You are on page 1of 20

PENGENALAN GEJALA PENYAKIT TUMBUHAN

Nama
NIM
Kelompok
Rombongan
Asisten

: Azhar Faturohman A
: B1J013167
:5
:I
: Hanifah

LAPORAN PRAKTIKUM FITOPATOLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAN SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Patologi Tanaman atau Fitopatologi merupakan studi tentang organisme
dan faktor lingkungan yang menyebabkan suatu penyakit pada tumbuhan (Agrios,
2005). Tumbuhan dikatakan sehat atau normal, apabila tumbuhan tersebut dapat
melaksanakan fungsi-fungsi fisiologisnya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh
tumbuhan tersebut. Fungsi-fungsi tersebut meliputi pembelahan, diferensiasi dan,
perkembangan sel. Apabila tumbuhan diganggu patogen dan salah satu fungsi tersebut
terganggu sehingga terjadi penyimpangan dari keadaan normal, maka tumbuhan
menjadi sakit (Agrios, 1996).
Tanaman yang terserang penyakit terkadang tidak dapat terdeteksi karena
rasa sakit dan ketidaknyamanan suatu tanaman tidak dapat terlihat. Selain itu, tanaman
juga tidak dapat berbicara atau berkomunikasi dengan manusia sehingga ini menjadi
titik kesulitan dalam mengetahui suatu tanaman sakit (Agrios, 2005). Penyakit
tumbuhan ditunjukan oleh keadaan patologis yang khas yang disebut gejala.
Tanaman yang terserang penyakit biasanya memiliki gejala maupun tanda-tanda alam.
Gejala merupakan perubahan struktur morfologi, anatomi ataupun fisiologi tanaman
sebagai

reaksi

tanggapan

terhadap

patogen.

Kadang-kadang penyakit pada

tanaman menunjukkan gejala yang sama. Oleh karena itu, dengan memperhatikan
gejala saja tidak dapat menentukan diagnosis dengan pasti, maka perlu diperhatika
tanda

penyakit.

Tanda-tanda

penyakit

merupakan

bagian

atau keseluruhan

morfologi patogen yang terlihat pada bagian tumbuhan yang terserang penyakit.
Apabila tanaman diganggu oleh patogen atau oleh kondisi lingkungan tertentu dan satu
atau lebih fungsi-fungsi fisiologisnya terganggu sehingga terjadi penyimpangan
tertentu dari normal, maka tanaman itu menjadi sakit. Mekanisme terjadinya

sakit

berbeda-beda sesuai dengan agensia penyebabnya dan kadang- kadang dengan


tanamannya (Agrios, 1996).
B. Tujuan
Tujuan praktikum kali ini yaitu untuk mengetahui berbagai gejala penyakit
pada tumbuhan.

II. TELAAH PUSTAKA


Penyakit pada tumbuhan didefinisakan sebagai serangkaian respon baik
yang terlihat maupun tak terlihat dari sel dan jaringan tumbuhan terhadap organisme
patogen atau faktor lingkungan yang menyebabkan perubahan bentuk, fungsi, atau
integritas tanaman dan memicu terjadinya ketidakstabilan parsial atau kematian bagian
tanaman atau keseluruhan (Agrios, 2005). Menurut Kerruish et al. (2010), penyakit
tumbuhan merupakan suatu kondisi pada tumbuhan yang bertentangan dengan struktur
dan fungsi yang normal atau nilai ekonomis. Menurut Brown dan Ogle (1997),
mendefinisikan penyakit tumbuhan sebagai sutau penyimpangan dari kondisi
pertumbuhan dan struktur normal yang cukup nyata dan jelas dengan suatu gejala
terlihat atau mengurangi nilai ekonomis. Tumbuhan sering menunjukkan gangguan
atau perubahan fisiologis ini dalam bentuk gejala yang terlihat.
Menurut Brown dan Ogle (1997), penyakit tumbuhan dapat dibagi menjadi
2 tipe yaitu biotik (parasitik) dan abiotik (non-parasitik). Penyakit parasitik umumnya
terjadi disebabkan oleh arthropoda (sebagian besar insekta), fungi, bakteri, nematode,
fitoplasma, spiroplasma, virus dan viroid. Selain itu, parasite tumbuhan yang cukup
penting diantaranya tanaman berbunga, alga dan protozoa. Penyakit non-parasitik atau
disebut penyakit fisiologi/abiotik disebabkan oleh lingkungan yang merugikan seperti
ketidakseimbangan nutrisi (toksisitas dan defisiensi), ganguan genetik, kondisi fisik
yang tidak menguntungkan (dingin, panas, atau gangguan angin), kurangnya oksigen
atau ganguan polusi industry dan senyawa kimia lain.
Menurut Brown dan Ogle (1997), gejala pada tumbuhan yang sakit dapat
dikelompokkan menjadi empat macam yaitu:
1. Kematian dan hancurnya jaringan inang
2. Kelayuan, berlebihan dalam berbagai hal dan gelaja terkait.
3. Pertumbuhan dan differensiasi yang tidak normal
4. Penghilangan warna jaringan inang

III. MATERI DAN METODE


A. Materi
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah mikroskop, kamera
buku identifikasi dan alat tulis.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah daun jagung (Zea
mays), daun bayam (Amaranthus spinosus), daun tomat (Solanum lycopersicum), daun
kangkung (Ipomoe aquatica), sawi (Brassica rapa), pisang (Musa sp.), cabai
(Capsicum annum), strawberry (Fragaria sp.), kentang (Solanum tuberosum), daun
cabai (Capsicum annum), terung (Solanum melongena), dan Labu siam (Sachium
edule).
B. Metode

Preparat Awetan

Digambar dan Difoto

Dibandingkan
dengan Buku
Identifikasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Nama preparat : Daun Jagung (Zea mays)


Gejala : Terjadi bercak kecil jorong, atau hijau
kelabu kebasah-basahan, kemudian menjadi
berwarna coklat. Berbentuk kumparan atau
perahu.
Penyakit : Hawar daun
Penyebab : Exserotilium turcicum

Nama preparat : Terung (Solanum melongena)


Gejala : Terdapat bercak coklat, permukaan
sedikit berair, keriput.
Penyakit : Busuk buah
Penyebab : Phytophthora infestan

Nama preparat : Daun Tomat (Solanum


lycopersicum)
Gejala : Daun menguning, tulang daun pucat,
layu atau merunduk.
Penyakit : Layu Fusarium
Penyebab : Fusarium sp.

Nama preparat : Kentang (Solanum tuberosum)


Gejala : Bercak berlekuk berwarna tua.
Penyakit : Busuk Kering Fusarium
Penyebab : Fusarium sp.

Nama preparat : Cabai (Capsicum annum)


Gejala : Terjadi bintik-bintik, berwarna hitam,
tepinya berwarna kuning.
Penyakit : Antraknosa Cabai
Penyebab : Gleosporium piperatum

Nama preparat : Daun Cabai (Capsicum annum)


Gejala : Daun keriting, tulang daun menghitam.
Penyakit : Belang Tulang Daun
Penyebab : Chilli Venal Mottle Virus

Nama preparat : Daun Bayam (Amaranthus


spinosus)
Gejala : Bercak hitam, mengkilap hingga layu.
Penyakit : Bercak dan Busuk Daun
Penyebab : Rhizoctonia solani

Nama preparat : Pisang (Musa sp.)


Gejala : Bercak hitam dan lunak.
Penyakit : Antraknosa
Penyebab : Colletotrichum musae

Nama preparat : Strawberry (Fragaria sp.)


Gejala : Daging buah terasa lunak, berwarna
coklat menghitam, sedikit berair.
Penyakit : Busuk Buah
Penyebab : Rhizopus stolonifer

Nama preparat : Daun Kangkung (Ipomoea


aquatica)
Gejala : terdapat bercak di atas permukaan daun,
berwarna coklat kehitaman.
Penyakit : Bercak Daun
Penyebab : Cereospora bataticola

Nama preparat : Labu siam (Sachium edule)


Gejala :Daging buah lunak, permukaan berwarna
coklat, sedikit berair.
Penyakit : Busuk Buah
Penyebab : Phytophthora sp.

Nama preparat : Sawi (Brassica rapa)


Gejala :daun berbintik-bintik kelabu, kemudian
berwarna menjadi coklat.
Penyakit : Bercak Daun
Penyebab : Alternaria brassicae

B. Pembahasan
Menurut Brown dan Ogle (1997), penyakit tumbuhan dapat dibagi menjadi
2 tipe yaitu biotik (parasitik) dan abiotik (non-parasitik). Penyakit parasitik umumnya
terjadi disebabkan oleh arthropoda (sebagian besar insekta), fungi, bakteri, nematode,
fitoplasma, spiroplasma, virus dan viroid. Selain itu, parasit tumbuhan yang cukup
penting diantaranya tanaman berbunga, alga dan protozoa. Penyakit non-parasitik atau
disebut penyakit fisiologi/abiotik disebabkan oleh lingkungan yang merugikan seperti
ketidakseimbangan nutrisi (toksisitas dan defisiensi), ganguan genetik, kondisi fisik
yang tidak menguntungkan (dingin, panas, atau gangguan angin), kurangnya oksigen
atau ganguan polusi industry dan senyawa kimia lain.
Menurut Brown dan Ogle (1997), gejala pada tumbuhan yang sakit dapat
dikelompokkan menjadi empat macam yaitu:
1. Kematian dan hancurnya jaringan inang
2. Kelayuan, berlebihan dalam berbagai hal dan gelaja terkait.
3. Pertumbuhan dan differensiasi yang tidak normal
4. Penghilangan warna jaringan inang
Jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah beras di
Indonesia. Selain menjadi sumber bahan pangan, bagi sebagian besar peternak di
Indonesia, jagung menjadi bahan pakan ternak. Berdasarkan data BPS tahun 2012,
produksi jagung diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 7,38% namun, hingga
tahun 2013 impor jagung masih tetap dilakukan. Hal ini dikarenakan masalah kadar
air yang dinilai belum sesuai dengan standar industri pakan nasional dan akibat jamur
patogen yang dapat menurunkan mutu jagung. Salah satu penyakit utama yang dapat
mengakibatkan kehilangan hasil hingga 70% yaitu hawar daun yang disebabkan oleh
jamur Exserohilum turcicum (Pass.) Leonard et Sugss (Latifahani et al, 2014).
Gejala penyakit hawar daun jagung diawali dengan muncul bercak kecil
berwarna coklat kehijauan berbentuk bulat memanjang, kemudian bercak berkembang
besar berbentuk oval dengan lebar 5-15 cm. Zona hitam terbentuk pada bercak yang
merupakan miselium jamur E. turcicum. Satu gejala bercak yang semakin melebar
dapat bersatu dengan bercak yang lain sehingga menyebabkan jaringan daun mati
(gejala nekrosis) dan kemudian bercak akan mengering. penyakit hawar daun E.
turcicum berkembang dengan baik pada fase generatif tanaman jagung (Latifahani et

al, 2014). Menurut Harlapur (2005), tanaman akan lebih rentan terhadap serangan E.
Turcicum pada masa pembungaan.
Phytophthora infestan merupakan agen penyebab late bright pada
kentang. Penyakit tanaman yang diinduksi Phytophtora (blight) menyebabkan
terjadinya kelayuan, rebah, klorosis, busuk akar, dan pembusukan organ lainnya
(Akino et al., 2014). Penyakit ini tidak hanya terjadi pada tanaman kentang saja,
namun juga tanaman Solanaceae lainnya termasuk tomat dan terung. Biakan P.
Infestan berbentuk melingkar, tipis, berwarna putih halus, sporangium berbentuk oval,
seperti buah pir, tanpa warna, berdinding agak tebal, zoospora bulat, dan berflagel pada
medum V8-juice (Soesanto et al., 2011).
Salah satu patogen yang menyerang tanaman tomat adalah jamur
Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici (Sacc.) W.C. Snyder & H.N. Hansen yakni agen
penyebab penyakit penting tanaman tomat layu Fusarium. Jamur ini menular melalui
tanah atau rimpang yang berasal dari tanaman sakit, dan menginfeksi melalui luka.
Gejala penyakit layu Fusarium diawali dengan menguningnya daun bagian bawah
tanaman sehingga menyebabkan jaringan daun mati (gejala nekrosis) dan kemudian
kering. Gejala lebih lanjut diikuti layunya tanaman bagian atas, pada serangan tingkat
lanjut tanaman akan rebah dan mati (Putri et al., 2014).
Tanaman yang dilukai pada bagian akar memudahkan jamur dalam
melakukan infeksi, karena secara langsung menyediakan jalur untuk masuknya jamur
ke dalam jaringan tanaman. Jamur yang berhasil masuk ke dalam jaringan tanaman
kemudian merusak sistem pengangkutan air dan nutrisi dari akar menuju organ
tanaman yang lain, sehingga terjadi kerusakan pada tanaman bagian atas dan
menyebabkan tanaman layu. Selain itu, diperkirakan dengan adanya luka pada akar
tanaman, menyebabkan tidak hanya jamur F. oxysporum f.sp. lycopersici yang
menginfeksi akar tanaman, melainkan mikroorganisme lain baik berupa bakteri
maupun nematoda yang jika berdaya serang tinggi akan mampu menyebabkan gejala
pada tanaman tomat (Putri et al., 2014).
Laju infeksi pada tanaman tomat yang diinokulasi dengan metode
pelukaan akar lebih cepat daripada tanaman yang diinokulasi tanpa pelukaan akar. Hal
ini diperkirakan, pada akar tanaman yang luka, jamur memiliki akses yang lebih
mudah dalam berpenetrasi sehingga sedikit demi sedikit menginfeksi akar tanaman.
Setelah jamur mampu mampu menembus jaringan akar, maka jamur dengan cepat
menginfeksi tanaman. Dikarenakan masih banyak tersedianya jaringan sehat pada

tanaman, maka jamur melakukan infeksi dengan cepat pada tanaman. Sebaliknya,
tanaman dengan akar yang tidak dilukai memungkinkan jamur lebih susah menembus
jaringan akar, sehingga diperlukan waktu beberapa hari untuk bisa berpenetrasi pada
akar tanaman hingga menimbulkan gejala (Putri et al, 2014).
Kentang merupakan bahan pangan utama keempat di dunia, setelah
gandum, jagung dan padi. Di Indonesia, kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk
salah satu bahan pangan alternatif yang mulai dikembangkan pada bidang pertanian
dan banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri olahan makanan. Tingginya
nilai gizi dan banyaknya permintaan di pasaran Indonesia menyebabkan kentang mulai
banyak diproduksi pada daerah yang kurang produktif. Masalah yang paling sering
dihadapi oleh petani dalam budidaya kentang adalah tidak tersedianya bibit yang tahan
terhadap serangan penyakit, sehingga produktivitasnya menjadi sangat rendah
(Suryanti et al., 2013).
Menurut Burnett dan Oxley (2010), penyakit yang paling banyak
menyerang tanaman kentang adalah penyakit layu yang disebabkan oleh jamur
patogen. Phytopthora infestan dan Fusarium sp. pernah dilaporkan sebagai penyebab
penyakit layu yang menyerang tanaman kentang di sebagian besar daerah di Tunisia.
Gejala layu umumnya dimulai dari daun yang lokasinya di bawah dan selanjutnya
berkembang ke arah atas akibat pangkal batang mulai membusuk. Daun yang layu
akan menguning dan akhirnya mengering, walaupun daun pucuknya tetap tampak
hijau (Suryanti et al., 2013).
Biakan Fusarium berwarna putih bertepung berbentuk melingkar,
makrokonidium hialin, bentuk bulan sabit, jumlah sekat 1-6, berdinding tipis,
mikrokonidium tak berwarna, berbentuk elips, berdinding tipis, dan tangkai kepala
mikrokonidium palsu pendek. Virulensi Fusarium ditandai dengan gejala nekrosis
berwarna coklat pada daun. Virulensi cendawan patogen juga ditunjukkan dengan
adanya busuk menghitam disekitar daerah infeksi pada umbi kentang (Soesanto et al.,
2011).
Jamur Fusarium penyebab penyakit layu pada tanaman kentang ini sangat
sulit diberantas atau dieliminasi dari lahan yang terinfeksi, karena keberadaannya
sering dalam bentuk spora yang sangat resisten terhadap lingkungan yang ekstrim,
seperti daerah yang miskin nutrien atau sangat kering (Agrios, 1996). Menurut
Suryanti et al., (2013) dalam keadaan bebas, spora jamur ini dapat bertahan di dalam

tanah dalam waktu yang sangat panjang. Secara umum penularan penyakit ini melalui
tanah, sehingga jamur ini merupakan salah satu anggota dari soil-borne pathogens.
Klasifikasi Fusarium sp. menurut Alexopoulus (1996):
Kingdom : Fungi
Filum

: Mycota

Kelas

: Deuteromycota

Ordo

: Moniliales

Family

: Tuberculariaceae

Genus

: Fusarium

Spesies

: Fusarium sp.
Cabai (Capsicum annuum) merupakan salah satu komoditas sayuran yang

paling penting di Indonesia ditinjau dari aspek areal pertanaman maupun nilai
produksi. Luas pertanaman cabai meningkat 4,7 % per tahun dengan potensi produksi
yang relatif tetap. Cabai termasuk tanaman rakyat, karena sebagian besar diusahakan
oleh petani kecil (Grubben et al., 1993). Sekitar 79% dari total areal pertanaman cabai
berada di dataran rendah (di bawah 450 m dpl.) (Suryotomo, 2006).
Penyakit antraknosa merupakan salah satu kendala dalam pembudidayaan
cabai. Penyakit ini dapat menurunkan hasil hingga 60% (Suhardi1, 1989; AVRDCAVNET, 1993; Duriat et al, 1996) . Bahkan menurut Prajnanta (1999), dalam kondisi
lingkungan yang optimal bagi patogen, penyakit ini dapat menghancurkan seluruh
areal pertanaman cabai. Kerugian hasil selama transpotasi dan penyimpanan dalam
kurun waktu satu minggu dapat mencapai lebih dari 25% (Suryotomo, 2006).
Gejala awal antraknosa cenderung terjadi pada buah yang telah matang.
Buah cabai matang mengandung karbohidrat pada kadar yang lebih tinggi dibanding
dengan buah yang masih muda (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Menurut Agrios
(1997), karbohidrat sangat diperlukan untuk perkembangan cendawan (Suryotomo,
2006).
Antraknosa pada cabai disebabkan oleh genus Colletotrichum, yang
digolongkan menjadi enam spesies utama yaitu Colletotrichum gloeosporioides, C.
acutatum, C. dematium, C. capsici dan C. Coccodes (Kim, Oh dan Yang, 1999). Dari
enam spesies tersebut, C. gloeosporioides dan C. acutatum menyebabkan kerusakan
pada buah dan kehilangan hasil paling besar (Yoon, 2003). Lebih dari 90% antraknosa
yang menginfeksi cabai disebabkan oleh C. gloeosporioides (Syukur et al, 2007).
Klasifikasi C. gloeosporioides menurut Alexopoulus (1996):

Kingdom : Fungi
Filum

: Mycota

Kelas

: Deuteromycota

Ordo

: Melanconiales

Family

: Melanconiace

Genus

: Colletotrichum

Spesies

: Colletrotrichum gloeosporioides
Fenomena serangan virus kompleks (dengan gejala keriting) pada tanaman

cabai merupakan masalah yang telah lama dihadapi para petani cabai di Indonesia.
Penyakit virus kompleks pada cabai merupakan penyakit virus yang disebabkan oleh
infeksi lebih dari satu jenis virus tanaman. Tanaman cabai yang sakit diinfeksi oleh
beberapa jenis virus, diantaranya yang dominan adalah virus mosaik ketimun (CMV),
virus etch tembakau (TEV), virus moasik tembakau (TMV), virus Y kentang, dan chilli
veinalmottle virus (CVMV) (Siregar & Khardinata, 2005).
Gejala yang diamati pada tanaman cabai di lapangan berupa gejala mosaik
hijau tua dan muda pada daun serta sekitar tulang daun berwarna lebih hijau dari pada
lamina daun. Lamina daun seperti melepuh pada daun yang berwarna lebih hijau muda.
Daun pada tanaman cabai juga menunjukkan gejala malformasi dimana pertumbuhan
lamina terhambat bahkan tidak terbentuk sama sekali sehingga bentuk daun mirip
seperti tali sepatu (Siregar & Khardinata, 2005).
Veniari et al. (2015) menyatakan bagian daun cabai yang berwarna belang
hijau tua cenderung agak lebih tebal disertai dengan perubahan bentuk daun (cekung,
keriting atau menggulung) dibandingkan dengan daerah daun berwarna hijau muda.
Bagian daun cabai yang berwarna belang hijau tua yang disertai daun menggulung
keatas akan terasa lebih tebal. Variasi gejala mosaik tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain umur tanaman, jenis tanaman, serta genotip tanaman
Pisang adalah salah satu buah yang digemari oleh sebagian besar
masyarakat, karena 45% dari total konsumsi buah adalah pisang (Departemen
Pertanian, 2004). Pisang merupakan buah tropika yang menempati urutan pertama
dalam ekspor buah nasional hingga tahun 2001, sedangkan pada tahun 2003 ekspor
pisang menempati urutan nomor dua setelah manggis. Produksi pisang Indonesia
sampai saat ini masih sulit untuk menembus pasaran dunia karena kualitasnya masih
belum memenuhi standar. Kualitas pisang Indonesia masih tergolong rendah
disebabkan oleh beberapa faktor seperti waktu petik yang tidak tepat, kurangnya

perawatan tanaman dan kebersihan buah yang tidak terjaga baik pada saat di kebun, di
penyimpanan maupun pada saat pemasaran sehingga buah mudah terserang patogen
pasca panen (Nurhayati et al., 2011).
Penyakit pasca panen merupakan salah satu penyakit penting pada buah
pisang yang sangat penting. Umumnya buah pisang yang terkena penyakit mempunyai
daya simpan yang sangat rendah sehingga sulit untuk dipasarkan untuk jarak jauh
Salah satu penyakit pasca panen pada buah pisang adalah penyakit antraknosa yang
disebabkan oleh Collethotrichum musae (Berk. et. Curt) v. Arx (Nurhayati et al.,
2011).
Gejala serangan patogen pada buah pisang berupa bintik-bitik kecil
kehitaman, yang kemudian akan terus berkembang kearah ujung dan tangkai buah.
Gejala selanjutnya bintik-bintik tersebut berkembang membentuk noda dan menyatu
dengan noda lainnya sehingga membentuk noda yang besar. Pada keadaan lingkungan
yang lembab dan hangat permukaan noda tersebut akan tertutupi oleh masa cendawan
yang berwarna merah salmon. Penyakit antrakosa pada buah pisang dapat
mengakibatkan kerusakan hingga 70 persen sehingga perlu ditanggulangi (Nurhayati
et al., 2011).
Gejala yang ditunjukkan berupa bintik-bintik kecil berwarna kecoklatan
dan pada kondisi penyakit telah memasuk kategori 1 dengan luas bercak pada
permukaan kulit buah mencapai lebih dari 10%. Bintik-bintik tersebut terus
berkembang menjadi bercak yang bulat dan cekung dengan warna kecoklatan,pada
keadaan ini penyakit telah memasuki kondisi katergori 2 yaitu luas bercak pada
permukaan buah lebih besar dari 10-20 persen. Bercak terus berkembang memasuki
katageri 3, 4 dan 5 dimana seluruh permukaan buah telah tertutupi semua oleh bercakbercak dan berwarna coklat kehitaman (Nurhayati et al., 2011).
Penyakit busuk buah dan blight pada bunga stroberi diakibatkan oleh
Collectotrichum acutatum yang menjadi faktor pembatas produksi stroberi di Brazil.
Buah stroberi sangat rentan terhadap kerusakan mekanis dan pertumbuhan spora
patogen. Buah stroberi dapat terinfeksi berbagai jamur seperti Alternaria alternata,
Colletotrichum acutatum, C. gloeosporioides C. fragariae, Rhizopus nigricans,
Phytopthora paracitica, P. cactonum, Botrytis cinerea, Fusarium solani, Aspergillus
niger, Aspergillus flavus, Penicillium expansum (Michel, 2004). Penyakit busuk buah
pada stroberi secara dominan disebabkan oleh Alternaria alternata (Dahiwale &
Suryawanshi, 2010)

Penyakit busuk pada buah stroberi yang disebabkan oleh jamur dan bakteri
belum banyak diteliti (Hanif dan Ashari, 2008). Beberapa jenis jamur patogen yang
ditemukan antara lain Botrytis cinerea (bercak kelabu), Colletotrichum acutatum
(busuk antraknosa), dan Phytophthora cactorum (busuk kulit buah) (Hartman dan
Kaiser, 2008). Penelitian yang dilakukan Kuchareck dan Bartz (1994), bakteri yang
menyebabkan penyakit busuk lunak pada buah stroberi termasuk famili
Enterobacteriaceae adalah Erwinia carotovora dan Pseudomonas marginalis di
Florida. Ciri-ciri morfologi gejala penyakit busuk lunak pada buah stroberi yaitu
bagian buah yang busuk terlihat basah, berwarna sedikit kecoklatan, berlendir, dan
mengeluarkan bau busuk.
Penyakit busuk daun pada kangkung (Ipomoea aquatiqa) disebabkan oleh
Cercospora bataticola. Patogen ini juga menyerang ubi jalar (Ipomoea batatas).
Gejala yang terjadi yaitu bintik hijau muda berdiameter + 0,5 mm, terjadi pada kedua
permukaan daun, bintik ini kemudian meluas dan berwarna coklat dengan tepi
berwarna kuning kehijauan. Dua minggu setelah gejala pertama muncul, bintik meluas
dengan diamater 3-4 mm, terlihat dua zona yang berbeda, zona tengah berwarna coklat
tua dan tepinya coklat kehitaman. Semakin lama, dau akan mengalami menguning dan
terjadi defoliasi. Warna konidiofor C. bataticola berwarna hitam yang dapat terlihat
ditengah bintik setelah turun hujan (Chupp, 1954).

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa daun jagung
(Zea mays) terserang oleh patogen Exserotilium turcicum menyebabkan penyakit
hawar daun, daun bayam (Amaranthus spinosus) terserang oleh patogen Rhizoctonia
solani menyebabkan penyakit bercak dan busuk daun, daun tomat (Solanum
lycopersicum) terserang oleh patogen Fusarium sp. menyebabkan penyakit layu
Fusarium, daun kangkung (Ipomoe aquatica) terserang oleh patogen Cercospora
bataticola menyebabkan penyakit bercak daun, sawi (Brassica rapa) terserang oleh
patogen Alternia brassicae menyebabkan penyakit bercak daun, pisang (Musa sp.),
cabai (Capsicum annum) terserang oleh patogen Colletotrichum musae menyebabkan
penyakit antraknosa pisang, strawberry (Fragaria sp.) terserang oleh patogen
Rhizopus stolonifer menyebabkan penyakit busuk buah, kentang (Solanum tuberosum)
terserang oleh patogen Fusarium menyebabkan penyakit busuk kering Fusarium, daun
cabai (Capsicum annum) terserang oleh patogen chilli veinal mottle virus (ChiVMV)
menyebabkan penyakit belang tulang daun, terung (Solanum melongena) terserang
oleh patogen Phytophtora nicotinae menyebabkan penyakit busuk buah, dan Labu
siam (Sachium edule) terserang oleh patogen Phytophthora sp. menyebabkan penyakit
busuk buah.

B. Saran
Sebaiknya preparat yang diamati benar-benar yang terserang penyakit,
bukan yang terkena perlukaan mekanis.

DAFTAR REFERENSI
Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan: Edisi Ketiga. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Agrios G.N. 2005. Plant Pathology 5th Edition. New York: Elsevier Academic Press.
Akino, S., Takemoto, D., dan Hosaka, K. 2014. Phytophthora infestans: a review of
past and current studies on potato late blight. J. Gen Plant Pathol 80:24-37.
Brown, J.F., dan Ogle, H.J., 1997. Plant pathogens and plant diseases. Australia:
Rockvale Publications.
Burnett, F and S. Oxley. 2010. Potato Storage Diseases. SAC Journal, University of
Idaho, UK.
Chupp, C. 1954. A monograph of the fungus genus Cercospora. Ithaca, New York;
published by the author, 667 p.
Dahiwale, M. A. and N. S. Suryawanshi (2010): Integrated management of
carbendazim resistant Alternaria alternata using homoeopathic medicine.
Bionano frontier. 3(2): 330-331
Departemen Pertanian. 2004. Pasca Panen Pisang dan pengolahannya. [On-Line].
http://www.deptan.go.id (diakses tanggal 16 Oktober 2015).
Harlapur, S.I., 2005. Epidemiology And Management Of Turcicium Leaf Blight Of
Maize Caused by Exserohilum turcicium (Pass.) Leonard and Suggs. Thesis,
University of Agricultural sciences, Dharwad.
Latifahani, N., Cholil, A. dan Djauhari, S. 2014. Ketahanan Beberapa Varietas Jagung
(Zea mays L.) Terhadap Serangan Penyakit Hawar Daun. Jurnal HPT 2(1): 5360.
Michel Dignand (2004): Strawberry weed control guide. Agfact H3.3.4, second
edition. The State of New South Wales, NSW Agriculture.
Nurhayati., Umayah, A., dan Berdnard, H. 2011. Efek Lama Perendaman dan
Konsentrasi Pelarut Daun Sirih Terhadap Perkembangan Penyakit Antraknosa
pada Buah Pisang. Dharmapala 4(1): 118-122.
Putri, O. S., Sastrahidayat, I. R., dan Djauhari, S. 2014. Pengaruh Metode Inokulasi
Jamur Fusarium Oxysporum f.sp. lycopersici (Sacc.) Terhadap Kejadian
Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Tomat (Lycopersicon Esculentum
Mill.). Jurnal HPT 2(3): 74-81.
Siregar, E. B. M., dan Khardinata, E. H. 2005. Rekayasa Genetika Tanaan Cabai
(Capsicum annuum L.) Tahan Mosaik Virus Ketimun (CMV). Jurnal
Komunikasi Penelitian 17(2): 30-36.
Soesanto, L., Mugiastuti, E., dan Rahayuniati, R. F. 2011. Inventarisasi dan
Identifikasi Patogen tular Tanah pada Pertanaman kering di kabupaten
Purbalingga. J. Hort 21(3): 254-264.
Suryanti, I. A. P., Ramona, Y., dan Proborini, M. W. 2013. Isolasi Dan Identifikasi
Jamur Penyebab Penyakit Layu dan Antagonisnya pada Tanaman Kentang
Yang Dibudidayakan di Bedugul, Bali. Jurnal Biologi XVII(2): 37-41.

Suryotomo, B. 2006. Ketahanan Alami Beberapa Genotif Cabai (Capsicum annuum


L.) terhadap Penyakit Antraknosa. Jurnal Sains dan teknologi Indonesia 8(1):
1-6.
Syukur, M., Sujiprihati, S., Koswara, J., dan Widodo. 2007. Pewarisan Ketahanan
Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh
Colletotrichum acutatum. Bul. Agron 35(2): 112-117.
Veniari, N. K., Yuliadhi, K. A., Nyana, I. D. N., dan Suastika, G. 2015. Deteksi
Cucumber Mosaic Virus (CMV) dan Chili Veinal Mottle Virus (ChiVMV) pada
Gulma Commelina spp. Di Pertanaman Cabai (Capsicum spp.) Melalui Teknik
Uji Serologi dan Molekuler. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika 4(1): 45-52.

You might also like