You are on page 1of 3

CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM

CDM adalah sebuah mekanisme dimana negara-negara yang tergabung di dalam Annex
1, yang memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi gas-gas rumah kaca sampai angka
tertentu per tahun 2012 seperti yang telah diatur dalam Protokol Kyoto, membantu negaranegara non-Annex 1 untuk melaksananakan proyek-proyek yang mampu menurunkan atau
menyerap emisi setidaknya satu dari enam jenis gas rumah kaca . Negara-negara non-Annex
1 yang dimaksud adalah yang menandatangani Protokol Kyoto namun tidak memiliki
kewajiban untuk menurunkan emisinya. Satuan jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) yang
bisa diturunkan dikonversikan menjadi sebuah kredit yang dikenal dengan istilah Certified
Emissions Reduction (CERs) satuan reduksi emisi yang telah disertifikasi.

Negara-negara Annex 1 dapat memanfaatkan CER ini untuk membantu mereka


memenuhi target penurunan emisi seperti yang diatur di dalam protokol (UNFCCC).
Clean Development Mechanism (Mekanisme Pengembangan Bersih) merupakan
realisasi protokol Kyoto yang tertuang dalam agenda Flexible Mechanism yang terdiri
dari tiga kategori yaitu Joint Implementation (Implementasi Bersama), Emmission
Trading (Perdagangan Emisi), dan Clean Development Mechanism (Mekanisme

Pembangunan Bersih).

Mekanisme Pembangunan Bersih mencakup tiga kategori implementasi yaitu Clean


Production (Produksi Bersih), Saving Energy (Penghematan Energi) dan Fuel

Switching (Pengalihan Bahan Bakar). Realisasi program CDM adalah melakukan


reduksi emisi gas rumah kaca serta sekuestrasi (penyerapan karbon) melalui penanaman
pohon di lahan produksi yang mengalami eksploitasi berlebihan.

CDM (Mekanisme Pembangunan bersih) menitikberatkan pengurangan emisi gas


CO2 pada setiap proses di industri dan menyampaikan pencapaian yang diperoleh ke
instansi terkait untuk mendapatkan insentif dari hasil diatas dari negara negara yang
masuk dalam Annex-1. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan beberapa
negara yang mengeluarkan emisi gas dari kegiatan industrinya diatas ambang batas yang
dipersyaratkan oleh lembaga dunia yang dituangkan dalam Kyoto Protocol, dan negara
berkembang salah satunya adalah indonesia akan mendapatkan insentif dari aktifitas
pengurangan emisi gas di industri yang mampu menjalankan CDM.
CDM adalah mekanisme dibawah Kyoto Protocol/UNFCCC(2), yang dimaksudkan untuk

membantu negara maju/industri memenuhi sebagian kewajibannya menurunkan

emisi GHGs;
membantu negara berkembang dalam upaya menuju pembangunan berkelanjutan

dan kontribusi terhadap pencapaian tujuan Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC).


Beberapa tahun setelah Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) ditanda-tangani pada
tahun 1992, upaya nyata pengurangan emisi gas rumah kaca (GHGs), sebagai akibat aktifitas
manusia belum dapat ditunjukkan. Oleh karena itu pada Conference of the Parties (COP)-3
tahun 1997 di Kyoto dicetuskanlah suatu protokol yang menawarkan flexibility mecanism,
yang memungkinkan negara-negara industri memenuhi kewajiban pengurangan emisi GHGsnya melalui kerjasama dengan negara lain baik berupa investasi dalam emission reduction
project maupun carbon trading. Dibawah Kyoto Protocol, negara-negara industri diharuskan
menurunkan emisi GHGs minimal 5% dari tingkat emisi tahun 1990, selama tahun 20082012.

CDM

adalah

satu-satunya

mekanisme

dibawah

Kyoto

Protocol,

yang

menawarkan win-win solution antara negara maju dengan negara berkembang dalam rangka
pengurangan emisi gas rumah kaca (GHGs), dimana negara maju menanamkan modalnya di
negara berkembang dalam proyek-proyek yang dapat menghasilkan pengurangan emisi
GHGs, dengan imbalan CER (Certified Emission Reductions).
CDM merupakan peluang memperoleh dana luar negeri untuk mendukung program-program
prioritas, penciptaan lapangan kerja dengan adanya investasi baru. Di sektor Kehutanan,
CDM dapat diarahkan untuk mendukung:
1.

Pembangunan hutan tanaman pada lahan hutan yang rusak,

2.

Rehabilitasi areal bekas kebakaran,

3.

Rehabilitasi hutan mangrove dan hutan gambut,

4.

Agroforestry,

5.

Penerapan RIL (Reduced Impact Logging),

6.

Peningkatan permudaan alam,

7.

Perlindungan terhadap forest reserve yang rawan perambahan,

8.

Perlindungan terhadap hutan yang rawan kebakaran dan perambahan.

Adapun manfaat tidak langsung yang dapat dipetik Indonesia dapat berupa Technology
transper, capacity building, peningkatan kualitas lingkungan, serta peningkatan daya saing.

You might also like