You are on page 1of 175

KORELASI PENGARUH TAYANGAN TELEVISI

TERHAPAD PERKEMBANGAN PERILAKU NEGATIF


ANAK USIA DINI
(Studi Pada Kelompok B Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus
Tahun 2011 / 2012 )

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan
Pada Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

Oleh
Malikhah
1601908022

JURUSAN PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

ABSTRAK
Malikhah, 2012. Korelasi Pengaruh Tayangan Televisi Terhadap Perkembangan
Perilaku Negatif Anak Usia Dini (Studi Pada Kelompok B Taman Kanak-kanak
Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus Tahun 2011 /2012). Skripsi, Program Studi
Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang. Drs. Sawa Suryana, M.Pd dan Amirul Mukminin, S.Pd, M.Kes.
Kata Kunci : Korelasi Pengaruh Tayangan Televisi, Perkembangan Perilaku
Negatif
Masa kanak-kanak atau sering disebut usia dini adalah sebuah fase yang harus
dilalui oleh manusia. Pada masa ini anak belum dapat berpikir mana yang baik dan
mana yang buruk. Perkembangan perilaku anak dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain adalah tayangan televisi.
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah, apakah ada hubungan pengaruh
tayangan televisi dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman
Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus dan seberapa besar hubungan
tersebut? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara tayangan televisi dengan perkembangan perilaku negatif anak dan di
Taman Kanak-kanak tersebut, dan seberapa besar hubungan tersebut.
Populasi penelitian ini adalah murid kelompok B Taman Kanak kanak Aisyiyah
Bustanul Athfal V Kudus. Adapun jumlah populasi adalah sebanyak 76 anak usia dini
terdiri atas 33 peserta didik laki-laki dan 43 peserta didik perempuan, setelah dihitung
menggunakan validitas dan realibilitas maka sampel yang digunakan sebanyak 50
anak. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
proporsional random sampling. Responden yang terpilih diberi angket yang berisi
tentang pengaruh tayangan televisi dan perkembangan perilaku negatif anak usia dini.
Data yang diperoleh diolah dengan bantuan SPSS versi 11.00 dengan statistik model
linier, sebelum analisis dilakukan uji t, uji F dan uji asumsi klasik yakni; uji
Multikolinearitas, uji normalitas dan uji heterokedastitas.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengaruh
tayangan televisi (X) dengan perkembangan perilaku negatif anak (Y) di Taman
Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus dengan hasil yang menunjukkan
bahwa korelasi antara variable x dan y tergolong cukup. Nilai signifikan F hitung
(38,019) > dari nilai F table (2,31) atau signifikan (0.00) < alpha (0.05), menunjukkan
bahwa ada hubungan signifikan antara variabel x dan y.
Melihat hasil penelitian tersebut maka dampingan orang tua sewaktu anak
sedang menonton televisi sangat diperlukan .Orang tua dapat mengatur jadwal
menonton televisi anak-anaknya. Orang tua harus dapat memilih acara yang sesuai
dengan usia anak. Orang tua harus mengetahui acara favorit anak. Orangtua sebaiknya
tidak meletakkan televisi di kamar anak .Ajak anak untuk melakukan banyak aktivitas
lain selain hanya menonton televisi. Ajari anak untuk memperbanyak membaca buku
yang bermanfaat. Orangtua harus membiasakan anak tidak menonton televisi di harihari sekolah. Orangtua harus membekali anak dengan pendidikan yang mengandung
nilai-nilai agama.

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING


Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian
Skripsi pada:
Hari

: Senin

Tanggal

: 04 Maret 2013

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Drs SawaSuryana, M. Si

Amirul Mukminin, M. Kes

NIP. 19590421 198403 1

NIP.19780330 200501 1 001

002

Mengetahui
Ketua Jurusan PG PAUD FIP UNNES

Edi Waluyo, M. Pd
NIP. 19790425 200501 1 001

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang Panitia Penguji Skripsi Jurusan
Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan untuk memenuhi sebagian
syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Anak Usia Dini Universitas
Negeri Semarang pada:
Hari/tanggal: Rabu, 15 Mei 2013

Panitia Ujian Skripsi


Ketua

Sekretaris

Drs Budiyono, M.S.


NIP. 19631209 198703 1 002

Amirul Mukminin, M. Kes


NIP.19780330 200501 1 001

Peguji Utama

Edi Waluyo, M. Pd
NIP. 19790425 200501 1 001

Peguji I

Penguji II

Drs Sawa Suryana, M. Si


NIP. 19590421 198403 1 002

Amirul Mukminin, M. Kes


NIP.19780330 200501 1 001

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip
atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang

Malikhah
NIM 1601908022

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Kreativitas lebih penting dari pada ilmu pengetahuan, karena pengetahuan


(informasi) tanpa kreativitas hanya ibarat kedaraan tanpa bahan bakar, dan
sebaliknya dengan memiliki kreativitas orang bisa menemukan pengetahuan
yang diperlukan (Albert Einstein).

Kita tidak bisa menjadi bijaksana dengan kebijaksanaan orang lain, tapi kita
bisa berpengetahuan dengan pengetahuan orang lain (Michael De Montaigne).

Ilmu diperoleh bukan dari pendidikan tapi dari proses belajar.

PERSEMBAHAN :
Kupersembahkan skripsi ini bagi segenap kekuatan hidupku :
1. Kepada Ayah dan Ibu yang tak henti-hentinya memanjatkan doa buat ku
3

Teman-teman di saat resah dan gelisah yang selalu ada untuk bersama

Keluarga besar PG PAUD UNNES, Semarang

Suamiku tercinta yang membantu moril dan materil

Pelita kecil hidup ku, yang selalu mengisi hari-hari ku baik suka atau pun
duka.... I love you (Azza)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan
hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul
Korelasi Pengaruh Tayangan Telelevisi Terhadap Perkembangan Perilaku

Negatif

Anak Usia Dini (Studi Pada Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus
Tahun 2011/2012).
Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Strata 1 (satu) pada Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penulisan skripsi ini. Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :
(1)Drs. Hardjono, M. Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah
memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini.
(2)Edi Waluyo, M. Pd selaku Ketua Jurusan PG PAUD FIP UNNES yang telah
memberikan ijin dalam penulisan skripsi ini.
(3)Dra. Lita Latiana, S.H. M.H, selaku dosen wali yang telah memberikan motivasi ke
pada peneliti.
(4)Drs. Sawa Suryana, M. Si, selaku Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan
waktu, tenaga, dan fikiran untuk memberikan bimbingan, pengarahan dalam
penyusunan skripsi ini.
(5)Amirul Mukminin, S.Pd, M. Kes, selaku Pemimbing II yang telah bersedia

vii

meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran untuk memberikan bimbingan, pengarahan


dalam penyusunan skripsi ini.
(6)Kepala TK dan Dewan Guru Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V
Kudus yang telah memberikan ijin dan membantu dalam penelitian ini.
(7)Kedua orangtua dan suami serta buah hatiku yang selalu ada untukku, berkat
perjuangan, kesabaran, kasih sayang, dan doanya yang selalu menyertaiku.
(8)Semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materiil dalam
penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu.
SemogaAllah SWT senantiasa melipat gandakan balasan atas amal baik mereka
dengan rahmat dan nikmatNya. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis
mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan dan semoga tulisan ini bisa
memberi manfaat bagi semua. Amien.

Semarang
Penulis

viii

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..

ABSTRAK ...

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...

iii

HALAMAN PENGESAHAN .

iv

PERNYATAAN ..

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .

vi

KATA PENGANTAR .

vii

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

ix

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...

1.2 Rumusan Masalah ..............

1.3 Tujuan Penelitian ...

1.4 Manfaat Penelitian .

1.4.1

Manfaat Teoritis

1.4.2

Manfaat Praktis .

1.5 Penegasan Istilah

10

1.5.1 Korelasi

10

1.5.2 Pengaruh Televisi

10

1.5.3 Perkembangan Perilaku Anak..

11

ix

1.5.3.1 Pengertian Perkembangan.

11

1.5.3.2 Pengertian Perilaku

11

1.5.3.3Pengertian Anak

11

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi

12

BAB II KAJIAN PUSTAKA


PengaruhTelevisi sebagai Media Massa ...

14

2.1.1 Pengertian Media Massa .....

14

Tayangan Televisi ..

16

2.1.3 Perbedaan Kepentingan .

18

2.1.4 Peran Keluarga ..

26

2.2 Perkembangan

30

1) Pengertian Perkembangan .

30

2) Prinsip-prinsip Perkembangan ..

31

3) Teori-Teori Perkembangan ...

35

2. Perilaku..

36

1) Pengertian Perilaku ...

36

2) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Perilaku ...

38

3) Peran Orangtua dan Lingkungan dalam Pekembangan Perilaku

40

3. Belajar ...

41

1) Pengertian Belajar .

41

2) Faktor yang Mempengaruhi Belajar .

43

4. Anak Usia Dini .

44

a.

i.

1) Pengertian Anak Usia Dini ...

44

2) Teori Perkembangan Anak ...

45

2.5.2.1 Teori Piaget (Perkembangan Kognitif)...

45

2.5.2.2 Teori Kholberg dan Thomas Likona (Teori Perkembangan Moral)..

45

Teori Brofen Brenner (Teori Ekologi dan Kontekstual)...

45

2.5.2.4 Teori Friderich Wilhem Froebel (Teori Perkembangan Otoaktivitas).

46

ii. Tahap-tahap Perkembangan Anak Usia Dini.

46

2.5.3.1 Perkembangan Berdasarkan Analisis Biologis..

46

2.5.3.2 Teori Perkembangan Kognitif Piaget..

47

2.5.3.3 Teori Perkembangan Moral (Kolberg dan Likona)..

48

2.5.3.4 Teori Perkembangan Psikoseksual (Sigmund Freud)..

48

2.5.3.5 Teori Perkembangan Psikososial (Erikson)

49

2.5.4 Tahap-tahap Perkembangan Perilaku Anak.

49

iii. Pentingnya Memahami Anak Usia Dini

55

1.

2.6 Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi dengan Perkembangan Perilaku


Anak..

56

2.7 Hipotesis..

62

2.8 Kerangka Berpikir

63

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Jenis dan Desain Penelitian

70

3.2 Variabel Penelitian.

70

3.3 Populasi dan Sampel..

72

xi

i. Populasi

72

3.3.2

Sampel..

72

3.4 Teknik Pengumpulan Data

74

3.4.1 Dokumentasi

74

3.4.2 Angket .

75

3.4.2.1 Pengertian angket ...

75

1. Macam-macam angket ...

76

3.5 Penyusunan Instrumen Penelitian.

77

3.6 Validitas dan Reliabilitas

78

3.6.1 Validitas....

78

3.6.2 Reliabilitas ...

79

3.7 Teknik Analisis Data ..

80

3.7.1 Model yang digunakan

80

3.7.2 Pengujian Model ......................................................................................

80

3.7.3 Uji Asumsi Klasik ....

83

3.7.3.1 Uji Normalitas .

83

3.7.3.2 Uji Multikolinearitas

85

3.7.3.3 Uji Heteroskedastisitas ..

85

3.6.3.4 Uji Linieritas ...

86

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Persiapan Penelitian

xii

87

4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian

87

4.2 Hasil Uji Validitas dan realibilitas...

90

4.2.1 Hasil Uji Validitas....

90

4.2.2 Hasil Uji Realibilitas.

91

4.3 Hasil Penelitian

92

4.3.1 Hasil Uji Asumsi...

92

4.3.1.1 Uji Normalitas..

92

4.3.1.2 Uji Multikolonieritas...

93

4.3.1.3 Uji Heteroskedastisitas...

94

4.4 Uji Hipotesis

95

4.4.1 Uji F..

95

4.4.2 Uji t ..

96

4.5 Pembahasan.

99

4.5.1 Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Sinetron..

99

4.5.2 Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Filim Kartun..

100

4.5.3 Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Hiburan Musik....

101

4.5.4 Besarnya Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi Variabel


Sinetron.....................................................................................

103

4.5.5 Besarnya Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Film


Kartun

104

4.5.6 Besarnya Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Hiburan


Musik..

xiii

105

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


2.1 Simpulan .

107

5.2 Saran ..

108

LAMPIRAN

xiv

DAFTAR TABEL

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Data Peserta Didik Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V


Kudus.

72

3.2 Kriteria Nilai Alternatif Jawaban.

76

4.1 Data Peserta Didik Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus

89

4.2 Data Pekerjaan Wali Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V


Kudus

90

4.3 Data Pendidika nOrangtua Murid Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul


Athfal V Kudus.

90

4.4 Data Tenaga Pendidik Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V


Kudus

91

4.5 Hasil Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov Test.

94

4.6 Hasi lUji Multikolonieritas... 95


4.7 PengujianMultikolonieritas..

95

4.8 Uji Heteroskedastitas.

96

4.9 Ringkasan Hasil Uji Statistik Intervensi Tayangan Televisi Terhadap


Perkembangan Perilaku Negatif Anak..

97

4.10 Ringkasan Hasil Uji Parsial. 98

xv

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Grafik Normal Plot

93

Grafik Scatterplot.

95

xvi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Era globalisasi informasi sekarang ini, Indonesia diramaikan oleh hadirnya
beberapa televisi swasta seperti AN-TV, INDOSIAR, TRANSTV, MNC TV,
Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), Surya Citra Televisi (SCTV), TVGlobal, TV ONE, TRANS7, Metro-TV, Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang
sudah lebih lama beroperasi, sedangkan untuk Semarang (Jawa Tengah) masih ada
TV swasta yaitu Borobudur-TV dan Pro-TV. Apabila sampai akhir dekade 80-an
masyarakat dihadapkan pada suatu pilihan mau tidak mau, suka tidak suka hanya
TVRI, saat ini masyarakat lebih leluasa memindah saluran yang satu ke saluran
yang lain sesuai dengan acara yang dinikmati. Semua televisi swasta tersebut
berusaha menarik perhatian pemirsa sebanyak-banyaknya dan dapat menempati
porsi tertinggi. Hal ini berarti masuknya dana meliputi iklan yang menopang dari
televisi tersebut. Dalam situasi demikian sudah tentu televisi harus menyiarkan halhal atau film-film import, meskipun porsinya mulai dikurangi, tetapi tidak mungkin
atau belum berhasil seluruhnya.
Kekhawatiran muncul karena diduga akan menjadi muntahan acara dari luar
negeri tersebut, sebab isinya tidak sesuai dengan budaya, kepribadian bahkan
falsafat bangsa Indonesia. Hal itu tidak sepenuhnya benar dan tidak semua keliru,
karena pada kenyataannya masyarakat tidak bisa menolak masuknya segala hal
1

yang "berbau" asing. Bahkan tidak hanya dalam bidang komunikasi, tetapi dalam
hal mode busana, rambut dan makanan alternatif sama dengan yang ada di luar
negeri.
Dengan banyaknya stasiun televisi yang ada di Indonesia (bandingkan
dengan jaman dahulu) dengan berbagai macam acara yang lebih mengutamakan
hiburan (kecuali TVRI), tentu membawa konsekuensi semakin berat bagi pemirsa,
khususnya orang yang sudah tua harus mulai mengarahkan anak-anaknya dalam
memanfaatkan hasil teknologi tersebut. Kondisi ini menantang para orang tua untuk
lebih selektif dan berkompromi dengan anak-anaknya untuk menyaksikan tayangan
yang patut dinikmati dan acara yang seharusnya tidak dilihat oleh anak. Apalagi
usia anak-anak merupakan usia yang strategis dan lebih mudah terkena pengaruh,
baik dari lingkungan dengan kontak langsung maupun media elektronik.
Penelitian pada film untuk anak-anak yang dilakukan oleh Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) bekerjasama dengan Balitbang Deppen
tahun 1993 menunjukkan bahwa adegan antisosial (52%) lebih banyak dari pada
adegan prososial (48%). Adegan prososial menurut Wispe adalah beberapa
perilaku yang memiliki konsekuensi sosial positif sedangkan menurut Mussen dan
Einsenberg perilaku prososial sebagai tindakan yang ditujukan untuk memberi
bantuan atau kebaikan pada orang lain atau kelompok orang tanpa mengharapkan
balasan, dengan cara-cara yang cenderung mentaati norma sosial, Contoh adegan
prososial adalah mementingkan orang lain, mengalah dengan alasan yang masuk
akal dan tanpa paksanaan, aktivitas menolong, pemakaian bersama (share),
kehangatan yang menggambarkan keakraban hubungan persahabatan atau

persaudaraan termasuk romantisme dalam bekerjasama, simpati yang merupakan


ungkapan perasaan dan perbuatan tertentu dari seorang kepada orang lain seperti
yang dialami oleh orang tersebut, misalnya; turut sedih, turut bergembira, dan lainlain. Sedangkan kategori adegan antisosial meliputi; berkata dan bertindak kasar,
membunuh, berkelahi, pemaksaan, mencuri, berperang, memukul, melukai,
mengganggu, menyerang, dan sejenisnya, seperti ungkapan kebencian atau
mengejek (B. Gunarto, 1995: 24).
Tayangan televisi berpengaruh negatif terhadap perkembangan perilaku
anak tergantung dari penyesuaian anak, (Hurlock, 1978: 344), Anak yang
penyesuaiannya baik kurang kemungkinannya terpengaruh secara negatif, apakah
permanen atau temporer dibandingkan dengan anak yang buruk penyesuaiannya,
dan anak yang sehat dibanding anak yang tidak sehat.
Kuatnya pengaruh tontonan televisi terhadap prilaku seseorang telah
dibuktikan dengan penelitian ilmiah. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh
American Psychological Association (APA) pada 1995, yang mengatakan bahwa
tayangan yang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku baik.
Sedangkan tayangan kurang bermutu akan mendorong seseorang untuk berperilaku
buruk, bahkan penelitian ini juga menyimpulkan bahwa hampir semua perilaku
buruk yang dilakukan orang adalah hasil dari pelajaran yang mereka dapat dari
media semenjak usia anak-anak. Pengaruh sinetron dapat kita saksikan setiap hari,
diantaranya banyak anak-anak yang menirukan ucapa-ucapan nakal dari tokoh film
animasi Shinchan yang kasar dan jorok. Belum lagi beberapa contoh prilaku
negatif lain seperti pergaulan bebas, merampok, memperkosa, bertengkar, dan lain-

lain yang dilakukan remaja karena pengaruh tayangan televisi.


Dalam sebuah buku yang berjudul Sex Violence and The Media
diungkapkan bahwa membaca dan melihat tayangan televisi yang berbau seks dan
kekerasan dapat berpengaruh kepada perilaku seseorang. Media, televisi, majalah
porno, dan juga iklan yang makin hari makin bebas menonjolkan seks dan
kekerasan, sangat berpengaruh terhadap penyimpangan seks dan kekerasan di
masyarakat, meningkatnya kejahatan, pemerkosaan dan lainnya. Yang paling
menarik, dalam buku itu, juga memberikan kesimpulan bahwa mass media
sebenarnya berpengaruh terhadap perilaku, penampilan, dan situasi mental para
pemirsa dan pembacanya.
Pengaruh yang diingat seseorang melalui membaca tenyata hanya sekitar
15% saja, namun pengaruh terlihat semakin meningkat kalau disertai suara bahkan
adegan visual yang ternyata berpengaruh 50% bagi yang menontonnya. Karena
itulah

televisi

sangat

besar

pengaruhnya

dalam

mengubah

perilaku

penontonnya.Imitasi adalah tingkat pertama pengaruh yang kelihatan jelas, dimana


pemirsa melihat secara berulang-ulang perilaku tokoh idolanya dan cenderung
meniru perilaku tersebut. Ini bisa dimaklumi karena salah satu perkembangan
perilaku seseorang dihasilkan dari contoh mereka yang lebih dewasa, orang tua,
keluarga, guru, bahkan orang lain yang menjadi idola.
Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan diatas, dapat ditarik
kesimpulan, bahwa peran serta tayangan televisi sangat besar dalam perkembangan
anak, terkhusus lagi terhadap pola pikir, sikap dan perilaku anak di sekolah.
Dikhususkan pada anak usia 2-7 tahun (menurut konsep kognisi Piaget) dimana

anak

mengalami

perkembangan

pesat

dalam

bahasa,

dan

hanya

bisa

menyimpulkan sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat. Apabila anak pada
usia ini selalu mendapatkan teman yang berupa tayangan televisi, maka hal
tersebut akan sangat mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku anak
tersebut. Mereka sedikit banyak akan meniru apa yang mereka lihat dari tanyangan
televisi tersebut. Menurut APA, berdasarkan peneletian yang telah dilakukan,
banyak bukti menunjukan bahwa tayangan televisi khususnya tayangan kekerasan
dapat menyebabkan perilaku agresif, desensitisasi terhadap kekerasan, mimpi
buruk, dan takut dirugikan. Menonton tayangan kekerasan juga dapat
menyebabkan penontonya kurang memiliki empati terhadap orang lain. Maka dari
itu, apabila anak- anak terlalu sering didampingi oleh tayangan televisi, akan ada
kemungkinan nantinya anak tersebut tidak sengaja menonton tayangan kekerasan
tersebut. Disinilah diperlukan peran serta orang tua dan guru, yang mana
sebelumnya sudah dikatakan bahwa guru dan orang tua merupakan pembimbing si
anak dalam memanfaatkan tayangan yang ada di televisi tersebut.
Dikutip dari artikel Ningsih (2009), dibawah ini dicantumkan data
mengenai fakta tentang pertelevisian Indonesia:
1. Tahun 2002 jam tonton televisi anak-anak 30-35 jam/hari atau 1.560
1.820jam/tahun, sedangkan jam belajar SD umumnya kurang dari
1.000jam/tahun.
2. 85% acara televisi tidak aman untuk anak, karena banyak mengandung
adegan
kekerasan, seks dan mistis yang berlebihan dan terbuka.
3. saat ini ada 800 judul acara anak, dengan 300 kali tayang selama
170jam/minggu padahal satu minggu hanya ada 24 jam X 7 hari = 168
jam.
4. 40 % waktu tayang diisi iklan yang jumlahnya 1.200 iklan/minggu, jauh
diatas rata-rata dunia 561 iklan/minggu.
Anak- anak dan televisi merupakan dua hal yang agak sulit untuk pisahkan,

menurut Cooney (dikutip dalam Yonatahan, 2010), anak-anak dan televisi adalah
suatu perpaduan yang sangat kuat yang diketahui orangtua, pendidik, dan
pemasang iklan. Televisi juga merupakan suatu alat yang melebihi budaya dalam
mempengaruhi cara berpikir dan perilaku anak. Televisi dapat membantu anak
mengetahui hak-hak dan kewajiban anak sebagai warga negara yang baik dan bisa
membangkitkan semangat anak untuk melibatkan diri dalam perbaikan lingkunagn
masyarakat, yang disertai oleh panduan orang tua (Chen, 1996). Singkat kata,
sedikit banyak tayangan televisi dapat mempengaruhi cara pikir serta sikap dan
perilaku anak.
Berdasakan konsep di atas dapat disimpulkan bahwa tayangan televisi dapat
berpengaruh terhadap perkembangan perilaku anak. Untuk itu peneliti ingin
melakukan penelitian dengan judul Korelasi Pengaruh Tayangan Televisi
terhadap Perkembangan Perilaku Negatif Anak Usia Dini pada Kelompok B
Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan alasan pemilihan judul di atas dapat dirumuskan permasalahan
yang menjadi pokok dalam penelitian ini yaitu:
1) Apakah ada hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel sinetron
dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B TK Aisyiyah Bustanul
Athfal V Kudus?
2) Apakah ada hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel film kartun

dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B TK Aisyiyah Bustanul


Athfal V Kudus?
3) Apakah ada hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel hiburan musik
dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B TK Aisyiyah Bustanul
Athfal V Kudus?
4) Seberapa besar hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel sinetron
dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman Kanak-kanak
Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus?
5) Seberapa besar hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel film kartun
dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman Kanak-kanak
Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus?
6) Seberapa besar hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel hiburan
musik dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman Kanakkanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus?

1.3 Tujuan Penelitian


Setiap kita melakukan kegiatan baik secara perorangan maupun secara
kelompok, hal yang bisa dipastikan adalah pencapaian tujuan dari kegiatan itu,
demikian pula dengan penelitian ini.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

(1) Untuk mengetahui hubungan antara pengaruh tayangan televisi variable


sinetron dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B TK
Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.
(2) Untuk mengetahui hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel film
kartun dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B TK Aisyiyah
Bustanul Athfal V Kudus.
(3) Untuk mengetahui hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel
hiburan musik dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B TK
Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.
(4) Untuk mengetahui berapa besar hubungan antara tayangan televisi variabel
sinetron dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman
Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.
(5) Untuk mengetahui berapa besar hubungan antara tayangan televisi variabel
film kartun dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman
Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.
(6) Untuk mengetahui berapa besar hubungan antara tayangan televisi variabel
hiburan musik dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B
Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.

(7) Manfaat Penelitian


Selain tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
1.3.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi khasanah ilmu,
terutama bagi jurusan Pendidikan Anak Usia Dini dalam memberikan gambaran
jelas tentang pengaruh atau intervensi tayangan televisi terhadap perkembangan
perilaku anak. Serta dapat memberikan informasi dan masukan pada teori yang telah
ada, terutama berkaitan dengan pengaruh tayangan televisi dengan perkembangan
perilaku negatif anak.

1.3.2 Manfaat Praktis


Manfaat praktis dari penelitian ini dibagi menjadi 4, yakni untuk :
(1) Guru
Guru sebagai seorang pendidik seyogyanya mampu memberikan arahan agar
siswanya lebih banyak belajar dari pada nonton TV, dengan lebih banyak
memberi berbagai tugas belajar di rumah.
(2) Orang tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada orang tua
berkaitan dengan tayangan televisi, dan bila memungkinkan agar orang tua
berkenan untuk selalu mendampingi anaknya dalam menyaksikan acara atau
tayangan televisi.
(3) Peneliti
Sebagai aplikasi antara teori yang diperoleh dari bangku kuliah dengan
pengalaman kongkrit di lapangan, dengan demikian penelitian akan
memperoleh fakta kesesuaian atau ketidaksesuaian antara teori dan praktek.

1.4 Penegasan Istilah

10

Sering ditemui di lapangan satu kata atau satu istilah memiliki beberapa arti,
sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda antara pembaca satu dengan
pembaca lain. Untuk menghindari hal tersebut, berikut diberi penjelasan istilah
yang ada pada judul skripsi yang dipandang perlu.

1.4.1 Korelasi
Korelasi berasal dari bahasa Inggris "corelation" yang dalam bahasa
Indonesia disamakan dengan kata hubungan mempunyai arti sesuatu yang
dihubungkan

atau

hubungan

antara

dua

benda/peristiwa

atau

lebih

(Poerwadarminta, 1988:219).
Berdasarkan pengertian tersebut korelasi yang dimaksud adalah hubungan
antara dua variabel atau peristiwa yaitu pengaruh tayangan televisi dengan
perkembangan perilaku negatif anak.

1.4.2

Pengaruh Televisi
Pengaruh adalah sesuatu yang memiliki pengaruh terhadap benda atau orang

lain baik disengaja maupun tidak disengaja. Sedangkan televisi adalah tayangan
gambar yang dipertontonkan melalui layar kaca yang berasal dari pusat atau
stasiun tertentu untuk dinikmati masyarakat luas (Bagong Suyanto, 1995:27).

1.4.3 Perkembangan Perilaku Anak

11

1.4.3.1 Pengertian Perkembangan


Hurlock (1978) menyatakan bahwa perkembangan dapat didefinisikan
sebagai deretan kemajuan dari perubahan yang teratur dan koheren. Kemajuan itu
ditunjukkan adanya perubahan yang terarah, membimbing ke arah kemajuan, dan
bukan mundur. Teratur dan koheren menunjukkan hubungan yang nyata antara
perubahan yang terjadi dan yang telah mendahului atau mengikutinya.

1.4.3.2 Pengertian Perilaku


Perilaku adalah merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang
yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang
yang melakukannya.

1.4.3.3 Pengertian Anak


Anak usia dini adalah anak yang berada dalam rentang usia 0 8 tahun yang
tercakup dalam program pendidikan di taman penitipan anak dalam keluarga (family
child care home), pendidikan Pra-Sekolah, Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar.
Sedangkan menurut Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003, anak usia enam tahun
(0 6 tahun). UNESCO menetapkan bahwa anak usia dini adalah anak dengan usia
tiga sampai lima tahun.
Jadi perkembangan perilaku anak adalah deretan kemajuan perbuatan dan
perkataan anak yang dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun
orang yang melakukannya.

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi

12

Untuk memudahkan dalam memahami skripsi ini akan disusun sistematika


penulisan skripsi sebagao berikut :
(1) Bagian Muka
Pada bagian muka memuat halaman judul, abstrak, persetujuan pembimbing,
pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar, dan daftar isi.
(2) Bagian Isi
Bagian isi memuat 5 bab, setiap bab terdiri dari beberapa sub bab dengan
sistematika sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan. Bab ini berisi tentang: Latar Belakang, Hipotesa, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penegasan Istilah, dan
Sistematika Penulisan.
Bab II : Kajian Pustaka. Bab ini berisi tentang: Pengaruh Tayangan Televisi
sebagai Media Massa yang mengupas tentang; Pengertian Media Massa,
Tayangan Televisi, Perbedaan Kepentingan, dan Peran Keluarga. Kemudian
dilanjutkan dengan Pengertian Perilaku, Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Perkembangan Perilaku, Teori Perkembangan Perilaku, Peran Orangtua dan
Lingkungan dalam Perkembangan Perilaku, Pengertian Belajar, Faktor yang
mempengaruhi Belajar, Teori Perkembangan Anak, Tahap-tahap Perkembangan
Anak Usia Dini, Tahap-tahap Perkembangan Perilaku Anak, Pentingnya
Memahami Anak Usia Dini, dan Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi
dengan Perkembangan Perilaku Anak, Hipotesa dan Kerangka Berpikir.

Bab III :Jenis dan Desain Penelitian,Variabel Penelitian, Populasi dan Sampel,

13

Teknik Pengumpulan Data, Penyusunan Instrumen Penelitian, Validitas dan


Realibilitas, dan Teknik Analisis Data.
Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan, menguraikan tentang uraian
Persiapan Penelitian, Hasil Uji Validitas dan Realibilitas, Hasil Penelitian dan
Pembahasan Hasil Penelitian.
Bab V : Simpulan dan Saran. Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi
tentang Kesimpulan yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian dan Saran-saran
yang diharapkan dapat dijadikan bahan implikasi, serta Penutup.
(3) Bagian Akhir
Pada bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.2

Pengaruh Televisi sebagai Media Massa

2.1.1 Pengertian Media Massa


Media massa adalah sarana teknis penyampaian pesan untuk kepentingan
umum yang dapat dijawab atau tidak dapat dijawab oleh penerima (Tono Wijoyo,
1985:13). Media massa dalam dunia informasi adalah sarana yang paling efektif
untuk berkomunikasi dengan khalayak. Hal ini disebabkan tugas media massa
membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini
seseorang yang dapat membentuk sikap seseorang secara kuat.
Jenis media massa yang dapat dijadikan alat komunikasi adalah; (1) media
fisual dalam bentuk surat kabar, majaiah, tabloit dan lain-lain, (2) media audio
dalam bentuk radio, telepon dan sebagainya, (3) media audio visual dalam bentuk
televisi, video, dan film (Anindya, 1997:21).
Media massa menurut teori merupakan alat pembentukan sikap, walaupun
tidak sekuat interaksi secara langsung antar individu namun memiliki peranan yang
cukup besar. Ada tiga teori yang menjelaskan media massa memiliki pengaruh
terhadap pembentukan sikap; (1) teori perbedaan individual, (2) teori hubungan
sosial, (3) teori penggolongan sosial, (4) teori norma-norma budaya (Melvin De
Fieur dalam Tono Wijoyo, 1985:75).

14

15

Teori perbedaan individual didasarkan pada pernikiran psikologi umum


yang memandang bahwa motivasi dapat ditumbuhkan melalui proses belajar,
namun setiap indivudu akan memperoleh motivasi yang berbeda walaupun
mendapatkan rangsangan yang sama. Berdasarkan pandangan ini sentuhan media
massa terhadap sekelompok manusia akan memiliki pengaruh dan tanggapan yang
tidak selalu sama walaupun pesan yang disampaikan sama.
Teori penggolongan sosial memandang bahwa manusia dapat terkelompok
dalam pergolongan sosial yang memiliki perilaku yang hampir sama. Sehubungan
dengan pesan media massa persepsi dan sikap yang sama akan mempengaruhi
tanggapan mereka terhadap pesan yang disampaikan dalam media massa.
Teori hubungan sosial memandang individu dalam menerima pesan media
massa lebih banyak melalui hubungan dengan orang lain dari pada menerima
langsung dari media massa. Intensitas hubungan pribadi antar manusia akan
menentukan dari pengaruh media massa.
Teori norma budaya memandang bahwa media massa melalui pesan-pesan
yang disampaikan dapat menumbuhkan kesan pada pemirsa disesuaikan dengan
norma yang belaku. Media massa mungkin dapat memperkokoh tatanan budaya
yang sudah ada, atau media massa menimbulkan tatanan baru tanpa merusak
tatanan yang sudah ada atau media massa akan mengubah semua tatanan yang
sudah ada.
Film adalah merupakan salah satu bentuk media massa yang sekarang sudah
sangat populer baik itu melalui tanyangan layar lebar maupun layar kaca. Unsur
yang ada dalam film berisi dimensi gambar, isi atau pesan, alur cerita, dan suara

16

yang semuanya memiliki peranan dalam mempengaruhi emosi dan daya pikir
pemirsa.
Tanyangan gambar yang telah diatur oleh ahli penata gambar dapat
membawa perasaan dan pikiran penonton terikat oleh adegan gambar yang
disajikan.Isi film yang ditanyangkan biasanya tersirat dalam judul film yang
dipublikasikan yang membuat para pemirsa merasa penasaran. Isi yang sebenarnya
sering membawa suatu muatan nilai yang banyak membawa pengaruh pada
pemirsa terutama anak-anak.
Pengaturan suara dalam penanyangan film akan mempengaruhi intensitas,
perhatian dan emosi seseorang semakin baik dan serasi. Pengaturan suara membuat
lebih terfokus memperhatikan film tersebut, sehingga pemirsa lebih detail untuk
memahami isi dan makna film.

2.1.2 Tayangan Televisi


Kehadiran televisi sebagai hasil kemajuan teknologi tidak bisa dihindari.
Melalui berbagai macam acara, baik dan film anak-anak sampai film bagi orang
dewasa yang bersifat eksen, termasuk juga sinetron, drama, maupun komedi,
berusaha memberikan kepuasan kepada pemirsa atau penonton. Namun tidak
jarang acara tersebut membawa dampak yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu
keluarga sebagai lembaga inti masyarakat harus dapat bersikap, agar acara-acara
yang ditayangkan televisi yang memang menarik itu dapat dimanfaatkan secara
positif.

17

Pembahasan pada sub bab ini berusaha membuka front perlawanan keluarga
terhadap televisi yang berpengaruh negatif terhadap anak, kemudian orang tua
untuk mengambil langkah atau sikap. Hal ini tetap menjadi perioritas utama, sebab
antara keduanya (televisi dan keluarga) pada hakikatnya saling membutuhkan.
Bahkan di jaman sekarang tidak dapat meninggalkan televisi dengan berbagai
informasi dan dengan berbagai bentuk pada era globalisasi informasi ini.
Sementara televisi sebagai siaran audio visual tidak dapat melepaskan diri dari
masyarakat, sehingga kesan "apalah artinya tanyangan bagus bila tidak disaksikan
oleh masyarakat" tidak akan terjadi.
Persaingan televisi swasta dalam menyajikan acara semakin ketat. Apabila
semula hanya RCTI yang menyajikan film kartun anak-anak (Sincan), kini
semuanya menanyangkan jenis film tersebut, baik itu film lepas maupun film seri
bahkan ditanyangkan dalam waktu yang sama. Apabila dulu hanya TPI sekarang
bernama MNC TV menanyangkan film India, kini diikuti stasiun televisi yang lain.
Demikian pula, dulu sinetron yang hanya di tanyangkan SCTV kini hampir
menyeluruh televisi swasta ikut menanyangkan, termasuk di INDOSIAR yang
terkenal dengan; sinetron yang mirip film India dan sebagainya. Begitu antusias
masyarakat terhadap sinetron ini, sehingga baju dan tempat tidur juga diberi nama
"Tersanjung"(Muhammad Surya, 1993:83).
Tidak hanya tanyangan berupa film-film atau sinetron saja, televisi swasta
juga meramu acara informasi seperti "Buletin Siang", "Liputan Enam", "Seputar
Indonesia". Sedangkan seri komedi atau lawak seperti "Extravaganza", "Spontan",
dan sebagainya juga ditanyangkan untuk merebut pemirsa agar tertarik. Acara-

18

acara tersebut tidak khusus disajikan untuk orang tua atau dewasa saja, tetapi juga
dipersiapkan juga untuk anak-anak misalnya : Mojacko, Spiderman, Shinchan dan
sebagainya. Sedangkan untuk remaja biasanya disajikan tanyangan berseri, baik
sinetron asli maupun saduran yang dapat ditemukan setiap hari.
Dampak globalisasi dalam bidang komunikasi, menjadi siaran televisi
menjadikan siaran televisi sampai ke pelosok-pelosok tanah air. Setiap stasiun
televisi menyuguhkan acara yang menarik untuk "merebut" hati pemirsa terutama
anak-anak. Salah satu contoh tanyangan film Power Rangers yang sering
ditanyangkan pada waktu-waktu anak sedang libur.
Film Power Ranger adalah film anak anak yang ditayangkan oleh stasiun
televisi Indosiar pada setiap hari minggu pagi. Isi dari film Power Rangers
menggambarkan tentang kepahlawanan sekelompok muda mudi dalam
memberantas kejahatan. Disana diperlihatkan bagaimana sekelompok pemuda
tersebut bisa berubah menjadi manusia perkasa yang siap membela kebenaran
dengan mengandalkan jurus jurus mautnya.
Memperhatikan isi cerita film Power Rangers selain menggambarkan
tentang kepahlawanan juga menggambarkan tentang pemecahan masalah yang
selalu dilakukan dengan kekerasan, ini akan mempengaruhi perilaku anak yang
menonton film tersebut.

2.1.3 Perbedaan Kepentingan


Pembahasan ini tidak berusaha membuka front perlawanan keluarga
terhadap televisi, namun penulis ingin menempatkan kedudukan keduanya pada

19

posisi dan bagaimana kemudian masing-masing harus bersikap. Sebab antara yang
satu dengan yang lain pada hakikatnya saling membutuhkan. Keluarga sekarang
yang dikatakan hidup dalam masa modern tidak dapat meninggalkan televisi
dengan berbagai informasi dalam berbagai bentuk pada era globalisasi informasi.
Sementara televisi sebagai lembaga siaran audio visual tak dapat melepaskan diri
dari masyarakatnya.
Dengan kian beragamnya acara tentu makin sulit bagi pemirsa menentukan
acara yang bakal dipilih. Apalagi kalau setiap penghuni rumah memiliki selera
yang berbeda. Bila kondisi demikian terus tumbuh bahkan tidak mungkin setiap
anggota keluarga kelak akan memiliki pesawat TV-nya sendiri seperti yang
sekarang telah terjadi di Jerman. Situasi demikian diramalkan dapat melemahkan
komunikasi dalam keluarga. Walaupun harus kita akui, bahwa televisi memberi
keuntungan bagi anak seperti yang dikatakan oleh Himmerweit dalam bukunya
"Television And the Child", bahwa televisi mengajarkan anak untuk mengenal
kehidupan masyarakatnya dan masyarakat lain. Siaran televisi berfungsi sebagai
wahana proses sosialisasi. Anak-anak diajak mengenal nilai-nilai luhur
masyarakatnya, tetapi mereka juga disuguhi hal-hal lain yang menuntut mereka
memberikan makna sendiri (Dedi Supriadi, 1993:23).
Permasalahan yang dihadapi oleh orang tua jaman sekarang memang
sangat-sangat jauh berbeda dengan di masa lalu. Hal ini terjadi karena dulu
lembaga keluarga memungkinkan orang tua (terutama ibu dengan sepenuhnya
menjadi ibu rumah tangga) untuk dekat dengan anak. Tetapi sejalan dengan
tuntutan keadaan yang mengkondisikan wanita berpeluang meniti karir, peran

20

ganda wanita tentu tidak mudah dilakukan secara sempurna. Peran bapak
kemudian dituntut untuk lebih dini, artinya tanggungjawab pendidikan anak bukan
melulu di pundak ibu, yang pada masa lalu sangat dominan.
Keluarga sebagai bagian masyarakat yang terkecil merupakan inti
terciptanya masyarakat yang lebih luas, sehingga kedudukan keluarga menentukan
bentuk dan corak masyarakat di masa mendatang. Dalam keluarga selayaknya
tercipta harmoni yang menenangkan semua penghuninya serta dapat memberi
bekal psikis yang akan terbawa oleh anggota-anggotanya.
Di depan telah disinggung bahwa tanggungjawab keluarga semakin berat,
karena perkembangan seseorang bukan hanya ditentukan oleh keluarga, tetapi juga
oleh msyarakat dan pemerintah. Termasuk media massa sebagai bagian dari
masyarakat mempunyai andil yang tidak kecil dan bisa dianggap ringan. Dengan
cerita (film, telenovela, sinetron, dan lain-lain) yang biasanya "happy ending" telah
membuat suatu kebahagiaan semu, yang barang kali tidak ditemukan dalam hidup
dan kehidupan sehari-hari. Ingat; telenovela : "Maria Mercedes" kisah seorang
gadis pencuci mobil dan penjual karcis yang berhasil menikah dengan pemuda dari
keluarga kaya. Penontonnya yang mayoritas wanita kemudian tanpa terasa terbawa
dalam alur cerita, menghayati peran serta ikut merasakan penderitaan pelaku
utamanya. Begitupun terhadap telenovela Marisol, Isabel atau sinetron Putri yang
ditukar, Anugrah, dan lain-lain. Mereka seakan lupa bahwa itu hanya cerita yang
dibuat justru untuk "mengelabuhi" penonton, sehingga mereka rela meninggalkan
pekerjaan apapun agar tidak ketinggalan dan alur cerita film yang dikaguminya itu.
Bahkan kini waktu belajar anak-anak diusik oleh hadirnya; "Upin & Ipin karena

21

ditayangkan pada prime time.


Bila dicermati kondisi di atas, di mana mayoritas penonton telenovela
adalah wanita dewasa dapat terhanyut pada alur cerita, bagaimana anak-anak tidak
akan mengalami hal serupa? Tentu tidak menutup mata bahwa berbagai film,
apakah yang khusus untuk anak-anak maupun film konsumsi orang dewasa yang
ikut ditonton anak-anak pada "prime time banyak adegan yang kadang-kadang
kurang layak disaksikan oleh anak-anak.
Keberadaan televisi selain sebagai media informasi (fungsi utama),
mendidik, juga sebagai media memperoleh hiburan, sebab manusia secara naluriah
akan selalu berusaha menciptakan keseimbangan dalam hidupnya dengan rutinitas
yang dialami. Acara siaran tdevisi, khususnya acara hiburan sedikit banyak
mempunyai keterkaitan dengan pendidikan anak terutama melalui pendidikan
dalam keluarga. Bukan hanya isinya, tetapi kehadiran televisi dengan perangkat
siarannya sebenarnya sudah memberikan peluang-peluang bagai terselenggaranya
pendidikan (Muhammad Surya, 1993:24).
Namun ternyata peluang tersebut tidak selalu dapat dimanfaatkan secara
maksimal. Sebab di samping peluang pendidikan, ada sisi lain yang tidak kalah
menggodanya, yaitu hiburan itu sendiri, konsumen (audiens) di Indonesia pada
umumnya belum dapat berperan aktif dalam penentuan acara yang di tayangkan di
Stasiun TV. Berbeda dengan di negara maju seperti Amerika Serikal misalnya.
Sebagaimana hasil penelitian yang dipublikasikan Time Mirror 23 Maret 1993
(Bagong Suyanto, 1995: 27) yang menunjukkan bahwa 75% responden menilai
hiburan televisi terlalu banyak menampilkan adegan kekerasan dan merangsang

22

timbulnya tindak kekerasan di kalangan remaja dan anak-anak. Mereka kemudian


mengusulkan agar pemerintah mencabut ijin televisi yang menampilkan adegan
kekerasan. Para pemasang iklan didesak untuk tidak menyeponsori tayangan yang
penuh kekerasan.
Meskipun hasil penelitian itu belum diketahui tindak lanjutnya, namun
paling tidak hal itu sudah menunjukkan adanya kepedulian dan komitmen
masyarakat terhadap perkembangan bangsanya.
Apa yang terjadi di Amerika tentu tidak dapat begitu saja diberlakukan di
Indonesia, sebab dalam suatu kesempatan ketika ditanyakan kepada Public
Relation Manager salah satu TV swasta di Indonesia; "Mengapa film yang
ditayangkan pada Prime Time banyak yang mengandung unsur kekerasan?"
Jawabnya singkat; "Karena film jenis itu yang banyak menyedot iklan yang mutlak
untuk TV Swasta". Ketika dilanjutkan; "Apa tanggung jawabnya untuk
perkembangan masyarakat, karena film itu tidak hanya ditonton orang dewasa,
tetapi kemungkinan besar juga ditonton oleh anak-anak?" Jawabanya; "Yang
bertanggungjawab terhadap perkembangan anak bukan televisi, tetapi orang tua,
sebab semua tergantung pada norma yang ada dalam keluarga''. Secara sederhana
jawaban itu dapat diterima, namun agaknya para pengelola TV juga perlu
menyadari kedudukan mereka dalam masyarakat yang juga ikut bertanggungjawab
terhadap perkembangan masyarakat. Pengelola TV swasta selayaknya bercemin
dan melakukan Self Control, film dan acara lain tidak hanya asal lolos sensor dari
Lembaga Sensor Film (LSF), juga lolos dari kontrol mereka sendiri sebagai wujud
tanggungjawab, seperti yang selama ini sudah dilakukan media cetak,

23

Menghadapi dilema ini patut disadari bahwa beratnya tantangan yang harus
dihadapi para keluarga terhadap intervensi televisi, Sebab tidak banyak orang tua
yang tahu dan mau mendampingi anak-anak untuk nonton TV atau paling tidak
memberi gambaran pada anak (yang pada dasarnya mereka bagai kertas pulih)
dengan kesibukan yang menumpuk, atau ada orang tua yang masih mementingkan
diri sendiri bila ia harus memilih, sebab tidak jarang orang tua menonton acara
kesukaannya sementara anak dipersilahkan sibuk dengan acara sendiri (kalau tidak
ikut nonton) atau menonton acara yang disukainya di kamarnya sendiri atau di
rumah tetangga.
Budaya memberi fasilitas pada anak nampaknya juga mulai merambat ke
Indonesia seiring dengan naiknya status ekonomi sekaligus upaya semu
"menebus"" rasa bersalah orang tua yang kian terbatas waktunya untuk anak.
Diharapkan bila anak mendapat televisi sendiri, paling tidak ia akan banyak diam
di rumah dan pengasuhnya tidak akan terlalu disibukkan oleh anak asuhannya. Di
sini orang mulai lupa bahwa anak tidak sekedar butuh hiburan, tetapi juga
sosialisasi untuk mengembangkan pribadi dan kemampuannya. Tidak hanya diberi
fasilitas (fisik) tetapi juga ingin diajak bicara dengan bahasa yang sebenarbenarnya mereka pahami dan perlukan.
Di sisi lain televisi (swasta) sebagai "lembaga yang tidak bisa melepaskan
diri dan unsur bisnis dan profit tidak mudah untuk menerima kritik masyarakat
mengenai apa yang mereka tayangkan, sejauh itu mereka pandang "tidak benarbenar" mengkhawatirkan.

24

Tidak dapat disangkal bahwa tujuan utama manajemen televisi (kecuali


TVRI) adalah bagaimana mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya, sehingga
tidak aneh bila stasiun TV bergabung mempertanyakan penelitian yang dilakukan
YKAI dan Balitbang Deppen tersebut. Mereka berusaha keras membantah dengan
mengatakan bahwa apa yang ditayangkan oleh televisi tidak berpengaruh langsung
terhadap perilaku pemirsa. Sebab di kalangan pakar sendiri sampai sekarang masih
terdapat pro dan kontra pandangannya mengenai masalah ini. Pendapat yang
menolak anggapan bahwa televisi berpengaruh terhadap perilaku pemirsa agaknya
diperkuat oleh Laporan Studi yang dilakukan di Amerika Serikat dengan tajuk;
''Televison and Growing Up : The Impact of Television Violence (1972)" yang
menemukan korelasi dalam taraf signifikansi hanya 0,20 sampai 0,30 antara
ekspose tindakan kekerasan di televisi dengan perilaku agrasif pemirsa yang pada
umumnya adalah anak-anak muda (Budi Astuti, 2000:26). Atau penelitian yang
dilakukan oleh Wisnu Martini dan MG. Adiyanti dari Universitas Gajah Mada
yang membuktikan film-film kartun televisi yang mengandung unsur kekerasan
tinggi ternyata tidak menyebabkan agresivitas pada sejumlah anak Taman Kanakkanak (Dedi Supriadi, 1993:98). Sedangkan pendapat yang menerima anggapan
bahwa siaran televisi berpengaruh terhadap perilaku pemirsa diperkuat oleh hasil
penelitian di Erasmus Rotterdam pada tahun 1998 yang menemukan bahwa pelajar
setingkat lanjutan pertama dan atas yang menonton televisi sampai 4-5 jam sehari
ternyata mempunyai minat baca rendah. Mereka cenderung hanya membaca bukubuku wajib karena sebagian waktunya tersita untuk acara-acara televisi (Bagong
Suyanto, 1995:26).

25

Dari beberapa uraian di atas, sudah sepantasnya keluarga yang dalam hal ini
dimotori oleh orang tua mulai mempersiapkan diri untuk mengantisipasi situasi
yang terus berkembang dan dihadapi oleh anak-anak. Sebab memang tidak
selamanya acara hiburan dapat memberikan rasa senang dan kebahagiaan, tetapi
ada kalanya dapat menimbulkan hal-hal sebaliknya, yaitu perilaku-perilaku yang
tidak terkendali, kecuali acara tertentu yang menghambat kegiatan-kegiatan lain
yang lebih penting, pengikisan nilai-nilai, perilaku yang menyimpang, mengurangi
motivasi belajar, sikap acuh tak acuh terhadap hal-hal yang baik dan normatif,
individualitas berlebihan dan sebagainya (Muhammad Surya, 1993:78).
Sikap hati-hati orang tua perlu dipertajam tanpa mengurangi upaya
mengembangkan imajinasi anak, karena tidak bisa memaksa televisi untuk selalu
menayangkan acara yang kita suka dan yang kita butuhkan, sebab tidak mungkin
memuaskan semua pihak dalam waktu yang sama. Mengingat keadaan masyarakat
Indonesia yang benar-benar beragam suku, agama, bahasa, budaya dan lain
sebagainya. Televisi adalah benda mati, maka pemirsalah yang seharusnya
menempatkan diri sebagai pihak yang aktif agar tidak mudah dipengaruhi dan
dibentuk oleh media. Pemirsa yang harus menentukan mana acara yang layak
ditonton dan mana yang tidak. Karena memang pengaruh tayangan televisi tidak
berdiri sendiri, tetapi ia merupakan suatu "penyulut" yang penting terhadap potensi
(positif atau negatif) yang telah ada pada seseorang. Isi pesan televisi dengan
sendirinya tidak terlepas dari masalah-masalah yang ada dalam masyarakat, yaitu
masalah sosial, ekonomi, politik dan budaya (Astrid Susanto, 1993:22).

26

2.1.4 Peran Keluarga


Menghadapi "serangan" yang bertubi-tubi itu tentu memerlukan kiat
tersendiri yang seharusnya mulai dilakukan oleh para orang tua selaku manajer
rumah tangga agar anak yang kelak diharapkan menjadi baik tidak direngut oleh
media dan anak dapat mengembangkan diri semaksimal mungkin.
Ibarat air hujan yang mengikis batu, seperti juga semua yang over akibat
tidak baik, demikian juga akibat yang mungkin ditimbulkan oleh acara-acara yang
ditayangkan televisi. Sedikit-sedikit lama kelamaan menjadi bukit. Bisa jadi yang
timbul tidak seekstrim yang dibayangkan, dalam arti anak berbuat tindak kejahatan
atau kekerasan, tetapi dalam kondisi yang lebih ringan mereka akan menjadi apatis
dan tidak peduli kepada lingkungan nyata yang ada di sekelilingnya. Misalnya
anak diam saja ketika melihat seorang temannya memukul teman yang lain. Studi
yang dilakukan Robert Coles dari Universitas Havard (Dedi Supriadi, 1993:76)
yang dimuat dalam TV Guide, Juni 1986 menemukan bahwa: "Situasi keluargalah
yang menjadi variabel moderator hubungan antara tayangan tindak kekerasan di
televisi dengan perilaku tertentu pada anak-anak". "What makes some foods more
vulnerable to the worst of TV?
Dengan demikian maka keluarga hendaknya mengajarkan pada anak bahwa
kitalah yang harus mengeksploitasi televisi, bukan sebaliknya kita dieksploitasi
media. Kita yang harus mengatur media, bukan media yang mengatur semua roda
kehidupan kita.
Berdasar penjelasan di atas, maka perlu beberapa kiat yang ditawarkan
kepada orang tua untuk menghadapi televisi dewasa ini, yakni:

27

(1) Pendidikan mental


Pendidikan mental memang perlu ditanamkan sejak dini agar anak tidak
mudah terpengaruh oleh apa yang mereka lihat di kotak ajaib yaitu "televisi".
Bentengi dengan pendidikan agama yang ditanamkan sejak awal, hal itu
diharapkan mampu menjadi pegangan hidupnya di masa mendatang. Anak sudah
dikenalkan pada baik buruk, boleh tidak boleh, layak tidak layak, dan lain-lain
sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
(2) Komunikasi
Komunikasi dengan orang tua yang diperlukan agar anak biasa berbagi
(share) rasa dengan orang tua dan terkondisi untuk mengeluarkan pendapat di
hadapan orang tua. Dengan demikian akan tercipta komunikasi timbal balik antara
orang tua dan anak. Bila kondisi ini terbentuk sejak dini, maka hingga anak dewasa
mudah-mudahan ia akan selalu percaya kepada orang tua dan tidak mencari
sumber informasi dari luar yang barangkali sulit dipertanggungjawabkan.
(3) Mendidik dengan kasih sayang
Bagi sebagian orang menunjukkan kasih sayang diwujudkan dengan
memanjakan anak, baik secara fisik maupun psikis. Memanjakan anak dalam
bentuk fisik adalah menuruti semua pennintaan anak yang berwujud benda nyata.
Dalam bentuk psikis adalah munculnya sikap terlalu melindungi. Kasih sayang
dapat ditunjukkan dengan perhatian yang cukup, dimana anak dapat merasakan
kasih sayang orang tua. Situasi seperti ini akan membuat anak belajar menyayangi
orang lain dan lingkungannya, yang kemudian dapat menjadi benteng pribadinya
dari penyimpangan-penyimpangan.

28

(4) Memberi/memilih lingkungan yang baik


Pendidikan yang baik dalam keluarga harus mendapat dukungan lingkungan
yang baik pula, sebab dengan memberi lingkungan yang baik akan tercipta kondisi
yang subur untuk mengembangkan diri anak secara maksimal. Di sini bukan
berarti anak "disucikan", namun harus memberi landasan yang baik sehingga ia
mampu memahami kondisi lain yang beragam.
(5) Membentuk sikap selektif
Norma keluarga yang ditanamkan sejak masa kanak-kanak biasanya akan
terbawa hingga anak menjadi dewasa. Dalam menonton televisipun anak sudah
dapat mulai diajari sikap selektif, Artinya anak diarahkan agar mampu memilih
acara yang benar-benar diperlukan untuk mengembangkan dirinya ke arah yang
positif. Tentu tidak bijaksana bila orang tua selalu mengeluarkan jurus "harus" dan
"tidak". Anak tidak boleh nonton itu, tetapi harus yang ini misalnya.
Sebab anak juga perlu dihadapkan pada kenyataan, sehingga anak tidak
"steril" dan "kuper" yang sewaktu temannya bercerita tentang "Tendangan Si
Madun" atau "Mojacko" dia hanya bengong terpaku. Rasa percaya diri anak tetap
perlu ditumbuhkan antara lain ditampakkan pada keleluasaan wawasannya. Jadi
anak bukan hanya menonton film anak-anak, tetapi juga ada kalanya mereka juga
perlu menyimak kuis, seni, berita dan lain-lain.
(6) Kompromi
Anak seperti orang dewasa, ada kalanya mereka ingin menonton acara yang
menarik bagi mereka, namun pada waktu yang saam mereka juga harus
mengerjakan tugas (membantu orang tua, belajar, mengerjakan pekerjaan rumah,

29

dan sebagainya). Menghadapi masalah seperti ini orang tua dapat membantu
kesepakatan dengan apa atau mana yang akan dilakukan terlebih dahulu. Nonton
TV atau mengerjakan tugasnya. Dengan demikian anak dibiasakan untuk memilih
dan memutuskan masalahnya sendiri. Ini menurut para ahli perkembangan anak
membantu terbentuknya sikap mandiri, yang tentu saja harus disertai dengan
penanaman kedisiplinan terhadap apa yang mudah disepakati.
(7) Contoh dari orang tua
Semua kiat di atas tidak dapat sepenuhnya berhasil bila tanpa contoh
(teladan) dari orang tua, sebab pada dasamya anak lebih cenderung meniru yang
dilakukan oleh orang tuanya. Inilah konsekuensinya yang harus dibayar oleh para
orang tua dalam menanamkan norma-norma dalam keluarga (Budi Astuti, 2000:
28-29)
Berdasarkan beberapa uraian di atas dari kutipan di atas dapat dikemukakan
keluarga hendaknya mengajarkan pada anak bahwa kitalah (orang tua) yang harus
memanfaatkan televisi, bukan televisi yang memanfaatkan kita. Perlu ditekankan
bahwa waktu luang kita tidak hanya untuk menonton TV, tetapi perlu bergaul,
mengembangkan pribadi melalui kegiatan lain. Kita yang harus menempatkan diri
sebagai pribadi yang aktif agar tidak mudah dipengaruhi dan dibentuk oleh TV.
Kita yang menentukan mana cara yang layak ditonton dan mana yang tidak. Orang
tua selaku manajer dalam keluarga perlu melakukan langkah-langkah antisipasi
terhadap kemungkinan yang ditimbulkan oleh berbagai acara di televisi.

30

2.2 Perkembangan
2.2.1 Pengertian perkembangan
Para pakar psiklogi perkembangan pada umumnya membatasi pandangan
perkembangan hanya pada perubahan yang mengarah pada reorganisasi kualitatif
struktur perilaku, ketrampilan, atau kemampuan.
Para pakar psikologi perkembangan menyakini bahwa perkembangan terdiri
atas dua proses, yaitu integrasi dan diferensiasi. Integrasi mengacu pada gagasan
bahwa perkembangan terdiri atas integrasi dari struktur dari yang paling dasar,
yakni perilaku yang dimiliki sebelumnya dengan perilaku baru, kepada struktur
pada tingkat yang lebih tinggi. Misalnya, bayi belajar untuk memperolah objek
yang telah dipelajari seperti mengkoordinasikan berbagai ketrampilan seperti,
menggerakkan tangan, dan menggenggam objek. Diferensiasi mengacu pada
gagasan bahwa perkembangan menunjukkan kemajuan kemampuan yang
ditunjukkan secara berbeda ketika menghadapi objek yang berbeda. Misalnya,
ketika anak menggenggam benda kecil akan berbeda caranya ketika harus
menggenggam benda yang besar. Dengan demikian perkembangan merupakan
proses kombinasi antar integrasi dan diferensiasi.
Hurlock (1978) menyatakan bahwa perkembangan dapat didefinisikan
sebagai deretan kemajuan dari perubahan yang teratur dan koheren. Kemajuan itu
ditunjukkan adanya perubahan yang terarah, membimbing kearah kemajuan, dan
bukan mundur. Teratur dan koheren menunujukkan hubungan yang nyata antara
perubahan yang terjadi dan yang telah mendahului atau mengikutinya.

31

Monk et. al (1991) menyatakan bahwa perkembangan menunjukkan suatu


proses tertentu, yaitu proses menuju ke depan dan tidak begitu saja dapat diulang
kembali. Selanjutnya Werner (1969) (dalam Monk dkk, 1991) menegaskan bahwa
perkembangan menunujuk pada perubahan-perubahan dalam suatu arah yang
bersifat tetap.
Perkembangan berhubungan dengan proses belajar, terutama mengenai
isinya, yaitu tentang apa yang akan berkembang berkaitan dengan perbuatan
belajar. Di samping itu juga bagaimana sesuatu hal itu dipelajari, apakah melalui
menghafal atau melalui peniruan atau dengan menangkap hubungan-hubungan, ini
semua ikut menentukan proses perkembangan.
Dapat pula dikatakan bahwa perkembangan sebagai suatu proses yang kekal
dan tetap yang menuju ke arah suatu organisasi tingkat integrasi yang lebih tinggi
terjadi berdasarkan pertumbuhan, kematangan, dan belajar.
Perkembangan psikologi merupakan suatu proses yang dinamik. Dalam
proses tersebut, sifat individu dan sifat lingkungan pada akhirnya menentukan
tingkah laku apa yang akan diaktualisasikan dan dimanifestasikan.

2.2.2 Prinsip-prinsip perkembangan


Baltes (1987) mengartikulasikan enam prinsip yang dapat digunakan untuk
mengkaji perkembangan manusia. Dinyatakan bahwa prinsip-prinsip yang
dikembangkan ini membentuk keyakinan yang menspesifikasikan pandangan
perkembangan secara koheren.

32

Beberapa prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut:


(1) Perkembangan berlangsung sepanjang hayat. Prinsip ini memiliki dua aspek,
yaitu:
a. Potensi perkembangan akan terjadi sepanjang hidup manusia, dan tidak ada
asumsi bahwa kehidupan seseorang akan mencapai puncak perkembangan
kemudian menurun kembali pada waktu orang itu dewasa atau berusia tua.
b. Perkembangan tidak akan terjadi pada saat seseorang belum lahir, dan
perkembangan itu akan berlangsung sepanjang hayat.
(2) Perkembangan

bersifat

multidimensional

dan

multidireksional.

Multidimensional mengacu pada kenyataan bahwa perkembangan tidak dapat


digambarkan melalui criteria tunggal, seperti perilaku yang bersifat meningkat
ketika masih berusia anak-anak atau menurun ketika seseorang itu telah
dewasa atau sudah tua. Multidireksional mengacu pada hasil perkembangan
dicapai melalui berbagai cara, dan perkembangan itu terdiri dari berbagai
kemampuan yang dimiliki oleh individu yang ditunjukkan melalui berbagai
perubahan.
(3) Perubahan mengacu pada perolehan dan kehilangan. Perkembangan itu
mencakup aspek-aspek pertumbuhan dan penurunan. Misalnya, sekolah
mampu meningkatkatkan pengetahuan anak dan mengembangkan kemampuan
kognitifnya, namun mereka juga kehilangan kreativitas karena harus
mengikuti aturan yang ditetapkan oleh sekolah. Kedua aspek perkembangan
itu, yakni pertumbuhan dan penurunan, tidak perlu terjadi sama kuatnya, dan
keseimbangan antara perolehan dan kehilangan itu setiapkali dapat berubah.

33

(4) Perkembangan itu bersifat lentur, yakni adanya variabelitas diri seseorang
sehinggga memungkinkan adanya perkembangan atau perilaku tertentu.
(5) Perkembangan berada dalam latar tertentu dan historic. Bersifat kontekstual
karena seseorang berada di suatu lingkungan akan berbeda perkembangannya
dengan seseorang yang berada di lingkungan lain. Bersifat historis karena
periode waktu tertentu dimana seseorang itu tumbuh akan mempengaruhi
perkembangannya.
Ruffin (2001) menyatakan bahwa walaupun terdapat perbedaan secara
individual pada kepribadian anak, prinsip-prinsip dan karakteristik perkembangan
itu menunjukkan pola-pola yang bersifat universal.
(1) Perkembangan itu berproses dari bagian kepala menuju ke kaki. Prinsip ini
dinamakan prinsip kepala ke kai (cephalocaudle principle). Pada mulanya
anak mengendalikan kepalanya, kemudian tangannya dan selanjutnya kaki.
Bayi mengendalikan kepala dan gerakan raut muka dalam waktu dua bulan
setelah kelahiran. Dalam beberapabulan berikutnya, bayi mampu mengangkat
dirinya denagn menggunakan bantuan tangan. Pada usia 6-12 bualan, bayi
mulai mengendalikan kakinya dan mampu merangkak berdiri, dan berjalan.
Koordinasi tangan bayi itu biasanya mendahului koordinasi kakinya.
(2) Perkembangan berproses dari tubuh bagian dalam menuju tubuh bagian luar.
Prinsip ini disebut prinsip perkembangan proksimodistal (proximodistal
development). Ini berarti tulang belakang perkembangan terlebih dahulu
sebelum tubuh bagian luar. Lengan anak berkembang terlebih dahulu sebelum
keseluruhan fungsi tangan, dan kaki berkembang terlebih dahulu sebelum jari-

34

jari kaki itu berfungsi.


(3) Perkembangan tergantung pada kematangan dan belajar. Kematangan
mengacu pada karakteristik pertumbuhan dan perkembangan biologios.
Perubahan biologis terjadi pada urutan tertentu dan dapat memberikan
kemampuan tertentu pada anak. Perubahan otak dan system syaraf akan
menentukan kematangan anak.
(4)

Perkembangan berproses dari sederhana (konkrit) menuju kepada yang lebih


kompleks.

(5)

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang berkesinambungan.


Anak akan selalu berkembang dan dalam perkembangan itu anak
menambahkan ketrampilan yang telah diperolah sebelumnya, kemudian
ketrampilan baru yang diperoleh itu menjadi dasar untuk memperolah atau
menguasai kecakapan yang lebih kompleks.

(6)

Pertumbuhan dan perkembangan berproses dari kecakapan umum ke


kecakapan

spesifik.

Dalam

perkembangan

motorik,

bayi

mampu

menggenggam objek dengan kedua tangannya sebelum mampu memegang


dengan satu tangan. Pada mulanya, gerakan motorik bayi itu bersifat umum,
tidak terarah, dan reflektif, mengayun-ayunkan tangannya atau bahkan
menendang-nendang sebelum mampu menjangkau objek tertentu. Ini karena
pertumbuhan itu terjadi dari gerakan otot besar menuju gerakan otot kecil atau
otot halus.
(7) Tingkat pertumbuhan dan perkembangan bersifat individual. Setiap anak
berbeda sehingga tingkat pertumbuhannya juga berbeda. Walaupun pola-pola

35

dan urutan pertumbuhan

dan perkembangan anak itu biasanya sama pada

semua anak, tingkat pencapaian tahap perkembangannya akan berbeda.

2.2.3 Teori-Teori Perkembangan


Banyak teori yang muncul dalam pengkajian perkembangan, dan berbagai
teori yang muncul itu selalu mengusung perdebatan diantara para pakar psikologi
perkembangan. Beberapa teori yang hingga kini masih terjadi perdebatan yaitu teori:
(1) Continuity dan Discontinuity
Ada dua proposisi yang berlawanan tentang perubahan perkembangan.
Sebagian pakar menyatakan bahwa perkembangan itu sebaiknya dipandang sebagai
proses yang berkesinambungan (continous process). Dalam arti perkembangan
dipandang sebagai proses akumulasi perilaku yang selalu meningkat. Dalam teori ini
proses perkembangan bersifat lembut dan teratur, dan setiap perubahan selalu
berkaitan dengan kemampuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Berbeda dengan pandangan tersebut adalah teori tentang discontinuity,
dimana perubahan itu tidak bersifat kesinambungan. Teori ini menyatakan bahwa
kadang-kadang perilaku berubah secara kualitatif, dan organisasi perilaku baru dapat
muncul dalam bentuk yang bersifat beragam. Teori kedua ini kemudian
memunculkan pandangan tentang tahap-tahap perkembangan manusia, yakni
organisasi perilaku manusia yang menandai adanya perkembangan dalam waktu
tertentu.
(2) Teori Kematangan dan Perubahan.
Penelitian tentang anak kadang-kadang menunjukkan adanya stabilitas aspek-

36

aspek perkembangan, seperti kelekatan kepada orangtua, namun dalam penelitian


lain menunjukkan bahwa emosi anak dapat diubah oleh lingkungannya, terutama
oleh pengasuhnya.
Aspek penting dari adanya perbedaan pendang tersebut perlu dikaitkan
dengan pengalaman masa kanak-kanak yang memainkan peranan pembentukan
pada perkembangan masa berikutnya. Freud merupakan salah seorang pakar pakar
psikologi pertama yang menekankan pada pentingnya pengalaman masa kanakkanak karena mempengaruhi perkembangan pada masa berikutnya. Secara sama,
Erik erikson percaya bahwa cara-cara seseorang menyelesaikan masalah
perkembangan kehangatan, kepedulian dengan orangtua atau kemampuan berpikir
dan bertindak secara otonomi merupakan faktor penting bagi perkembangan
berikutnya.

2.3 Perilaku
2.3.1 Pengertian Perilaku
Definisi perilaku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggapan
atau reaksi individu yang terwujud digerakan (sikap); tidak saja badan atau ucapan.
Simpang, sebagai kata dasar menyimpang memiliki pengertian sebagai (1) sesuatu
yang memisah (membelok, bercabang, melencong, dan sebagainya) dari yang lurus
(induknya).
Perilaku adalah merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang
yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun
orang yang melakukannya.

37

Perilaku mempunyai beberapa dimensi:


(1) Fisik, dapat diamati, digambarkan dan dicatat baik frekuensi, durasi dan
intensitasnya.
(2) Ruang, suatu perilaku mempunyai dampak kepada lingkungan (fisik maupun
sosial) dimana perilaku itu terjadi.
(3) Waktu, suatu perilaku mempunyai kaitan dengan masa lampau maupun masa
yang akan datang.
Perilaku diatur oleh prinsip dasar perilaku yang menjelaskan bahwa ada
hubungan antara perilaku manusia dengan peristiwa lingkungan. Perubahan
perilaku dapat diciptakan dengan merubah peristiwa didalam lingkungan yang
menyebabkan perilaku tersebut
Perilaku dapat bersifat covert ataupun overt
(1) Overt artinya nampak (dapat diamati dan dicatat)
(2) Covert artinya tersembunyi (hanya dapat diamati oleh orang

yang

melakukannya).
Fokus pengubahan perilaku kepada perilaku yang dapat diamati (perilaku
overt). Pengubahan perilaku adalah suatu bidang psikologi yang berkaitan dengan
analisa dan pengubahan perilaku manusia (Miltenberger, Tahun 2001)
(1) Analisa artinya mengidentifikasi hubungan fungsional antara lingkungan
dengan perilaku tertentu untuk memahami alasan suatu perilaku terjadi.
(2) Pengubahan berarti mengembangkan dan mengimplementasikan prosedur
pengubahan perilaku untuk membantu orang mengubah perilakunya
(mengubah peristiwa-peristiwa lingkungan yang mempengaruhi perilaku).

38

Pengubahan perilaku adalah penerapan yang terencana dan sistematis dari


prinsip belajar yang telah ditetapkan untuk mengubah perilaku mal adaptif (Fisher
& Gochros, 1975). Perilaku maladaptif adalah perilaku yang mempunyai ciri
sebagai berikut: menimbulkan akibat yang tidak
maupun

menyenangkan bagi pelaku

lingkungannya, tidak sesuai dengan peranan dan fungsi individu

pelakunya, tidak sesuai dengan stimulus yang dimunculkan oleh lingkungannya.


Pengubahan perilaku adalah penerapan yang terencana dan sistematis dari
prinsip belajar yang telah ditetapkan untuk mengubah perilaku mal adaptif (Fisher
& Gochros, 1975)

2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Perilaku


Beberapa kondisi baik kondisi yang bersifat internal maupun yang bersifat
eksternal, dapat menyebabkan dominannya perilaku seseorang. Kondisi-kondisi
tersebut adalah:
(1)

Kondisi kesehatan.

Kesehatan

yang

baik

mendorong

emosi

yang

menyenangkan menjadi dominan dan sebaliknya. Hal ini berpengaruh pada


perilaku anak, keadaan emosi anak baik perilaku anak baik pula begitu juga
sebaliknya jika emosi nak kurang baik maka perilau anak juga menjadi tidak
baik atau kurang baik.
(2)

Suasana rumah, jika anak tumbuh dalam lingkungan rumah yang lebih
banyak berisi kebahagiaan dan apabila pertengkaran, kecemburuan, dendam,
dan perasaan lain yang tidak menyenangkan diusahakan sesedikit mungkin,
maka anak akan lebih banyak mempunyai kesempatan menjadi anak yang

39

bahagia.
(3)

Cara mendidik anak. Mendidik anak secara otoriter, yang menggunakan


metode hukuman untuk memperkuat kepatuhan secara ketat, akan
mendorong anak berprilaku menentang. Cara mendidik anak yang bersifat
demokratis dan permisif, aka menimbulkan suasana rumah yang lebih santai
yang akan menunjang anak berperilaku menyenangkan.

(4)

Hubungan dengan anggota keluarga. Hubungan yang tidak rukun dengan


orangtua atau saudara akan menimbulkan perilaku yang tidak baik lebih
dominan muncul.

(5)

Hubungan dengan teman sebaya. Jika anak diterima dengan baik oleh
kelompok teman sebaya maka perilaku yang menyenangkan (baik) akan
muncul, sedangkan apabila anak diabaikan oleh kelompok maka perilaku
yang tidak menenangkan akan dominan muncul.

(6)

Perlindungan yang berlebihan. Orangtua yang melindungi anak secara


berlebihan (overprotective), yang hidup dalam prasangka bahaya tehadap
segala sesuatu, akan menimbulkan rasa takut anak menjadi dominan. Denagn
kata lain anak tersebut tumbuh menjadi seorang yang penakut.

(7)

Aspirasi orangtua. Jika orangtua mempunyai aspirasi tinggi yang tidak


realistis bagi anak-anaknya, anak aka menjadi canggung, malu dan merasa
bersalah apabila menyadari kritik orangtua bahwa mereka tidak dapat
memenuhi harapan-harapan tersebut.

(8)

Bimbingan. Yaitu bimbingan orangtua untuk berperilaku baik diperlukan


oleh anak agar anak mengetahui hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal

40

yang tiodak boleh dilakukan.


(9)

Kondisi psikologis.

(10) Kondisi lingkungan.

2.3.3 Peran Orangtua Dan Lingkungan Dalam Pekembangan Perilaku


Peran artinya: Suatu bagian memegang pimpinan yang terutama (terjadi
suatu hal atau peristiwa) misalnya tenaga ahli dan buruh yang memegang peran
penting dalam pembangunan Negara (Poerwadarminta, 1996:735).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa peran merupakan
seperangkat tingkat yang diharapkan untuk dimiliki oleh seseorang yang
berkedudukan dalam masyarakat atau yang merupakan bagian utama yang harus
dilakukan (Depdikbud, 1998:667).
Adapun peran yang penulis maksud dalam skripsi ini adalah keikutsertaan
orangtua dan lingkungan (guru, sekolah dan masyarakat) dalam mempengaruhi
perkembangan perilaku anak.
Ngalim Purwanto (2006:169) menegaskan peran guru adalah terciptanya
serangkaian tingkah yang saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu
serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan
ssiwa yang menjadi tujuannya. Guru di sekolah selain mengajar, memberikan
macam-macam ilmu pengetahuan dan ketrampilan

kepada anak-anak juga

mendidik.
Menurut Cleife (dalam Soemiarti, 2000:85) guru adalah pemegang otoritas
atas cabang-cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan,

41

walaupun begitu tugas guru tidak hanya menuangkan ilmu pengetahuan ke dalam
otak para siswa tetapi melatih ketrampilan (karsa) dan menanamkan sikap serta
nilai (rasa) kepada mereka.

2.4 Belajar
2.4.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan
belajar itu mencakup segala sesuatau yang dipikirkan dan dikerjakan oleh
seseorang. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan,
sikap, perilaku, keyakinan, tujuan, kepribaadian, dan bahkan persepsi seseorang.
Beberapa pengertian tentang belajar:
(1) Gege dan Berliner (1983:252) menyatakan bahwa belajar merupakan proses
dimana suatu organisasi mengubah perilakunya karena dari hasil pengalaman.
(2) Morgan et.al. (1986:140) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan
relative permanen yang terjadi karena hasl dari praktik atau pengalaman.
(3) Slavin (1994;152) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu
yang disebabkan oleh pengalaman.
(4) Gagne (1997:3) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi
atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan
perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.
Dari keempat pengertian di atas tampak bahwa konsep tentang belajar
mengandung tiga unsur utama yaitu:
(1) Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku

42

Perilaku mengacu pada suatu tindakan. Perilaku yang tampak (overt


behavior) seperti berbicara, menulis, mengerjak sesuatu dapat memberi
pemahaman tentang perubahan perilaku sesesorang. Dalam belajar di sekolah,
perubahn perlaku itu menagcu pada kemampuan mengingat atau menguasai
berbagai bahan ajar dan kecenderungan peserta didik memiliki sikap dan nilai-nilai
yang diajarkan oleh peserta didik, sebagaimana telah dirumuskan di dalam tujuan
peserta didikan.
(2) Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman
Pengalaman dapat membatasi jenis jenis perubahan perilaku yang
dipandang mencerminkan belajar. Pengalamna dalam pengertian belajar dapat
berupa pengalaman fisik, psikis dan social. Oleh karena itu perubahan perilaku
yang disebabkan oleh faktor obat-obatan, adaptasi penginderaan, dan kekuatan
mekanik, misalnya, tidak dipandang sebagai perubahan yang disebabkan oleh
pengalaman.
(3) Perubahan perilaku karena belajar besifat relatif permanen
Lamanya perubahan perilaku yang telah terjadi pada diri seseorang adalah
sukar untuk diukur. Perubahan perilaku itu dapat berlangsung selama satu hari,
satu minggu, satu bulan, atau bahkan bertahun-tahun.
Pengertian belajar adalah berbeda dengan pengertian pertumbuhan dan
perkembangan (Shephert dan Ragan, 1982:35-36). Pertumbuhan merupakan
karakteristik individu yang diperoleh dari kehidupan. Biasanya istilah pertumbuhan
(growth) digunakan untuk menunjukkan pertambahan jumlah seperti berat, tinggi,
dan sejenisnya. Belajar (learning) mengacu pada perubahan perilaku yang terjadi

43

sebagai akibat dari interaksi antara individu denagn lingkungannya. Apa yang
dipelajari seseorang dapat diuraikan dan disimpulkan dari pola-pola perubahan
perilakunya. Perkembangan (development) mengacu pada perubahan yang
dihasilkan dari kombinasi pengaruh pertumbuhan dan belajar.

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Belajar


Peristiwa belajar yang terjadi pada diri peserta didik dapat diamati dari
perbedaan perilaku sebelum dan setelah berada dalam peristiwa belajar.
Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap proses dan hasil belajar
adalah kondisi internal dan eksternal peserta didik. Kondisi internal mencakup
kondisi fisik, seperti kesehatan tubuh; kondisis psikis, seperti kemampuan
intelektual, emosional; dan kondisi social, seperti kemampuan bersosialisasi
dengan lingkungan.
Kondisi eksternal seperti variasi dan tingkat kesulitan materi belajar
(stimulus) yang dipelajari (direspon), tempat belajar, iklim, suasana lingkungan,
dan budaya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan, proses, dan hasil
belajar.

2.5 Anak Usia Dini


2.5.1 Pengertian Anak Usia Dini
Dunia anak adalah dunia yang penuh dengan canda tawa dan kegembiraan
sehingga orang dewasa akan ikut terhibur dengan hanya melihat tingkah polah
mereka, demikianlah gambaran karakter seorang anak (Siti Aisyah, 2008:1.3).

44

Ada beberapa definisi tentang anak usia dini baik ditinjau dari sisi umur,
psikologi, maupun secara fisik. Berikut ini dipaparkan beberapa pengertian tentang
pengertian anak usia dini.
(1) Anak usia dini adalah anak yang berada dalam dalam rentang usia 0 8 tahun
yang tercakup dalam program pendidikan di taman penitipan anak dalam
keluarga (family child care home), pendidikan Pra-Sekolah, Taman Kanakkanak dan Sekolah Dasar.
(2)

Sedangkan menurut Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang system


pendidikan nasional pada Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa pendidikan
anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun (0 6 tahun) yang dilakukan
melalui

pemberian

rangsangan

pendidikan

anak

untuk

membantu

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki


kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Depdiknas, 2003).
(3)

UNESCO menetapkan bahwa anak usia dini adalah anak dengan usia tiga
sampai lima tahun (3 5 tahun).

2.5.2 Teori Perkembangan Anak


2.5.2.1 Teori Piaget (Teori Perkembangan Kognitif)
Pandangan dasar dari teori ini adalah Pertama, yaitu keterlibatan anak
secara aktif dengan lingkungan fisik melalui pengalaman langsung. Kedua, bahwa
anak sudah memiliki motivasi dalam diri untuk mengembangkan intelektual
berkembang terus menerus dan ketiga, bahwa anak sudah memiliki motivasi dalam

45

diri untuk mengembangkan intelektual (Wijana, 2006:22).


2.5.2.2 Teori Kholberg dan Thomas likona (Teori Perkembangan Moral)
Teori ini menekankan kepada tahapan perkembangan moral anak
berdasarkan usia yang dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
(1) Fase berfikir egosentris, usia 1 sampi 4-5 tshun
(2) Fase patuh tanpa syarat, usia 4-5 sampa 6 tahun
(3) Fase balas membalas, usia 6,5 tahun sampai 8 tahun.
(4) Fase memenuhi harapan lingkungan, usia 8 tahun sampai 13 tahun atau 14
tahun. (Siti Aisyah, 2008:3.6).
2.5.2.3 Teori Brofenbrenner (Teori Ekologi dan Kontekstual)
Teori ini mengemukakan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh 4
(empat) hal, yaitu :
(1) Konteks Mikrosistem, yang terdiri atas keluarga, sekolah, dan temantemannya.
(2) Konteks Mesosistem, yaitu hubungan antara keluarga dwngan sekolah,
sekolah dengan kelompok anak sebaya atau keluarga dengan sekelompok anak
sebaya.
(3) Konteks Ekosistem, yaitu hal-hal yang ada di sekitar anak yang mempengaruhi
anak tersebut. Misal kebijakan pemerintah, pekerjaan orangtua, dan lain
sebagainya.
(4) Konteks Makrosistem, yaitu kondisi global di mana anak tersebut hidup,
lingkungan social, budaya, dan agama (Siti Aisyah, 2008:3.7).

46

2.5.2.4 Teori Friderich Wilhem Froebel (Teori Perkembangan Otoaktivitas)


Teori ini mengatakan bahwa perkembangan otoaktivitas merupakan prinsip
utama pendidikan anak. Anak didik harus didorong untuk aktif sehingga dapat
melakukan berbagai kegiatan yang produktif. Prinsip kedua adalah kebebasan atau
suasana merdeka.
Otoaktivitas anak tumbuh dan berkembang jika pada anak diberikan
kesempatan dalam suasana bebas sehingga anak mampu berkembang sesuai
potensinya masing-masing. Prinsip ketiga adalah pengamatandan peragaan.
Kegiatan ini dimaksudkan terutama dalam mengembangkan seluruh indra anak
(Wijana, 2006:2,18).

2.5.3 Tahap-tahap Perkembangan Anak Usia Dini


Setiap tahap perkembangan anak usia dini memiliki cara atau tugas
perkembangan tertentu, yang dapat dijadikan standar atau perkiraan kasar tentang
hal-hal yang harus dikuasai anak pada tahap usia tertentu.
Tugas perkembangan tersebut mencakup berbagai dimensi perkembangan
anak yaitu; aspek motorik, social emosi, disiplin, intelektual dan bahasa (Siti
Aisyah, dkk, 2008:1.24).
Hurlock (1978) menerangkan tugas perkembangan anak usia dini antara
lain yaitu:
1)

Perkembangan fisik, secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi


perilaku anak sehari-hari. Secara langsung, perkembangan fisik seorang anak
akan menentukan ketrampiln anak dalam bergerak. Secara tidak langsung,

47

pertumbuhan dan perkembangn fisik akan mempengaruhi bagaimana anak ini


memandang dirinya sendiri dan bagaimana memandang orang lain.
2) Perkembangan

motorik,

berarti

perkembangan

pengendalian

gerakan

jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang
terkoordinasi.
3)

Perkembangan bicara, kemampuan berbicara memenuhi kebutuhan untuk


menjadi bagian dari kelompok sosial.

4) Perkembangan emosi, gejala petama perilaku emosional ialah keterangsangan


umum terhadap stimulasi yang kuat. Emosi memainkan peran yang sangat
penting dalam kehidupan.
5) Perkembangan sosial, makna perkembangan sosial berarti perolehan
kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial.
6)

Perkembangan bermain, bermain merupakan pengalaman yang berharga bagi


anak, bermain adalah alat yang penting bagi anak untuk bersosialisasi.

7)

Perkembangan kreativitas, kreativitas adalah kemampuan sesorang untuk


menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya
baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya.

8)

Perkembangan pengertian, pengertian lahir dari kematangan kemampuan


intelektual anak dan dari pengetahuan yang diperoleh dari belajar selama
periode waktu yang panjang.

9)

Perkembangan moral, tidak ada anak yang memiliki hati nurani atu skala
nilai, dan tidak seorang anakpun dapat diharapakan mengembangkan kode
moral sendiri, sebaliknya tiap anak harus diajarkan standar kelompok tentang

48

yang benar dan salah. Belajar berperilaku dengan cara yang disetujui
masyarakat merupakan proses yang panjang dan lama yang terus berlanjut
hingga masa remaja.
10) Perkembangan seks, peran seks berarti pola perilaku bagi anggota kedua jenis
kelamin yang disetujui dan diterima kelompok sosial tempat individu itu
mengidentifikasikan diri.
11) Perkembangan kepribadian, kepribadian adalah susunan sistem psikofisik
yang dinamis dalam diri suatu individu yang menentukan penyesuaian
individu yang unik terhadap lingkungan. Sistem psikofisik adalah kebiasaan,
sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang bersifat
psikologis tetapi mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf, dan keadaan
fisik anak secara umum. Sistem-sistem ini berkembangmelalui proses belajar
sebagai hasil dari berbagai pengalaman anak.

2.5.4 Tahap-tahap Perkembangan Perilaku Anak


Terdapat beberapa teori tentang tahap-tahap perkembangan perilaku anak
antara lain:
2.5.4.1

Perkembangan berdasarkan Analisis Biologis

Sekelompok ahli menentukan pembabakanitu berdasarkan keadaan/proses


pertumbuhan tertentu, yaitu :
Aristoteles menggambarkan perkembangan individu, sejak anak sampai dewasa
itu kedalam 3 tahapan. Setiap tahapan lamanya 7 tahun, yaitu :
(1) Tahap I : dari 0-7 tahun (masa anak kecil, masa bermain)

49

(2) Tahap II : dari 7-14 tahun (masa anak, masa sekolah dasar)
(3) Tahap III : dari 14-21 tahun (masa remaja/pubertas, masa peralihan dari
usia anak menjadi orang dewasa)
Penahapan ini didasarkan pada gejala dalam perkembangan fisik. Hal ini
dijelaskan bahwa antara tahap I dan tahap II dibatasi oleh pergantian gigi, antara
tahap II dan tahap III ditandai dengan mulai berfungsinya organ-organ
reproduksi.
Kretscmer, mengemukakan bahwa dari lahir hingga dewasa, individu melewati
4 tahapan :
(1)

Tahap I: dari 0-3 tahun, fullungs (pengisian) dimana anak tampak pendek
gemuk.

(2)

Tahap II: dari 3-7 tahun, streckungs dimana anak tampak langsing
meninggi

(3) Tahap III: dari 7-13 tahun, anak tampak pendek gemuk kembali
(4) Tahap IV dari 13-20 tahun, anak nampak kembali langsing
Elizabeth Hurlock mengemukakan penahapan perkembangan individu, yaitu:
(1) Tahap I, fase prenatal, sebelum lahir yaitu 9 bulan/280 hari
(2) Tahap II, infancy/orok yaitu sejak lahir-usia 10/14 hari
(3) Tahap III, babyhood (bayi) dari 2 minggu - 2 tahun
(4) Tahap IV, childhood (kanak-kanak) mulai dari 2 tahun-masa remaja
(5) Tahap V, adolesence/puberty mulai usia 11/13 tahun - 21 tahun.
(6) Tahap IV: dari 13-20 tahun, anak nampak kembali langsing

50

2.5.4.2

Teori Perkembangan Kognitif Piaget


Piaget membagi tahapan perkembangan koginif menjadi empat tahapan:

(2) Tahap Sensorimotor (usia 0-2 tahun)


Perkembangan dari refleks oromotor pada bayi baru lahir ke interaksi yang
erat dengan lingkungan dan mulai menggunakan simbol-simbol.
(2) Tahap Praoperasional (usia 2-7 tahun)
Proses berpikir menjadi interalisasi; tidak sistematis dan mengandalkan
intuisi. Penggunaan simbol meningkat. Pengertian berdasarkan penampilan
dan kejadian yang dilihatnya.
(3) Tahap Operasional Kongkrit (usia7- 11 tahun)
Anak dapat memusatkan berbagai aspek dari situasi secara simultan.

Sudah

mengerti sebab akibat secara rasional dan sistematis. Mampu melakukan


pengelompokan dan generalisasi, berkurangnya rasa ego memungkinkan anak
bersosialisasi dengan anak lain.
(4) Tahap Opersianal Formal (usia 12 tahun ke atas)
Berkembangnya kemampuan berpikir abstrak dan imajinasi. Pengertian
terhadap ilmu pengetahuan dan teori lebih mendalam
2.5.4.3 Teori Perkembangan Moral ( Teori Kolberg dan Likona)
Teori ini menekankan kepada tahapan perkembangan moral anak
berdasarkan umur yang dibagi menjadi 4 fase, antara lain:
(1) Tahap Premoral (lahir 9 tahun)
Anak menyerah kepada kekuatan dan kepemilikan. Hidup dinilai untuk jumlah
dan kekuatan dari kepemilikan.

51

Orientasi hukuman dan kepatuhan (lahir sampai 6 tahun)


Anak menggabungkan label dari baik dan buruk dan benar dan salah
dalam perilaku dalam bentuk konsekuensi dari tindakan-tindakan. Elemen
dari tawar menawar, pembagian yang seimbang, dan kejujuran menjadi
muncul. Hidup dinilai dengan bagaimana anak dapat memuaskan
kebutuhan dari orang lain.

Orientasi egoistik secara sederhana (6 9 tahun)


Anak menyesuaikan minat diri sendiri dengan aturan: anak berasumsi
bahwa penghargaan atau bantuan akan diterima.

(2) Tahap Moralitas konvensional (9-13 tahun)


-

Anak laki-laki yang baik dan anak perempuan yang manis ( 9 10 tahun)

Hidup

dinilai

dari

seberapa

bagus

hubungan

interpersonal

(mengidentifikasi kepentingan individu secara emosional)


(3) Tahap Autoritas mempertahankan moralitas
Identifikasian bergeser pada agama atau insittusi sosial seperti sekolah.
(4) Tahap Moralitas Pasca Konvensional ( 13 tahun meninggal)
Pencapaian nilai moral yang benar terjadi setelah dicapai formal operasional.
Tidak semua orang mencapai tingkat ini.

Orientasi kontraktual dan legalitas


Individu berhati-hati untuk tidak melanggar hak-hak dan kehendak orang
lain. Terjadi konflik pandangan moral dan legal. Orang akan bekerja untuk
mengubah aturan.

52

Orientasi prinsip etis yang universal


Tahapan ini jarang dicapai. Jika rangcangan pemikiran dari dalam diganggu
maka akan muncul rasa bersalah.
2.5.4.4 Teori Perkembangan Psikoseksual (Sigmund Freud)
(1) Oral-sensori ( lahir-18 bulan)
Anak yang terhalang kegiatan mengisap mungkin berusaha untuk memusakan
kebutuhan ini di kemudian hari melalui aktivitas seperti mengunyah permen
karet, merokok, dan makan yang berlebihan.
(2) Anal-muskular (18 bulan-3 tahun)
Konfliks eksternal mungkin ditemui pada saat latihan ke toilet diusahakan dan
kemudian terlihat dalam perilaku seperti konstipasi, keterlambatan, dan
kesakitan.
(3) Falik-lokomasi (3-6 tahun)
Sesuatu yang timbul dari konfles Oedipus dan elektra untuk laki-laki dan
perempuan secara berturut-turut terjadi, lancang, malu, dan takut mungkin
merupakan ekspresi dari fiksasi pada tahap ini.
(4) Latensi (6 tahun pubertas)
Penggunaan kuping anak dan mekanisme pertahanan diri muncul pada waktu
ini ketertarikan seksual mungkin disublimasi melalui permainan yang giat dan
beroleh keterampilan.
(5) Genital (pubertas-masa dewasa)
Ini adalah waktu peningkatan biologis pada saat interaksi emosi yang belum
matur sering terjadi pada awal fase. Pada saatnya, berkembang kemampuan

53

untuk memberi dan menerima cinta yang matang.


2.5.4.5 Teori Perkembangan Psikososial (Erikson)
(1) Percaya Vs Tidak Percaya (lahir 1 tahun)
Pada saat kebutuhan dasar bayi tidak terpenuhi secara adekuat, bayi menjadi
curiga, penuh rasa takut, dan tidak percaya. Hal ini ditandai dengan perilaku
makan, pola tidur dan ereliminasi yang buruk.
(2) Autonomi Vs Ragu-Ragu dan Pemalu (1 3 tahun)
Jika perkembangan kemandirian tidak didukung oleh orang tua, anak mungkin
memiliki kepribadian yang ragu-ragu; jika anak dibuat merasa buruk pada saat
melakukan kegagalan, anak akan menjadi pemalu.
(3) Inisiatif Vs Rasa Bersalah (3 6 tahun)
Pembatasan dari orang tua bisa mencegah anak dari perkembangan inisiatif.
Rasa bersalah mungkin muncul pada saat melakukan aktivitas yang berlawanan
dengan orang tua. Anak mesti belajar untuk memulai kativitas tanpa merusak
hak-hak orang lain.
(4) Industri Vs Inferior (6 12 tahun)
Perasaan inferior bisa terjadi pada saat dewasa memandang usaha anak belajar
untuk belajar bagaimana sesuatu bekerja melalui manipulasi adalah sesuatu
yang

bodoh

atau

merupakan

masalah.

Ketidaksuksesan

di

sekolah,

perkembangan keterampilan fisik, dan mencari teman juga mengkontribusi


terjadinya inferior.
(5) Identitas Vs Bingung Peran atau Difusi (18 21 tahun)
Kegagalan untuk mengembangkan identitas pribadi bisa mengarah ke

54

kebingungan peran, yang sering mncul dari perasaan adekuat, isolasi dan
keragu-raguan. Penangguhan psikososial memberikan waktu yamg lebih untuk
membuat keputusan yang vokasional.
(6) Intimasi vs Isolasi (18 41 tahun)
Ketidakpastian individu mengenai diri sendiri akan mempunyai kesulitan
mengembangkan keintiman. Seseorang tidak bersedia atau tidak mampu untuk
berbagi untuk mengenal diri sendiri akan merasa sendiri.
(7) Generativitas Vs Ahsorbsi Diri atau Stagnasi (40-65 tahun)
Asorbsi diri orang dewasa akan direnungkan dengan kesejahteraan pribadi dan
peningkatan. Perenungan dengan diri sendiri mengarah pada stagnasi
kehidupan.
(8) Integritas Ego Vs Putus Asa (65 tahun- mati)
Resolusi yang tidak berhasil dalam krisis ini bisa menghasilkan perasaan putus
asa karena individu melihat kehidupan sebagai bagian dari ketidakberuntungan,
kekecewaan, dan kegagalan.

2.5.5 Pentingnya Memahami Anak Usia Dini


Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis,
moral, social, dan sebagainya. Masa kanak-kanak juga masa yang paling penting
untuk sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanak-kanak adalah masa
pembentukan fondasi dan dasar kepribadian yang akan menentukan pengalaman
anak selanjutnya.

55

Menurut Siti Aisyah (2008:1.4) ada beberapa hal yang menjadi alasan
pentingnya memahami karakteristik anak usia dini, yaitu:
1. Anak usia dini memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2. Merupakan pribadi yang unik.
3. Suka berfantasi dan berimajinasi
4. Masa paling potensisal untuk belajar.
5. Menujukkan sikap egosentris.
6. Memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek.
7. Sebagai bagian dari makhluk social.
Menurut Kartadinata dalam Siti Aisyah (2008:1.9) selain karakteristik anak
usia dini di atas, ada beberapa titik kritis yang perlu diperhatikan pada anak usia
dini yang berbeda dengan anak sesudahnya. Titik kritis tersebut adalah:
(1) Membutuhkan rasa aman, istirahat, dan makanan yang baik.
(2) Datang ke dunia yang diprogram untuk meniru.
(3) Membutuhkan latihan dan rutinitas.
(4) Memiliki kebutuhan untuk banyak bertanya dan memperoleh banyak jawaban.
(5) Cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa.
(6) Membutuhkan pengalaman langsung.
(7) Trial and error menjadi hal pokok dalam bejar.
(8) Bermain merupakan dunia masa kanak-kanak.

56

2.6 Hubungan Pengaruh Televisi dengan Perkembangan Perilaku


Negatif Anak
Telah disinggung di depan bahwa tayangan televisi sedikit banyak, mau
tidak mau harus kita nikmati, Oleh sebab itu orang tua harus berhati-hati terhadap
tayangan-tayangan

yang

dirasa

negatif

dan

tidak

menguntungkan

bagi

berkembangan anak. Maksudnya, jangan sampai anak yang bagai "kertas putih" itu
kotor karena tercoret oleh tayangan televisi. Salah satu cara yang bisa ditempuh
adalah dengan mendampingi anak sewaktu anak menyaksikan acara televisi,
memberi jatah waktu kepada anak untuk menyaksikan acara televisi, dan tindakan
lain yang sifatnya sebagai kontrol dan penyaring dari tayangan televisi.
Di sisi lain, orang tua disibukkan oleh pekerjaan masing masing, sehingga
secara praktis untuk selalu menemani anak dalam menyaksikan acara atau
tayangan televisi rasanya sulit untuk diwujudkan. Sebagai benteng untuk
menangkal hal ini adalah melalui pendidikan, baik itu pendidikan secara formal
yang dilaksanakan di sekolah maupun pendidikan non formal seperti pendidikan
dalam keluarga.
Memang bila dilihat waktunya, pendidikan non formal dalam keluarga
memiliki peluang dan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak, sebab
dilihat dari waktunya, di rumah lebih banyak bila dibandingkan waktu yang
dimiliki di sekolah. Oleh sebab itu, orang tua harus bertindak ganda, yakni sebagai
guru, pemberi jalan, pemberi nasehat, pemberi arah, pemberi penerang, dan bahkan
mengalihkan jalan bila anak tersebut mengalami "sesat" di tengah perjalanan.
Dengan demikian, pendidikan baik formal yang dilaksanakan di sekolah maupun

57

pendidikan non formal yang dilaksanakan dalam keluarga memiliki pengaruh


positif terhadap perkembangan dan pola perilaku anak.
Dalam penelitian-penelitian terdahulu tentang pengaruh tayangan televisi
menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap perkembangan perilaku anak
atara lain:
Pertama, penelitian yang pada film untuk anak-anak yang dilakukan oleh
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) bekerjasama dengan Balitbang
Deppen tahun 1993 menunjukkan bahwa adegan antisosial (52%) lebih banyak
dari pada adegan prososial (48%). Adegan prososial menurut Wispe adalah
beberapa perilaku yang memiliki konsekuensi sosial positif sedangkan menurut
Mussen dan Einsenberg perilaku prososial sebagai tindakan yang ditujukan untuk
memberi bantuan atau kebaikan pada orang lain atau kelompok orang tanpa
mengharapkan balasan, dengan cara-cara yang cenderung mentaati norma sosial,
Contoh adegan prososial adalah mementingkan orang lain, mengalah dengan
alasan yang masuk akal dan tanpa paksanaan, aktivitas menolong, pemakaian
bersama (share), kehangatan yang menggambarkan keakraban hubungan
persahabatan atau persaudaraan termasuk romantisme dalam bekerjasama, simpati
yang merupakan ungkapan perasaan dan perbuatan tertentu dari seorang kepada
orang lain seperti yang dialami oleh orang tersebut, misalnya; turut sedih,

turut

bergembira, dan lain-lain. Sedangkan kategori adegan antisosial meliputi; berkata


dan bertindak kasar, membunuh, berkelahi, pemaksaan, mencuri, berperang,
memukul, melukai, mengganggu, menyerang, dan sejenisnya, seperti ungkapan
kebencian atau mengejek (B. Gunarto, 1995 : 24).

58

Kedua, penelitian yang dilakukan ahli Pendidikan Media Massa Prof.


Glogaeur (Astrid Susanto, 1993: 9) dari Jerman yang menunjukkan :
(1) 34% anak-anak berumur 9-10 tahun memiliki televisi tersendiri.
(2) 20% anak-anak dalam kelompok umur 6-8 tahun kini setiap

Minggu

menonton TV sekurang-kurangnya 40jam/minggu.


(3) Anak-anak dengan bebas menonton tayangan televisi smack down, yang
berdampak negative pada anak, diberitakan bahwa di beberapa daerah ada
anak yang tewas gara-gara meniru adegan smack down tersebut.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth L. Wahyudi dari Australia
Children Television Action Committe (website Google; http://www.Pengaruh
tayangan Televisi.go.id) menjelaskan bahwa:
(1) Selama masa sekolah anak-anak diperkirakan menyaksikan 87.000 tindakan
kekerasan di televisi.
(2) Film-film kartun juga sering memperagakan kekerasan, beberapa diantaranya
menggambarkan 84 adegan kekerasan perjam.
(3)

Anak-anak tanpa kontrol orangtua dapat dikaitkan dengan meningkatknya


kekerasan, perilaku agresif dan hasil akademik yang jelek.

(4) Anak-anak di bawah umur 4 tahun kesulitan membedakan antara fantasi dan
kenyataan.
Keempat, Komisi Nasional Perlindungan Anak pernah memantau 13
stasiun televisi swasta Indonesia. Hasilnya 62% diantaranya menayangkan
perilaku kekerasan, ini dijumpai di sinetron dan tayangan-tayanagn film lainnya,
jelas Ariot Merdeka Sirait, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak.

59

(www.sehatraga.wordpress.com).
Kelima, hasil penelitian yang berjudul Pola Menonton Televisi pada Anak
dan Pengaruhnya terhadap Pendidikan serta Pola Makan yang dilakukan oleh
Terapul Tarigan, Nancy Ervani, dan Syamsidar Lubis, Subbagian Tumbuh
Kembang Pediatri Sosial, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara/ Universitas dr, Pirngadi Medan. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa dari 100 responden yang berusia 3-5 tahun,
menonton telavisi 1-2 jam/hari (56%), acara paling disenangi film kartun (77%).
Dari hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara acara yang
disenangi dengan reaksi anak setelah menonton televisi (p<0,05), menonton
televisi mempunyai pengaruh 32% dengan pengaruh pada belajar 17% dan pola
makan 15%. Penelitian tersebut membuktikn bahwa menonton televisi mempunyai
pengaruh terhadap belajar anak tetapi tidak bermakna secara statistik.
Keenam, Andayani (1997) melakukan penelitian terhadap beberapa film
kartun Jepang, seperti Sailor Moon, Dragon Ball, dan Magic Knight Ray Earth. Ia
menemukan bahwa film tersebut banyak mengandung adegan antisosial (58,4%)
daripada adegan prososial 41,6%). Studi ini menemukan bahwa kategori perlakuan
antisosial yang paling sering muncul berturut-turut adalah berkata kasar (38,56%),
mencelakakan 28,46%), dan pengejekan (11,44%). Sementara itu, katagori
prososial, perilaku yang kerapkali muncul adalah kehangatan (17,16%), kesopanan
(16,05%), empati (13,43%), dan nasihat 13,06%).
Ketujuh, Laporan studi yang dilakukan di Amerika Serikat dengan tajuk;
Telvision and Growing Up:

The Impact of

Television Violence (1972)

60

menemukan korelasi dalam taraf signifikan hanya 0,20 sampai 0,30 antara ekspose
tindakan kekerasan di televisi dengan perilaku agresif pemirsa yang apda
umumnya adalah anak-anak muda (Budi Astuti, 2000: 26).
Kedelapan, Dokter spesialis kejiwaan RS Theresia, Asianto mengatakan,
tontonan seperti film kekerasan dan film porno sangat mempengaruhi
perkembangan psikologi anak. Apa yang mereka lihat dari tontonan itu terekam
dan sewaktu-waktu mereka praktikkan seperti yang mereka lihat dalam adegan
film itu. Dan ini sangat berbahaya bagi si anak itu sendiri karena bisa terjerumus
dalam pergaulan yang salah, terangnya kepada Jambi Independent (20/11/2008).
Kesembilan,

menurut teori belajar sosial dari Bandura, orang (anak)

cenderung meniru perilaku yang diamatinya, stimuli menjadi teladan untuk


perilakunya (Rakhmat, 2005). Stimuli dalam hal ini dapat termasuk tayangan
televisi yang sedang ditonton.
Kesepuluh, penelitian yang dilakukan selama 20 tahun terhadap sekelompok
anak-anak, psikolog Leonard Eron dan L. Rowell Huesmann dari Universitas
Illinois menyimpulkan bahwa anak-anak yang pernah menonton film kekerasan
dalam jumlah cukup, cenderung akan melakukan tindakan kekerasan maupun
kriminal pada usia muda. Bukan itu saja, di saat mereka dewasa pun mereka
cenderung melakukan tindakan penganiayaan terhadap anak atau pasangan hidup
mereka.

Suguhan kekerasan pada perilaku agresif, tindak kejahatan dan

kriminalitas dalam masyarakat. Semua anak dalam periode usia yang peka akan
terkena dampaknya tanpa memandang jenis kelamin, tingkat intelegensi, maupun
kelas sosial.(www.bppndik.tripod.com).

61

Kesebelas, penelitian yang berjudul Pengaruh Sinetron di Televisi terhadap


Anak oleh R. Koesmaryanto Oetomo, S. Km, M. Si (website Google;
http://www.Pengaruh Tayangan Televisi.go.id) menyebutkan:
(1) Judul-judul sinetron anak atau remaja sering kali bertema vulgarisma,
menantang, mengandung unsur pornografi.
(2) Pemain sinetron dipilih dari remaja bahkan sebagian masih berusia anakanak (6-13 tahun).
(3)

Peran yang dimainkan remaja dan anak-anak seringkali bertabrakan dengan


norma pergaulan masyarakat dan belum sesuai dengan tingkat perkembangan
psikologinya.

(4) Banyak alur cerita sinetron yang bersetting sekolah tetapi tidak sesuai dengan
norma agama dan adat ketimuran yang berlaku.

Keduabelas, Dyer menyimpulkan (Pengaruh Televisi Terhadap Tumbuh


Kembang Anak oleh Ahmad Raihan, raihan_16cvc@yahoo.co.id Dipublikasikan
dan didedikasikan untuk perkembangan pendidikan di Indonesia melalui
MateriKuliah.Com, sebagai media audio visual, TV mampu merebut 94% saluran
masuknya pesan pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata
dan telinga. TV mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat 50% dari
apa yang mereka lihat dan dengar dilayar televisi walaupun hanya sekali
ditayangkan. Atau secara umum orang akan ingat 85% dari apa yang mereka lihat
di TV setelah 3 jam kemudian dan 65% setelah 3 hari kemudian. Dengan demikian
terutama bagi anak-anak yang pada umumnya selalu meniru apa yang mereka

62

lihat, tidak menutup kemungkinan perilaku dan sikap anak tesebut akan mengikuti
acara televisi yang ia tonton. Apabila yang ia tonton merupakan acara yang lebih
kepada edukatif, maka akan bisa memberikan dampak positif tetapi jika yang ia
tonton lebih kepada hal yang tidak memiliki arti bahkan yang mengandung unsurunsur negatif atau penyimpangan bahkan sampai kepada kekerasan, maka hal ini
akan memberikan dampak yang negatif pula terhadap perilaku anak yang
menonton acara televisi tersebut.

2.7 Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara
terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul,
(Arikunto, 2010: 110).
Ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian :
1) Hipotesis kerja atau disebut juga hipotesis alternatif (Ha).
Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antar variabel x dan y, atau
adanya perbedaan antara dua kelompok.
2) Hipotesis nol (H0) sering juga disebut hipotesis statistik, karena biasanya
dipakai dalampenelitian yang bersifat statistik, yaitu diuji dengan perhitungan
statistik.
Dari pengertian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
Ha: Ada hubungan yang signifikan antara pengaruh tayangan televisi dengan
perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman Kanak-kanak

63

Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus, diterima.


H0: Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengaruh tayangan televisi dengan
perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman Kanak-kanak
Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus, ditolak.

2.8 Kerangka Berpikir


Suatu penelitian tanpa memiliki kerangka berpikir yang kuat akan sulit bagi
peneliti dalam menentukan kemana penelitian akan diarahkan. Menurut Rohmat
(1990: 67) teori mempunyai fungsi sebagai berikut:
2. Merupakan alat untuk mencapai tujuan dan sistematis
3. Teori membimbing penelitian
Berdasarkan fungsi-fungsi teori tersebut maka peneliti akan mencari dan
menggunakan teori yang relevan sebagai pokok pikiran untuk memecahkan
masalah.
Untuk menjelaskan pengaruh yang ditimbulkan oleh tayangan televisi
terhadap perkembangan perilaku anak digunakan teori efek komunikasi.
Model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan orang terhadap media, tetapi pada
apa yang dilakukan media terhadap diri orang. Dalam asumsi ini tersirat bahwa
komunikasi masa menimbulkan efek pada diri khalayaknya. Robert (dalam
Rahmat, 1990: 247) beranggapan bahwaefek adalah perubahan perilaku manusia
setelah diterpa pesan media massa.
Menurut Chaffe (dalam Rahmat, 1990: 248) efek media massa adalah
pendekatan pertama dan kedua dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada

64

diri khalayak komunikasi massa yang meliputi penerimaan informasi, perubahan


perasaan/sikap, dan perubahan perilaku atau dengan istilah lain perubahan kognitif,
afektik, dan konatif. Sedang pendekatan ketiga meninjau satuan observasi yang
dikenai efek komunikasi massa-individu, kelompok, organisasi, masyarakat, atau
bangsa. Sikap dan perilaku tidak terjadi dengan sendirinya (otomatis), tetapi perlu
dibentuk dan dikembangkan. Pembentukan dan pengembangan sikap dapat terjadi
melalui proses pendidikan baik formal maupun non formal, dapat juga melalui
pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang alin yang diperoleh lewat
informasi dalam proses komunikasi.
Informasi yang menyebabkan terbentuknya sikap adalah yang berhubungan
dengan sikap-sikap lain yang telah ada terlebih dahulu. Informasi yang sesuai
dengan sikap yang telah ada dapat membentuk/merubah sikap yang telah ada.
Informasi yang diterima individu lewat kegiatan komunikasi, dapat melalui
komunikasi dengan antar personal, kelompok, dan dengan media massa, maka
media dan pesan-pesannya merupakan stimuli yang datang dan menyentuh indera
dan organisme individu selanjutnya akan berpengaruh memberi akibat terjadinya
respon individu terhadap ide/gagasan yang terkandung dalam media massa. Baik
buruknya/positif negatifnya pengaruh tayangan televisi anatara lain disebabkan
karena dukungan dari keluarga, budaya, tingkat sosial ekonomi serta pendidikan
orangtua.
Menurut Effendy (1993: 254) perubahan sikap itu meliputi oomponenkomponen sikap yaitu kognitif, afektif, dan konasi. Jadi media massa dapat memberi
pengaruh/efek kognitif, afektif, dan konasi.

65

Skema 1:
Tayangan televisi

Anak menonton

Menerima pesan

Perubahan Perilaku

Skema 1 menunjukkan tentang bagaimana tayangan televisi dapat mempengaruhi


perkembangan perilaku, yaitu anak menonton tayangan televisi kemudian menerima
informasi, informasi tersebut menyebabkan perubahan pada perilaku.

66

Gambaran hubungan tersebut dapat lihat dalam kerangka berpikir sebagai berikut:
Tabel 2.1
Kerangka Berpikir
Tayangan

Sinetron

Telavisi

Film Kartun
Musik

Perubahan
Perilaku

1. Aspek Kognitif
Perubahan Pengetahuan
Perubahan Sikap
2. Aspek Afektif
Terpaan
Perhatian
Pemahan
3. Aspek Konatif
Menerima Langsung
Memilih Langsung
Menolak Langsung.

67

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Angket Intervensi Tayangan Televisi terhadap


perkembangan Perilaku Anak
Variabel Sub Variabel
Indikator
No. Item
Sinetron
Sosialisasi
1.1 Sinetron mengenalkan cara
1-10
kehidupan bermasyarakat
1.2 Perbedaan perlakuan menurut
status sosial
Konsumtif

1.3 Kekerasan dalam penyelesaian


masalah
1.4 Anak membeli barang-barang
yang tidak dibutuhkan

Berbahasa

1.5 Cara berpakaian/gaya busana


1.6 Gaya hidup anak gedongan
1.7 Pemakaian bahasa gaul

Menunda dan
Malas

1.8 Cara anak mengemukakan


pendapat dengan umpatan dan
bentakan
1.9 Anak menunda kegiatan lain
1.10 Anak meninggalkan kegiatan lain

68

Variabel
Film Kartun

Sub Variabel

Indikator
3.1 Film Kartun mengenalkan gaya
hidup berpetualang
3.2 Adanya superhero sang penyelamat
3.3 Adanya kelompok/geng yang saling
bermusuhan
3.4 Persoalan

yang

kecil

memicu

permusuhan
3.5 Film Kartun menempilkan adegan
permusuhan yang berkepanjangan
3.6 Menampilkan

model

ciri

kepribadian suatu bangsa


3.7 Menampilkan berbagai peran dalam
kehidupan
3.8 Menampilkan

bagaimana

cara

menanggapi mereka yang gagal


dalam menjalankan peran tersebut

No.Item
11-20

69

Variabel
Hiburan

Sub Variabel

Musik

Indikator
3.1 Memenuhi
kebutuhan

No. Item
dan 20-30

keinginan anak untuk berekpresi


3.2 Menimbulkan kegembiraan pada
anak
3.3 Tayangan

musik

lebih

banyak

menampilkan lagu-lagu remaja dan


dewasa
3.4 Beberapa syairnya kurang mendidik
yang berdampak kurang baik bagi
perkembangan bahasa anak
3.5 Gaya penyanyi cilik meniru gaya
penyanyi remaja
3.6 Jarang ada tayangan khusus lagulagu anak/porsinya sangat sedikit
Perilaku

Aspek

4.1 Menunda kegiatan lain

anak

Kognitif,

4.3 Perubahan pola makan

afekti,
konatif

dan 4.4 Perubahan pola tidur


4.5 Perubahan pola bermain
4.6 Perubahan pola bergaul
4.7 Perubahan gaya bahasa
4.8 Perubahan gaya berpakaian

31-60

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan teknik analisi data
menggunakan statistika. Menurut Azwar (2005:5) penelitian kuantitatif adalah
penelitian yang menekankan pada data-data numerical (angka) yang diolah secara
statistika.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intervensi
tayangan televisi dengan perkembangan perilaku anak kelompok B Taman Kanakkanak Aisyiyah Bustanul Athfal V. Pennelitian ini termasuk dalam deskriptif
kuantitatif korelasional karena bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan
antara dua variabel penelitian.
Dengan penelitian korelasional, pengukuran terhadap beberapa variabel
serta saling hubungan diantara variabel-variabel tersebut dapat dilakukan secara
serentak dalam kondisi yang realistik (Azwar 2005:8).
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1992:213) penelitian korelasional,
yaitu penelitian yang bertujuan menemukan ada tidaknya hubungan antara dua
variabel atau lebih, dan bila ada hubungan, seberapa besar pengaruh tersebut.

6.2 Variabel Penelitian


Variabel adalah gejala yang bervariasi dan yang menjadi obyek penelitian
(Suharsimi Arikunto, 1992: 89).
70

71

Menurut Azwar (2005: 59) variabel adalah konsep mengenai atribut atau
sifat yang terdapat pada subjek penelitian yang dapat bervariasi secara kuantitatif
atau kualitatif. Variabel adalah gejala yang menunjukkan variasi baik dalam jenis
maupun dalam tingkatannya (Sutrisno Hadi, 1992: 22).
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel adalah gejala yang
bervariasi dalam suatu obyek penelitian, baik dipandang dari segi jenis maupun
bentuk. Dalam penelitian ada dua variabel, yaitu :
a.Variabel bebas (X)
Variabel bebas adalah unsur yang mempengaruhi munculnya unsur lain (Hadari
Nawawi, 1987:56). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah
intervensi tayangan televisi, yang terdiri dari:
2) Variabel X1 adalah sinetron.
3) Variabel X2 adalah film kartun.
4) Variabel X3 adalah hiburan musik.
b.Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat adalah unsur yang munculnya dipengaruhi oleh adanya variabel
lain (Hadari Nawawi, 1987:57).
Adapun yang menjadi variabel terikat adalah perkembangan perilaku anak
kelompok B TK Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.

72

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian atau yang dimaksud untuk
diselidiki dalam penelitian (Sutrisno Hadi, 1989:47). Populasi menurut Azwar
(2005:77) adalah kelompok subjek yang hendak dikenai genelisasi penelitian.
Sedangkan pendapat lain, populasi sebagai sejumlah penduduk atau individu yang
sedikitnya mempunyai satu sifat yang sama (Suharsimi Arikunto, 1992:102).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan, populasi adalah
keseluruhan penduduk yang merupakan subyek penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah murid kelompok B TK Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus,
yang berjumlah 76 anak terdiri 33 anak laki-laki dan 43 anak perempuan.
TABEL 3.1
Data Peserta Didik
Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus
Berdasarkan Kelompok
No
Kelompok
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
B1
11
15
26
2
B2
12
13
25
3
B3
10
15
25
Jumlah
33
43
76
Sumber: Data Peserta didik Taman Kanak-kanak Aisyiyah bustanul Athfal V
Kudus tahun 2011-2012.

3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sampel adalah sebagian dari populasi yang dikenai
langsung oleh suatu penelitian (Sutrisno Hadi (2001:221). Menurut Sugiono (2008:
109) Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi

73

yang dianggap mewakili populasi karena memilki ciri atau karakteristik yang
sama.
Pada penelitian ini karena populasi yang digunakan tergolong sedikit yaitu
murid Taman Kanak-kanak kelompok B yang berjumlah 76 anak, supaya
menghasilkan data yang valid maka seluruh populasi digunakan sampel, Arikunto
(2006: 112). Dengan demikian seluruh populasi yang ada diambil sebagai obyek
kajian yang diteliti dan diperlakuakan sebagai sampel.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
proporsional random sampling. Responden yang terpilih diberi angket yang berisi
tentang intervensi tayangan televisi dan perkembangan perilaku anak usia dini.
Adapun rumus yang digunakan dalam penentuan sampel adalah dengan
menggunakan rumus Slovin dan Umar (Arikuno, 2002: 136) yaitu:
N
n
1+ N (e)
Dimana:
N

= Ukuran populasi

= Ukuran sampel

= Nilai kritis yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian


karena kasalahan pengambilan sampel)

Dengan menggunakan rumus tersebut dengan mengambil nilai kritis sebesar


10% maka dapat dihitung jumlah sampel sebagai berikut:
76
N

= 43,181 dibulatkan menjadi 50


1 + 76(0,1)

74

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan datamerupakan langkah yang
penelitian ini. Agar

cukup

penting dalam

penelitian ini tidak biasa, harus digunakan teknik

pengumpulan data yang tepat. Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah data tentang pengaruh tayangan televisi terhadap perkembangan perilaku
negatif anak di Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.
Menurut Arikunto (1998: 224-237) terdapat beberapa teknik pengumpulan
data yaitu angket, tes interview, observasi, dan dokumentasi skala psikologis.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi dan
angket. Pengumpulan data yang utama menggunakan angket dan data pendukung
menggunakan dokumentasi.

3.4.1 Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, daftar nilai, buku, surat kabar,
notulen rapat, logger, agenda dan sebagainya (Kartini Kartono, 1990:88).
Dokumentasi berarti suatu bukti kejadian yang telah lalu atau baru, sehingga dapat
memberikan keterangan bila diperlukan.
Metode dokumentasi memiliki beberapa kelebihan antara lain:
(1) Menghemat waktu sebab dapat dilihat langsung sekaligus mencatatnya
(2) Tidak perlu pengantar orang lain
(3) Tidak menimbulkan kecurigaan
(4) Dapat mengetahui data yang telah lalu

75

Kelemahan metode dokumentasi adalah kurang dapat dipercaya atau


dipertahankan, karena dokumentasi yang ada tergantung dari yang membuatnya.
Untuk mengatasi kelemahan itu peneliti harus berusaha dengan cara menanyakan
hal-hal yang dianggap janggal atau meragukan kepada nara sumber misalnya
guru/tenaga pendidik.
Metode dokumentasi peneliti gunakan untuk mendapatkan data tentang;
jumlah peserta didik, jumlah guru, pekerjaan orangtua peserta didik, dan
pendidikan orangtua peserta didik.

3.4.2 Angket
3.4.2.1 Pengertian angket
Menurut pendapat Kartini Kartono (1990:20), "Angket adalah suatu
penyelidikan tentang masalah yang umumnya menyangkut kepentingan umum
(orang banyak) dilakukan dengan jalan mengedarkan suatu daftar pertanyaan
beberapa formulir diajukan secara tertulis kepada sejumlah subyek untuk
mendapatkan jawaban atas tanggapan (respon) tertulis seperlunya". Jadi angket
adalah daftar pertanyaan untuk diisi atau dijawab oleh sejumlah orang sebagai
responden guna mendapatkan tanggapan tertulis yang diperlukan dalam penelitian.
3.4.2.2 Macam-macam angket
Menurut pendapat Kartini Kartono (1990: 89), angket dibedakan menjadi
dua yaitu:
1)

Angket langsung
Angket langsung adalah daftar pertanyaan (formulir) diberikan langsung

76

kepada responden yang menjadi sasaran.


2) Angket tak langsung
Angket tak langsung yaitu angket yang tidak langsung diberikan kepada
responden tetapi lewat seseorang yang dekat dengan responden angket yang
sekaligus berperan mengawasi dan mengontrol dalam pelaksanaan angket.
Berdasarkan penjelasan tersebut, angket yang digunakan dalam penelitian
ini adalah termasuk angket langsung dan tertutup. Disebut langsung sebab
disebarkan langsung kepada responden dan dikumpulkan pada waktu itu juga,
sedang disebut tertutup karena responden terikat pada jawaban yang telah
disediakan oleh peneliti.
Cara penyekoran untuk masing-masing kategori jawaban dalah sebagai
berikut:

No
1
2
3
4

Tabel 3.2
Kriteria Nilai Alternatif Jawaban
Kriteria
Skor
SS (Sangat Setuju)
4
S (Setuju)
3
KS (Kurang setuju)
2
TS (Tidak Setuju)
1

3.5 Penyususn Instrumen Penelitian


Instrumen merupakan alat yang dipergunakan pada waktu melakukan suatau
penelitian dengan menggunakan metode tertentu. Dalam penelitian ini terdapat 2
instrumen penelitian yaitu:
1. Instrumen yang mengungkap tentang tayangan televisi.

77

2. Instrumen yang mengungkap tentang perkembangan perilaku negatif anak.


Adapun langkah-langkah dalam penyusunan instrument seperti yang
dikemukakan Arikunto (2006: 166) adalah sebagai berikut:
(2) Perencanaan; meliputi perumusan tujuan, menentukan, variabel, dan
kategori variabel.
(3) Penulisan butir soal dan item kuesioner, penyusunan skala.
(4) Penyuntingan, yaitu melengkapi instrumen dengan pedoman
mengerjakan.
(5) Uji coba instrumen.
(6) Penganalisasian hasil analissi item dengan validitas dan realibilitas.
(7) Pengadaan revisi perbaikan-perbaikan yang dirasa kurang baik dengan
mendasarkan pada data yang diperoleh sewaktu uji coba.
Sejalan dengan pendapat di atas, maka langkah-langkah penyusunan
instrumen pada penelitian ini adalah:
(9) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai dengan instrumen tersebut.
(10) Membuat devinisi operasional variabel yang akan diteliti.
(11) Membuat devinisi operasional variabel yang menjadi indikator-indikator
tertentu.
(12) Membuat kisi-kisi berdasarkan indikator variabel yang telah tersusun.
(13) Memilih butir-butir pertanyaan atau pertanyaan masing-masing pada angket
pengaruh tayangan televisi dan perkembangan perilaku negatif anak.
(14) Penyuntingan, yaitu melengkapi instrumen dengan pedoman mengerjakan.
(15) Uji ccoba instrumen
(16) Penganalisasian hasil analisa item dengan validitas dan realibilitas.
(17) Mengadakan revisi terhadap item-item yang dirasa kurang baik berdasarkan
pada data yang diperoleh sewaktu uji coba.

78

Aspek yang diungkap dalam angket meliputi:


(1) Pengaruh tayangan televisi berupa tayangan sinetron, film kartun dan hiburan
musik
(2) Perkembangan perilaku negatif anak

3.6 Validitas dan Reliabilitas


3.6.1 Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevaliditan suatu
instrumen atau tes dikatakan valid bila tes tersebut dapat mengukur apa yang
hendak diukur (Arikunto, 1989: 63).
Dalam penelitian ini untuk mengukur validitas digunakan validitas item
dengan rumus korelasi product moment angka kasar yang dikemukakan oleh Karl
Pearson (Arikunto, 2010: 213) seperti berikut ini:

xy
2
2
2
2

Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi antara X dan Y
XY : Jumlah perkalian item nomor 1 dengan jumlah skor total
X

: Jumlah skor item nomor 1

: Skor total

: Jumlah

79

3.6.2 Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan, atau menunjukkan konsistensi
suatu alat pengukur di dalam megukur gejala yang sama (Djamaludin Ancok dalam
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989:140). Sedang menurut Azwar
(2006:4) realibilitas adalah sejauh mana hasil suatu penelitian dapat dipercaya.
Realibilitas dalam penelitian ini menggunakan formula Alpha Cronbach
(Arikunto, 2010: 239) dengan rumus sebagai berikut:
2

k
b


11
2

k

Keterangan :
K

= jumlah item

b2

= total varian butir

12

= varian totaL

3.7 Teknik Analisis Data


3.7.1 Model yang digunakan
Teknik analisis data merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
memberikan keterangan terhadap suatu data yang diperoleh agar dapat dipakai.
Model analisis yang digunakan untuk menduga-duga faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap perkembangan perilaku pada penelitian ini adalah model
regresi umum yang menggunakan lebih dari dua variabel independen dengan

80

model persamaan linier (Gujarati, 2003) sebagai berikut:


Y = b0X1.b1.X2b2.X3b3.eu
Model di atas diestimasi menggunakan metode OLS (Ordinary Least Squares
atau pangkat kuadrat terkecil biasa) dengan beberapa asumsi sebagai berikut:
a. Nilai rata-rata bersyarat dari unsur gangguan populasi tergantung kepada nilai
tertentu variabel yang menjelaskan adalah nol.
b. Varian bersyarat dari adalah konstan atau homokedastik.
c. Variabel yang menjelaskan adalah non stokastik, artinya nilai X dianggap tetap
dalam sampel yang berulang.
d. Adanya variabelitas dalam nilai X, artinya nilai X harus berbeda.
e. Tidak ada multikolinearitas yag sempurna antar variabel bebas.

3.7.2 Pengujian Model


Pengujian ini dimaksudkan untuk memperoleh kepastian tentang konsistensi
model estimasi yang dibentuk berdasarkan teori ekonomi yang mendasarinya.
Pengujian terdiri dari :
1) Kriteria Statistik tahap 1
Dalam tahap ini akan diuji Nilai R2, F dan t hasil perhitungan dengan melihat
taraf signifikansi pada = 5%.

b. Uji R2 (Koefisien determinasi )


Koefisien

determinasi

yang

dilambangkan

diformulasikan dari persamaan berikut ini :

dengan

R2,

nilainya

81

R2 = 1- bi
Qi2
(Gujarati, 2003)
Uji ini menggambarkan seberapa variansi dari variabel tak bebas dapat
dijelaskan oleh variansi dari variabel bebas. Nilai R2 mempunyai jarak antara
0-1. Makin besar R2

(mendekati 1) maka hasil estimasi akan semakin

mendekati sebenarnya.
c. Hipotesis yang digunakan diuji dengan Uji F.
Pengujian terhadap pengaruh

variabel independen terhadap variabel

dependen dilakukan dengan menggunakan uji distribusi F. Caranya adalah


dengan membandingkan antara nilai kritis F (Ftabel ) dengan nilai F

hiting (

Ratio ) yang terdapat pada tabel Analysis of Variance dari hasil perhitungan
SPSS.
Dirumuskan sebagai berikut :
Ho : b1 = b2 = ....... = bn = 0
Ha : b1 = b2 =.........= bn 0
Bila nilai F hitung < F tabel, maka H0 diterima dan bila nilai F hitung > F
tabel , maka H0 ditolak yang berarti bahwa input-input yang digunakan
berpengaruh secara bersama-sama.
Nilai F dapat diformulasikan sebagai berikut :
F =

R2 / (k-1)
(1-R2 ) / ( n k )

(Gujarati, 2003)

82

Dimana :
k = Jumlah variabel independen termasuk konstanta.
n = Jumlah sampel.

c. Pengujian Hipotesis dengan Uji t


Dirumuskan sebagai berikut :
Ho ; b1 = b2 = ....... = bn = 0
Ha ; b1 = b2 =.........= bn 0
Bila nilai t hitung < t tabel, maka H0 diterima dan bila nilai t hitung > t tabel,
maka

H0 ditolak yang berarti bahwa

variabel yang bersangkutan

berpengaruh secara signifikan.


Nilai t diperoleh dengan rumus :
t=

( bi- bi* )
Sbi

(Gujarati, 2003)
Dimana :
bi = koefisien dari variabel ke i
bi* = nilai hipotesis dari bi
Sbi = simpangan baku dari variabel bebas ke i
Nilai t tabel = /2 , n-k-1.
Dimana ; n = jumlah sampel.
k = jumlah variabel independen termasuk konstanta.

83

3.7.3 Uji Asumsi Klasik


Pengujian ini bertujuan agar model yang diestimasi terhindar dari gangguan
multikolinieritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Pengujian terhadap gangguan
tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
3.7.3.1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t
dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau
asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid atau jumlah sampel kecil.
Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau
tidak yaitu dengan cara analisis grafik dan uji statistik.
1) Analisis Grafik
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan
melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan
distribusi normal. Namun demikian hanya dengan melihat histogram hal ini dapat
menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil.
Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang
membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan
membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan
dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang
menggambarkan data sesungguhnya akan mengukuti garis diagonalnya.
2) Analisis Statistik
Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtoris dan

84

skewness dari residual. Nilai z statistik untuk skewness (Gujarati, 2003) dapat
dihitung dengan rumus:
Skewness
Zskewness =
6/N
Dimana N adalah jumlah sampel, jika Z hitung > Z tabel, maka distribusi tidak
normal.
Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual
adalah uji statistik non-parametik Kolmogrov-Smirnov (K-S). Uji K-S dilakukan
dengan membuat hipotesis:
H0 : Data residual berdiatribusi normal.
HA : Data residual tidak berdistribusi normal
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji statistik non-parametik
Kolmogrov-Smirnov (K-S)

3.7.3.2. Uji Multikolinearitas


Masalah multikolinearitas timbul karena salah satu atau lebih variabel (Xi)
merupakan kombinasi yang linier yang pasti atau mendekati pasti dari variabel
penjelas X lainnya. Oleh karena itu, Farrar dan Glauer menyarankan supaya
dilakukan regresi bantuan antar variabel penjelas. Setelah dilakukan estimasi, nilai
R2 yang ditemukan,kemudian menghitung Nilai F (Gujarati, 2003). dengan rumus :

F-hitung

2
R
(
n

k
)
xl

x
2
(
k

1
)
1

R
xl

85

Dimana
2
Rxl

= nilai R2 dari hasil estimasi regresi parsial variabel penjelas

= jumlah data (observasi)

= jumlah variabel penjelas (tidak termasuk konstanta)

Rule of thumb yang digunakan adalah bila nilai Fhitung > Ftabel, berarti bahwa
Xi berkolerasi dengan variabel penjelas X lainnya. Selain mengunakan F-hitung
juga bisa digunakan pengukuran terhadap varian inflation faktor (VIF), dalam uji
multikolinieritas dalam penelitian ini digunakan model yang kedua ini (Gujarati,
2003).

3.7.3.3. Uji Heteroskedastisitas


Dalam regresi linier berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar
taksiran parameter dalam model tersebut bersifat BLUE (Best, Linier, Unbiased, dan
Estimator) adalah var (ui) = 2 sesatan mempunyai variansi yang sama. Pada kasus
lain dimana variansi ui tidak konstan, melainkan variabel berubah-ubah. Untuk
mendeteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan pengujian antara lain dengan metode
grafik dan Uji Park.
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan uji Park (Gujarati, 2003). Bentuk fungsi
yang digunakan adalah ei2 sebagai pendekatan dan melakukan regresi berikut:
Ln ei2

= ln 2 + In Xi + V
= + ln Xi + Vi

Jika teryata signifikan secara statistik, maka terdapat heteroskedastisitas, apabila


ternyata tidak signifikan, bisa menerima asumsi homoskedasitas.

86

3.7.3.4 Uji Linieritas


Uji ini digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan
sudah benar atau tidak. Dengan uji linieritas akan diperoleh informasi apakah model
empiris sebaiknya linier, kuadrat atau kubik.
Ada beberapa uji yang dapat dilakukan:
a. Uji Durbin Waston
Uji ini biasanya dilakukan untuk melihat ada tidaknya autokorelasi dalam suatu
model regresi.
b. Ramsey Test
Uji ini dikembangkan oleh Ramsay tahun 1969. Ramsay menyarankan suatu uji
yang disebut general test of spesificaton atau RESET. Untuk melakukan uji ini
harus membuat suatu asumsi atau keyakinan bahwa fungsi yang benar adalah
fungsi linier. Uji ini bertujuan untuk menghasilkan F-hitung.
c. Uj Lagrange Multiplier
Uji ini merupakan uji alternatif dari Ramsay test dan dikembangkan oleh Engel
tahun 1982. Estimasi dengan uji ini bertujuan untuk mendapatkan nilai c2 hitung
atau(n x R2).
Dalam penelitian ini uji linier yang peneliti gunakan adalah uji Ramsay Test.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Persiapan Penelitian


4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian
Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus adalah suatu
lembaga formal tingkat Taman Kanak-kanak yang berdiri pada tahun 1966 yang
dipelopori oleh Pengurus Ranting Aisyiyah dan Pengurus Ranting Muhammadiyah
Desa Gondangmanis Kecamatan Bae Kabupaten Kudus, yang pada saat itu sebagai
guru adalah ibu Mafthonah.
Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus berada satu
komplek dengan masjid Darussalam dengan luas tanah 900 m menempati tempat
yang tenang di daerah pedesaan 2 KM dari pusat pemerintahan kecamatan Bae
yang terletak di bawah gunung Muria.
Adapun yang melatar belakangi berdirinya Taman Kanak-kanak Aisyiyah
Bustanul Athfal V Kudus adalah :
a. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menangani masalah pendidikan.
b. Karena menyadari masih kurangnya lembaga pendidika tingkat Taman Kanakkanak, sehingga 75% anak banyak yang langsung masuk sekolah dasar.
c. Membantu program pemerintah yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Visi Taman Kanak-kanak Aisyiayah Bustanul Athfal V Kudus adalah
meningkatkan mutu pendidikan, mencetak generasi yang Islami, tangguh, dan
berbudi luhur.
87

88

Sedangkan misinya adalah :


a. Meningkatkan disiplin dan menumbuh kembangkan agama, budi pekerti,
bahasa, kognitif, seni, fisik, dan motorik.
b. Memajukan generasi muda yang berkepribadian Islam.
Karena Taman Kanak-kanak Aisyiyah berdiri sudah cukup lama yaitu 46
tahun, maka kemajuan pendidikan terlihat dari bangunan gedung yang berdiri
megah yang terdiri dari: satu ruang kepala, satu ruang guru, 4 ruang kelas dengan
ukuran 8m x 8m, sebuah gudang dan dapur, dan satu aula yang berfungsi sebagai
tempat pertemuan, dan tempat untuk kegiatan ekstra kurikuler, serta halaman yang
luas dengan alat-alat permainan yang banyak yang memungkinkan anak-anak
untuk bermain dengan leluasa.
Jumlah peserta didik kelompok B Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul
Athfal V Kudus tahun 2011-2012 adalah 76 anak terdiri 33 anak laki-laki dan 43
anak perempuan.
TABEL 4.1
Data Peserta Didik
Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus
Berdasarkan Kelompok
No
Kelompok
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
B1
11
15
26
2
B2
12
13
25
3
B3
10
15
25
Jumlah
33
43
76
Sumber: Data Peserta didik Taman Kanak-kanak Aisyiyah bustanul Athfal V
Kudus tahun 2011-2012.
Dari jumlah siswa 76 anak tersebut berasal dari keluarga dengan status sosial
menengah ke bawah, hal ini dapat dilihat dari pekerjaan orangtua mereka yang
rata-rata adalah buruh pabrik rokok dan buruh bangunan.

89

Seperti terlihat dalam tabel berikut:


Tabel 4.2
Data Pekerjaan Wali Murid
Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus
Tahun 2011-2012
Orangtua Murid
No
Pekerjaan
Ayah
Ibu
1
Buruh Pabrik
3
56
2
Buruh Bangunan
57
3
Pedagang
9
4
Pegawai Negeri
4
7
5
Petani
3
2
6
Tidak Bekerja
12
Jumlah
76
76
Sumber: Data Pekerjaan Wali MuridTaman Kanak-kanak Aisyiyah bustanul
Athfal V Kudus tahun 2011-2012.
Sedangkan pendidikan orangtua peserta didik sebagian besar berpendidikan
tingkat menengah pertama dan tingkat menengah atas, seperti terbaca dalam tabel
berikut:
Tabel 4.3
Pendidikan Orangtua Murid
Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus
Tahun 2011-2012
No
Pendidikan
Orangtua Murid
Ayah
Ibu
1
SD
5
12
2
SMP
13
27
3
SMA
55
35
4
S1
3
2
Jumlah
76
76
Sumber: Data Pendidikan Orangtua Peserta didik Taman Kanak-kanak Aisyiyah
bustanul Athfal V Kudus tahun 2011-2012.
Adapun jumlah tenaga pendidik Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul
Athfal V Kudus pada tahun 2011-2012 adalah 7 (tujuh) orang seperti terlihat dalam
tabel berikut:

90

Tabel 4.4
Data Tenaga Pendidik
Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus
Nama/NIP

No

1
2

Siti Faizah, A.Ma


NIP 19700821200512006
Fitrija ummaja, A.Ma Pd
TK

L/P
P
P

Ijazah
Terakhir/Th
D2
PGTK/1998
D2
PGTK/2008

Jabat
an

Go
l

Mengajar
di kelas

Kepala

IIC

A2

Guru

B1

Chusnul Chotimah

SMU

Guru

B2

Endah Setyorini, A.Ma Pd.


TK

D2
PGTK/2008

Guru

A2

Ulin Ni,mah

SMU

Guru

B2

Vivi Milasari

SMU

Guru

A1

Zahrina Dalilati, S.Pd

S1/2010

Guru

A1

Mulai
Tugas
01-032005
01-071985
22-1097
01-072001
01-102006
01-072009
01-112010

Sumber Data: Data Tenaga Pendidik Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul


Athfal V Kudus Tahun 2011-2012.

4.2 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas


4.2.1 Hasil Uji Validitas
Tipe validitas dalam penelitian ini adalah validitas konstrak. Validitas
konstrak yaitu tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana tes mengungkap suatu
trait/konstrak teoritik yang hendak diukurnya. Pengujian validitas konstrak
diperlukan analisis statistika (Azwar, 2004:175).
Sedang teknik yang digunakan yaitu teknik korelasi product moment dari
Carl Pearson. Hasil perhitungan validitas dengan taraf signifikan 5% dengan
bantuan SPSS versi 11.00 diperoleh hasil sebagai berikut:
1) Skala Pengaruh Tayangan Televisi
Berdasarkan uji validitas, diperoleh hasil bahwa pengaruh tayangan televisi yang
terdiri dari 30 item semuanya valid berkisar antara 0,471-0,751. Item dikatakan
tidak valid jika r hitung > r table. Pada skala intervensi tayangan televisi ini r

91

hitung > r table, maka item dikatakan valid.


2) Skala Perkembangan Perilaku Anak
Berdasarkan uji validitas, diperoleh hasil bahwa perkembangan perilaku anak yang
terdiri dari 30 item semuanya valid berkisar antara 0,463 - 0,795, maka skala
perkembangan perilaku negatif anak r hitung > r tabel , maka item dikatakan valid.

4.2.2 Hasil Uji Realibilitas


Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan, atau menunjukkan konsistensi
suatu alat pengukur di dalam megukur gejala yang sama (Djamaludin Ancok dalam
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989:140). Sedang menurut Azwar
(2006:4) realibilitas adalah sejauh mana hasil suatu penelitian dapat dipercaya.
Menurut Azwar (2006:96) realibilitas telah dianggap memuaskan jika
koefisiennya mencapai minimal r = 0,900.
Pada skala pengaruh tayangan televisi diperoleh koefisien realibilitas sebesar
0,751. Artinya perbedaan (variasi) yang tampak pada skor skala pengaruh tayangan
televisi mampu mencerminkan 75% dari variasi yang terjadi pada skor murni
kelompok subjek dan 25% dari perbedaan yang tampak disebabkan oleh variasi
error/kesalahan pengukuran tersebut (Azwar, 2006:96). Berdasarkan koefisien
realibilitas sebesar 0,751 dapat dikatakan bahwa skala pengaruh tayangan televisi
memiliki realibilitas yang tergolong cukup.
Pada skala perkembangan perilaku diperoleh koefisien realibilitas sebesar
0,795. Artinya perbedaan (variasi) yang tampak pada skor skala pengaruh tayangan

92

televisi mampu mencerminkan 79% dari variasi yang terjadi pada skor murni
kelompok subjek dan 21% dari perbedaan yang tampak disebabkan oleh variasi
error/kesalahan pengukuran tersebut (Azwar, 2006:96). Berdasarkan koefisien
realibilitas sebesar 0,795 dapat dikatakan bahwa skala perkembangan perilaku
memiliki realibilitas yang tergolong cukup juga.

4.3 Hasil Penelitian


4.3.1 Hasil Uji Asumsi
Pengujian terhadap asumsi klasik dengan bantuan SPSS versi 11.00 yang
dilakukan pada penelitian ini meliputi:

4.3.1.1 Uji Normalitas


Dengan melihat tampilan grafik histogram maupun grafik normal plot dapat
disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi yang tidak
menceng (skewness) dan normal. Sedang pada grafik normal plot terlihat titik-titik
menyebar di sekitar garis diagonal, ini berarti model regresi tidak menyalahi
asumsi normalitas.
Setelah dilakukan uji normalitas menggunakan uji statistik non-parametik
Kolmogrov-Smirnov (K-S) diperoleh hasil, besarnya nilai Kolmogrov-Smirnov
adalah 0.750 dan signifikan pada 0.628 ini berarti data residual terdistribusi
normal.

93

Normal P-P Plot of Regression


Standardized Residual
Dependent Variable: y

Expected Cum Prob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0
0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

Observed Cum Prob

Tabel 4.5
Hasil Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

N
Normal Parameters a,b
Most Extreme
Differences

Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative

Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)

Unstandardiz
ed Residual
76
.0000000
3.70401616
.086
.075
-.086
.750
.628

a. Test distribution is Normal.


b. Calc ulated from data.

4.3.1.2 Multikolonieritas
Hasil perhitungan nilai Tolerance menunjukkan tidak ada variabel independen
yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0.10 yang berarti tidak ada korelasi antar
variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil perhitungan nilai Variance
Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama tidak ada satu variabel
independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa
tidak ada multikolonieritas antar variabel independen dalam model regresi.

94

Tabel 4.6
Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa

Model
1

Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
.394
2.538
.315
3.173
.354
2.827

x1
x2
x3

a. Dependent Variable: y

Hasil

pengukuran

terhadap

varian

inflation

factor

(VIF)

hasilnya

menunjukkan bahwa semua variabel pada model yang diajukan bebas dari
multikolinieritas. Hal ini ditunjukkan pada nilai VIF yang berada di bawah 9,
sehingga dapat dikatakan bahwa persamaan tidak mengandung multikolinieritas
(Gujarati, 2003), sebagaimnana dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7
Pengujian Multikolinieritas
Variabel
VIF
Keputusan
X1
2,538
Bebas Multikolinieritas
X2
3,173
Bebas Multikolinieritas
X3
2,827
Bebas Multikolinieritas
Sumber: Data Primer diolah Juli 2012.

4.3.1.3 Uji Heteroskedastisitas


Dari grafik Scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta
tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga
model regresi layak dipakai untuk memprediksi intervensi tayangan televisi
terhadap perkembangan perilaku anak.

95

Scatterplot

Dependent Variable: y

Regression Studentized
Residual

3
2
1
0
-1
-2
-3
-3

-2

-1

Regression Standardized Predicted Value

Berdasarkan analisis regresi tabel 4.8 tampilan menunjukkan output SPSS


memberikan koefisien parameter untuk variabel independen tidak ada yang
signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat
Heteroskedastisitas karena t hitung < t tabel atau sig-t > .

Tabel 4.8
Uji heteroskedastisitas
Coefficientsa

Model
1

(Constant)
x1
x2
x3

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
28.699
3.134
.416
.169
.396
.163
.368
.179

Standardized
Coefficients
Beta
.288
.316
.253

t
9.157
2.467
2.423
2.052

Sig.
.000
.016
.018
.044

a. Dependent Variable: y

4.4 Uji Hipotesis


4.4.1 Uji F
Diduga bahwa faktor pengaruh tayangan televisi berupa sinetron, film
kartun dan hiburan musik berhubungan terhadap perkambangan perilaku anak di
Taman Kanak-kanak Asyiyah Bustanul Athfal V Kudus.

96

Berdasarkan analisis regresi tabel 4.9 nampak bahwa nilai F hitung (38,019)
> dari nilai F table (2,31) atau signifikan (0.00) < alpha (0.05). Dengan demikian
H0 yang menyatakan tidak ada hubungan faktor tayangan televisi sinetron, film
kartun dan hiburan musik terhadap perkembangan perilaku negatif anak, ditolak,
dan hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa: ada hubungan factor
tayangan

televisi

suinetron,

film

kartun,

dan

hiburan

musik

terhadap

perkembangan perilaku negatif anak, diterima.


Dengan demikian dapat disimpulkan secara statistik dapat dibuktikan bahwa
semua variabel independen sinetron (X1), variabel film kartun (X2), dan variabel
hiburan musik (X3) berhubungan terhadap perkembangan perilaku negatif anak.
Tabel 4.9
Ringkasan Hasil uji Statistik
Intervnsi Tayangan Televisi terhadap Perkambangan Perilaku Anak
ANOVAb
Sum of
Model
Squares
1
Regression
1630.020
Residual
1028.980
Total
2659.000
b.Predictors: (Constant), x3, x1, x2

Df
3
72
75

Mean Square
543.340
14.291

F
38.019

Sig.
.000a

c. Dependent Variabel: y

4.4.2 Uji t
Untuk melihat apakah variabel independen memang benar dapat
mempengaruhi variabel depanden secara parsial, untuk itu digunakan uji t. Dalam
uji t dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
Ha: Ada hubungan antara pengaruh tayangan televisi sinetron, film kartun, dan
hiburan musik terhadap perkembangan perilaku negatif anak.

97

Ho: Tidak ada hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel sinetron, film
kartun, dan hiburan musik terhadap perkembangan perilaku negatif anak.
Untuk menguji hipotesis tersebut, apakah H0 diterima atau ditolak, maka
dilakukan uji t, dengan derajat bebas (n-k) dimana n adalah jumlah sampel, k
adalah jumlah variabel. Tolok ukur penerimaan atau penolakan H0 adalah sebagai
berikut:
1)

H0 diterima jika t hitung lebih besar t tabel

2)

H0 ditolak jika t hitung lebih kecil t tabel, yang berarti menerima Ha.

Tabel 4.10
Ringkasa Hasil Uji Parsial
Coefficientsa

Model
1

(Constant)
x1
x2
x3

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
28.699
3.134
.416
.169
.396
.163
.368
.179

Standardized
Coefficients
Beta
.288
.316
.253

t
9.157
2.467
2.423
2.052

Sig.
.000
.016
.018
.044

a. Dependent Variable: y

Dari hasil pengolahan data tabel: 4.10 yang merupakan output dari
pengolahan model regresi dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Sinetron terhadap Perkembangan
Perilaku Negatif Anak (y)
Berdasarkan analisis data uji parsial, diketahui t hitung sinetron (2,467) >
dari t tabel (1,66) atau sig.(0,016) < alpha (0,05) adalah signifikan pada taraf
signifikasi 5%, dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima.

98

Berdasarkan hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa faktor sinetron secara
parsial berhubungan secara signifikan terhadap perkembangan perilaku negatif
anak.
2. Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Film Kartun (X2) terhadap
Perkembangan Perilaku Negatif Anak (y)
Berdasarkan analisis data, diketahui t hitung film kartun (2,423) > dari t
tabel (1,66) atau sig.(0,018) < alpha (0,05) adalah signifikan pada taraf signifikasi
5%, dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan hasil uji statistik
ini menunjukkan bahwa faktor film kartun secara parsial berhubungan secara
signifikan terhadap perkembangan perilaku negatif anak.
3. Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Hiburan Musik (X3) terhadap
Perkembangan Perilaku Negatif Anak (y)
Berdasarkan analisis data, diketahui t hitung hiburan musik (2,052) > dari t
tabel (1,66) atau sig.(0,044) < alpha (0,05) adalah signifikan pada taraf signifikasi
5%, dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan hasil uji statistik
ini menunjukkan bahwa faktor hiburan musik secara parsial berhubungan secara
signifikan terhadap perkembangan perilaku negatif anak.
Berdasarkan analisis statistik pada tabel tersebut di atas maka, uji parsial
pada fungsi regresi estimasi Y = f (X1, X2,Xn) bertujuan untuk membuat
kesimpulan mengenai pengaruh masing-masing menggunakan nilai probabilitas (pvalue) lebih kecil dengan tingkan signifikansi (alpha) yang digunakan. Jika nilai
probabilitas (p-value) lebih kecil dengan tingkat signifikansi (alpha) yang
digunakan, keputusannya adalah menolak hipotesis nol (H0) dan menerima

99

hipotesis alternatif (Ha). Artinya variabel independen yang diuji berpengaruh


secara signifikan (bermakna) terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika
probabilitas menerima hipotesis non (p-value) lebih besar dari tingkat signifikasi
(alpha) yang digunakan.

4.5 Pembahasan
4.5.1 Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Sinetron terhadap
Perkembangan Perilaku Negatif Anak
Dari hasil analisis regresi dapat diketahui bahwa faktor sinetron secara
signifikan mempunyai hubungan terhadap perkembangan perilaku negatif anak,
diketahui t hitung sinetron (2,467) > dari t table (1,66) atau sig.(0,016) < alpha
(0,05) adalah signifikan pada taraf signifikasi 5%, artinya , secara statistik dapat
dibuktikan bahwa variabel sinetron (X1) mempunyai hubungan secara signifikan
terhadap variabel perkembangan perilaku negatif anak (Y).
Penelitian lain yang tidak jauh berbeda yang mendukung penelitian saya
adalah penelitian yang berjudul Pengaruh Sinetron di Televisi terhadap Anak oleh
R. Koesmaryanto Oetomo, S. Km, M. Si (website Google; http://www.Pengaruh
Tayangan Televisi.go.id) menyebutkan:
(1) Judul-judul sinetron anak atau remaja sering kali bertema vulgarisma,
menantang, mengandung unsur porno grafi.
(2) Pemain sinetron dipilih dari remaja bahkan sebagian masih berusia anak-anak
(6-13 tahun).

100

(3) Peran yang dimainkan remaja dan anak-anak seringkali bertabrakan dengan
norma pergaulan masyarakat dan belum sesuai dengan tingkat perkembangan
psikologinya.
(4) Banyak alur cerita sinetron yang bersetting sekolah tetapi tidak sesuai dengan
norma agama dan adat ketimuran yang berlaku.

4.5.2 Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Film Kartun terhadap


Perkembangan Perilaku Negatif Anak
Dari hasil olah data pada penelitian pengaruh tayangan film kartun terhadap
perkembangan perilaku negatif anak pada Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul
Athafl V Kudus diperoleh hasil bahwa, diketahui t hitung film kartun (2,423) >
dari t table (1,66) atau sig.(0,018) < alpha (0,05) adalah signifikan pada taraf
signifikasi 5%, artinya, secara statistik dapat dibuktikan bahwa variabel film kartun
(X2) secara signifikan mempunyai hubungan terhadap variabel perkembangan
perilaku negatif anak (Y).
Penelitian lain yang tidak jauh berbeda yang mendukung penelitian saya
adalah Penelitian yang dilakukan oleh Andayani (1997) yang melakukan
penelitian terhadap beberapa film kartun Jepang, seperti Sailor Moon, Dragon
Ball, dan Magic Knight Ray Earth. Ia menemukan bahwa film tersebut banyak
mengandung adegan antisosial (58,4%) daripada adegan prososial 41,6%). Studi
ini menemukan bahwa kategori perlakuan antisosial yang paling sering muncul
berturut-turut adalah berkata kasar (38,56%), mencelakakan 28,46%), dan
pengejekan (11,44%). Sementara itu, katagori prososial, perilaku yang kerapkali

101

muncul adalah kehangatan (17,16%), kesopanan (16,05%), empati (13,43%), dan


nasihat 13,06%).

4.5.3 Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Hiburan Musik


terhadap Perkembangan Perilaku Negatif Anak
Dari hasil analisis regresi dapat diketahui bahwa faktor hiburan musik secara
signifikan mempengaruhi perkembangan perilaku negatif anak, diketahui t hitung
hiburan musik (2,052) > dari t table (1,66) atau sig.(0,044) < alpha (0,05) adalah
signifikan pada taraf signifikasi 5%, artinya , secara statistik dapat dibuktikan
bahwa variabel hiburan musik (X3) mempunyai hubungan secara signifikan
terhadap variabel perkembangan perilaku negatif anak (Y).
Benhard mengatakan bahwa (2007:12) musik merupakan salah satu sumber
yang paling penting dan berharga dalam proses mendidik dan membesarkan anak,
melalui acara-acara musik yang ditayangkan di televisi, radio maupun
menyaksikan secara langsung acara lomba, festival serta pertunjukan musik.
Secara tidak disadari perilaku seorang anak akan berubah dari yang semula
pendiam menjadi periang, dari yang semula sedih menjadi gembira, dari yang
semula rendah diri menjadi percaya diri dan masih banyak lagi. Dengan
mendengarkan

musik

merupakan

sumber

yang

berharga

untuk

proses

perkembangan kognisi, mental, sosial dan mosi, dan dapat menstimulus pikiran.
Seperti yang dilaporkan Campbell (Sandra, 2001:2). Dalam bukunya Sandra,
menyatakan bahwa pembelajaran musik penuh tantangan dan sangat sistematis.
Dengan belajar teori musik, anak memperoleh pemahaman baru dalam konsep,

102

angka dan kemampuan emosional. Memang tidak secara otomatis dikatakan


bahwa anak yang belajar musik akan jenius dalam kemampuan matematika, tetapi
paling tidak, anak yang belajar musik memperoleh kesempatan. Kesempatan
yang memungkinkan anak untuk mendapatkan pengaruh positif dari pengalaman
musik adalah melalui sekolah.
Menurut Sloboda (Djohan, 2005), musik dapat meningkatkan intensitas
emosi dan akan lebih akurat bila emosi musik itu dijelaskan sebagai suasana hati
(mood), pengalaman, dan perasaan yang dipengaruhi akibat mendengarkan musik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa musik akan berpengaruh positif
jika anak mendengarkan musik yang diperoleh dari pelajaran di sekolah,
sedangkan jika yang didengarkan adalah hiburan musik yang tidak layak
dikonsumsi oleh anak maka hal ini tentu saja dapat berdampak kurang baik bagi
perkembangan perilaku anak. Karena pada umumnya anak-anak selalu meniru apa
yang mereka lihat, tidak menutup kemungkinan perilaku dan sikap anak tesebut
akan mengikuti lagu dan gaya bernyanyi dari penyanyi yang ia tonton. Apabila
yang ia tonton merupakan acara yang lebih kepada edukatif, maka akan bisa
memberikan dampak positif tetapi jika yang ia tonton lebih kepada hal yang tidak
memiliki arti bahkan yang mengandung unsur-unsur negatif atau penyimpangan,
maka hal ini akan memberikan dampak yang negatif pula terhadap perilaku anak
yang menonton acara televisi tersebut.

103

4.5.4

Besarnya Hubungan Pengaruh Televisi Variabel Sinetron terhadap


Perkembangan Perilaku Negatif Anak
Dari hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara

pengaruh tayangan televisi variabel sinetron dengan perkembangan perilaku


negatiuf anak (p < 0, 05) mempunyai hubungan sebesar 24, 67% (dari 50 anak).
Penelitian ini membuktikan ada hubungan antara pengaruh televisi terhadap
perkembangan perilaku negatif anak bermakana secara statistik. Diantara 50 anak
yang mempunyai hubungan terhadap perkembangan perilaku negatifnya adalah
sebanyak 13 anak.
Penelitian lain yang tidak jauh berbeda yang mendukung penelitian saya
adalah penelitian yang berjudul Pengaruh Sinetron di Televisi terhadap Anak oleh
R. Koesmaryanto Oetomo, S. Km, M. Si (website Google; http://www.Pengaruh
Tayangan Televisi.go.id) menyebutkan:
(1)

Judul-judul sinetron anak atau remaja sering kali bertema vulgarisma,


menantang, mengandung unsur porno grafi.

(2) Pemain sinetron dipilih dari remaja bahkan sebagian masih berusia anakanak (6-13 tahun).
(3)

Peran yang dimainkan remaja dan anak-anak seringkali bertabrakan dengan


norma pergaulan masyarakat dan belum sesuai dengan tingkat perkembangan
psikologinya.

(4)

Banyak alur cerita sinetron yang bersetting sekolah tetapi tidak sesuai dengan
norma agama dan adat ketimuran yang berlaku.

104

4.5.5 Besarnya Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Film


Kartun terhadap Perkembangan Perilaku Negatif Anak
Dari hasil olah data pada penelitian hubungan antara pengaruh tayangan
televisi variabel film kartun terhadap perkembangan perilaku negatif anak
kelompok B pada Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus
menunjukkan hubungan yang signifikan (p< 0,05) mempunyai hubungan sebesar
24,23% (dari 50 anak). Penelitian ini membuktikan ada hubungan antara intervensi
tayangan televisi variabel film kartun terhadap perkembangan perilaku anak
bermakna secara statistik . Diantara 50 anak yang mempunyai hubungan terhadap
perkembangan perilakunya adalah sebanyak 12 anak.
Penelitian lain yang tidak jauh berbeda yang mendukung penelitian saya
adalah Penelitian yang dilakukan oleh Andayani (1997) yang melakukan
penelitian terhadap beberapa film kartun Jepang, seperti Sailor Moon, Dragon
Ball, dan Magic Knight Ray Earth. Ia menemukan bahwa film tersebut banyak
mengandung adegan antisosial (58,4%) daripada adegan prososial 41,6%). Studi
ini menemukan bahwa kategori perlakuan antisosial yang paling sering muncul
berturut-turut adalah berkata kasar (38,56%), mencelakakan 28,46%), dan
pengejekan (11,44%). Sementara itu, katagori prososial, perilaku yang kerapkali
muncul adalah kehangatan (17,16%), kesopanan (16,05%), empati (13,43%), dan
nasihat 13,06%).tat bahwa film kartun bertemakan kepahlawanan lebih banyak
menampilkan adegan anti social (63,51)% daripada adengan prososial (36,49)%.
Penelitian lain yang tidak jauh berbeda adalah penelitian yang dilakukan oleh
YLKI yang juga mencatat bahwa film kartun bertemakan kepahlawanan lebih

105

banyak menampilkan adegan anti social (63.51)% daripada adegan prososial


(36,49)%. Begitu pula film kartun lainnya khususnya film kartun import
membawa muatan negatif, misalnya film kartun Batman dan Superman, menurut
hasil penelitian Stein dan Frederich di AS menunjukkan bahwa anak-anak menjadi
lebih agresif yang dapat dikategorikan anti social setelah mereka menonton film
kartun seperti Batman dan Superman.

4.5.6

Besarnya Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Hiburan


music terhadap Perkembangan Perilaku Negatif Anak
Dari hasil penelitian besarnya hubungan antara pengaruh tayangan televisi

variabel hiburan musik dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B


pada Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus menunjukkan
hubungan yang signifikan (p< 0,05) mempunyai hubungan sebesar 20,52% (dari
50 anak). Penelitian ini membuktikan ada hubungan antara pengaruh tayangan
televisi variabel film kartun terhadap perkembangan perilaku negatif anak
bermakna secara statistik. Diantara 50 anak yang mempunyai hubungan terhadap
perkembangan perilaku negatifnya adalah sebanyak 10 anak.
Penelitian lain yang tidak jauh berbeda yang mendukung penelitian saya
adalah penelitian yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YLKI)
(Mulkan Sasmita, 1997), presentase acara televisi yang secara khusus ditujukan
bagi anak-anak relatif kecil, hanya sekitar 2,7% sampai dengan 4,5 % dari total
tayangan yang ada. Yang lebih mengkhawatirkan lagi ternyata presentase kecil
inipun materinya sangat mengkhawatirkan bagi perkembangan anak-anak.

106

Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada acara khusus
yang ditujukan kepada anak, termasuk acara hiburan musik. Dengan demikian
anak-anak setiap hari melihat tayangan televisi termasuk hiburan musik yang
sebenarnya kurang layak dikonsumsi oleh mereka.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang korelasi pengaruh tayangan televisi
terhadap perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman kanak-kanak
Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus dap0at disimpulkan sebagai berikut:
1. Ada

hubungan

antara

tayangan

televisi

variabel

sinetron

terhadap

perkembangan perilaku negatif anak. Dengan kata lain sinetron televisi


berpengaruh terhadap perkembangan perilaku negatif anak.
2. Ada hubungan antara tayangan televisi variabel film kartun terhadap
perkembangan perilaku negatif anak. Dengan kata lain film kartun mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan perilaku negatif anak.
3. Ada hubungan antara tayangan televisi variabel hiburan musik terhadap
perkembangan perilaku negatif anak. Dengan kata lain hiburan musik televisi
berpengaruh terhadap perkembangan perilaku negatif anak.
4. Dari 50 siswa yang perkembangan perilaku negatifnya terpengaruh oleh
sinetron televisi sebanyak 13 anak
5. Sedangkan anak yang perkembangan perilaku negatifnya terpengaruh oleh film
kartun sebanyak 12 anak.
6. Sepuluh anak perkembangan perilaku negatifnya terpengaruh oleh tayangan
hiburan musik.
107

108

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa tayangan televisi secara


keseluruhan variabel yang diamati memiliki pengaruh terhadap perkembangan
perilaku negatif anak kelompok B Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal
V Kudus, bahwa variabel sinetron (X1), film kartun (X2) dan hiburan musik (X3),
memberikan hasil positif berpengaruh terhadap perkembangan perilaku negatif
anak. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lani; (1) Status sosiaoekonomi
orangtua peserta didik berada pada tingkat menengah ke bawah, (2) Tingkat
pendidikan orangtua peserta didik adalah rata-rata tingkat menengah pertama dan
menengah atas, (3) Waktu untuk mendampingi anak dalam menonton tayangan
televisi sangat kurang bahkan bisa dibilang tidak ada karena sibuk mencari nafkah.
Berdasakan analisis nampak bahwa F hitung sebesar 38,019 adalah
signifikan, karena p > 0, 5. Dengan demikian H0 yang menyatakan bahwa: "Tidak
ada hubungan pengaruh sinetron, film kartun, dan hiburan musik terhadap
perkembangan perilaku negatif anak, ditolak, dan Hipotesis Alternatif (HA) yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara pengaruh tayangan televisi sinetron, film
kartun, dan hiburan musik, diretima.

5.2 Saran
Berdasarkan simpulan yang diperoleh, ada beberapa saran yang dapat
dilakukan untuk mengantisipasi pengaruh buruk media televisi terhadap
perkembangan anak, khususnya yang harus diperhatikan oleh orang tua, antara
lain :
1. Orang tua harus dapat memilih acara yang sesuai dengan usia anak.

109

Jangan biarkan anak menonton acara yang tidak sesuai dengan usianya.
Walaupun ada acara yang memang untuk anak-anak, perhatikan dan analisa
apakah sesuai dengan anak-anak. Maksudnya tidak ada unsur kekerasan atau hal
lain yang tidak sesuai dengan usia mereka.
2.

Orang tua sebaiknya mendampingi anak saat menonton televisi. Tujuannya


adalah agar acara televisi yang ditonton oleh anak dapat terkontrol dan orangtua
dapat memperhatikan apakah acara tersebut layak ditonton atau tidak. Orangtua
juga dapat mengajak anak membahas apa yang ada di televisi dan membuatnya
mengerti bahwa apa yang ada di televisi tidak tentu sama dengan kehidupan
yang sebenarnya.

3. Orang tua harus mengetahui acara favorit anak dan bantu anak memahami pantas
tidaknya acara tersebut mereka tonton, ajak mereka menilai karakter dalam acara
tersebut secara bijaksana dan positif.
4. Orangtua sebaiknya tidak meletakkan televisi di kamar anak. Selain untuk
mempermudah orangtua mengontrol tontonan anak, juga tidak membuat
aktivitas yang seharusnya dilakukan di kamar seperti tidur dan belajar menjadi
terganggu dan beralih ke televisi.
5. Ajak anak untuk melakukan banyak aktivitas lain selain hanya menonton televisi.
Orangtua dapat mengajak anak keluar rumah untuk menikmati alam dan
lingkungan, bersosialisasi secara positif dengan orang lain. Orang tua juga dapat
memperkenalkan dan mengajarkannya suatu hobi baru.
6. Ajari anak untuk memperbanyak membaca buku yang bermanfaat. Letakkan
buku di tempat yang mudah dijangkau anak, ajak anak ke toko buku atau

110

perpustakaan.
7. Periksalah jadwal acara televisi, sehingga orangtua dapat mengatur acara apa
yang akan ditonton bersama anak. Dengan mencari dan melihat resensi atau
ulasan mengenai film atau acara tersebut orangtua akan tahu garis besar isi acara
tersebut sehingga dapat menentukan pantas tidak acara tersebut disaksikan.
8. Orangtua harus membiasakan anak tidak menonton televisi di hari-hari sekolah.
Ini dimaksudkan untuk menghindari kurangnya waktu belajar anak karena terlalu
banyak menonton acara televisi. Di sini orangtua harus memberi contoh dengan
tidak banyak menonton televisi. Jika anak melihat orangtuanya sering menonton
televisi sedangkan ia tidak diperkenankan tentu anak akan menganggap itu tidak
adil.
9. Orangtua harus membekali anak dengan pendidikan yang mengandung nilai-nilai
agama yang harus selalu diterapkan dan ditumbuhkan di rumah dengan cara
mengikut sertakan anak ke suatu pendidikan keagamaan di luar jam sekolah,
agar anak-anak mampu berpikir jernih, punya rencana dan masa depan yang
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S. 2008. Perkembangan dan Konsep Dasar Perkembangan Anak Usia Dini.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Ali, M. 1987, Penelitian Kependidikan Prosedur dun Strategi, Angkasa : Bandung.
Arief, A. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Edisi Revisi. Jakarta:
Deppen.
Ariestya. 2009. Pengaruh Tayangan Televisi Terhadap Perkembangan Psikologis
Anak.
Diakses
pada hari Minggu, 08 April 2012 dari
http://situliatsitucoment.blogspot.com/2009/02/pengaruh-tayangan-televisiterhadap.html
Arikunto,S. 2010 Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.
Astrid Susanto, S., 1993, Beberapa Pengaruh Acara Televisi terhadap Anak dan Saran
Acara, Jakarta : Deppen.
Azrul Azwar, 1983, Pengantar Ilmu Kesehatan, Jakarta : Mutiara.
Azwar, S 1998, Sikap Manusia teori dan Pengukurannya, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Budi, A. Liliek 2000, Peran Keluarga di Tengah Intervensi Televisi, Majalah Ilmiah
Volume X Nomor 16.
Dedi, S. 1993, Kontroversi tentang Dampak Siaran Televisi terhadap Perilaku
Pemirsa, Audientia, Volume 1 Nomor 4.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Hadi, S. 1988, Statistik, Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.
Hadi, S. 2001. Metodologi Resech Jilid 2. Yogyakarta: ANDI
Hurlock, E.B. 1978. Perkembangan Anak Jilid 1. Alih Bahasa oleh Metasari Tjandrasa
dan Muslichah Zarkasih. Jakarta: Erlangga.
Kusrin dan Agustin, S. 1990, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Sistem
Pendidikan National, berisi PP No. 27, 28, 29 tahun 1999, Semarang: Aneka
Ilmu.

111

112

Kartono, K. 1990, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung : Mandar Maju.


Poerwadarminta, 1988, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Purwanto, N. 1989, Psikologi Pendidikan, Bandung : Rosdakarya.
Singarimbun, M. dan Effendi,S. 1989, Metode Penelitian Survai, LP3ES :
Jakarta.
Sugiyono, 2001, Statistik Nonparametris untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta.
Surya, M. 1993, Pola Pendidikan Anak di Tengah Derasnya Arus Hiburan TV,
Audientia, Volume 1 Nomor 4.
Suyanto, B. 1995, Televisi : Media Sosialisasi yang Anti Sosial bagi Anak, Republika,
12 Mei 1995.

113

LAMPIRAN 1

114

ANGKET PENELITIAN
Pengantar
Bapak/ibu/saudara yang saya hormati, dengan mengucap puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
melaksanakan penelitian dengan judul: Korelasi Intervensi Tayangan Televisi
terhadap Perkembangan Perilaku Anak Pada Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul
Athfal V Kudus. Penelitian ini adalah semata-mata untuk kepentingan penulisan
skripsi, saya mohon bapak/ibu/saudara bisa membantu dengan memberikan jawaban
yang sejujur-jujurnya.
Akhirnya terima kasih atas bantuan bapak/ibu/saudara yang telah bersedia
menjawab pertanyaan dalm angket ini. Semoga amal baik bapak/ibu/saudara mendapat
balasan dari-Nya. Amien.
Semarang,
Peneliti
Petunjuk
Pilih salah satu jawaban dengan memberi tanda silang (X)
A. Identitas Responden
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat

:
:
:
:

B. PERTANYAAN-PERTANYAAN
Pertanyaan pertanyaan tentang tayangan televisi
1. Tayangan sinetron di televisi mengajarkan anak untuk mengenal kehidupan
masyarakat, sehingga sebagian proses sosialisasi anak bisa dilalui lewat
tayangan televisi itu. Setujukah anda dengan pendapat ini?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak setuju

2. Dalam tayangan sinetron serngkali menampilkan perbedaan status social


yang menimbulkan perlakuan sangat berbeda, apakah anda setuju dengan
pernyataan tersebut?

115

a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak setuju

3. Sinetron televisi terlalu banyak menampilkan adegan-adegan kekerasan dan


merangsang timbulnya tindak kekerasan di kalangan remaja dan anak.
Apakah anda setuju dengan pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak setuju

4. Disela-sela tayangan sinetron biasanya ditampilkan iklan produk-produk


yang dapat menimbulkan pola kunsumtif bagi yang melihatnya, apakah
pernyataan anda setuju dengan pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kadang-kadang

b. Setuju

d. Tidak setuju

5. Sinetron televisi kebanyakan menayangkan gaya hidup anak gedongan,


apakah anda setuju dengan pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kadang-kadang

b. Setuju

d. Tidak setuju

6. Terkait dengan pertanyaan nomor 5, cara berpakaian/gaya busana yang


ditampilkan dalam sinetron juga menampilkan keglamoran, Apakah anda
setuju dengan pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kadang-kadang

b. Setuju

d. Tidak setuju

7. Bahasa gaul selalu dimunculkan pada setiap adegan tayangan sinetron.


Apakah anda setuju dengan pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak setuju

8. Umpatan dan bentakan selalu mewarnai adegan perbedaan pendapat dalam


tayangan sinetron. Apakah anda setuju pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak setuju

116

9. Sinetron yang ditayangkan di stasiun-stasiun televisi bahkan pada pagi dan


siang hari kebanyakan bertemakan remaja, apakah anda setuju dengan
pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak setuju

10. Hanya ada beberapa tayangan sinetron anak-anak yang ditayangkan oleh
stasiun televisi, dengan kata lain porsinya sangat sedikit sekali. Setujukah
anda dengan pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kadang-kadang

b. Setuju

d. Tidak setuju

11. Beberapa tayangan film kartun menampilkan gaya hidup berpetualang,


apakah anda setuju dengan pernyataan tersebut.?
a.

Sangat setuju

c. Kadang-kadang

b.

Setuju

d.Tidak setuju

12. Film kartun juga menampilkan tokoh superhero sang penyelamat, apakah
benar pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak setuju

13. Kebanyakan tayangan film kartun menampilkan adegan permusuhan yang


berkepanjangan seperti film Tom and Jerry, Doraemon dimana tokoh Jayen
selalu iri pada Nobita. Apakah anda setuju dengan pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kadang-kadang

b. Setuju

d. Tidak setuju

14. Dalam tayangan film kartun juga menampilkan adanya kelompok/geng yang
saling bermusuhan. Setujukah anda dengan pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. kadang-kadang

b. Setuju

d. Tidak setuju

15. Masih terkait dengan film kartun, dalam adegannya menampilkan persoalan
yang kecil memicu permusuhan. Apakah andasetuju dengan pernyataan ini?
a. Sangat benar

c. Kadang

b. Benar

d. Tidak benar

117

16. Film kartun juga menampilkan adegan penyelesaian masalah dilakukan


dengan kekerasan, apakah anda setuju dengan pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. kadang-kadang

b. Setuju

d. Tidak setuju

17. Kebanyakan film kartun bukan asli buatan bangsa Indonesia, melainkan dari
bangsa-bangsa lain seprti Malaysia, Jepang, Amerika Serikat dan lain-lain
yang disulih suarakan menjadi berbahasa Indonesia. Tentu saja film-film
kartun tersebut dibuat sesuai dengan budaya dan kepribadian bangsa
pembuatnya. Apakah anda setuju dengan pernyataan ini?
a. Sangat setuju

c. Kadang-kadang

b. Setuju

d. Tidak setuju

18. Bahkan ada film kartun yang tidak disulih suarakan, seperti film Upin dan
Ipin yang masih menggunakan bahasa melayu, gaya dan tata bahasa ini
mudah ditiru oleh anak, secara tidak langsung budaya Negara lain masuk ke
Negara kita. Apakah anda setuju dengan pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kadang-kadang

b. Setuju

d. Tidak setuju

19. Film kartun juga menampilkan berbagai reaksi yang ditimbulkan bagi mereka
yang gagal dalam menjalankan peran, seperti dengan ucapan yang seharusnya
kurang pantas yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi
sesuatu yang kelihatannya biasa saja. Apakah anda setuju dengan pernyaataan
tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kadang-kadang

b. Setuju

d. Tidak Setuju

20. Terkait dengan pernyataan sebelumnya bahwa dalam film kartun bahkan
menampilkan adegan tindakan yang semestinya kurang pantas atau terlalu
dibuat-buat demi menarik perhatian pemirsa. Setujukah anda dengan
pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. kadang-kadang

b. Setuju

d. tidak setuju

118

21. Di samping pandangan miring terhadap tayangan media televisi, keberadaan


televisi juga sebagai media informasi(fungsi utama), media pendidikan dan
sebagai media hiburan. Setujukah anda dengan pendapat tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak Setuju

22. Acara hiburan musik menimbulkan kegembiraan bagi anak yang menonton,
membuat anak yang menonton menirukan lagu/nyanyian yang sedang dilihat
dan didengarnya. Setujukah anda dengan penyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak Setuju

23. Tayangan hiburan musik di televisi lebih banyak menampilkan lagu-lagu


remaja dibandingkan lagu anak-anak. Setujukah anda dengan pernyataan
tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak Setuju

24. Lagu-lagu bertema dewasa dan remaja yang ditayangkan syairnya kurang
mendidik bahkan kurang sesuai untuk anak. Setujukah anda dengan
pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak Setuju

25. Dalam tayangan televisi gaya penyanyi cilik seringkali meniru gaya penyanyi
remaja. Setujukah anda dengan pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak Setuju

26. Bahkan cara berpakain juga meniru gaya berpakain penyanyi remaja.
Setujukah anda dengan pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak Setuju

27. Pada saat ini jarang sekali ada tayangan hiburan musik khusus anak, kalaupun
ada porsinya sangat sedikit. Setujukah anda dengan pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

119

b. Setuju

d. Tidak Setuju

28. Lagu-lagu anak-anak sekarang ini kurang berkembang, tidak seperti dekade
tahun 90an yang banyak bermunculan pencipta lagu anak. Setujukan anda
dengan pertanyaan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak Setuju

29. Dengan minimnya pencipta lagu anak-anak tentu saja menimbulkan


minimnya lagu anak-anak yang ada di tayangan televisi. Setujukah anda
dengan pernyataan tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak Setuju

30. Minimnya lagu anak-anak juga menimbulkan penyanyi cilik menyanyikan


lagu-lagu remaja atau lagu-lagu dewasa. Setujukah anda dengan penyataan
tersebut?
a. Sangat setuju

c. Kurang setuju

b. Setuju

d. Tidak Setuju

Pernyataan pernyataan yang berhubungan dengan perkembangan perilaku


anak
31. Apakah anak menunda pekerjaan lain karena sedang menonton sinetron di
televisi?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
32. Apakah karena menonton sinetron televisi membuat pekerjaan yang
seharusnya dilakukan anak menjadi terbengkelai ?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
33. Apakah menonoton sinetron televisi juga menyebabkan anak anda tidak
belajar?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
34. Apakah karena menonton sinetron televisi kegiatan anak anda menjadi
terganggu?
a.Selalu

c. Kadang-kadang

120

b. Sering

d. Tidak pernah

35. Apakah karena menonton sinetron televisi, pola makan anak anda menjadi
berubah?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
36. Apakah anak anda makan sambil menonton sinetron televisi?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
37. Apakah anak anda mengembalikan peralatan makan setelah selesai makan
atau menunggu sampai sinetron yang disukainya selasai ditayangkan?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah a.Selalu
38. Apakah anak anda minta dibelikan makanan yang ditayangkan disela-sela
acara sinetron televisi?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
39. Apakah karena menonton sinetron televisi anak anda tidur larut malam?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
40. Apakah karena anak anda menonton sinetron televisi hingga larut malam
menyebabkan anak anda susah dibangunkan pagi harinya?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
41. Jika anak anda minta sesuatu dan tidak anda turuti, apakah anak anda
berteriak seperti yang selalu ia tonton di sinetron televisi?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
42. Apakah anak anda melakukan suatu tindakan (misalnya ngambek/mogok
makan/ mengunci diri di kamar) agar kemauannya dituruti, seperti adeganadegan yang sering ditayangankan pada sinetron yang ia lihat?
a.Selalu
b. Sering
43. Apakah anak

c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
anda sepulang sekolah langsung menyalakan televisi dan

meletakkan sepatu dan tasnya sembarangan?


a.Selalu
b. Sering

c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah

121

44. Apakah anak anda setelah sampai di rumah langsung menonton film kartun
dan masih memakai seragam sekolah?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
45. Apakah anak anda mengganti baju dulu baru menyalakan televisi dan melihat
film kartun kesayangannya?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
46. Apakah anak anda selalu menyempatkan waktu untuk menonton film kartun
di televisi?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
47. Apakah karena menonton film kartun di televisi pola tidur anak anda juga
berubah?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
48. Apakah anak anda kecewa ketika ketinggalan menyaksikan tayangan film
kartun kesukaannya?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
49. Anak anda sedang menonton film kartun kemudian anda meminta tolong
untuk melakukan sesuatu, apakah anak anda mau melakukan permintaan
anda?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
50. Apakah anak anda sangat menyukai film kartun sehingga tidak bermain
dengan teman sebayanya?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
51. Jika anak anda sedang bermain dengan teman-temannya, apakah anak anda
menirukan tokoh film kartun yang selalu ditonton?
a.Selalu
b. Sering

c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah

52. Setiap kali anak anda bermain apakah selalu menirukan peran dan cerita film
kartun kesukaannya?

122

a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
53. Apakah anak anda pilih-pilih dalam bergaul/membuat gang seperti beberapa
cerita dalam film kartun ?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
54. Apakah karena menonton tayangan film kartun kesayangannya anak anda
terlambat berangkat ke sekolah?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
55. Apakah anak anda menirukan gaya berpakaian musisi idolanya?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
56. Apakah anak anda lebih banyak menyanyikan lagu-lagu yang ditayangkan di
televisi/dibandingkan lagu-lagu yang diajarkan di sekolah?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
57. Apakah cara bernyanyi anak anda juga meniru gaya bernyanyi penyanyi
idolanya?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
58. Apakah anak anda minta dibelikan barang-barang yang dipakai oleh penyanyi
idolanya?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
59. Apakah anak anda dalam berbicara mengikuti gaya bicara penyanyi idolanya(
misalnya sambil ngerep)?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
60 Apakah anak anda bangga jika dikatakan mirip seperti penyanyi idolanya?
a.Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah

123

REKAPITULASI SKOR ANGKET PENELITIAN

124

Item Variabel Pengaruh Tayangan Tayangan Televisi (X)

JML

No
1

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

3 3 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2

2 4 1 2 3 3 2 3 4 2 3 4 3 2 2 2 3

79

2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 2 3 4 2 3 3 2 4 3 2 3 3 2 2 3 3 3

80

3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 2 3 3 2 2 3 2 3 3 2 3 3 3 4

81

2 4 2 2 2 3 3 2 3 4 1 3 2 2 2 3 2 2 2 2 4 2 3 3 3 3 4 2 3 3

80

2 2 3 2 3 4 4 2 3 1 3 1 3 4 3 3 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2

83

3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 4 3 2 4 3 2 3 3 3 2 2 4

84

2 3 2 3 4 2 2 3 4 3 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3

80

3 3 2 2 3 3 3 3 4 2 2 3 2 3 2 4 3 2 2 2 3 3 2 2 3 4 2 1 4 3

80

2 2 2 3 2 4 4 4 2 3 2 2 4 2 3 1 3 3 4 1 3 2 3 3 3 2 3 2 1 3

78

10 2 3 2 3 2 2 2 4 3 3 4 2 2 2 3 2 4 4 2 2 2 2 3 3 2 3 2 4 3 2

79

11 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 4 3 3 2 3 2 1 3 2 2 3 3 4 2 2 4 2 3 2

80

12 3 3 3 4 2 3 3 2 3 2 3 3 2 3 2 4 3 2 3 4 2 2 3 3 2 4 2 3 4 2

82

13 2 2 3 2 2 3 3 4 3 2 3 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 3

81

14 3 2 3 3 2 2 2 3 3 3 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 1 3 4 3 4 3 4 1 3 3

80

125

15 3 1 2 2 3 3 3 3 2 2 3 4 3 3 3 2 3 3 2 3 4 4 4 3 2 3 3 2 2 3

82

16 2 3 2 3 3 2 2 3 2 4 3 2 2 2 2 2 4 2 3 2 4 3 2 3 2 3 2 3 3 2

80

17 2 2 3 4 2 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2 3 2 4 1 4 1 3 3 4 4 3 3 3 4 3

81

18 3 3 2 1 3 1 1 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 3 3 2

83

19 3 3 2 2 4 3 3 2 3 3 2 2 3 2 2 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 4 3 3 2 3

78

20 3 3 2 3 2 3 3 2 3 2 3 2 3 2 4 2 2 3 2 2 2 3 2 3 2 3 2 4 3 4

84

21 2 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 4 3 3 3

81

22 2 1 3 2 4 2 2 4 4 1 2 2 4 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 4 3 3 2 3 2 2

83

23 3 3 2 3 3 4 4 2 3 3 2 4 2 3 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 2

84

24 3 3 2 2 2 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 2 3 3 4 2 3

80

25 4 2 3 3 3 2 2 2 3 2 3 2 3 4 1 2 3 2 2 3 2 2 3 4 1 2 4 3 3 2

80

Jumlah

1942

126

Item Variabel Pengaruh Tayangan Tayangan Televisi (X)

No
1

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

Jml
22

23

24

25

26

27

28

29

30

Jumlah Pindahan

1942

26

3 4 3

3 2

88

27

3 4 2

3 2 2

82

28

3 3 2

3 3 3

81

29

2 3 2

3 2

80

30

4 2 3

2 3

84

31

4 3 3

2 3

84

32

2 2 3

3 2

78

33

3 2 2

3 2

81

34

2 3 2

3 2

80

35

2 2 2

4 3

79

36

3 2 3

2 3

78

37

3 3 4

3 3

80

38

3 3 2

2 3

79

39

3 3 3

2 4

85

127

40

2 3 2

3 2

89

41

3 4 2

4 3

79

42

2 3 2

3 2

80

43

3 1 3

3 1

78

44

3 2 2

3 4

80

45

4 1 4

3 2

81

46

3 3 2

2 3

79

47

2 3 3

4 2

82

48

3 2 2

3 4

81

49

3 1 4

2 3

81

50

3 2 3

3 2

82

Jumlah

3973

128

Item Variabel Pengaruh Tayangan Tayangan Televisi (X)

No

Jml
1

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

Jumlah Pindahan

3973

51

3 3 2 3 2 3 2 3 2

81

52

3 3 2 3 3 3 2 3 3

84

53

2 3 2 2 2 3 3 3 3

79

54

2 2 3 2 2 3 3 3 3

80

55

2 2 3 2 3 2 3 2 4

79

56

3 4 4 2 2 3 2 2 3

79

57

3 2 2 3 3 2 2 3 2

80

58

3 3 3 3 2 3 2 2 3

81

59

2 3 2 4 3 3 4 2 2

79

60

2 2 3 2 2 2 3 2 3

80

61

2 3 3 3 4 3 2 3 2

81

62

3 2 2 2 3 2 2 3 2

79

63

3 3 3 3 2 3 2 2 3

79

64

3 2 2 3 3 4 3 2 2

80

129

65

2 3 3 3 2 3 2 2 3

83

66

2 3 2 3 3 2 3 3 4

80

67

3 2 3 2 2 3 2 3 3

81

68

4 3 3 3 3 2 3 3 2

79

69

3 2 3 2 3 3 3 3 2

80

70

2 3 3 4 3 2 2 3 3

79

71

3 3 4 3 2 2 4 3 2

80

72

3 2 3 2 2 3 3 2 4

80

73

2 2 3 2 3 3 3 3 2

82

74

2 3 2 3 3 2 3 2 3

79

75

3 2 2 3 4 3 3 3 2

80

76

3 3 3 2 3 2 3 2 3

81

Jumlah

6058

130

No

Item Variabel Perkembangan Perilaku Negatif Anak (Y)


1

Jml

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

1 2 1

2 2

63

1 2 1

1 2

59

1 1 2

3 3

60

1 2 2

2 1

63

1 3 2

2 1

54

1 2 2

3 2

56

2 2 3

2 2

62

1 2 2

3 2

58

1 3 2

1 2

62

10

1 2 2

3 3

64

11

1 3 2

3 4

75

12

1 2 3

2 3

69

13

1 2 2

3 3

63

14

1 3 2

3 3

61

15

1 3 3

3 3

62

131

16

1 3 2

3 2

67

17

2 2 2

3 3

62

18

1 2 3

3 2

59

19

2 3 3

2 2

63

20

1 2 2

3 3

62

21

1 3 2

3 3

61

22

1 3 3

2 2

55

23

1 3 2

3 3

56

24

2 3 3

3 2

56

25

1 2 2

3 3

60

Jumlah

1532

132

No

Item Variabel Perkembangan Perilaku Negatif Anak (Y)


1

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

Jml
23

24

25

26

27

28

29

30

Jumlah Pindahan

1532

26

1 2

3 2

3 2

55

27

1 3

3 2

3 2

54

28

1 3

2 3

4 3

60

29

1 2

3 3

3 2

49

30

1 3

3 3

3 3

62

31

1 3

2 3

2 3

61

32

1 3

3 3

3 3

59

33

1 3

4 3

3 2

57

34

1 4

3 3

3 2

64

35

1 3

3 4

3 2

56

36

1 3

3 3

4 2

72

37

2 3

2 3

3 3

70

38

1 3

2 2

3 3

70

39

1 2

3 2

2 2

72

133

40

1 3

3 3

2 2

61

41

1 3

2 2

1 3

70

42

1 3

2 2

2 2

69

43

1 2

2 3

3 1

71

44

1 2

2 3

2 2

70

45

1 2

2 2

1 2

62

46

1 3

2 2

1 3

67

47

1 2

2 1

2 2

60

48

1 2

3 2

2 3

63

49

1 2

2 1

1 2

54

50

1 2 2

2 2

51

Jumlah

3091

134

No

Item Variabel Perkembangan Perilaku Negatif Anak (Y)


1

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

51

1 2 2 3 2 4 3 2 1

69

52

1 3 1 2 2 3 2 2 1

62

53

1 2 2 2 2 2 2 3 1

56

54

1 2 3 3 3 2 3 3 2

60

55

2 2 2 3 3 3 2 2 1

62

56

1 2 2 2 3 2 2 3 3

61

57

1 3 2 2 3 2 3 3 1

56

58

1 3 2 3 3 2 2 2 2

62

59

1 2 1 2 2 3 2 2 2

54

60

1 2 3 2 2 2 3 2 2

55

61

1 3 2 3 2 2 3 2 1

59

62

2 2 2 3 4 3 3 2 1

57

63

1
1

2 2 3 3 2 2 2 2

58

2 1 2 2 2 2 3 2

62

64

Jml

135

65

3 3 2 2 2 2 2 2

63

66

3 2 2 4 2 3 2 2

65

67

4 2 2 2 2 2 3 1

54

68

3 2 3 2 1 2 2 1

55

69

2 3 2 2 2 2 1 1

57

70

2 3 2 3 3 1 1 2

59

71

2 3 2 2 2 3 1 2

52

72

3 2 1 2 2 3 2 1

57

73

2 2 2 2 2 2 2 2

46

74

2 2 2 1 3 2 1 1

50

75

3 3 3 1 1 2 3 1

52

76

2 2 2 2 1 1 2 1

46

Jumlah

4520

136
TABEL PERHITUNGAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS UJI COBA INSTRUMEN PENGARUH TAYANGAN TELEVISI
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Kode
Siswa
UC - 1
UC - 2
UC - 3
UC - 4
UC - 5
UC - 6
UC - 7
UC - 8
UC - 9
UC - 10
UC - 11
UC - 12
UC - 13
UC - 14
UC - 15
UC - 16
UC - 17
UC - 18
UC - 19
UC - 20
X

1
3
2
3
2
2
3
2
3
2
2
4
3
2
3
4
2
2
3
3
3
53

2
3
3
2
3
2
2
3
3
3
3
4
3
2
2
4
3
2
3
3
3
56

3
2
2
3
2
3
3
2
2
2
2
4
3
3
3
4
2
3
2
2
2
51

4
2
3
2
3
3
3
3
2
3
3
4
3
3
3
4
3
3
3
2
3
58

5
3
3
3
2
3
3
4
3
2
2
3
2
2
2
4
3
2
3
4
2
55

6
3
3
3
3
4
3
2
3
3
2
4
3
3
2
4
2
3
3
3
3
59

7
3
3
3
3
4
3
2
3
3
2
4
3
3
2
4
2
3
3
3
3
59

NOMOR SOAL
BUTIR SOAL
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
3
2
2
2
3
3
2
3
3
4
4
4
4
3
4
2
3
4
3
4
4
4
4
3
2
3
3
2
2
2
3
4
2
3
3
2
4
3
2
3
3
2
2
3
3
3
2
3
2
3
3
2
3
3
2
2
3
3
2
2
3
2
3
3
2
3
3
3
4
2
3
3
1
3
2
2
2
3
2
2
2
2
4
2
3
3
2
3
2
2
2
2
2
3
1
3
1
3
4
3
3
2
2
2
3
2
3
2
3
3
3
3
3
3
4
3
3
2
3
2
3
2
3
2
3
3
4
3
2
4
3
2
3
3
3
2
2
4
3
4
3
2
3
2
3
2
3
3
2
3
3
2
3
2
3
3
3
2
3
2
3
3
4
2
2
3
2
3
2
4
3
2
2
2
3
3
2
2
3
3
2
1
2
3
3
2
3
2
2
3
2
3
1
3
3
3
1
3
2
3
3
3
2
3
2
1
3
3
3
3
3
2
2
2
3
2
4
4
2
2
2
2
3
3
2
3
2
4
3
2
3
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
3
2
3
3
2
3
2
4
3
2
3
4
2
2
3
3
2
4
2
3
4
2
4
3
4
3
3
3
3
3
3
4
3
2
3
3
2
3
3
2
2
3
2
3
3
3
3
3
2
3
2
2
3
2
3
3
3
3
2
3
3
2
3
3
2
2
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
2
2
3
2
2
2
2
2
3
2
3
2
3
3
2
3
2
3
2
3
3
2
2
2
3
2
3
2
2
2
3
2
3
1
3
1
3
2
2
3
2
3
2
2
3
2
3
3
3
3
2
3
3
3
2
3
2
2
3
2
2
3
2
3
2
3
3
2
3
3
3
4
3
3
2
2
3
3
3
2
2
3
3
2
3
2
3
3
3
2
3
3
3
2
3
2
3
2
4
2
2
3
2
2
2
3
2
3
2
3
2
2
2
4
57 59 54 55 54 50 51 56 57 58 58 54 53 54 58 51 58 55 58 53 55 54 62

X2
XY

149 164 139 174 161 181 181 189 183 158 163 156 132 139 166 177 180 178 160 155 160 178 139 174 161 176 151 165 158 204
4535 4751 4363 4897 4661 5003 5003 4817 4995 4586 4697 4599 4269 4334 4767 4854 4944 4931 4835 4559 4601 4936 4354 4921 4661 4692 4924 4544 4706 4601

rxy

0,75 0,59

Y2

93
8649
81
6561
80
6400
72
5184
82
6724
84
7056
80
6400
77
5929
74
5476
77
5929
115 13225
84
7056
85
7225
78
6084
120 14400
73
5329
71
5041
79
6241
83
6889
77
5929
1665 141727

0,5 0,62 0,65 0,69 0,65 0,61 0,73 0,61 0,54 0,51

k=

0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44

b2 =

Kriteria Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
b2
0,45 0,38 0,47 0,31 0,51 0,37 0,37 0,34 0,47 0,64 0,62 0,54 0,37 0,47 0,48 0,77 0,62 0,52 0,75 0,77 0,75 0,52 0,47 0,31 0,51 0,41 0,56 0,72 0,64 0,62

12 =

rtabel

0,7 0,51 0,47 0,620 0,620

0,5

0,5 0,46 0,62 0,580 0,680 0,53 0,620 0,510

0,6 0,59 0,66 0,69

r11

30
12,76
164,3
0,954

137
TABEL PERHITUNGAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS UJI COBA INSTRUMEN PERKEMBANGAN PERILAKU ANAK
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Kode
Siswa
UC - 1
UC - 2
UC - 3
UC - 4
UC - 5
UC - 6
UC - 7
UC - 8
UC - 9
UC - 10
UC - 11
UC - 12
UC - 13
UC - 14
UC - 15
UC - 16
UC - 17
UC - 18
UC - 19
UC - 20
X

1
3
1
1
3
1
1
2
1
3
1
3
1
1
1
2
1
2
3
2
1
34

2
2
1
1
3
2
2
2
2
3
2
3
2
2
3
2
3
2
2
3
2
44

3
3
1
2
2
2
2
3
2
3
2
3
3
2
2
2
2
2
3
3
2
46

4
3
1
3
3
2
3
3
3
3
3
4
2
3
3
3
3
3
3
2
3
56

5
3
2
3
3
1
2
2
2
3
3
4
3
3
3
2
2
3
2
2
3
51

6
3
2
2
3
2
1
1
3
3
2
3
3
2
2
2
3
3
2
3
3
48

7
2
3
3
3
2
2
2
2
3
2
4
2
2
3
2
4
4
2
3
2
52

NOMOR SOAL
BUTIR SOAL
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
3
2
3
2
2
3
1
3
2
2
1
1
2
3
1
2
2
2
3
2
1
3
2
2
2
2
2
1
2
3
1
1
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
4
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
1
1
2
2
3
1
1
1
3
2
1
2
2
2
3
2
2
2
2
1
1
2
2
2
3
2
2
3
2
2
1
2
2
2
1
1
1
2
2
3
3
1
1
2
2
1
3
2
1
1
1
2
2
2
3
3
2
1
1
2
2
2
3
2
3
3
2
2
2
2
3
4
4
1
1
2
1
2
2
2
3
3
1
1
1
2
2
2
1
2
1
1
3
3
3
3
3
1
3
3
3
3
3
3
2
3
2
3
3
2
2
3
3
3
3
2
1
2
2
3
1
2
2
3
1
2
3
2
2
3
2
2
3
2
2
3
2
2
3
3
3
4
4
3
4
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
2
3
2
2
2
2
2
3
2
2
2
3
3
2
2
3
2
2
2
3
2
2
2
3
3
2
2
2
1
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
1
2
2
2
1
1
2
2
2
2
2
2
1
2
3
2
1
1
1
1
1
2
2
2
3
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
3
2
3
3
2
2
3
3
2
2
3
2
3
1
3
2
1
1
1
2
2
2
2
2
3
3
4
3
3
2
3
3
3
3
2
3
4
3
3
3
3
4
3
3
3
3
2
3
2
2
2
2
2
3
2
2
2
3
2
3
3
3
2
2
3
2
3
3
3
3
2
3
3
3
1
2
2
3
2
2
1
2
2
1
2
2
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3
2
2
2
3
3
2
2
2
2
1
1
2
2
3
2
2
1
1
1
48 48 51 51 49 36 44 49 51 45 43 44 43 41 44 47 44 47 43 44 46 43 42

Y2

Y
87
58
59
90
53
56
62
59
84
64
98
68
62
62
57
68
88
73
64
62
1374

7569
3364
3481
8100
2809
3136
3844
3481
7056
4096
9604
4624
3844
3844
3249
4624
7744
5329
4096
3844
97738

30
13,19

X2
XY

72 104 112 164 159 124 148 122 124 141 143 131 76 106 133 139 111 101 110 103 99 108 117 106 121 103 106 116 103 100
2509 3097 3226 3919 3617 3398 3673 3369 3396 3593 3631 3467 2606 3161 3508 3599 3192 3064 3132 3068 2991 3125 3335 3125 3125 3321 3056 3157 3275 3090

rxy

0,795 0,478 0,457 0,463 0,655 0,585 0,529 0,473 0,574 0,467 0,612 0,526 0,686 0,788 0,681 0,551 0,557 0,650 0,520 0,606 0,780 0,528 0,717 0,583 0,490 0,543 0,765 0,622 0,724 0,768

k=

rtabel

0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444

b2 =

Kriteria Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
b2
0,75 0,38 0,33 0,38 0,47 0,46 0,57 0,36 0,46 0,58 0,68 0,58 0,59 0,48 0,68 0,47 0,51 0,45 0,69 0,56 0,79 0,59 0,34 0,48 0,56 0,56 0,48 0,54 0,56 0,62

12 = 176,01
r = 0,957

138

LAMPIRAN 4
Hasil Uji Validitas Instrumen Tayangan Televisi
Hasil Uji Validitas Instrumen Perkembangan Perilaku
Hasil Uji Realibilitas Instrumen Tayangan Televisi
Hasil Uji Realibilitas Instrumen Perkembangan Perilaku

139

PERHITUNGAN VALIDASI INSTRUMEN PENGARUH


TAYANGAN-TAYANGAN TELEVISI

xy
2
2
2
2

Kriteria
Butur angket Valid jika rxy rtabel
Perhitungan:
Berikut ini perhitungan validitas angket pada butir nomor 1

140

No

X2

Y2

XY

93

6849

279

81

6561

162

80

6400

240

72

5184

144

82

6724

164

84

7056

252

80

6400

160

77

5929

231

74

5476

148

10

77

5929

154

11

115

16

13225

460

12

84

7056

252

13

85

7225

170

14

78

6084

234

15

120

16

14400

480

16

74

5476

148

17

70

4900

140

18

79

6241

237

19

83

6889

249

20

77

5929

231

141

53

1665

149

141733

4535

Dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh:


rxy

(20 x 4535) (53 x 1665)


(20 x 149) (53)2 ((20 x 141733) (1665)2)

rxy
= 0.751
Pada = 5% dengan N = 20 diperoleh rtabel =
0,444
Karena rxy r table maka angket No. 1 tersebut
Valid

142

PERHITUNGAN VALIDASI INSTRUMEN PERKEMBANGAN


PERILAKU NEGATIF ANAK

xy
2
2
2
2

Kriteria
Butur angket Valid jika rxy rtabel
Perhitungan:
Berikut ini perhitungan validitas angket pada butir nomo 1
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

X
3
1
1
3
1
1
2
1
3
1
3
1
1
1
2
1
2
3
1
2
34

Y
87
58
59
90
53
56
62
59
84
64
98
68
62
62
57
68
88
73
64
62
1374

X2
9
1
1
9
1
1
4
1
9
1
9
1
1
1
4
1
4
9
1
4
72

Y2
7569
3364
3481
8100
2809
3136
3488
3481
7056
4096
9604
4624
3844
3844
3249
4624
7744
5329
4096
3844
97738

XY
261
58
59
270
53
56
124
59
252
64
294
68
62
62
114
68
176
219
128
62
2509

143

Dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh:


rxy

(20 x 2509) (34 x 1374)


(20 x 72) (34)2 ((20 x 97738) (1374)2)

rxy
= 0.795
Pada = 5% dengan N = 20 diperoleh rtabel =
0,444
Karena rxy r table maka angket No. 1 tersebut
Valid

144

PERHITUNGAN RELIABILITAS INSTRUMEN PENGARUH


TAYANGAN-TAYANGAN TELEVISI
Rumus :
2

k
b

11
2

k

Kriteria
Apabila r 11 r tabel maka angket tersebut reliable
Perhitungan:
(Y)2
Y N
12 =
N

(1665)2
141733 20
12 =

= 164.303
20

2. Varian Butir
(53)2
149 20
b12 =

= 0.45
20
(56)2
164 20

b22 =

= 0.38
20
(62)2
204 20

b32 =

= 0.51
20

145

b2 = 12.76
3. Koefisien realibilitas
30
r11 =

12.76
x

30 1

164.303

r11 = 0.954
Pada = 5% dengan N = 20 diperoleh r tabel = 0.444. Karena r 11 t tabel maka dapat
disimpulkan bahwa angket tersebut reliable

146

PERHITUNGAN RELIABILITAS INSTRUMEN


PERKEMBANGAN PERILAKU NEGATIF ANAK
Rumus :
2

k
b

11
2

k

Kriteria
Apabila r 11 r tabel maka angket tersebut reliable
Perhitungan:
(Y)2
Y N
12 =
N

(1374)2
97738
20
12 =

= 176.011
20

2. Varian Butir
(34)2
20

72
b12 =

= 0.75
20

164

(44)2
20

b22 =

= 0.38
20

3. Koefisien realibilitas
30
r11 =

13.19
x

30 1

= 0.957
176.011

147

Pada = 5% dengan N = 20 diperoleh r tabel = 0.444. Karena r 11 t tabel maka dapat


disimpulkan bahwa angket tersebut reliable

148

LAMPIRAN 5

Uji
Normalitas

Uji
Multikolonieritas

Uji
Heteroskedastisitas

149

UJI ASUMSI KLASIK


1.

Uji

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Normalitas

N
Normal Parameters a,b

Unstandardiz
ed Residual
76
.0000000
3.70401616
.086
.075
-.086
.750
.628

Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative

Most Extreme
Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)

a. Test distribution is Normal.


b. Calc ulated from data.

Normal P-P Plot of Regression


Standardized Residual
Dependent Variable: y

Expected Cum Prob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0
0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

Observed Cum Prob

1.0

150

2. Uji Multikolonieritas
Coefficientsa

Model
1

Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
.394
2.538
.315
3.173
.354
2.827

x1
x2
x3

a. Dependent Variable: y

3. Uji Heteroskedastisitas

Scatterplot

Dependent Variable: y

Regression Studentized
Residual

3
2
1
0
-1
-2
-3
-3

-2

-1

Regression Standardized Predicted Value

Coefficientsa

Model
1

(Constant)
x1
x2
x3

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
28.699
3.134
.416
.169
.396
.163
.368
.179

a. Dependent Variable: y

Standardized
Coefficients
Beta
.288
.316
.253

t
9.157
2.467
2.423
2.052

Sig.
.000
.016
.018
.044

151

LAMPIRAN 6
HASIL UJI HIPOTESIS
1. Uji F
2. Uji t

152

UJI HIPOTESIS
1. Uji F
ANOVAB

Sum Of
Squares

Model
1

Mean
Square

Df

Regression

1630.020

543.340

Residual

1028.980

72

14.291

Total

2659.000

75

3.

Predictors: (Constant), x3, x1, x2

4.

Dependent Variabel: y

Sig

38.019

.000a

Model Summaryb
Change
Statistics

Model

R
-783a

1
4.1
4.2

R square

Adjusted

.613

Predictors: (constant), x3, x1, x2


Dependent Variable : y

.597

Std. Error of
the estimate
3.78040

Sig. F.
Change
.000

153

2. Uji t
Coefficientsa

Model
1

(Constant)
x1
x2
x3

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
28.699
3.134
.416
.169
.396
.163
.368
.179

a. Dependent Variable: y

Standardized
Coefficients
Beta
.288
.316
.253

t
9.157
2.467
2.423
2.052

Sig.
.000
.016
.018
.044

154

LAMPIRAN 7
Regresi Berganda X1, X2, dan X3 terhadap Y

155

Hasil Analisis Berganda X1, X2, dan X3 terhadap Y


Descriptive Statistics

Std.
Mean

Deviation

60.5000

5.95427

76

x1

26.6316

4.12421

76

x2

26.9342

4.75909

76

x3

27.3421

4.09407

76

Correlations

Pearson Corelation

y
x1
x2
x3

Sig . (1-tailed)

y
x1
x2
x3

y
x1
x2
x3

y
x1
x2
x3
1.000
.706
.730
.706
.706
1.000
.751
.714
.730
.751
1.000
.780
.706
.714
.780
1.000
.
.000 .000
.000
.000
.000
.000
.000
.000 .
.
.000
.000
.000
.
.000
76
76
76
76
76
76
76
76
76
76
76
76
76
76
76
76

156

Variabbles Entered/Removedb
Variables
DEntered

Model
1

Variables
Removed

X3, x1, x2

Method
Enter

4.2.1.1.1
entered
4.2.1.1.2

All requested variables


Dependent Varable: y

Model Summaryb
Change
Statistics

Model

R square

-783a

Std. Error of
the estimate

Adjusted

.613

.597

Sig. F.
Change

3.78040

.000

a. Predictors: (constant), x3, x1, x2


b.
Dependent Variable : y
ANOVAb
Sum Of
Squares

Model
2

Mean
Square

Df

Regression

1630.020

543.340

Residual

1028.980

72

14.291

Total

2659.000

75

5.

Predictors: (Constant), x3, x1, x2

6.

Dependent Variabel: y

Sig

38.019

.000a

157

Coefficientsa

Model
1

(Constant)
x1
x2
x3

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
28.699
3.134
.416
.169
.396
.163
.368
.179

Standardized
Coefficients
Beta
.288
.316
.253

t
9.157
2.467
2.423
2.052

Sig.
.000
.016
.018
.044

a. Dependent Variable: y

Coefficientsa
Correlations
Model
1

Zero-oeder
x1
x2
x3

6.1

Partial

Collinearity Statistics
Part

Tolerance

VIF

.706

.279

.181

.394

2.538

.730

.275

.178

.315

3.173

.706

.235

.150

.354

3.827

Dependent Variable: y

Collinearity Diagnosticb
Condition
Model
Dimension
1

Eigenvalue

Index

Variance Proportons
(Constant)

x1

x2

x3

3.972

1.000

.00

.00

.00

.00

.016

15.598

.82

.02

.14

.01

.007

24.392

.02

.96

.15

.20

.005

27.287

.15

02

.71

.78

6.1.1.1.1 Dependent Variable: y

158

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum

Mean

Std.
Deviation

49.8872
Predicted Value

73.4831 60.5000

4.66193

76

-2.276
Std. Predicted Value

2.785

.000

1.000

76

1.587

.816

-296

76

Standart Error of
.445
Predicted Value
Adjusted Predicted
Value

50.3690

Residual

73.4896 60.5224

4.64587

76

10.56111

8.05006

.00000

3.70402

76

-2.794

2.129

.000

.980

76

-2.841

2.156

-003

1,008

76

10.92232

8.83184

-.02241

3.92292

76

2.214

-.005

1.024

76

12.233

2.961

2.862

76

.241

.015

.033

76

.163

.039

.038

76

Std. Residual
Stud. Residual
Deleted Residual
Tud. Deleted Residual
Mahal. Distance

-2.994

Cooks Distance

.053

Centered Leverege
Value

.000
.001

6.1.1.1.1.1.1.1

Dependent Variable: y

159

Normal P-P Plot of Regression


Standardized Residual
Dependent Variable: y

Expected Cum Prob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0
0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

Observed Cum Prob

Scatterplot

Dependent Variable: y

Regression Studentized
Residual

3
2
1
0
-1
-2
-3
-3

-2

-1

Regression Standardized Predicted Value

You might also like