You are on page 1of 21

PRESENTASI KASUS

SKABIES

Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK

Disusunoleh :
Iman Hakim Wicaksana
G4A014126

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SODIRMAN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2016

LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
SKABIES

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Margono Soekarjo
Purwokerto

Telah disetujui dan dipersentasikan


Pada,

Oktober 2016

Disusunoleh :
Iman Hakim Wicaksana
G4A014126

Purwokerto, Oktober 2016


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK

I.

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama

: Sdr. M.R

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 17 tahun

Alamat

: Somagede 06/01

Agama

: Islam

Tanggal pemeriksaan

: 26 September 2016

No CM

: 00891343

Anamnesis

: 26 September 2016

B. Anamnesis
Keluhan Utama

: Gatal

sela-sela

jari

tangan,

dan

selangkangan.
Riwayat Penyakit Sekarang

: Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin


RS Margono Soekarjo dengan keluhan,
gatal-gatal pada bagian sela-sela jari
tangan dan selangkangan. Gatal dirasakan
sejak 1 bulan yang lalu. Pasien merasakan
gatal semakin hari semakin memberat,
terutama pada malam hari. Pasien sulit
tidur malam karena gatal. Awalnya hanya
bintik merah dibagian

tangan, namun

semakin lama semakin bertambah banyak,


dan melenting-lenting
Riwayat Penyakit Dahulu

: Riwayat keluhan yang sama dirasakan


sejak 4 tahun yang lalu, dan bersifat
kambuh-kambuhan.

Riwayat

alergi

disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

: Adik pasien memiliki keluhan yang sama


dengan pasien.

Riwayat Sosial Ekonomi

: Pasien dan adiknya merupakan santri di


sebuah pondok pesantren. Sering tidur
bersama santri lain dan jarang mengganti
sprey.

C.

PemeriksaanFisik
Status Generalis
Keadaaan umum

: Baik

Kesadaran

: Composmentis

Keadaan gizi

: Baik

Vital Sign

: BB/TB : 45 Kg/155 Cm
TD : 110/70 mmHg
HR: 88 x/menit

RR

: 20 x/menit
Suhu: 36, 3C

Kepala

: Normochepal, rambut hitam, distribusimerata

Mata

: Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung

: Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga

: Bentuk daun telinga normal, sekret (-)

Mulut

: Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis(-)

Tenggorokan

:T1-T1, tidakhiperemis

Thorax

: Simetris, Retraksi (-)

Jantung

: BJ I-II reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Paru

: SD Vesikiler +/+ Normal, ST -/-

Abdomen

: supel, datar, BU (+) N

Kelenjar Geah Bening

: Tidak teraba.

Ekstremitas

: Akral hangat, edema (-)

Status Dermatologis
Lokasi

: interdigiti manus dextra et sinistra, regio inguinal

Effloresensi : Pustul dan papuleritem, disertai dengan skuama halus, krusta,


dan ekskoriasi.

Gambar 1.Lesi pada regio manus


D.

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, usulan pemeriksaan penunjang
adalah pemeriksaan dengan membuat biopsi irisan dari lesi untuk memeriksa
tungau, biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE serta
pemeriksaan tungau dengan mikroskop cahaya.

E. Resume
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RS Margono Soekarjo dengan
keluhan, gatal-gatal pada bagian sela-sela jari tangan dan selangkangan. Gatal
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien merasakan gatal semakin hari
semakin memberat, terutama pada malam hari .Pasien sulit tidur malam,
karena gatal. Awalnya hanya bintik merah dibagian tangan, namun semakin
lama semakin bertambah banyak, dan melenting-lenting. Pasien tinggal di
pondok pesantren bersama adik dan santri lainnya, dimana adik dan juga
beberapa teman sekamar di pondok pesantren pasien memiliki keluhan serupa
dengan pasien.
F. Diagnosis Kerja
Skabies
G. Diagnosis Banding
Dermatitis Kontak Iritan
Tinea Corporis
H. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
a.
Permetrin (Scabimite) cream 5% setelah mandi sore
dioles ke permukaan kulit seluruh tubuh, kemudian didiamkan
minimal 10 jam, setelah itu mandi seperti biasa. Pemakaian hanya 1
kali dalam seminggu.
b.
loratadine 1 x 10 mg
c.
Inerson cream dioles 2 x sehari
d.
Azithromicyn 1 x 500mg
2. Non farmakologis
a. Rutin minum obat
b. Pakaian, handuk dan barang-barang lainnya yang pernah digunakan
oleh penderita harus diisolasi dan direndam dengan air panas terlebih
dahulu sebelum dicuci.
c. Sprai penderita harus sering diganti dengan yang baru maksimal tiga
hari sekali
d. Menghindari kontak langsung dengan penderita lain (ayah pasien)
seperti berpelukan, berjabat tangan, dan tidur bersama.
e. Kontrol kembali pada hari ke 7 pengobatan
I. Prognosis

Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: bonam
: bonam

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite)
Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida.Tungau ini berukuran
sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat
mikroskopis.Penyakit skabies sering disebut kutu badan.Penyakit ini juga
mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan
sebaliknya.Skabies mudah menyebar baik secara langsung atau melalui
sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui

baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah dipergunakan
penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau sarcoptesnya.
Skabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti disela-sela jari,siku,
selangkangan (Yosef, 2007).
B. Epidemiologi
Skabies

ditemukan

disemua

negara

dengan

prevalensi

yang

bervariasi.Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies


sekitar 6 % - 27 % populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta
remaja. Suatu survei yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa
disepanjang sungai Ucayali, Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua
anak-anak dari penduduk asli desa tersebut mengidap skabies. Behl ada tahun
1985 menyatakan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak di desa-desa
Indian adalah 100%. Di Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat pada
kelompok umur 10-19 tahun (45%) sedangkan di Sao Paolo, Brazil insiden
tertinggi terdapat pada anak dibawah umur 9 tahun. Di India, Gulati
melaporkan prevalensi tertinggi pada anak usia 5-14 tahun. Hal tersebut
berbeda dengan laporan Srivatava yang menyatakan prevalensi skabies
tertinggi terdapat pada anak dibawah 5 tahun. Di negara maju prevalensi
skabies sama pada semua golongan umur (Maibach, 1997)
Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di
Kepulauan San Blas, Panama.Penduduk didaerah tersebut hidup dalam
lingkungan yang padat dengan jumlah penghuni tiap rumah 13 orang atau
lebih. Pada survei pertama didapatkan prevalensi skabies sebesar 28% pada
suatu kelompok dan pada kelompok yang lain 42%. Dua tahun kemudian
dilakukan survei pada pulau Van lebih besar yang berpenduduk 2.000
orang.Pada survei tersebut ditemukan bahwa 90% penduduk mengidap
skabies. Pada tahun 1986 survei di Indian lainnya berpenduduk 756 orang
didapatkan bahwa prevalensi skabies anak-anak yang berumur 10 tahun
adalah 61% dan pada bayi yang kurang dari 1 tahun adalah 84% (Orkin,
1997)
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat.Penyakit
ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit
8

skabies banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama
terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang
menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan.
Interval antara akhir dari suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya
kurang lebih 10-15 tahun (Harahap, 2000) Menurut Departemen Kesehatan
RI prevalensi skabies di Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah
4,6%-12,9%, dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit
tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988,
dijumpai 734 kasus scabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru.
Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi
skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni
yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai (Depkes.RI, 2000).
C. Etiologi
Sarcoptes scabiei merupakan Arthropoda yang masuk ke dalam kelas
Arachnida, sub kelas Acari (Acarina), ordo Astigmata dan famili
Sarcoptidae.Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis.Adapun
jenis Sarcoptes scabei var. animalis yang kadang-kadang bisa menulari
manusia terutama bagi yang memelihara hewan peliharaan seperti anjing
(Djuanda dan Hamzah, 2005).

Gambar 3.Sarcoptes scabiei var. hominis

Sarcoptes scabiei merupakan tungau putih, kecil, transparan, berbentuk bulat


agak lonjong, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata.Tungau betina
besarnya 2 kali daripada yang jantan.Badan tungau berwarna putih suram dan
terdapat gambaran gelombang transversal yang jelas.Pada bagian dorsal
ditutupi rambut-rambut halus dan duri-duri, yang disebut dentikel. Tungau
dewasa mempunyai empat asang kaki; dua pasang kaki depan sebagai alat
untuk melekat. Pada tungau betina, terdapat rambut-rambut halus yang disebut
setae di ujung dua pasang kaki belakang, sedangkan pada tungau jantan
terdapat rambut-rambut halus di ujung pasangan kaki ketiga dan alat perekat
di ujung kaki keempat (Burns, 2004).
D. Cara Penularan
Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak
tak langsung.Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling
bersentuhan atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan
pakaian.Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual
antara penderita dengan orang yang sehat.Di Amerika Serikat dilaporkan,
bahwa skabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun bukan
merupakan akibat utama (Brown, 1999).
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan
lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama
disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki
oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan
penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang,
kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama
masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan
yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan
kesehatan lingkungan yang telah ada (Benneth, 1997).
Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat
tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang
menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas
kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan
10

insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur
bersama.Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di
lingkungan padat penduduk (Meyer, 2000).
E. Patogenesis
Setelah terjadi perkawinan (kopulasi) biasanya tungau jantan akan mati,
namun kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan
yang digali oleh betina. Setelah tungau betina dibuahi, tungau ini akan
membentuk terowongan pada kulit sampai perbatasan stratum korneum dan
stratum granulosum dengan panjangnya 2-3 mm perhari serta bertelur
sepanjang terowongan sampai sebanyak 2 atau 4 butir sampai sehari mencapai
40-50 butir. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu 3-5 hari dan menjadi
larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva tersebut sebagian ada yang tetap
tinggal dalam terowongan dan ada yang keluar dari permukaan kulit, kemudian
setelah 2-3 hari masuk ke stadium nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan
betina dengan 4 pasang kaki. Waktu yang diperlukan mulai dari telur menetas
sampai menjadi dewasa sekitar 8-12 hari (Burns, 2004; Itzhak, 1995).

Gambar 5.Siklus hidup Sarcoptes scabei

11

Siklus hidup tungau paling cepat terjadi selama 30 hari dan selama itu juga
tungau-tungau tersebut berada dalam epidermis manusia.Tungau yang berpindah
ke lapisan kulit teratas memproduksi substansi proteolitik (sekresi saliva) yang
berperan dalam pembuatan terowongan dimana saat itu juga terjadi aktivitas
makan dan pelekatan telur pada terowongan tersebut.Tungau-tungau ini
memakan jaringan-jaringan yang hancur, namun tidak mencerna darah. Feses
(Scybala) tungau akan ditinggalkan di sepanjang perjalanan tungau menuju ke
epidermis dan membentuk lesi linier sepanjang terowongan (Hicks et al., 2009).
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kirakira sebulan setelah infestasi. Sensitisasi terjadi pada penderita yang terkena
infeksi scabies pertama kali.Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis
dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain.Dengan garukan dapat
timbul

erosi,

ekskoriasi,

krusta

dan

infeksi

sekunder.Apabila

terjadi

immunocompromised pada host, respon imun yang lemah akan gagal dalam
mengontrol penyakit dan megakibatkan invasi tungau yang lebih banyak bahkan
dapat menyebabkan crusted scabies. Jumlah tungau pada pasien crusted scabies
bisa melebihi 1 juta tungau (Harahap, 2000).
F. Manifestasi Klinis
Ketika seseorang terinfestasi oleh skabies untuk yang pertama kalinya,
gejala biasanya tidak nampak hingga mencapai 2 bulan kemudian (2-6 minggu)
setelah terinfestasi. Namun bagaimanapun, seseorang yang terinfestasi masih
bisa menyebarkan skabies ini kepada orang lain. Jika seseorang telah pernah
menderita skabies sebelumnya, gejala akan muncul dengan segera (1-4 hari)
setelah terpapar. Seseorang yang terinfestasi skabies juga dapat menularkan
penyakitnya, walaupun mereka tidak memiliki gejala lagi.Hal ini berlaku
sampai skabies pada penderita tersebut diberantas beserta tungau dan telurtelurnya (Djuanda dan Hamzah, 2005; Ammirudin, 2003).
Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda
cardinal sebagai berikut:
1. Pruritus nokturnal

12

Gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau lebih
tinggi pada suhu yang lebih lembab. Gejala ini adalah yang sangat
menonjol.Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan
penderita menjadi gelisah (Djuanda dan Hamzah, 2005; Ammirudin, 2003).
2. Sekelompok Orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu juga
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
keadaan

hiposensitisasi,

yang

seluruh

anggota

keluarganya

terkena.Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan


gejala.Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier) bagi individu lain
(Djuanda dan Hamzah, 2005).
3. Terowongan (kanalikulus)
Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, ratarata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau
vesikel. Jika timbul infeksi sekunder, ruam kulitnya menjadi polimorf
(pustul, ekskoriasi dan lain-lain).Umumnya tempat predileksi tungau adalah
lapisan kulit yang tipis, seperti di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan,
siku bagian luar, lipatan ketiak depan, pinggang, punggung, pusar, dada
termasuk daerah sekitar alat kelamin pada pria dan daerah periareolar pada
wanita. Telapak tangan, telapak kaki, wajah, leher dan kulit kepala adalah
daerah yang sering terserang tungau pada bayi dan anak-anak (Djuanda dan
Hamzah, 2005).
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik
Apabila kita dapat menemuan terwongan yang masih utuh kemungkinan
besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa dan ini
merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi kriteria yang keempat
ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar pendeita pada
umumnya datang dengan lesi variatif dan tidak spesifik (Djuanda dan
Hamzah, 2005; Walton et al., 2007; Amirrudin, 2003).

13

Gambar 6.Kelainan kulit pada scabies

Gambar 2.5.Tampak kelainan yang ditimbulkan oleh scabies pada daerah


axilla (sekitar ketiak), genitalia (penis dan scrotum) danglutea ( sekitar
bokong)
G. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menemukan tungau dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun
yang baru. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi
dengan KOH 10% kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa

14

di bawah mikroskop. Diagnosis scabies positif jika ditemukan tungau,


nimpa, larva, telur atau kotoran S. scabiei.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung pada kertas putih
kemudian dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan, yaitu lesi dijepit dengan 2 jari kemudian
dibuat irisan tipis dengan pisau kemudian diperiksa dengan mikroskop
cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan Hematoxylin
Eosin.
Tes tinta pada terowongan di dalam kulit dilakukan dengan cara
menggosok papula menggunakan ujung pena yang berisi tinta. Papula yang
telah tertutup dengan tinta didiamkan selama dua puluh sampai tiga puluh
menit, kemudian tinta diusap/ dihapus dengan kapas yang dibasahi
alkohol.Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan
membentuk gambaran khas berupa garis zig-zag (Djuanda dan Hamzah,
2005).
Strategi

lain

videodermatoskopi,

untuk
biopsi

melakukan

diagnosis

kulit

mikroskopi

dan

skabies

adalah

epiluminesken.

Videodermatoskopi dilakukan menggunakan sistem mikroskop video dengan


pembesaran seribu kali dan memerlukan waktu sekitar lima menit. Umumnya
metode ini masih dikonfirmasi dengan basil kerokan kulit. Pengujian
menggunakan mikroskop epiluminesken dilakukan pada tingkat papilari
dermis superfisial dan memerlukan waktu sekitar lima menit serta
mempunyai angka positif palsu yang rendah. Kendati demikian, metodemetode diagnosis tersebut kurang diminati karena memerlukan peralatan yang
mahal.
H. Diagnosis Banding
Penyakit skabies juga ada yang menyebutnya sebagai the great imitator
karena dapat mencakup hampir semua dermatosis pruritik berbagai penyakit
kulit dengan keluhan gatal.Adapun diagnosis banding yang biasanya mendekati
adalah prurigo, pedikulosis corporis, dermatitis dan lain-lain (Djuanda dan
Hamzah, 2005).

15

I. Penatalaksanaan
Syarat obat yang ideal untuk skabies adalah :
1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
4. Mudah diperoleh dan harganya murah
Cara pengobatannya ialah seluruh anggota badan harus diobati (termasuk
penderita yang hiposensitisasi).
Jenis obat topikal yang dapat diberikan kepada pasien adalah :
1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salep atau krim. Preparatini tidak efektif terhadap stadium telur, maka
penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya ialah
berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
2. Emulsi benzyl-benzoas (20-25%) efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3. Gama Benzena Heksa klorida (gameksan=gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini
tidak dianjurkan pada anak dibawah enam tahun dan wanita hamil, karena
toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali
jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan anti gatal, dipakai selama 24
jam, harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
5. Permetrin 5% dalam krim, kurang toksik jika dibandingkan gameksan,
efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila
belum sembuh diulangi selama seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi
dibawah umur 2 tahun.
Bila disertai infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika.Untuk rasa gatal
dapat diberikan antihistamin per oral. Perlu diperhatikan jika diantara anggota
keluarga ada yang menderita skabies juga harus diobati.Karena sifatnya yang
sangat mudah menular, maka apabila ada salah satu anggota keluarga terkena
skabies, sebaiknya seluruh anggota keluarga tersebut juga harus menerima

16

pengobatan.Pakaian , alat-alat tidur, dan lain-lain hendaknya dicuci dengan air


panas (Djuanda dan Hamzah, 2005; Siregar, 2004).
J. Pencegahan
Pencegahan skabies pada manusia dapat dilakukan dengan cara
menghindari kontak langsung dengan penderita dan mencegah penggunaan
barang-barang penderita secara bersama-sama. Pakaian, handuk dan barangbarang lainnya yang pernah digunakan oleh penderita harus diisolasi dan dicuci
dengan air panas.Pakaian dan barang-barang yang berbahan kain dianjurkan
untuk disetrika sebelum digunakan.Sprai penderita harus sering diganti dengan
yang baru maksimal tiga hari sekali.Benda-benda yang tidak dapat dicuci
dengan air (bantal, guling, selimut) disarankan dimasukkan ke dalam kantung
plastik selama tujuh hari, selanjutnya dicuci kering atau dijemur di bawah sinar
matahari sambil dibolak batik minimal dua puluh menit sekali.
Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola hidup yang
sehat akan mempercepat kesembuhan dan memutus siklus hidup S. scabiei.
Umumnya,

penderita

pascapengobatan.Kondisi

masih
ini

merasakan
diduga

gatal

karena

selama
masih

dua
adanya

minggu
reaksi

hipersensitivitas yang berjalan relatif lambat. Apabila lebih dari dua minggu
masih menunjukkan gejala yang sama, maka dianjurkan untuk kembali berobat
karena kemungkinan telah terjadi resistensi atau berkurangnya khasiat obat
tersebut. Kegagalan pengobatan pada skabies krustasi secara topikal diduga
karena obat tidak mampu berpenetrasi ke dalam kulit akibat tebalnya kerak.
K. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di
berantas dan memberikan prognosis yang baik (Harahap, 2000)

17

III. PEMBAHASAN

Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RS Margono Soekarjo dengan


keluhan, gatal-gatal pada bagian sela-sela jari tangan dan selangkangan. Gatal
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien merasakan gatal semakin hari semakin
memberat, terutama pada malam hari .Pasien sulit tidur malam, karena gatal.
Awalnya hanya bintik merah dibagian tangan, namun semakin lama semakin
bertambah banyak, dan melenting-lenting. Pasien tinggal di pondok pesantren
bersama adik dan santri lainnya, dimana adik dan juga beberapa teman sekamar di
pondok pesantren pasien memiliki keluhan serupa dengan pasien.
Pasien dapat didiagnosis menderita penyakit skabies, dimana hal ini sesuai
dengan teori yang ada bahwa dengan ditemukannya 2 dari 4 tanda kardinal
skabies maka diagnosis klinis dapat ditegakkan. Tanda kardinal yang ditemukan
adalah pruritus nokturna dan adanya orang sekitar pasien yang mengalami
keluhan yang sama yaitu adik pasien.
Dari status dermatologinya kita dapatkan bahwa terdapat lesi didaerah selasela jari dan telapak tangan dan di selangkangan, didapatkan pustul dan papul
eritem, disertai dengan skuama halus, krusta, dan ekskoriasi akibat digaruk.Hal ini
sesuai untuk diagnosis skabies, berdasarkan teori dikatakan bahwa predileksi
terjadinya pada daerah dengan stratum korneum yang tipis.
Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan
obat secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah Permetrin
(Scabimite) cream 5% yang dioleskan setelah mandi sore ke seluruh permukaan

18

kulit tubuh dari leher sampai kaki sekali dalam seminggu. Pada teori yang telah
dikemukakan permetrin 5% efektif pada semua stadium skabies dan toksisitasnya
rendah. Selan itu diberikan inerson cream dioles 2 kali sehari sebagai antipruritik
untuk mengatasi keluhan bercak-bercak kemerahan pada tubuh. Obat sistemik
yang diberikan adalah Cetirizin tablet yang diminum sehari 1 kali 1 tablet setelah
makan sebagai antihistamin untuk mengurangi rasa gatal.
Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila diobati
dengan benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi, demikian
juga sebaliknya. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan kepada keluarga
pasien yang mengalami keluhan yang sama. Bila dalam perjalanannya skabies
tidak diobati dengan baik dan adekuat maka Sarcoptes scabiei akan tetap hidup
dalam tubuh manusia karena manusia merupakan host definitive dari Sarcoptes
scabiei.

19

IV. KESIMPULAN
1. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan olehSarcoptes scabei var.
hominis dan produknya.
2. Penularan skabies pada manusia dapat melalui kontak langsung yaitu kulit
dengan kulit, maupun kontak tak langsung dengan penderita seperti
pemakaian handuk yang bersamaan, tidur pada tempat yang sama.
3. Tempat predileksi scabies terutama terjadi pada lapisan kulit yang tipis.
4. Empat tanda cardinal scabies, yaitu pruritus nokturna, menyerang manusia
yang

hidup

berkelompok,

adanya

terowongan

(kanalikulus),

dan

ditemukannya tungau pada lesi.


5. Diagnosis scabies dapat ditegakkan apabila menemukan dua dari empat tanda
kardinal.
6. Diagnosis banding yang biasanya mendekati adalah dermatitis kontak iritan
dan tinea.
7. Terapi pada pasien scabies dapat diberikan obat topical, yaitu belerang endap
(sulfur presipitatum), Emulsi benzyl-benzoas (20-25%), Gama Benzena Heksa
Klorida, Krotamiton 10% dan Permetrin 5% dalam krim.

DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin MD. 2003. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Ed 1. Makassar:
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin. 5-10

20

Burns DA. 2004. Disease Caused By Arthropods And Other Noxious Animals, In:
Rooks Textbook Of Dermatology. Vol 2. USA; Blackwell Publishing 37-47
Djuanda A, Hamzah M. 2005.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.Edisi 4.Jakarta :
FKUI;.119-22
Fauziah., Tony., Yuli, S. 2013. AngkaKejadian Dan KarakteristikPasienSkabies di
RumahSakit Al-Islam Bandung.Bandung : FK UNISBA
Harahap M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Ed 1. Jakarta: Hipokrates, 109-13
Hicks MI, Elston DM. 2009.Scabies.Dermatoogic Therapy. November:22/279292
Itzhak Brook. 1995. Microbiology Of Secondary Bacterial Infection In Scabies
Lesions. J Clin Microbiol. August:33/2139-2140
Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. 2008. Scabies And Pedicuosis. Fitzpatricks
Dermatology In General Medicine, 7th. USA:Mcgrawhill .2029-31
Siregar, R.S. 2004. Penyakit Kulit Karena Parasit Dan Insecta.Dalam : Atlas
Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC
Stone, S.P, Scabies And Pedikulosis, In : Freedberg, Et Al. Fitzpatricks
Dermatology In General Medicine 6th Edition. Volume 1. Mcgraw-Hil
Walton SF, Currie BJ. 2007. Problems In Diagnosing Scabies, A Global Disease In
Human And Animal Ppulations. Clin Microbiol Rev. 268-79

21

You might also like