Cd) pada sampel daging tertera dalam tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Cd Pada Daging
No.

Lokasi Sampel

Kandungan Cd (mg/L)

1.
2.
3.

Titik I
Titik II
Titik III

0,0047
<0,0002
0,0033

Kadar Maksimal Cd (mg/Kg) DirJen POM No.


03725/SK/VII/19
0,1
0,1
0,1

Hasil pengukuran parameter kualitas air sungai tertera dalam tabel 3.


Tabel 3. Pengukuran Parameter Air Sungai
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Parameter
Fisika &
Kimia
Suhu air
pH air
Kecerahn air
Kedalaman
Kecepatan arus
DO
BOD
COD

Lokasi Sampel

Satuan

c
mg/L
cm
m
S
mg/L
mg/L
mg/L

T.I
26
6,8
26
3,5
12
4,60
4,64
6,17

T.II
26
6,8
15
1,3
103
5,98
5,54
9,25

T.III
26
6,6
28
5,6
21
5,59
1,65
3,08

Kisaran

PP RI No. 82
Th. 2001

26
6,6-6,8
15-28
1,3-5,6
12-103
4,60-5,98
1,65-5,54
3,08-6,17

6-9
**45
4
3
25

Syarat
Umum
Hidup Ikan
25-32
6,5-9,0
*30-60
***5-6
-

Keterangan :
*menurut, Daelani 2002
**menurut Kordi 2004 : Erma 2013
***menurut Rukmini 2001

Hasil Pengamatan Secara Mikroanatomi Terhadap Struktur Mikroanaotmi

Lamella sekunder

Fu
Ruang
interlamela
Hialin kartilago

N
N

Gambar 1. Struktur mikroanatomi Gambar


1.1
struktur
insang
ikan
normal
family mikroanatomi insang ikan
Cyprinidae, Setywan (2013) 10x10 kelabau Titik I mengalami N :
Nekrosis, 10x10

ISBN 978-602-72071-1-0 hal 84-92

Gambar 1.2 alterasi berupa adanya


Fu : Fusi lamella sekunder dan
Nekrosis lamella sekunder
10x10

E
E

Hi

K
PM

Gambar 1.4 alterasi berupa E :


Edema, PM : Penimbunan mucus
dan K : kongesti 10x10

Gambar 1.3 alterasi berupa


adanya H : Hipertrofi, 10x10

PM

Gambar
10x40

1.5

perbesaran

IE

H
He
Gambar 1.6 adanya perubahan berupa
adanya H : Hiperplasia lamella sekunder,
He : Hemoragi lamella sekuder serta
adanya IE : Invasi Ektoparasit, 10x10

Lamella sekunder

Ruang
interlamela

Fi
Hialin kartilago

Gambar
2.
Struktur
mikroanatomi insang ikan
normal family Cyprinidae,
Setywan (2013), 10x10

Gambar
2.1
struktur
mikroanatomi insang kelabau
Titik II mengalami alterasi N :
Nekrosis 10x10

Gambar 2.2 terlihat adanya


perubahan Fi : Fibrosis lamella
primer serta terjadi N : Nekrosis
lamella sekunder, 10x10

Lamella sekunder

Gambar 3.3 alterasi berupa N :


Nekrosis lamella sekunder,
10x10

Ruang
interlamela

Fu

Hialin kartilago
normal

Fu
Gambar
3.
Struktur
mikroanatomi insang ikan
normal family Cyprinidae,
Setyawan (2013) 10x10

Gambar 3.1 struktur mikroanatomi


insang ikan kelabau Titik III,
alterasi berupa Fu : Fusi lamella
sekundr, N: Nekrosis, 10x10
Gambar 3.2 Alterasi berupa
N : Nekrosis, Fu : Fusi
lamella sekunder, 10x40

N
ISBN 978-602-72071-1-0 hal 84-92

Hi
Gambar 3.4 alterasi berupa Hi :
Hipertrofi lamella primer, N :
Nekrosis
lamella
skunder,
10x10
Kandungan
Kadmium
Pada
Air
Kehadiran logam Cd di perairan tidak hanya
disebabkan oleh buangan limbah industri maupun rumah
tangga tetapi kontribusi oleh alam secara tidak langsung
turut menimbulkan pencemaran logam berat ini terjadi.
Sebagaimana hasil pengamatan bahwa di Kota
Banjarmasin berdiri perindustrian yang mengahasilkan
substansi logam
ke lingkungan udara. Menurut
Widowati, dkk. (2008:65) kadmium di atmosfer berasal
dari penambangan/pengolahan, bahan tambang,
peleburan, galvanisasi, pabrik pewarna, pabrik baterai
dan pabrik electroplating. Pelepasan Cd dari limbah
industri ditambah Cd yang berasal dari alam akan
menimbulkan pencemaran lingkungan yang meluas
mengingat Cd merupakan substansi persisten di dalam
lingkungan.
Berdasarkan tabel 1. Terlihat bahwa kadar kadmium
pada setiap titik pengamatan yakni 0,004 mg/l, 0,005
mg/l dan 0,006 mg/l meningkat pada setiap titik. Hal
tersebut disebabkan oleh pergerakan arus air yang
kontinyu dan sumber utama dari pencemarnya. Titik I
berlokasi pada area kawasan jaring apung (KJA) Banua
Anyar dimana sumber utama limbah logam Cd berasal
dari kegiatan rumah tangga, aktivitas transportasi air dan
aktivitas KJA sendiri. Connel dan Miller (1995:346)
menyatakan bahwa jumlah runutan yang cukup besar
disumbangkan ke dalam cairan limbah rumah tangga
oleh sampah-sampah metabolik, korosi pipa-pipa air
(Cu,Pb, Zn dan Cd) dan produk-produk konsumer
(misalnya formula deterjen yang mengandung Fe, Mn,
Cr, Ni, Co, Zn, B dan As). Pada titik II yang berlokasi
pada area Kelurahan Seberang Mesjid Pasar Lama
sumber utama limbah Cd berasal dari kegiatan industri
pencelupan kain sasirangan serta kegiatan rumah tangga.
Menurut Palar (2008:117), penggunaan Cd dan
persenyawaannya (CdS , CdSeS) banyak digunakan
sebagai zat warna meskipun penggunaannya hanya
dalam konsentrasi rendah. Sedangkan pada titik III yang
berlokasi disekitar area kawasan Pabrik Karet, sumber
utama dihasilkan oleh kegiatan industri pabrik karet dan
perindustrian disepanjang aliran Sungai Basirih yang
dekat dengan wilayah muara Sungai Martapura serta
padatnya kegiatan transportasi kapal-kapal besar
(pengangkut barang maupun penumpang). Pelumas
mesin hasil kegiatan transportasi dan lepasnya cat
pelapis badan kapal juga berpotensi menyumbangkan
logam ke perairan. Menurut Widowati, dkk. (2008:64)
bahwa kapal yang mengalami korosif dan melepaskan
ISBN 978-602-72071-1-0 hal 84-92

pigmen warna pelapis kapal ke perairan merupakan


salah satu sumber pencemar logam Cd pada air.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa air sungai
mengandung Cd dengan konsentrasi 0,004-0,006 mg/L
atau masih berada dibawah nilai ambang baku mutu
Peraturan Presiden No.81 Th 2001 dan Peraturan
Gubernur No. 05 Th 2007 yakni sebesar 0,01 mg/l. hal
tersebut diduga dipengaruhi oleh kecepatan pergerakan
angin yang presisi dengan kondisi arus menyebabkan
pengenceran konsentrasi limbah, serta pengambilan
sampel yang dilakukan saat hujan dimana massa air
turut mengencerkan konsetrasi. Selain itu, proses
bioakumulatif yang dilakukan oleh makhluk hidup
disekitar wilayah penelitian seperti terdapat banyaknya
tumbuhan permukaan air. Metode yang bisa digunakan
untuk membersihkan atau mengurangi pencemaran
adalah dengan tanaman yang disebut fitoremediasi
(Widowati, dkk., 2008 :70).
Kandungan Kadmium Pada Daging
Pada kebanyakan kasus penelitian hubungan antara
jumlah adsorpsi atau laju pertambahan konsentrasi
logam antara jaringan dengan konsentrasi dalam air
adalah berbanding lurus. Namun, pada uji dalam
penelitian
yakni
ikan
kelabau
(Osteochillus
melanopleurus)
sebaliknya.
Menurut
Darmono
(1995:32), distribusi dan akumulasi logam sangat
berbeda-beda untuk setiap organisme air. Umumnya
semua organisme perairan akan terpengaruh dengan
kehadiran bahan pencemaran di habitatnya terutama
pada konsentrasi melebihi normal. Menurut Darmono
(2010:87),
terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi daya toksisitas logam dalam air terhadap
mahkluk yang hidup di dalamnya seperti 1) bentuk
ikatan, 2) pengaruh lingkungan (pH,kadar garam dan
oksigen terlarut), 3) kondisi hewan yakni fase siklus
hidup (telur, larva, dewasa), 4) kemampuan hewan
menghindar dari wilayah polusi dan 5) kemampuan
organisme untuk beraklimatisasi terhadap toksik logam.
Berdasarkan tabel 2. Hasil pengukuran kandungan
Cd pada daging pada titik I yakni 0,0047 mg/kg, titik II
yakni <0,0002 mg/kg dan titik III yakni 0,0033 mg/kg.
ketiga konsentrasi tersebut ternyata lebih rendah
daripada konsentrasi logam pada air. Rendahnya proses
akumulasi disebabkan oleh kemampuan organel seluler
dalam menurunkan efek mobilisasi dalam menurunkan
toksisitas melalui adanya kehadiran protein khaelat
logamnseperi sitosol, lisosom dan nukleus (Lu,
1995:349). Mineral seperti Cu, Co, Se, Ca, Fe dan Zn.
dimana
persenyawaannya
akan
menghasilkan
transformasi biologi berupa efek antagonis yang akan
menurunkan daya racun yang dimiliki suatu zat atau
material yang masuk ke dalam tubuh menjadi bentuk

molekul yang sederhana atau persenyawaan sederhana


(Palar, 2008:43).
Kehadiran mineral logam khaelat dan kecukupan
unsur protein suatu organisme mampu menurunkan
adsorpsi logam Cd melalui produksi metalotein sebagai
barier pertahanan. Hal inilah yang menyebabkan
hadirnya efek ekskresi dan regulasi berbeda-beda.
Penurunan konsentrasi di dalam tubuh ikan diduga
disebabkan oleh logam Cd yang diikat oleh pengkhaelat
logam. Logam akan berikatan dengan protein plasma
bermolekul berat rendah 6.000 (Metalotienin) yang
banyak mengandung gugus sulfihidril dengan
kemampuan ikat 11%. Metalotienin yang terdiri dari
protein (polipeptida) memiliki masa molekul kecil (6-7
kDa) dengan kandungan sistein 26-33% non-asam
amino aromatik (histidin), dimana Cd akan terikat
dengan gugus sulfihidril (-SH) dalam enzim karboksil,
sisteinil, histidil, hidroksil dan fosfatil dari protein dan
purin (Widowati, dkk. 2008:75).
Hasil pengukuran kandungan kadmium pada ketiga
daging ikan kelabau yang berkisar <0,0002-0,0033
mg/kg yang didasarkan pada Direktur Jenderal Pangan
dan Obat No. 03725/B/SK/1989 tentang Kontaminasi
Maksimal Kadmium (Cd) untuk Ikan adalah 0,1 mg/kg
atau berada dibawah nilai ambang baku mutu yang
ditetapkan. Dinamikasi adsorpsi logam ini disebabkan
kandungan logam dalam perairan yang dapat berubahrubah serta pengambilan sampel yang dilakukan saat
musim hujan, dimana konsentrasi akan lebih rendah
oleh sebab pengenceran konsentrasi oleh banyak massa
air di badan perairan. Namun, tidak menutup
kemungkinan nilai ini akan terus bertambah mengingat
sifat
biotransformasi,
biamagnifikasi
serta
bioakumulatid logam Cd.
Kualitas Parameter Air Sungai
Berdasarkan tabel 3. Kualitas suatu parameter akan
mencerminkan konsentrasi di dalam tubuh suatu
organisme. Pada hasil pengukuran suhu berkisar yakni
25-32C, kondisi suhu yang semakin meningkat akan
berpengaruh terhadap laju metabolisme yang terjadi.
Jika pada suatu perairan konsentrasi logam Cd melebihi
normal, maka akan menyebabkan laju adsorpsi menjadi
meningkat.
Umumnya kondisi kecerahan suatu perairan
berhubungan dengan kondisi kebersihan air dimana
limbah yang terbuang ke badan perairan akan
berpengaruh pada kekeruhan badan air, sehingga dapat
disimpulkan bahwa badan air jenuh dengan limbah
terlebih lagi jika limbah tersebut adalah limbah yang
mengandung logam. Hasil pengukuran kecerahan pada
ketiga titik berkisar 15-28 cm atau kecerahan tergolong
rendah.

ISBN 978-602-72071-1-0 hal 84-92

Kedalaman suatu perairan secara kualitatif


menentukan banyaknya penetrasi sinar yang masuk.
Semakin besar sinar yang dapat menembus suatu
perairan maka kondisi kehidupan biota seperti tumbuhan
air memungkinan untuk berkembang dan proses
fitoremediasi logam dapat terjadi secara alamiah. Pada
pengukuran titik I berkisar 3,5 m, titik II 1,3 m dan titik
III 5,6 m. pengukuran terendah terdapat di titik II yakni
1,3 m hal ini terjadi jika badan sungai secara geografis
memiliki kedalaman yang kurang dibuktikan dengan
banyaknya bertambat kapal-kapal kecil di wilayah
sungai area Pasar Lama Banjarmasin serta terjadinya
pendangkalan akibat limbah rumah tangga.
Melalui kecepatan arus dapat diperkirakan kapan
bahan pencemar mencapai suatu lokasi tertentu. Hasil
pengukuran ketiga titik diperoleh kecepatan tertinggi di
titik I yakni 12 m/s, disusul titik II 21 m/s dan terendah
113 m/s pada titik III.
Persenyawaan logam Cd termasuk kedalam
persenyawaan sulfida , seperti halnya senyawa
hidroksida, senyawa oksida dan senyawa karbonat.
Senyawa-senyawa tersebut sangat mudah larut dalam
air. Berdasarkan hasil pengukuran pH berkisar antara
6,6-6,8 , menurut Palar, (2008:36), badan perairan yang
mempunyai derajat keasaman (pH) mendekati normal
atau pada daerah kisaran pH 7 sampai 8, kelarutan dari
senyawa-senyawa ini cenderung stabil.
Kondisi oksigen terlarut bervariasi bergantung pada
suhu suatu perairan dan tekanan atmosfer. Suhu ketiga
titik berkisar 25-32C dan DO berkisar 4,60 mg/l Titik I,
5,98 mg/l Titik II dan 5,59 mg/l Titik III, menurut
Fardiaz (1992:33), konsentrasi oksigen pada suhu
mencapai 32C adalah 7,4 mg/l atau DO cenderung
masih mempertahankan kondisi hidup biota akuatik
serta tidak mengakibatkan proses hidrogenasi
meningkat.
Berdasarkan hasil pengukuran BOD di Titik I
sebesar 4,64 mg/l, 5,54 mg/l Titik IIdan 1,65 mg/l Titik
III.
Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan
pencemarnya. Menurut Effendi (2003:27), kisaran BOD
yang melebihi 10mg/l dianggap telah mengalami
pencemaran.
Berdasarkan hasil pengukuran COD di Titik I
sebesar 6,17 mg/l, Titik II 9,25 mg/l dan Titik III 3,08
mg/l atau konsentrasi berada dibawah nilai ambang baku
menurut PP RI. No. 82 Th. 2001 yakni 50mg/l.
Histopatologi Mikroanaotmi Insang
Pemeriksaan histopatologi pada suatu organisme
yang hidup di daerah tercemar akan memberikan
gambaran tingkat keparan pencemaran yang terjadi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan struktur mikroanatomi
insang ikan Kelabau yang dipancing di Titik I
memperlihatkan adanya alterasi berupa edema,

peradangan, kongesti, hemoragi, hipertrofi, hyperplasia,


fusi dan adanya invasi ektoparasit serta nekrosis. Pada
Titik II alterasi berupa fibrosis lamella primer disertai
deskumasi atau nekrosis lamella sekundernya dan pada
Titik III alterasi berupa hipertrofi lamella primer, fusi
lamella sekunder dan nekrosis lamella sekunder.
Edema diduga disebabkan oleh kehadiran logam Cd
yang memasuki insang yang menyebabkan penurunan
aktivitas ATP dalam enzim karbonik anhidrase dan
ATP ase sehingga menyebabkan kolaps kompa natrium
pada selaput yang peka. Hal ini menyebabkan terjadinya
influks natrium intrasel dan difusi kalium ekstrasel juga
menyebabkan kegagalan iso-osmosa air yang berujung
pada peradangan jaringan insang.
Peradangan akan membuat kapiler insang
mengalami vasodilatasi yang menyebabkan prakapiler
insang membuka, akibatnya terjadi peningkatan aliran
darah pada kapiler yang sebelumnya inaktif. Ini akan
menyebabkan pembendungan darah pada jaringan
insang atau yang disebut kongesti. Bertambahnya aliran
darah (hiperemia) dalam jaringan insang akan disusul
oleh perlambatan aliran darah dan perubahan tekanan
intravaskular terhadap pembuluh insang.
Jika tekanan hidrostatis dan tekanan osmotik
intravaskular pada kapiler insang terus meningkat oleh
adanya logam Cd akan menyebabkan integritas
pembuluh kapiler insang menjadi rapuh dan robek
sehingga darah beserta cairan keluar yang disebut
sebagai hemoragi.
Hiperplasia pada lamella sekunder insang diduga
disebabkan oleh hubungan yang terjadi saat logam Cd
dalam air mengion menjadi Cd2+. Hal ini akan
menyebabkan proliferase massif pada sel eiptel kapiler
juga pada sekresi mukus. Kondisi ini akan mengarah
kepada tertutupinya permukaan lamella insang oleh
hasil proliferasi tersebut sehingga menyebabkan
perlekatan pada kedua sisi lamella yang disebut fusi
lamella.
Fusi lamella sekunder menciptakan kondisi dimana
jaringan insang tidak akan mampu dimasuki oleh logam
Cd tetapi justru mengakibatkan kegagalan respirasi yang
berujung pada kematian ikan.
Menurut Prasetyo (2010:4), myxospora merupakan
parasit yang paling umum menginvasi kulit dan insang
ikan air laut dan air tawar. Ektoparasit ini ditemukan
pada preparat titik pertama sekaligus juga diduga
menyebabkan tingginya kerusakan yang terjadi pada
preparat tersebut.
Fibrosis pada jaringan insang merupakan kondisi
dimana terjadi pembentukan jaringan ikat. Hal ini
diduga terjadi akibat kontak langsung dengan perairan
yang tercemar logam Cd atau terjadi pasca peradangan
pada lamella primer (hipergranulasi) sebagai bentuk
adaptasi ikan.
ISBN 978-602-72071-1-0 hal 84-92

Hipertrofi yang terjadi pada organ insang khususnya


lamella primer diduga merupakan suatu bentuk adaptasi
terhadap fungsi atau hormon oleh keadaan fisiologis
maupun patologis. Menurut Efrizal, dkk. (1998:15),
hipertrofi pada lamella sekunder maupun primer insang
merupakan tanda-tanda awal ikan terpapar bahan kimia.
Diduga logam Cd menyebabkan bertambahnya ukuran
jaringa insang.
Sel yang mengalami nekrosis atau deskuamasi pada
lamella insang akan mudah untuk terlepas dari jaringan
penyokongnya dan menyebabkan jaringan disekitarnya
rentan terhadap iritasi maupun radang. Nekrosis ditemui
pada ketiga preparat, diduga terjadi karena toksikan
seperti logam Cd menyebabkan ketidakmampuan
adaptasi sel terhadap kompensasi kehadiran zat toksik
sehingga berakibat pada sel-sel pada jaringan tersebut
melepaskan enzim autolisis yang menyebabkan
pelarutan unsur sel serta menyebabkan degradasi
progresif letal yang ireversibel atau kematian jaringan
yang tidak terkontrol.
Kerusakan pada tahapan ini diduga tidak hanya
disebabkan oleh zat toksik seperti logam Cd di dalam
perairan tetapi juga disebabkan oleh keadiran toksikan
lain seperti zat kimia organik dan anorganik yang ada di
dalam perairan atau tingginya konsentrasi amoniak yang
tidak terhitung dalam pengujian.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada saudara
Setywan, N (2013) dimana karyanya telah menjadi
bahan acuan sebagai pembanding dalam struktur
jaringan mikroanaotmi insang normal.
PENUTUP
Simpulan
Kandungan logam Cd pada air (0,004-0,006 mg/l) dan
daging (<0,0002-0,0033 mg/kg) masih berada pada nilai
ambang baku mutu yang ditetapkan baik oleh PP. RI.
No. 81 Th. 2001, PerGub Kal-Sel No.05 Th. 2007 yakni
dibawah dari 0,01 mg/l dan DirJen POM No.
03725/VII/SK/1989 yakni dibawah 0,1 mg/Kg. Tingkat
kerusakan mikroanatomi mulai dari edeama hingga
nekrosis.
DAFTAR PUSTAKA
Antaranews. 2012. BLHD, Kalsel. 2012. Air Sungai
Kalsel Sudah Ancam Kesehatan. 30 Agustus.
Hal 1-4 (kolom 4-6).
Berata, K., Oka, Bagus I. O. W., Agung, A. A. M. A.,
Bagus, Ida. W. A. 2011. Patologi Veteriner
Umum : Swastwa Nulus. Denpasar.

Connel, D., W., & Miller, G.J. 1996. Kimia


Ekotoksikologi
Pencemaran.
Universitas
Indonesia Press. Jakarta

Logam Berat Di Perairan Kalingarang


Semarang. Skripsi Sarjana. Universitas Negeri
Semarang. Dipublikasikan.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Makhluk Hidup :


Universitas Indonesia Press. Jakarta.

UNESA. 2000. Pedoman Penulisan Artikel Jurnal,


Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Negeri
Surabaya.

Darmono. 2010. Lingkungan Hidup dan Pencemaran :


Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Daelani, Deden., AS. 2002. Agar Ikan Sehat : PT.
Penebar Swadaya. Bogor Depok.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan : Kanisius. Yogyakarta.
Efrizal, T., Setijanto, H., Tumpal, D., F., L., Sukra, Y.
Pengaruh Kadar Sublethal Phospamidon
Terhadap Kerusakan Jaringan Ikan Nila
(Oreochromis niloticus). Jurnal Media Veteriner.
5 (4) : 13-18.
Erma, Sri. 2013. Kandungan Cadmium (Cd) Pada Air
dan Ikan Patin (Pangasius pangasius) Di Danau
Gentung Dayo Eks. Tambang Batubara
Kabupaten Paser Kalimantan Timur. Skripsi
Sarjana. Universitas Lambung Mangkurat. Tidak
Dipubllikasikan.
Irianto, Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei : Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Jelang, Dito. M. 2012. Studi Analisa Arus Laut
Permukaan Dengan Menggunakan Data Satelit
Altimetri Jason-2. Skripsi Sarjana. Institut
Teknologi Surabaya. Dipublikasikan.
Lu, C. Frank. 1995. Toksikologi Dasar : UI-Press.
Jakarta.
Max, Rizald, R. 2010. Toksikologi Kelautan : P. Walau
Bengkulu. Jakarta Timur. Mukono, HJ. 2010.
Toksikologi Lingkungan :
Palar, Heryando. 2008. Pencemaran dan Toksikologi
Logam Berat :Rineka Cipta. Jakarta
Priosoeryanto, B. P., Esra, I. M., Handayani, S. U.
2010. Gambaran Histopatologi Insang, Usus
dan
Otot
Ikan
Mujair
(Oreochromis
mossambicus) Yang Berasal Dari Daerah
Ciampea, Bogor. Jurnal of Indonesian Veterany
of Sciences and Mediciene Volume II Nomor 1
Robbin and Kumar. 1995. Basic Pathology : ECG.
Jakarta.
Rukmini, 2012. Teknologi Budidaya Biota Air : Karya
Putra Darwati. Bandung.
Setijaningsih, L. & Asih, S. 2011. Keberhasilan
Pembenihan Ikan Kelabau (Osteochilus
melanopleura Blkr) Sebagai Upaya Konservasi
Ikan Lokal Melalui Manipulasi Lingkungan Dan
Hormon. Jurnal KSI-01:1-7.
Setyawan, N. 2013. Gambaran Mikroanatomi Pada
Insang Ikan Sebagai Indikator Pencemaran
ISBN 978-602-72071-1-0 hal 84-92

Widowati, W. Astiana. S, & Raymond. J. 2008. Efek


Toksik Logam : Andi. Yogyakarta.

You might also like