You are on page 1of 10

LAPORAN GENETIKA

POLIPLOIDI PADA PTERIDOPHYTA

AYU WIDIARTI
140210103018
KELOMPOK 2
KELAS C
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

I.

JUDUL
Poliploidi pada Pteridophyta

II.

TUJUAN
Untuk mengetahui tipe ploidi pada pteridophyta dan faktor-faktor yang mungkin
mempengaruhi tipe ploidi tersebut.

III.

TINJAUAN PUSTAKA
Individu poliploidi adalah suatu individu yang memiliki lebih dari 2 perangkat
kromosom dalam sel tubuhnya. Individu individu dalam satu genus sering
mempunyai jumlah kromoso yang berbeda, demikian juga individu dalam satu
spesies. Adanya perbedaan jumlah kromosom dalam satu spesies ini menyediakan
keanekaragaman genetics.(Tim Dosen,2015)
Poliploidi adalah suatu kondisi dimana suatu organisme memiliki lebih dari
dua genom (Suryo, 1995). Adapun pendapat alhi lain yang berkata Ploidi adalah
istilah yang digunakan untuk menunjukkan banyaknya genom (himpunan kromosom)
dasar yang dimiliki oleh sel makhluk hidup. Set dasar kromosom dalam organisme
disebut nomor monoploid. Angka ini ditunjukkan oleh x. Dalam suatu organisme,
yang ploidi sel dapat bervariasi. Pada umumnya makhluk hidup, inti sel dari sel tubuh
(sel somatik) normal memiliki dua set kromosom (diploid, 2x= 2n). Sebagai
perkecualian, sejumlah organisme, banyak di antaranya tumbuhan, memiliki jumlah
set yang lebih daripada dua, dan ini secara umum disebut sebagai organisme poliploid
(poly- berarti "banyak"). Contohnya adalah kentang (tetraploid, 4x = 2n), gandum roti
(heksaploid, 6x = 2n), dan tebu (biasanya oktaploid, 8x = 2n). Beberapa jenis sel
memiliki perkecualian. Sel kelamin (sel seksual atau reproduktif) memiliki separuh
dari set tersebut (jadi haploid, n, sebanyak bilangan dasar). Sel endosperma bersifat
triploid, 3n, akibat adanya penggabungan dua genom pada sel kutub lembaga (Harthl,
2005).
Poliploidisasi sudah banyak diaplikasikan pada tanaman, contohnya anggrek
pepaya, kacang tanah, kedelai, pacar air jahe putih, cabai dan sebagainya. Pada
tumbuhan, pembentukan triploid atau poliploid merepresentasikan suatu mekanisme
evolusi yang menghasilkan spesies-spesies baru pada organisme tersebut, namun hal
ini jarang dijumpai pada hewan. Poliploidisasi buatan lebih banyak dilakukan pada
tanaman

karena

biasanya

dapat

menghasilkan

karakter

baru

yang

lebih

menguntungkan bagi manusia(Fried & Hademenos, 2006).


Variasi dalam hal jumlah set kromosom (ploidi) umum ditemukan dialam.
Diperkirakan satu pertiga dari angiospermae (tumbuhan berbunga) memiliki lebih
dari dua set kromosom (poliploid). Adapun tipe-tipe dari variasi jumlah kromosom
ialah sebagai berikut:
a) Euploida

Euploida adalah bila variasinya menyangkut seluruh sel kromosom dalam


suatu set kromosom. Euploida diterapkan bagi organisme-organisme yang jumlah
kromosomnya merupakan kelipatan suatu angka dasar (n). tipe ini menunjukan
adanya keragaman dalam suatu set kromosom lengkap (genom) banyaknya
eukariotik memiliki jumlah kkromosom diploid yaitu 2n. tetapi diantara tanaman
pangan dan hortikultura serta tanama hias terdapat tetraploid da hexaploid yang
estetis dan beruna bagi manusia. Adapun beberapa macam dari tipe euploida
antara lain:
1. Monoploid
Satu set kromosom (n) secara karakteristik ditemukan dalam nucleus
sejumlah organisme yang tidak begitu kompleks. Misalnya fungi. Tipe ini
jarang ditemukan pada hewan kecuali pada lebah madu jantan karena dapat
melakukan reproduksi secara parthenogenesis. Sedangkan pada tumbuhan
sering di jumpai pada ganggang, cendawan, dan lumut.monoploid bias juga
disebut haploid. Biasanya juga terdapat pada gangang hijau biru, bakteri dan
virus. Sedangkan pada rumput hati dan lumut haploid yaitu bentuk utama
yang kita lihat tanaman-tanaman ini timbul secara spontan dari perkembangan
sel telur tanpa pembuahan. Penyerbukan yang terlambat kadang-kadang
menyebabkan sel telur berkembangn dan bersatu dengan inti sperma dari
gametofit jantan. Tanaman kembar kadang-kadang berkembang dari sati sel
telur dan salah satu haploid. Penyebab monoploid ini adalah sterilitas.
Biasanya timbul pada haploid meosis yang tidak teatur. Tidak ada kromosom
homolog, sehingga tidak dapat berpasangan (Pierce, 2002).
2. Diploid
Dua set kromosom (2n) adalah khas bagi kebanykan hewan dan
organisme-organisme multiseluler kompleks. Keadaan diploid adalah hasil
penyatuan dari dua gamet haploid.
3. Triploid
Tiga set kromosom (3n) bias berasal dari penyatuan sebuah gamet
monploid (n) dengan sebuah amet diploid (2n). set kromosom ekstra pada
triploid didistribusikan dalam berbagai kombinasi pada sel-sel nutfah,
sehingga menghasilkangamet-gamet yang secara genetic tidak seimbang.
Karena triploid umumnya mengalami sterilitas triploid tidak umum ditemukan
dalam populasi-populasi alamiah. Triploid ini timbul karena sebab-sebab
berikut:
a. Kegagalan proses meiosis normal (non disjunction) sehingga gamet
diploid terbentuk dan kemudian dibuahioleh gamet haploid dari spesies
yang sama menimbulkan triploid (3n).
b. Persilangan antara diploid (yang menghasilkan gamet haploid) dan
tetraploid (yang menghasilkan diploid) (Suryo, 1995).
4. Tetraploid
Empat sel kromosom (4n) bias muncul dalam sel-sel tubuh sebagai akibat
penggandaan somatik jumlah kromosom. Penggandaan bias berlangsung

secara spontan maupun diinduksi hingga terjadi dalam frekuensi tinggi


melalui pemajanan terhadap zat-zat kimia tertentu, misalnya alkaloid kolkisin.
Tetraploid juga dihasilkan oleh penyatuan gamet-gamet diploid yang belum
tereduksi jumlah kromosomnya (2n) adapun macam dari tetraploid adalah
sebagai berikut:
a. Autotetraploid
Awalan auto mengindikasikan bahwa ploidi jenis ini hanya
melibatkan set-set kromosom homolog. Penggandaan somatic sebuah
diploid menghasilkan empat set kromosom homolog (autotetraploid).
Penyatuan gamet-gamet diploid yang belum tereduksi dari spesies yang
sama akan memberikan hasil yang sama. Pasangan kromosom meotik
biasanya menghasilkan kuadrivalen (empat kromosom yang bersinapsis).
Kuadrivalen itu bias menghasilkan gamet-gamet yang seimbang secara
genetic jika disjungsinya terjadi berdua-dua, atau dengan kata lain, dua
kromosom dari kuadrivalen tersebut bergerak kesalah satu kutub,
sedangkan dua kromosom yang lain bergerak kekutub yang berlawanan.
Jika disjungsi tidak diseimbangkan seperti itu semua kuadrivalen, gametgamet yang akan terbentuk akan tidak seimbang secara genetic. Sterilitas
akan terekspresikan relative terhadapproduksi gamet-gamet yang tidak
seimbang. Tanaman autotetraploid timbul karena penyimpangan meiosis
dan pengaruh colchicines (Crowder, 1986).
b. Alotetraploid
Awalan alo mengindikasikan bahwa yang terlibat adalah sel-sel
kromosom yang homolog. Penyatuan gamet-gamet yang belum tereduksi
(2n) dari spesies diploid yang berbeda dapat menghasilkan, dalam salah
satu langkah, suatu tetraploid yang tampak yang berprilaku seperti
sebuah spesies baru. Alternatifnya, dua spesies tumbuhan diploid bias
berhibridisasi untuk menghasilkan F1 diploid yang steril. Sterilitas
tersebut disebabkan oleh kegagalan masing-masing set kromosom dalam
menyediakan homologi genetik yang cukup untuk mempengaruhi
perpasangan. Diploid yang stril bisa menjadi fertile jika menjalani
penggandaan jumlah kromosom. Dengan demikian, alotetraploid
menghasilkan dua set kromosom yang cocok dan bias berpasangan sama
efektifnya seperti yang terjadi pada diploid. Diploid ganda dari jenis
tersebut dinamakan amfidiploid dan hanya ditemukan pada tumbuhan.
5. Poliploid
Istilah ini bisa diterapkan untuk sel manapun yang kromosomnya lebih
dari 2n. tingkat ploidi yang lebih tinggi daripada tetraploid yang tidak umum
ditemukan dalam populasi-populasi alamiah, tapi sebagian tumbuhan pangan
kita yang paling penting merupakan poliploid. Contohnya, gandum roti
umumnyaa merupakan heksaploid (6n), sejumlah troberi merupakan oktaploid
(8n)dan lain-lain. Sejumlah triploid maupun tetraploid menunjukan fenotip

yang lebih kuat daripada diploid. Seringkali triploid dan tetraploid memiliki
daun, bunga, dan buah yang lebih besar (gigantisme). Banyak buah komersil
dan tanaman hias yang merupakan poliploid. Terkadang suatu jaringan
terspesialisasi di dalam diploid dan akan menjadi poliploid.
b) Aneuploid
Dapat terjadi dalam jumlah kromosom yang tidak melibatkan seluruh sel kromosom,
tetapi hanya sebagian dari suatu sel. Istilah aneuploid diberikan pada variasi-variasi
semacam itu, dan akhirnya somik biasanya mengacu pada suatu organisme tertentu dan
jumlah kromosomnya (yang mungkin saja merupakan situasi abnormal). Dapat diartikan
aneuploid adalah menunjukan adanya perubahan pada jumlah n dari suatu individu yang
memiliki kekurangan maupun keleihan kromosom dibandingkan pada jumlah kromosom
diploid dari individu itu. Dapat dikatakan juga sebagai kondisi abnormalis pada jumlah
kromosom. Pada manusia, aneuploidi ini terjadi karena nondisjunction (gagal berpisah)
pada saat gametogenesis. Adapun kelompok yang termasuk dalam aneuploid ialah
sebagai berikut:
1. Monosomik
Keadaan dimana hanya terdapat satu kromosom. Yaitu organisme diploid yang
kehilangan satu kromosomnya. Dengan rumus 2n-1, kromosom tunggal tanpa
pasangannya dapat pergi kesalah satu kutub saat meosis, tapi yang lebih sering terjadi
adalah kromosom tersebut akan tertinggal saat anafase dan tidak tergabung dengan
nucleus yang manapun. Karena itu, monosonik dapat membentuk dua macam gamet,
n dan n-1. pada tumbuhan gamet-gamt n-1 jarang berfungsi. Pada hewan kehilangan
satu

kromosom seringkali

menghasilkan

ketidakseimbangna

genetic. Yang

terwujudkan dalam bentuk mortalitasyang tinggi atau fertilitas yang tereduksi.


2. Trisomik
Keadaan dimana terdapat tiga kromosom.diploid yang memiliki satu kromosom
ekstra direpresentasikan dengan rumus 2n+1. salah satu pasang kromosom memiliki
anggota tambahan. Sehingga dapat terbentuk struktur trivalent saat profase meiosis.
Jika kromosom dari trivalent itu bergerak kesalah satu kutub, sedangkan kromosom
ke tiga menuju kutub yag berlawanan, maka secara berturut-turut gametnya kan
menjadi n+1 dan n. trisomi dapat menghasilkan fenotife-fenoteif yang berbeda,
terganung pada kromosom mana dari komplemen tersebut yang berada dalam
triplikat. Pada manusia keberadaan sau kromosom ekstra yang kecil (autosom 21)
memiliki efek yang sangat membahayakan dan menyebabkan sindrom down. Ada
juga trisomo kromosom 18 yang mengakibatkan sindrom edwardsdan trisomi 13
menyebabkan sindrom patau.
3. Tetrasomik
Jika terdapat kromosom yang kuadruplikat pada organisme yang seharusnya
diploid, kita menyatakannya sebagai 2n+2. sebuah kuadrivalen bias terbentuk pada
kromosom itu saa meiosi. Kuadrivalen itu nantinya akan mengalami masalah yang
sama dengan yang dibahas pada alotetraploid.
4. Trisomik ganda

Jika masing-masing dari dua kromosom yang berbeda direpresentasikan dalam


triplikat. Trisomik ganda dapat dilambangkan dengan 2n+1+1.
5. Nulosomik
Suatu organisme yang kehilangan sepasang kromosomnya disebut juga
nelosomik. Hasilnya biasanya letal bagi diploid 2n-2. akan tetapi, sejumlah poliploid
dapat kehilangan dua homollog dari satu set dan tetap sintas. Contohnya, sejumlah
nulosomik dari gandum heksaploid (6n-2) menunjukan pengurangan ketangguhan
dan fertilitas, tapi bias sintas sampai dewasa sebab sebagian polipliod memiliki
keberlimpahan genetik (Harthl, 2005).
Tumbuhan paku merupakan tumbuhan darat (terrestrial). Sering kita menemukan
tumbuhan paku hidup di tempat-tempat lembab, agak terlindung dan memiliki
intensitas cahaya matahari yang cukup. Paku dapat ditemukan didaerah yang lebih luas,
misalnya di lingkungan air tawar, pasang surut, atau lingkungan batu-batuan.
Morfologi tumbuhan paku bermacam-macam, begitu pula dengan perawakan dan cara
hidupnya. Ada tumbuhan paku yang secara morfologis seperti pohon tetapi tidak bercabang
(pteropsida), semak, terna, dengan rhizome yang menjalar di tanah. Cara hidupnya
biasanya epifit, mengapung di air, dan hidrofit. Ciri khas dari tumbuhan paku adalah
memiliki ental yang menggulung ketika masih muda (Crowder, 1986).
Tumbuhan paku Pteris vittata memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Phylum
: Tracheophyta
Kelas
: Polypodiopsida
Ordo
:`Polypodiales
Family
: Pteridaceae
Genus
: Pteris
Species
: Pteris vittata (itis.gov diakses 15Nopember 2015 12:58)
Ciri-ciri umbuhan paku ini memiliki sistem perakaran serabut, danperawakan dari
tanaman paku ini adalah herba, akar berwarna coklat dan memilkiciri pada saat masih
muda kuncup daunnya menggulung dan ini merupakan ciri khusus dari tumbuhan paku dari
marga ini (Crowder, 1986).
Tumbuhan paku Pteris biaurita memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Phylum
: Tracheophyta
Kelas
: Polypodiopsida
Ordo
:`Polypodiales
Family
: Pteridaceae
Genus
: Pteris
Species
: Pteris biaurita (itis.gov diakses 15Nopember 2015 12:58)
Pteris biaurita memiliki rimpang yang tegak pendek. Terdapat sisik pada ujung rimpang dan
pangkal tangkai, berwarna coklat gelap, panjang sampai 5 mm. Tangkai daun berwarna hijau
keunguan, gundul, panjang 30-60 cm, permukaan adaksial beralur. Helaian daun
panjangnya 30-45 cm, lebar 25-30 cm, daun steril dan daun fertil agak dimorf. Pinna
berseling atau agak berseling, 5-9 pasang, pinna terbawah yang terpanjang, bercabang padasisi
basiskopik,

pinna

lain

tidak

bercabang,

pangkal

berbentuk

pasak

dan

ujungmeruncing, lobus memanjang dengan ujung membulat, tekstur seperti


kertas.Vena bercabang dikotom, ujungnya bebas dan mencapai tepi daun. Sorus berbentuk garis,

terletak pada tepi daun, indusium palsu, berwarna coklat. Spora berbentuk tetrahedral
berwarna kecoklatan (Herskowitz, 1977).
Tumbuhan paku Pteris ensiformis memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Phylum
: Tracheophyta
Kelas
: Polypodiopsida
Ordo
:`Polypodiales
Family
: Pteridaceae
Genus
: Pteris
Species
: Pteris ensiformis (itis.gov diakses 15Nopember 2015 12:59)
Morfologi Pteris ensiformis adalah perawakan herbaceous. Akar berupa serabut. Batang
pendek dan berwarna coklat. Daun berupa ental dengan tulang daun menyirip, helaian
daun berbentuk garis yang panjangnya 5-20 cm, lebar 3-8cm, ujung bergerigi, permukaan
licin, kaku dan berwarna hijau (Klug, 1994).

IV.

METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Alat dan Bahan
4.1.1 Alat

Botol vial
Kaca benda
Kaca penutup
Saringan
Pinset, silet
Water bath
Pipet tetes
Mikroskop dengan perbesaran 100 x 10
Hand counter
Polibag altimeter
Strereofoam

4.1.2 Bahan
Larutan FAA : untuk mempertahankan kondisi sel sehingga sel tidak melakukan fase
pembelahan selanjutnya.
HCl 1N
: untuk melisiskan dinding sel tudung akar.
Acetocarmin : untuk memberikan pewarnaan sehingga kromosom dapat diamati.
Kertas hisap : untuk menghisap larutan HCl dari preparat sebelumditetesi Acetocarmin.
Balsem kanada
: untuk mengawetkan preparat.
Tudung akar : Pteris vittata, Pteris biaurita, Pteris ensiformis
4.2 Cara Kerja (Skematis)
Memotong tudung akar dari ketiga jenis tumbuhan paku (Pteris vittata,
Pteris biaurita, Pteris ensiformis) dari ketinggian yang berbeda pada saat
pembelahan maksimum,sepanjang 1 cm
Mengambil potongan tudung akar dari botol vial menggunakan
pinset lalu mencucinya dengan air kran

Memasukkan potongan tudung akar ke dalam botol vial yang sudah


diisi larutan FAA untuk menghentikan proses mitosis yang
berlangsung

Setelah dicuci tudung akar dimasukkan ke dalam botol vial yang


telah diisi dengan alkohol 70%

Meletakkan potongan tudung akar pada gelas arloji yang telah


ditetesi dengan HCl 1N

Memanasinya diatas bunsen hingga sedikit mendidih

Setelah itu, menyayat potongan tudung akar secara melintang dan


membujur

Meletakkannya pada kaca benda, menetesinya dengan acetocarmin


lalu menutupnya dengan kaca penutup

Menunggunya selama 2 menit

Setelah 2 menit, menekan kaca penutup dengan ibu jari

Mengamati potongan tudung akar dibawah mikroskop

V.

HASIL PENGAMATAN
Jenis tumbuhan paku

Gambar Mikroskop
Membujur

Pteris vittata (dataran


rendah)

Melintang

Pteris vittata (dataran


tinggi)

Pteris biaurita (dataran


rendah)

Pteris biaurita (dataran


tinggi)

Pteris ensiformis
(dataran rendah)

Pteris ensiformis
(dataran tinggi)

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Fried, G.H., & Hademenos, G.J. 2006. Schums outlines: Biologi edisi kedua. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Harthl, Daniel L., Jones E. 2005. Genetics: Analysis of Genes & Genomes. Canada: Jane Bartlett
Publishers, Inc
Herskowitz, Irwin Herman. 1977. Principles of Genetics. New York: John Wiley and Sons Inc
Klug, W.S., dkk. 1994. Concept of Genetics. Engle Offs New Jersey: Prentice Hall Inc.
Pierce, B. 2002. Genetics: A Conceptual Approach. New York: W. H. Freeman
Suryo. 1995. Sitogenetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Tim Dosen.2015.Petunjuk Praktikum Genetika.Jember: Jember University Press

You might also like