You are on page 1of 23

LAPORAN KASUS

SUPRAVENTRIKULAR TAKIKARDI

Disusun oleh:
Lovina Damayanthi, S.Ked
FAB 115 004
Pembimbing:
dr. Sutopo, Sp.RM
dr. Tagor Sibarani

Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian


Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine

KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINE


RSUD dr. DORIS SYLVANUS/FK-UNPAR
PALANGKA RAYA
2016

BAB I
1

PENDAHULUAN
Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan
perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150
kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi
dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS
normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung.
Insidens SVT sekitar 35 kasus dalam 100.000 popuasi setaip tahunnya, dengan
prevalensi 2,25 kasus dalam 1000 populasi. SVT dapat terjadi pada semua umur, namun lebih
sering pada usia dewasa muda tanpa kelainan pada jantungnya.
Terdapat 2 mekanisme dasar terjadinya SVT yaitu automatisasi dan reentri.
Automatisasi terjadi karena terdapat fokus ektopik di dalam atrium, AV junction atau sistem
his purkinje yang menimbulkan ritme automatik.
Komplikasi jarang terjadi. Namun akibat detak jantung tidak normal maka jantung
tidak dapat memompakan darah secara efektif, hal ini dapat menyebabkan tekanan darah
rendah, dan sinkop. Tekanan darah rendah juga dapat menyebabkan iskemia yang dapat
merusak otot jantung dan akhirnya menyebabkan gagal jantung. Komplikasi ini terjadi pada
individu yang memiliki penyakit jantung yang mendasari seperti gangguan katup. Kematian
mendadak dapat terjadi pada WPW.
AF menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas, termasuk stroke, gagal
jantung serta penurunan kualitas hidup. Pasien dengan FA memiliki risiko stroke 5 kali lebih
tinggi danrisiko gagal jantung 3 kali lebih tinggi dibanding pasien tanpa FA. Stroke
merupakan salah satu komplikasi FA yang paling dikhawatirkan, karena stroke yang
diakibatkan oleh FA mempunyai risiko kekambuhan yang lebih tinggi. Selain itu, stroke
akibat FA ini mengakibatkan kematian dua kali lipat dan biaya perawatan 1,5 kali lipat.5

BAB II
LAPORAN KASUS

Survey Primer
Ny.S, 33 tahun, L.
I. Vital Sign
:
- Nadi
- Tekanan Darah
- Pernafasan
- Suhu

: 150 kali/menit, lemah


: 110/70 mmHg
: 20 x/menit
: 36,6 C

II. Airways
: Bebas, tidak terdapat sumbatan.
III.
Breathing : Spontan, 20x/menit, pola torakoabdominal, pergerakan dada simetris
kanan-kiri, tidak tampak ketertinggalan gerak.
IV.Circulation : Denyut nadi 50x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup CRT <2
V. Disability
: GCS 15 (Eye 4, Verbal 5, Motorik 6)
VI.
Exposure
: Tampak sesakdan gelisah.
Evaluasi Masalah
Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini merupakan kasus yang termasuk
dalam

priority

sign

karena

pasien

datang

dengan

gangguan

breathing

dan

circulationdandalam keadaan sesak dan gelisah Pasien diberi label kuning.


Tatalaksana Awal
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan diruangan non-bedah, pemberian
oksigen nasal canul 4 liter/menit posisi semi fowler, dilakukan EKG, dilakukan pemasangan
akses infus intravena menggunakan cairan NaCl 0,9%8 tetes/menit,

Survey Sekunder
I.

Identitas
Nama
RM

: Tn S.
: 03-05-46
3

Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Tanggal Masuk RS
II.

: 33 tahun
: laki-laki
: PT nuansa Eka
: 11/10/16 pukul 11.00 WIB

Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 11 Oktober 2016 di ruang
IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
a. Keluhan Utama

: Berdebar-debar sebelum masuk rumah sakit.

b. Keluhan Tambahan : nyeri dada, sesak


c. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 11 oktober
2016 dengan keluhan utama dada berdebar-debar yang dirasakan memberat 4 hari
SMRS. Debar-debar hilang timbul namun bila muncul badan menjadi lemas dan
dada terasa sakit terutama pada bagian dada sebelah kiri, disertai nyeri yang tembus
hingga ke belakang punggung dan rasa kebas pada lengan kiri. Menurut pasien
debar-debar sering muncul saat melakukan aktivitas terutama saat membersihkan
rumah dan sedikit berkurang bila istirahat. Pasien tidak ada meminum obat-obatan
rutin pengobatan jantung dan juga obat penurun tekanan darah. Dahulu pasien ada
diberikan obat rutin jantung oleh dokter spesialis jantung, digoxin ,furosemide 1x1,
spironalakton 2x50mg serta aspilet 1x1
sesak nafas dirasakan terus menerus 2 bulan ini namun dirasakan memberat sejak 4
hari . Sesak nafas dirasakan terus menerus. Sesak bertambah ketika beraktivitas
seperti berkerja dan banyak berjalan dan berkurang jika pasien beristirahat. Sesak
dirasakan berkurang dengan perubahan posisi. Sebelum masuk Rumah Sakit sesak
nafas muncul walaupun saat istirahat, memberat jika dibawa berjalan walaupun
dekat sehingga harus dibantu untuk berjalan pergi kekamar mandi. Sesak tidak
dipengaruhi cuaca. Saat malam hari pasien sering terbangun karena sesaknya dan
pasien juga merasa lebih enak jika berbaring dengan menggunakan bantal yang
lebih tinggi, dan terkadang pasien merasa lelah.
Pasien juga mengeluh batuk. Batuk berdahak disertai lendir berwarna putih,
tapi tidak disertai darah. Batuk berdahak terutama jika dimalam hari. Pasien
terkadang merasa ada nyeri dada dirasakan memberat bersamaan munculnya sesak.
nyeri dada sebelah kiri, kadang-kadang dirasakan seperti tertusuk, tidak menjalar ke
bagian lain, rasa berat didada (-) berdebar-debar (+), saat ke IGD berdebar-debar
sudah tidak dirasakan lagi. Sebelumnya pasien pernah bengkak pada kedua kakinya,
4

namun saat ini pembengkakan kaki tidak ada. Mual dan muntah (-), pusing (+).
Demam sejak 2 hari yang lalu, naik turun tak menentu waktunya, menggigil (-)
berkeringat dingin (-). Badan terasa lemas (+) nyeri tenggorokan (-) nyeri telingga
(-), nyeri berkemih (-) nyeri perut (-). Selain itu Buang air kecil dan buang air besar
tidak ada keluhan, nafsu makan menurun, kelemahan anggota gerak (-).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Ada riwayat mengalami keluhan serupa sebelumnya sejak 8 bulan lalubelum pernah
dirawat pasien pernah melakukan echo hasil stenosis mitral, Riwayat terdiagnosa
pembesaran jantung (-). Riwayat hipertensi (-) tidak terkontrol. Riwayat
mengkonsumsi obat-obatan (-), Riwayat diabetes mellitus disangkal, Riwayat asma
(-) riwayat alergi (-)
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat hipertensi pada keluarga
dan riwayat diabetes mellitus disangkal, riwayat asma (-)
III.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2016 dan didapatkan hasil sebagai
berikut :
A. Keadaan Umum
a. Kesan sakit
: Tampak Sakit Sedang
b. Kesadaran
: Compos mentis (GCS : 15)
c. BB : 60 Kg, TB : 160 cm, IMT : 22 Kg/m2
B. Tanda Vital
a. Frek. Nadi
: 150x/menit, regular, lemah
b. Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
c. Frek. Nafas
: 20 x/menit
d. Suhu
: 36,6 C (aksila)
C. Kepala
: Normocephal
D. Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), oedema palpebra (-/-)
E. Hidung
:Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-), nafas cuping hidung (+).
F.Mulut
: Mukosa mulut pucat (-), caries dentis (-) Tonsil : T1-T1 tenang,
Faring : Hiperemis (-) Sianosis (-)
G. Leher
: KGB dan tiroid tidak teraba membesar, JVP 5+2,6 cmH2O Distensi
vena leher (-), refluks hepatojugular (-)
H. Thorax
a. Cor :
Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS VI Linea axilaris anterior sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS VI linea axilaris anterior sinistra, thrill (+)
Auskultasi : SI-SII bervariasi, Murmur (-), Gallop (-), pulsus deficit (+)
Heart rate : 132 kali/menit
b. Pulmo :
5

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
I. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
J. Ekstermitas
:

: Normochest, Simetris +/+, Massa (-), Retraksi (-/-),


: Fremitus Vocal (+/+), Massa (-), Krepitasi (-)
: Sonor (+/+) dikedua lapang paru
: Vesikuler +/+, Rhonki Basah (+/+), Wheezing (+/+)

: Cembung, distensi (-), Massa (-), Jejas (-),


: Bising Usus (+) 12 /menit
: Timpani, shifting dullness (-)
: Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
Akral hangat, CRT <2 detik
Pitting Oedem (-/-) Sianosis (-/-)
Pemeriksaan Penunjang

IV.

Pemeriksaan laboratorium darah :


Parameter
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Gula darah sewaktu
Creatinine

Hasil
12,8 g/dl
8.620/uL
268.000/uL
36,4 %
154 mg/dL
0,98 mg/dL

Nilai rujukan
11-16 g/dl
4000-10.000/uL
150000-450000/uL
37-54%
<200 mg/dL
0,17-1,50 mg/dL

Interpretasi
Normal
Leukositosis
Normal
Normal
Normal
Normal

- EKG:
-

o
-

thorax : Sinus rhytm


Frekuensi: 150x/menit, reguler
Axis: normal axis (+70o)
Gelombang P abnormal
Komplek QRS sempit (0,1s)

Posisi Posterior-Anterior.

Fot

Trakea berada

ditengah

Inspirasi cukup: >5 costae.

Sudut costofrenicus: kanan kiritajam,


dan diafragma normal

V.

Corakan bronkovaskular meningkat


CTR: 67,8% Kardiomegali (LVH)
Aortic bulging dengan LVH HHD

Diagnosis Banding
Sinus takikardi
Diagnosis Kerja
- Congestive heart failure
- SVT
- ACS
-

VI.

VII.

Penatalaksanaan
O2 nasal canul 4 liter/menit
Bed rest duduk atau semi fowler dan tidak boleh kekamar mandi
- Furosemide 40 mg 1-0-1/IV
- Ranitidine 2x50mg/IV
- Vasartan 1x40mg
- Ranitidine 2x50mg
PO :
- Candesartan tab 1 x 8 mg
- Spironolacton tab 50 mg 0-1-1
- Digoxin stop
Aspilet 1x80mg

Monitoring: Keadaan umum, vital sign (TD,DN, RR, dan t), Balance cairan, EKG,
dan observasi efek samping obat yang diberikan dan direncanakan di Rawat inap

VIII.

diruang ICCU.
Prognosis
Ad vitam
Ad sanationam
Ad fungsionam

: dubia
: dubia
: dubia

BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini diagnosis SVT ditegakan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan
status lokalis. Dari anamnesis diperoleh keterangan adanya gejala berdebar-debar
yang timbul mendadak sejak pagi hari. OS juga merasa tubuhnya semakin lemas.
Pada hasil pemeriksaan fisik hanya didapatkan denyut jantung yang cepat tanpa
ditemukan kelainan yang lain. Dari pemeriksaan penunjang EKG didapatkan sinus
takikardi dengan frekuensi 214x/menit dan reguler, gelombang P yang abnormal, dan
kompleks QRS yang sempit.
Dari hasil anamnesis, keluhan utama jantung berdebar-debar dapat ditimbulkan
oleh berbagai penyebab, baik karena organ jantung tersebut, endokrin metabolik,
gangguan pada gastrointestinal, dan gangguan psikiatri. Penting untuk mengetahui
onset dan pemicu timbulnya keluhan. Pada pasien ini onset timbul mendadak dan
tidak ada riwayat aktivitas berat sebelumnya yang diduga sebagai pemicu keluhan.
Pada anamnesis juga pasien mengeluh lemas. Keluhan lemas pada pasien ini
kemungkinan diakibatkan oleh penurunan curah jantung akibat cepatnya kontraksi
atrium, sehingga darah dari atrium tidak semuanya mengalir ke ventrikel, untuk
dipompakan ke seluruh tubuh. Sehingga perfusi ke organ-organ berkurang dan terjadi
kelemahan pada pasien. OS juga pernah menderita yang sama sekitar 8 bulan lalu.
Pada pemeriksaan fisik hanya ditemukan denyut jantung yang meningkat. Pada
pemeriksaan EKG ditemukan hasil-hasil yang sesuai dengan kriteria dari SVT.
Penatalaksanaan awal pada pasien ini tetap memperhatikan ABC, sehingga
diberikan O2 melalui nasal canule walaupun pasien tidak mengeluhkan sesak nafas.
Pemberian Cordarone sebagai terapi awal diberikan sebagai terapi antiaritmia.
Pemberian obat-obatan antiagregasi kemungkinan untuk mencegah terjadinya
pembentukan trombus pada atrium jantung.
Supraventrikular Takikardi
3.2.1. Definisi
Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai
dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar
8

antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup
komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan
TSV mempunyai kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam,
emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung.
3.2.2. Epidemiologi
Insidens SVT sekitar 35 kasus dalam 100.000 populasi setaip tahunnya,
dengan prevalensi 2,25 kasus dalam 1000 populasi. SVT dapat terjadi pada semua
umur, namun lebih sering pada usia dewasa muda tanpa kelainan pada jantungnya.
3.2.3. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan letak sumber disaritmia, SVT diklasifikasikan sebagai
atrial atau AV takiaritmia.
-

Atrial Takiaritmia:
Sinus takikardi
Sinus nodal reentrant tachycardia (SNRT)
Focal atrial tachycardia
Multifocal atrial tachycardia
Atrial flutter
Atrial fibrillation
AV takiaritmia:
AV nodal reentrant tachycardia (AVNRT)
AV reentrant tachycardia (AVNRT)

3.2.4. Etiologi

Idiopatik
Ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien.
Sindrom Wolf Parkinson White (WPW)
Terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi hanya setelah konversi menjadi sinus
aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan interval PR yang pendek
daninterval QRS yang lebar; yang disebabkan oleh hubungan langsung antara

atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan.


Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebsteins, single ventricle, L-TGA)

3.2.5. Faktor risiko

Riwayat infark miokard


Prolaps katup mitral
Penyakit jantung rematik
Perikarditis
9

Pneumonia
Penyakit paru kronis
Intoksikasi alkohol
Intoksikasi digoksin

3.2.6. Patofisiologi
Terdapat 2 mekanisme dasar terjadinya SVT yaitu automatisasi dan reentri.
Automatisasi terjadi karena terdapat fokus ektopik di dalam atrium, AV junction atau
sistem his purkinje yang menimbulkan ritme automatik.
Reentri terjadi karena terdapat 3 keadaan yang memungkinkannya, yaitu terdapat 2
konduksi yang menyatu pada kedua ujungnya, terdapat blok searah pada salah satu
konduksi, dan aliran lambat pada konduksi tanpa blok memungkinkan terangsangnya
konduksi yang lain karena mempunyai masa refrakter dan konduksi yang berbeda.

Sebuah impuls pada normalnya diinisiasi oleh nodus SA, kemudian melewati dua
jalur, yaitu nodus AV dan jalur aksesoris ke atrium kiri. Impuls prematur dari atrium
pada gambar kedua timbul dan mencapai jalur aksesoris ketika masih pada masa
refrakter, tetapi konduksi masih berjalan pada nodus AV. Impuls membutuhkan
beberapa saat untuk bersirkulasi melalui jalur nodus AV dan menyilang ventrikel dan
memberikan waktu untuk impuls jalur aksesoris mengembalikan eksitabilitas dan
10

memicu impuls kembali ke atrium. Gelombang masuk kembali ke nodus AV, secara
kontinu memberikan eksitabilitas pada jaringan, dan menimbulkan sirkuit reentri.
Pada pasien dengan AVNRT, nodus AV dibagi menjadi dua jalur yang membentuk
sirkuit reentri. Pada mayoritas pasien, selama takikardi tipe ini, konduksi antegrad ke
ventrikel terjadi melalui jalur lambat dan konduksi retrograd melalui jalur cepat.
Aktivasi atrium dan ventrikel terjadi secara sinkron, sehingga gelombang P retrograd
tertutupi komlek QRS. Ortrodromik AV reentrant takikardi adalah aritmia yang paling
sering pada pasien dengan jalur aksesoris, dengan adanya konduksi antegrad yang
melalui nodus AV, akivasi dari ventrikel, dan konduksi retrograd melalui jalur
aksesoris.

AVNRT
Adalah jenis PSVT yang sering ditemukan terutama usia tua. AVNRT, sirkuit reentrant
kecil (yaitu, microreentrant) dan atau berkaitan erat dengan simpul AV. Terdapat dua
konduksi pada nodus AV, yaitu konduksi cepat dan konduksi lambat. Sebagian besar
jenis takikardia supraventricular memiliki mekanisme reentry. Dalam bentuk yang
paling sederhana, reentry terjadi eksitasi berulang dari wilayah jantung yang diawali
sebagai pembebasan dini dari fokus supraventrikular ektopik dan menyebar melalui
11

konduksi sekitar hambatan fungsional atau tetap dalam rangkaian ditentukan. Ritme
ini diklasifikasikan menurut lokasi sirkuit reentry. AVNRT dan AVRT adalah dua
contoh klasik dari reentry SVT. Sekitar 60% dari kasus SVT adalah disebabkan oleh
AV sirkuit reentry nodal, dan sekitar 30% disebabkan oleh rangkaian AV reentry
dimediasi oleh jalur aksesori. Sinus reentry nodal dan takikardia intra-atrium juga
contoh takikardia supraventricular dengan mekanisme reentry.
Pada pasien yang electrophysiologically rentan terhadap AVNRT, AV node
pada dasarnya dibagi menjadi dua jalur yang membentuk sirkuit reentry dan kemudian
berbagi jalur akhir melalui AV node yang lebih rendah dan bundel his. Salah satu jalur
memiliki waktu depolarisasi cepat tapi waktu repolarisasi lambat ( jalur) atau disebut
dengan jalur cepat, sedangkan yang lain memiliki depolarisasi lambat dan waktu
repolarisasi cepat (-jalur) atau disebut jalur lambat. Jalur cepat terletak anterior di
sepanjang bagian septum dari anulus trikuspid dengan jalur lambat yang terletak di
posterior, dekat dengan ostium sinus koroner. Biasanya, konduksi antegrade terjadi
melalui jalur cepat dan jalur kedua tidak dipanggil. Ketika depolarisasi atrium
prematur terjadi, ia menemukan jalur cepat tidak dapat diakses karena waktu
repolarisasi yang lebih lambat. Impuls tersebut kemudian dilakukan antegrade melalui
jalur lambat. Setelah perjalanan melalui jalur ini, sebagian dari konduksi impuls
melalui ventrikel tetapi juga konduksi retrograde melalui jalur cepat (yaitu, dengan
lambat-cepat atau khas AVNRT, konduksi terjadi antegrade melalui anggota tubuh
lambat dan retrograde melalui anggota tubuh cepat). Sebuah lingkaran dibuat ketika
bagian impuls retrograde menemukan jalur lambat sepenuhnya repolarized dan siap
untuk menerima depolarisasi lain. Atypical AVNRT terjadi kurang dari 10% dari
waktu dan terlihat ketika salah satu jalur lambat-lambat atau jalur cepat-lambat terjadi.

12

AVRT
AVRT, sirkuit reentrant besar (yaitu, macroreentrant)
dan melibatkan atrium, nodus AV, dan ventrikel. Tidak seperti AVNRT, pasien dengan
AVRT memiliki AV node normal dengan jalur tunggal untuk konduksi tetapi memiliki
jalur aksesori yang mampu propagasi impuls. Contoh pola dasar ini terjadi pada
pasien dengan Wolff-Parkinson-White (WPW) sindrom yang memiliki jalur aksesori
disebut bundel Kent. Biasanya, konduksi antegrade terjadi melalui kedua bundel Kent
dan nodus AV hampir bersamaan. Temuan karakteristik sindrom WPW selama irama
sinus termasuk interval pendek PR (karena konduksi cepat melalui bundel Kent) dan
gelombang dan QRS melebar (karena depolarisasi ventrikel miokardium berdekatan
dengan aspek ventrikel terminal bundel Kent). Begitu konduksi melalui nodus AV
terjadi, depolarisasi cepat dari sebagian besar miokardium ventrikel terjadi.
Ketika depolarisasi atrium prematur terjadi, biasanya menemukan bundel Kent
(Jalur aksesoris) dalam keadaan refraktori dan perjalanan antegrade melalui AV node.
Setelah perjalanan melalui jalur ini, sebagian dari konduksi impuls melalui ventrikel
tetapi juga dapat melakukan retrograde melalui bundel Kent. Sebuah lingkaran dibuat
13

ketika bagian retrograde impuls menemukan AV node sepenuhnya repolarized dan


siap untuk menerima impuls lain. Konduksi yang mengikuti jalan di atas disebut
orthodromic (Yunani: ortho - lurus; dromic - jalan) dan muncul sebagai takikardia
dengan kompleks QRS sempit dalam ketiadaan BBB.
Dalam antidromic (Yunani: anti - melawan; dromic - jalur) konduksi AVRT,
sirkuit reentry antegrade melalui jalur aksesori (yaitu, melawan jalur normal ke
ventrikel). Depolarisasi jantung terjadi secara perlahan, karena bundel dan serat
Purkinje tidak terlibat dalam depolarisasi miokard ventrikel. Hal ini menyebabkan
takikardia biasa widecomplex yang biasanya dibedakan dari takikardia ventrikel.
Konduksi retrograd melalui AV node melengkapi sirkuit masuk kembali. Antidromic
AVRT jarang, terjadi hanya 5-10% dari orang-orang dengan sindrom WPW.

Atrial takikardi
Takikardia atrium adalah takikardia supraventricular (SVT) yang tidak berasal dr AV
node, jalur aksesori, atau jaringan ventrikel untuk inisiasi. Hal ini terjadi pada orang
dengan jantung yang normal dan pada mereka dengan strukturjantung yang abnormal,
termasuk individu dengan penyakit jantung bawaan (terutama setelah operasi untuk
perbaikan atau koreksi penyakit jantung bawaan atau katup). Atrial takikardi dapat

14

disebabkan oleh toksisitas digitalis dan diperparah dengan peningkatan tonus simpatik
(seperti pada keadaan exercise).
4

Flutter atrium
Dapat terjadi pada jantung normal atau lebih sering pada pasien yang memiliki
penyakit jantung, pria, usia tua dan memiliki penyakit paru obstruktif kronik.
Depolarisasi terjadi begitu cepat sehingga nodus AV tidak dapat menghadapi sejumlah
besar impuls sehingga tidak sempat untuk melakukan repolarisasi tepat waktu untuk
setiap gelombang berikutnya, hal itu menyebabkan tidak semua impuls atrium
berhasil melewati AV node untuk membentuk komplek QRS. Beberapa impuls
menabrak AV node yang refrakter dan tidak terbentuk kompleksn QRS. Fenomena ini
disebut blokade AV, contoh: blokade 2:1 yang berarti setiap dua gelombang flutter
yang terlihat, satu gelombang berhasil melewati nodus AV dan membentuk kompleks
QRS. Pemijatan karotis meningkatkan derajat blokade sehingga gambaran seperti gigi
gergaji lebih jelas terlihat. Karena flutter berasal dari atas AV node, maka pemijatan
karotis tidak akan mengubah irama. Bahaya utama dari atrial flutter adalah ketika
jantung tidak memompa darah dengan baik karena berdetak terlalu cepat. Ketika
darah tidak dipompa dengan baik, organ-organ vital, seperti jantung dan otak, tidak
bisa mendapatkan cukup oksigen dari darah.
Flutter atrium pada umumnya terdapat pada anulus katup trikuspid:
gelombang depolarisasi beredar menjalar naik ke septum interatrial, seluruh atap dan
ke bawah dinding atrium kanan dan akhirnya sepanjang lantai atrium kanan antara
anulus katup trikuspid dan vena cava inferior. Karena sebagian besar atrium
mengalami depolarisasi, maka gelombang P menggambarkan bentuk gergaji
(sawthooth pattern).
Flutter atrium pada umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit jantung
yang sudah ada sebelumnya. Dapat terjadi paroksismal atau persisten (lebih dari satu
hari atau minggu). Terdapat 2 tipe: tipe 1 disebut tipikal atau ounterclockwise, tipe 2
disebut atipikal atau clockwise.

Fibrilasi atrium
Depolarisasi atrium yang tidak terkendali dimana sel miokard berjalan sendiri sendiri.
Tidak terjadi depolarisasi secara sistematis dari atrium menuju ventrikel. Mekanisme
AF terdiri dari 2 proses, yaitu lokal dan multiple wavalet reenrty. Proses aktivasi lokal
dapat melibatkan depolarisasi tunggal atau berulang. Pada aktivasi lokal, fokus
ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu fokus
15

ektopik dapat juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior, dan sinus
coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang berasal dari atrium
dan menganggu potensial aksi dari nodus SA.
Multiple wavalet reentry merupakan proses potensial aksi yang berulang dan
melibatkan sirkuit depolarisasi. Mekanisme ini tidak bergantuk pada fokus ektopik
seperti yang terjadi pada aktivasi lokal, tetapi bergantung pada sedikit banyaknya
sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Jumlah sinyal elektrik dipengaruhi
oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi.
Seperti pada keadaan pembesaran atrium, maka terjadi pemendekan masa refrakter
dan penurunan kecepatan konduksi.
6

Sinus takikardi
Berasal dari SA node dengan gelombang P dan kompleks QRS. Takikardi
disebabkan karena rangsang simpatis dan atau penurunan tonus vagal. Dapat juga
berasal dari aktivitas fisik secara fisiologis. Namun dapat pula berasal dari rangsang
simpatis yang patologis seperti pada keadaan demam, hipoksemia, hipotiroidisme,
hipovolemia dan anemia.

Takikardi atrium multifokal


Irama ireguler yang dapat disebabkan oleh beberapa fokus ektopik di atrium
yang menghasilkan impuls secara acak. TAM sering ditemukan pada penyakit paru
yang berat dan hipoksemia. TAM biasanya berkembang menjadi jenis takikardia
atrium. Dalam sebuah penelitian 55% pasien berkembang menjadi atrial flutter atau

atrial fibrilasi
Gejala dan Tanda
Gejala bergantung pada penyakit jantung yang mendasari, kecepatan denyut
jantung, durasi takikardi, dan persepsi individu, apabila individu memiliki penyakit
jantung sebelumnya maka gejala dapat lebih berat. Beberapa individu mungkin tanpa
gejala. Gejala bisa datang tiba-tiba dan bisa hilang dengan sendirinya; dapat bertahan
beberapa menit atau selama 1-2 hari. Detak jantung cepat sehingga organ tubuh tidak
menerima cukup darah untuk bekerja secara normal. Gejala berikut ini bersifat khas
dengan nadi cepat dari 140-250 denyut per menit:
- Palpitasi
- Pusing, sakit kepala ringan
- Presinkop, sinkop (terjadi pada episode SVT yang berkepanjangan atau terdapat
struktur penyakit jantung yang signifikan, sehingga menyebabkan curah jantung
melemah. Sinkop juga dapat disebabkan oleh pemicu respon vasovagal akibat
takikardi.
16

Sesak napas
Kecemasan
Nyeri dada atau sesak, meskipun tidak berhubungan dengan penyakit arteri
koroner, namun nyeri dada pada penderita usia tua dapat menyebabkan iskemik

miokard.
Pada bayi dan anak-anak kecil, gejala kadang-kadang sulit untuk dideteksi. Namun,
bayi dengan nafsu makan berkurang, berkeringat, warna kulit pucat, dan yang
memperlihatkan denyut nadi 200-250 denyut per menit mungkin memiliki PSVT.
Menurut definisi, PSVT adalah paroksismal, baik awal dan berhenti tiba-tiba. Namun,
mungkin diperpanjang karena rangsangan adrenergik jantung yang terbentuk selama
PSVT sebagai akibat dari hipotensi atau kecemasan. Beberapa pasien dengan PSVT
mungkin menunjukkan gejala untuk buang air kecil, sebagai akibat dari pelepasan
peptida atrionatriuretic, yang menghasilkan efek diuretik intrinsik.
Kriteria SVT pada pemeriksaan EKG adalah irama sinus, interval R-R reguler,
frekuensi >150x/menit, kompleks QRS sempit, dan tampak gelombang P yang abnormal
3.2.8. Tatalaksana
1

Tidak stabil
Jika seseorang memiliki tekanan darah rendah, nyeri dada, atau gagal jantung
dengan takikardia, kondisi ini dianggap tidak stabil. Dalam kasus tersebut, orang
tersebut mungkin berada dalam bahaya serius dan memerlukan perawatan segera.
Mereka mungkin membutuhkan electrical shock (kardioversi) untuk mengkonversi
jantung ke irama normal. Hal ini dianggap darurat. Kardioversi biasanya pertama
kali dicoba 50 joule, dapat dilakukan dengan defibrillator. Meskipun ini jarang
terjadi dengan PSVT, yang terbaik adalah untuk dipersiapkan.

Stabil
Jika kondisi seseorang stabil, sejumlah pilihan yang tersedia untuk mengakhiri irama
yang abnormal:
vagal manuver: Batuk, menahan nafas, merendam wajah dalam air dingin, dan
tekanan pada otot perut disebut manuver vagal karena meningkatkan tonus saraf
vagus pada jantung. Peningkatan tonus vagus merangsang pelepasan zat yang
menurunkan denyut jantung, yang pada beberapa orang, dapat memutuskan

rangkaian listrik abnormal dan menghentikan PSVT.


Pemijatan karotis dapat memperlambat denyut jantung.
Obat-obatan: Pasien dapat diberikan adenosine (Adenocard), obat short-acting
yang menurunkan denyut jantung dengan menghentikan konduksi SA node
selama beberapa detik. Adenosin aman untuk pasien dengan penyakit jantung
17

karena tidak memiliki efek inotropik. Obat ini diberikan oleh I.V agar efek lebih
cepat dengan dosis awal 6mg, dosis 12mg dan 18mg juga dapat digunakan.
Adenosine memiliki beberapa efek samping sementara, termasuk kemerahan
pada wajah, nyeri dada, sesak napas, mual, dan pusing. Jika dosis tunggal tidak
menghentikan takikardia supraventricular, maka dokter dapat memberikan dosis
yang lebih tinggi. Dokter perlu memastikan bahwa pasien tidak memiliki asma
atau penyakit paru obstruktif reversibel sebelum memberikan adenosin karena
obat ini dapat menyebabkan bronkospasme akut. Adenosine dapat diperkuat
oleh dipyridamole. Oleh karena itu, dosis adenosine diperkecil jika dikombinasi

dengan dipyridamole untuk menghindari blok AV berkepanjangan.


Obat lain: Jika adenosin tidak berhasil, obat lain dapat digunakan, seperti
verapamil, calcium channel blockers (diltiazem), digoxin (Lanoxin), atau beta-

blocker (esmolol). Tekanan darah dimonitor dengan hati-hati dengan obat ini.
Perlakuan berikut jarang digunakan untuk PSVT tetapi mungkin diperlukan
tergantung pada tingkat keparahan dari gejala-gejala pasien dan kondisi kesehatan
secara keseluruhan.
Pacemaker: Sebuah alat pacu jantung adalah perangkat elektronik yang
mengambil alih peran SA node sebagai alat pacu jantung. Hal ini sering
diimplantasikan di dalam jantung.

18

19

3.2.9. Komplikasi
Komplikasi jarang terjadi. Namun akibat detak jantung tidak normal maka
jantung tidak dapat memompakan darah secara efektif, hal ini dapat menyebabkan
tekanan darah rendah, dan sinkop. Tekanan darah rendah juga dapat menyebabkan
iskemia yang dapat merusak otot jantung dan akhirnya menyebabkan gagal jantung.
Komplikasi ini terjadi pada individu yang memiliki penyakit jantung yang mendasari
seperti gangguan katup. Kematian mendadak dapat terjadi pada WPW. Pada takikardi
kemungkinan juga terjadi pembentukan trombus yang dapat mnejadi pencetus
timbulnya stroke dan serangan jantung.

10

Prognosis
20

Takikardi supraventrikular memiliki outcome yang baik dan individu dapat


melakukan aktivitas seperti biasa secara normal. Efek samping obat pun jarang
ditemukan. Naum pada kondisi dimana SVT berkelanjutan yang tidak ditangani
dengan pengobatan, maka otot jantung akan melemah dan menyebabkan gagal
jantung. Pada kondisi dimana individu memiliki penyakit jantung dasar atau sistemik
maka prognosis bergantung pada penyakit yang mendasarinya.

21

BAB V
PENUTUP
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, dapat disimpulkan bahwa
OS menderita supraventrikular takikardi (SVT), dimana gambaran EKG menunjukan kriteria
dari diagnosis SVT.
Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan
perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150
kali/menit sampai 250 kali/menit.Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi
dan terjadi di bagian atas bundel HIS.Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS
normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung.
Penyebab SVT sebagian besar tidak diketahui. Terapi pada SVT diberikan pada
keadaan tidak stabil dan dalam keadaan stabil, serta diberikan profilaksis untuk mencegah
terjadinya serangan berikutnya.
Komplikasi jarang terjadi. Namun akibat detak jantung tidak normal maka jantung
tidak dapat memompakan darah secara efektif, hal ini dapat menyebabkan tekanan darah
rendah, dan sinkop. Tekanan darah rendah juga dapat menyebabkan iskemia yang dapat
merusak otot jantung dan akhirnya menyebabkan gagal jantung. Komplikasi ini terjadi pada
individu yang memiliki penyakit jantung yang mendasari seperti gangguan katup. Kematian
mendadak dapat terjadi pada WPW. Pada takikardi kemungkinan juga terjadi pembentukan
trombus yang dapat mnejadi pencetus timbulnya stroke dan serangan jantung.

22

DAFTAR PUSTAKA
1
2

Delacratez E. Supraventricular Tachycardia. N Engl J Med. 2006;354:1039-51.


Orejarena LA, Vidaillet H Jr, DeStefano F, et al. Paroxysmal supraventricular

tachycardia in the general population. J Am Coll Cardiol 1998;31:150-7.


3 Suryadipraja, R.M., 2004, Aritmia Jantung dan Penatalaksanaannya, dalam
Moehadsjah., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit
4

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 976,981-2.


Pakpahan H. Elektrokardiografi Ilustratif. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2010: p. 18-20.


Suryadipraja, R.M., 2004, Gagal Jantung dan Penatalaksanaannya, dalam Moehadsjah.,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 976,981-2.


6 Danelich IM, Reed BN, Hollis IB, Cook AM, Rodgers JE. Clinical update on the
management of atrial fibrillation. Pharmacotherapy. 2013 Apr. 33(4):422-46

Kireyev D, Fernandez SF, Gupta V, Arkhipov MV, Paris JA. Targeting tachycardia:
diagnostic tips and tools.J Fam Pract. 2012 May. 61(5):258-63.

23

You might also like