Professional Documents
Culture Documents
BAB I
TERJEMAHAN
IDENTITAS JURNAL
1. Nama Jurnal
Sindrom
HELLP
dapat
berupa
sindrom
yang
total
atau
HELLP
menjadi
tiga
kelompok
berdasarkan
nilai
terendah
berisiko
kontroversi namun masih dilakukan untuk kasus tertentu, yaitu pada usia
kehamilan < 34 minggu. Persalinan diindikasikan jika sindrom HELLP terjadi
setelah usia kehamilan 34 minggu atau adanya perburukan kondisi ibu maupun
janin. Persalinan per vagina menjadi pilihan utama.Jika kondisi serviks tidak
mendukung, perlu dilakukan terapi untuk pematangan serviks dan kemudian
dilakukan persalinan. Pada kehamilan dengan usia 24-34 minggu kebanyakan
penulis memilih untuk memberikan terapi kortikosteroid untuk pematangan paru,
terapi yang dipilih adalah 2 dosis 12 mg betametason per 24 jam atau 4 dosis 6 mg
deksametason per 12 jam sebelum persalinan. Terapi kortikosteroid tersebut
belum memberikan efek klinis yang jelas terhadap kondisi ibu.Terapi dosis tinggi
dan dosis berulang harus diberikan untuk memberikan efek jangka panjang
terhadap otak janin. Sebelum usia 34 minggu, persalinan harus dilakukan jika
kondisi ibu memburuk atau tanda-tanda fetal distress terjadi. Tekanan darah harus
dipertahankan di bawah 155/105 mmHg. Pengawasan ketat terhadap ibu harus
diteruskan sekurang-kurangnya dalam 48 jam setelah persalinan.
Latar Belakang
Sudah diketahui sejak lama bahwa preeklampsia berhubungan dengan
terjadinya hemolisis, peningkatan enzim liver dan trombositopenia. Weinsten
mengelompokkan
tanda
dan
gejalanya,
kemudian
memisahkannya
dari
preeklampsia berat pada tahun 1982 dan memberi nama HELLP (H = haemolysis,
EL = Elevated Liver enzymes, LP = Low Platelets) syndrome, yang disebut dengan
trias sindrom HELLP. Sekarang ini sindrom HELLP dianggap sebagai varian
preeklampsia berat (PEB) atau komplikasi PEB.
Diagnosis sindrom HELLP total ditegakkan jika memenuhi ketiga
komponen trias sindrom HELLP, sedangkan sindrom HELLP parsial jika hanya
terdiri dari 1 atau 2 dari trias.
Sindrom HELLP adalah kondisi yang serius, terutama sindrom HELLP total,
hal ini berhubungan dengan risiko yang dapat terjadi pada ibu maupun janin.
Terdapat banyak kasus komplikasi dan kondisi ini berhubungan dengan masalah
diagnosis dan pengobatan, serta waktu dan metode persalinan.
Tujuan dari review ini adalah untuk memberikan informasi terkini tentang
isu klinis sindrom ini, dengan perhatian khusus pada diagnosis, komplikasi,
surveilans, waktu dan metode persalinan, serta risiko rekurensi. Mortalitas dan
morbiditas perinatal juga dibahas karena berhubungan dengan peranan
pemberikan kortikosteroid.
Metode
Dilakukan pencarian dan pemilihan literatur laporan penelitian dan review
yang dipubikasikan antara tahun 2000 sampai 2008 di database PubMed dan
Cochrane. Kata kuncinya adalah sindrom HELLP dan sindrom HELLP
dengan kombinasi diagnosis, gejala klinis, komplikasi, morbiditas,
mortalitas, tatalaksana, terapi, kortikosteroid, prognosis, persalinan,
post partum, dan rekurensi. Publikasi ilmiah yang dipilih adalah penelitian
asli,
yang
lebih
diutamakan
adalah
penelitian
terbaru
dan
review
Kelas 2
Kelas 3
Klasifikasi Tennessee
Trombosit 100.109 /L
AST 70 U/L
LDH 600 U/L
Klasifikasi Mississippi
Trombosit 50.109/L
AST atau ALT 70 U/L
LDH 600 U/L
Trombosit 50.109/Lsampai
100.109/L
AST atau ALT 70 U/L
LDH 600 U/L
Trombosit 100. 109/L sampai
150.109/L
AST atau ALT 40 U/L
LDH 600 U/L
mengatakan bahwa adanya satu saja dari trias sindrom HELLP dapat ditegakkan
sebagai sindrom HELLP parsial. Pada beberapa kasus sering ditemukan sindrom
tanpa hemolisis yang disebut dengan sindrom ELLP.Perbedaan penegakan
diagnosis tersebut menyebabkan kesulitan dalam perbandingan data dari
penelitian yang telah dikumpulkan.Smulian et al. mengatakan bahwa nilai
ambang batas normal LDH mungkin < 600 U/L, tergantung metode pemeriksaan
yang dilakukan.Visser dan Wallenburg menggunakan batasan ALT 30 U/L untuk
menjelaskan abnormalitas (> 2 SD dari rerata di rumah sakit).Oleh karena itu,
metode analisis penting untuk menegakkan diagnosis dengan baik.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding sindrom HELLP adalah hepatitis virus, cholangitis, dan
penyakit akut lainnya. Penyebab lain yang jarang, namun merupakan kelainan
yang serius dan mirip dengan sindrom HELLP adalah ITP, perlemakan hati dalam
kehamilan (acute fatty liver of pregnancy/ AFLP), sindrome uremik hemolitik
(haemolytic uremic syndrome/ HUS), trombotik trombositopenia purpura (TTP),
dan lupus eritematosus sistemik (systemic lupus eritematosus/ LES). Kondisi
tersebut berhubungan dengan tingginya mortalitas maternal dan dapat
menyebabkan sekuele jangka panjang.Penyakit-penyakit tersebut harus dapat
dibedakan dengan sindrom HELLP sehingga dapat dilakukan terapi yang sesuai.
Tabel 1.2 Diagnosis banding sindrom HELLP
1. Penyakit yang berhubungan dengan
kehamilan
2. Penyakit infeksi dan inflamasi,
tidak berhubungan langsung dengan
kehamilan
3. Trombositopenia
Trombositopenia gestasional
Acute fatty liver of pregnancy (AFLP)
Hepatitis virus
Cholangitis
Cholecystitis
Infeksi saluran kemih bagian atas
Gastritis
Ulkus gaster
Pankreatitis akut
Immunologic thrombocytopenia (ITP)
Defisiesi folat
Systemic lupus erythematosus (SLE)
Antiphospholipid syndrome (APS)
Thrombotic thrombocytopenic purpura
(TTP)
Haemolytic uremic syndrome (HUS)
ultrasonografi
ekogenitas.
Pada
agregrasi
trombosit,
mikrotrombi,
trombositopenia,
dan
10
11
akut yang sangat berat di abdomen kuadran kanan atas dan epigastrik yang
menjalar ke belakang, nyeri pada bahu kanan, anemia, dan hipotensi.Kondisi ini
dapat didiagnosis dengan USG, CT-scan, atau MRI.Ruptur hepar juga dapat
terjadi pada postpartum.
Komplikasi yang lebih umum adalah solusio plasenta, DIC, dan perdarahan
post partum yang berat. Kehilangan penglihatan permanen bilateral yang terkait
dengan retinopati merupakan komplikasi oftalmik yang sangat jarang terjadi
selama kehamilan.Dalam beberapa literatur disebutkan beberapa laporan kasus
perdarahan otak yang berhubungan dengan sindrom HELLP. Berdasarkan Sibaiet
al., dari 442 pasien dengan sindrom HELLP, perdarahan otak tidak ditemukan
sebagai komplikasi. Audibert et al., melaporkan bahwa perdarahan otak terjadi
hanya pada 1,5% kasus. Hal tersebut bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan di Turki, pada dari 37 wanita dengan sindrom HELLP, ditemukan ada
15 pasien (40%) yang mengalami perdarahan otak. Pada penelitian tersebut,
dilakukan pemeriksaan CT-scan dan MRI untuk menegakkan diagnosis
perdarahan
otak.Risiko
stroke
tidak
meningkat
selama
kehamilan
itu
12
bahwa wanita dengan sindrom HELLP mempunyai konsentrasi fibronektin dan Ddimer yang lebih tinggi, serta kadar antitrombin yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan kehamilan normal dan preeclampsia. Solusio plasenta yang
berhubungan dengan sindrom HELLP meningkatkan risiko DIC serta risiko
edema pulmo, gagal ginjal (oliguria, anuria, peningkatan kadar kreatinin serum)
dan membutuhkan transfusi darah. Faktor yang berkontribusi terhadap gagal
ginjal akut adalah mikroangiopati dan DIC.Gangguan visual, termasuk ablasio
retina, perdarahan corpus vitreus, dan kebutaan kortikal merupakan komplikasi
yang jarang terjadi dimana DIC juga memberikan kontribusi.
Mortalitas maternal
Penelitian kohort retrospektif yang meneliti 442 kehamilan dengan sindrom
HELLP menyatakan bahwa angka kematian ibu adalah 1,1%, dimana hasil
penelitian itu juga sesuai dengan penelitian yang lain. Namun ada juga yang
menyatakan bahwa kematian ibu karena sindrom HELLP bisa mencapai 25%.Isler
et al. menyatakan bahwa perdarahan otak atau stroke menjadi penyebab kematian
utama (26%), selain itu kematian akibat ruptur hepar juga cukup tinggi, yaitu
berkisar antara 18-86%.
Morbiditas dan mortalitas perinatal pada Sindrom HELLP
Morbiditas dan mortalitas perinatal cenderung lebih tinggi bila dibandingkan
dengan maternal, dan kebanyakan terjadi karena faktor usia kehamilan ketika
sindrom HELLP terjadi. Mortalitas perinatal yang berhubungan dengan sindrom
HELLP adalah antara 7,4% sampai 34%. Neonatus yang dilahirkan sebelum usia
kehamilan 32 minggu mempunyai risiko kematian perinatal yang terbesar. Gul et
al., menyatakan bahwa risiko kematian sebelum usia kehamilan 32 minggu adalah
34%, dan 8% setelah usia kehamilan 32 minggu. Prematusitas, insufisiensi
plasenta dengan atau tanpa intrauterine growth restriction (IUGR), dan solusio
plasenta adalah penyebab kematian perinatal tersering.
Trombositopeni neonatal terjadi antara 15% sampai 38% dari seluruh kasus
dan merupakan risiko terjadinya perdarahan intraventrikuler dan komplikasi
neurologi jangka panjang.
13
Keadaan neonatus yang dilahirkan dari ibu dengan sindrom HELLP masih
menjadi kontroversi. Beberapa penulis menyebutkan bahwa bayi akan terlahir
dengan berat badan kecil menurut masa kehamilan (KMK) dan berisiko tinggi
terkena asfiksia perinatal dan respiratory distress syndrome (RDS), terutama pada
bayi yang terlahir dengan usia kehamilan kurang dari 32 minggu. Penelitian
retrospektif yang dilakukan oleh Roelofsen et al. (2003) menyatakan bahwa 64%
bayi dilahirkan sebelum usia kehamilan 32 minggu. Dilaporkan bahwa 3 bayi
mengalami perdarahan serebral, dan 4 bayi menderita cacat mayor pada usia 4
bulan pertama kehidupan.
Penulis lain menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu penderita sindrom
HELLP tidak mengalami peningkatan risiko morbiditas dibandingkan bayi lain
yang dilahirkan dari usia kehamilan yang sama. Adanya kelahiran prematur itulah
yang menjadikan bayi rentan pada kelainan prematuritas seperti displasia
bronkopneumonia, perdarahan otak, dan duktur arteriosus persisten.
Murray et al. (2001) melaporkan bahwa dari 20 kasus sindrom HELLP
selama 5 tahun, 85% dilakukan persalinan dengan operasi SC dalam waktu 24 jam
dari diagnosis. 65% bayi yang dilahirkan adalah prematur, dengan rata-rata usia
kehamilan 33,5 minggu dan rerata berat badan lahir 1923 gr. 40% dari neonates
tersebut mengalami RDS. Morbiditas neonatal erat kaitannya dengan usia
kehamilan.
Kandler et al. melaporkan bahwa dalam rentang waktu 6-72 bulan setelah
melahirkan, 90% bayi yang lahir dari ibu dengan sindrom HELLP menunjukkan
perkembangan yang normal, atau hanya cacat ringan. Usia kehamilan rata-rata
adalah 33 minggu dan berat lahir rata-rata 1671 gram. Namun pada usia
kehamilan kurang dari 25 minggu, atau berat bayi lahir kurang dari 700 gram,
prognosis bayi cederung buruk. Setelah usia kehamilan 26 minggu dan berat bayi
lahir lebih dari 700 gram, prognosisnya semakin baik.
Perbedaan hasil penelitian tentang prognosis bayi yang lahir dari ibu dengan
sindrom HELLP mungkin disebabkan karena perbedaan tahun penelitian dan
fasilitas pelayanan neonatus. Bayi yang lahir dari ibu dengan sindrom HELLP
dapat mengalami trombositopenia dan berhubungan dengan CP. Namun,
berdasarkan penelitian-penelitian yang ada, masalah utama bayi adalah karena
14
prematuritas yang disebabkan usia kehamilan, bukan sindrom HELLP itu sendiri.
Kebanyakan bayi yang lahir dari ibu dengan sindrom HELLP dapat berkembang
dengan normal.
Pengelolaan wanita hamil dengan sindrom HELLP
Secara umum, ada tiga pilihan utama manajemen wanita dengan
preeklampsia berat dan sindrom HELLP, yaitu :
1. Segera mengakhiri kehamilan merupakan pilihan utama pada usia 34 minggu
gestasi atau lebih
2. Mengakhiri kehamilan dalam waktu 48 jam setelah evaluasi, stabilisasi kondisi
klinis ibu dan pengobatan kortikosteroid. Pilihan ini merupakan pilihan yang
wajar dan rasional pada usia kehamilan 27 sampai 34 minggu untuk sebagian
besar kasus
3. Manajemen konservatif selama lebih dari 48-72 jam dapat dipertimbangkan
pada wanita hamil sebelum usia kehamilan 27 minggu. Dalam situasi ini,
pengobatan dengan kortiosteroidsering digunakan, tetapi regimen yang
digunakan bervariasi.
Manajemen konservatif (> 48 jam)
Pada uji klinis acak yang bertujuan untuk membandingkan managemen
konservatif dan manajemen agresif dengan mengakhiri kehamilan pada wanita
yang menderita sindrom HELLP tak ditemukan titik temu. Namun, manajemen
konservatif pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu dapat menjadi pilihan
pada kasus tertentu jika dilakukan di unit perawatan tersier dengan pengawasan
ibu dan janin (pengobatan antihipertensi, USG dan pemeriksaan Doppler).
Perpanjangan masa kehamilan harus hati-hati karena terjadinya peningkatan risiko
dan komplikasi ibu dan janin (solusio plasenta, gagal ginjal akut, edema paru,
DIC, kematian ibu dan perinatal).Jika kondisi ibu memburuk, harus segera
dilakukan operasi caesar.Pengobatan konservatif merupakan kontraindikasi pada
wanita dengan DIC.
15
16
janin
dan
menyebabkan
supresi
adrenal
janin
angka
kejadian
CP
pada
pengobatan
CS
antenatal
lebih
17
demikian
daerah
anestesi
dapat
diperluas,
sehingga
hanya
sebagai
intervensi
jangka
pendek.
Pemberian
18
kortikosteroid selama lebih dari 48 jam pada ibu dengan sindrom HELLP yang
hamil sangat prematur dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas ibu
dan janin yang cukup signifikan.
Fonseca et al. melakukan penelitian acak dengan metode double blind untuk
membandingkan deksametason dengan plasebo yang mengikutsertakan 132
wanita dengan sindrom HELLP.Sampel dalam penelitian ini adalah 60 wanita
hamil dengan sindrom HELLP dan 72 wanita dengan sindrom HELLP yang telah
melahirkan.Penelitian ini tidak dapat mengkonfirmasi hasil yang positif dari
penelitian sebelumnya.Pengobatan deksametason ternyata tidak mengurangi
komplikasi pada ibu seperti gagal ginjal akut, edema paru dan oliguria.Tindakan
transfusi trombosit dan fresh frozen plasma tidak dapat dikurangi secara signifikan
dan durasi perawatan di rumah sakit juga tidak berkurang.Hasil penelitian ini
tidak mendukung penggunaan rutin dosis tinggi deksametason.
Ringkasan dan komentar umum terapi CS pada sindrom HELLP
Satu rangkaian terapi CS memiliki manfaat klinis untuk janin yang lahir
prematur tanpa efek samping.Penelitian multipel harus dihindari, kecuali protokol
penelitian tersebut yang terstruktur dengan baik.Meskipun terapi CS telah terbukti
efektif pada preeklamsia berat,namun sepertinya menjadi kurang menguntungkan
pada ibu dengan sindrom HELLP.Pada sebuah studi acak penggunaan dosis tinggi
deksametason tidak dianjurkan pada ibu dengan sindrom HELLP. Sibai
menganjurkan terapi CS dosis standar (baik 2 dosis betametason setiap 12 jam,
atau 6 mg deksametason setiap 12 jam) untuk meningkatkan kondisi klinis
perinatal pada ibu dengan sindrom HELLP dengan usia kehamilan antara 24
sampai 34 minggu gestasi dan kemudian memberikan kembali 24 jam setelah
dosis terakhir CS.
Dalam sebuah tinjauan terbaru, Vidaeff dan Yeomas menunjukkan bahwa
bukti yang tersedia tidak dapat mendukung terapi CS dapat meningkatkan hasil
yang
lebih
baik
pada
Sindrom
HELLP
baik
antepartum
dan
atau
19
Dengan demikian, terdapat bukti yang kuat mengenai manfaat terapi standar
CS pada kelahiran prematur, termasuk preeklamsia berat, namun tidak ada bukti
yang cukup signifikan yang mendukung terapi CS pada sindrom HELLP.
Pendekatan praktis pada seorang wanita dengan suspek atau terdiagnosis
Sindrom HELLP
Langkah pertama adalah mengevaluasi pasien. Kondisi klinis ibu, usia
kehamilan (ditentukan dengan USG), tersedianya penolong persalinan dan
Cervical
Bishop
Score
harus
ditentukan
terlebih
dahulu.
Pemeriksaan
heparin,
antitrombin
belum
terbukti
meningkatkan
risiko
20
sindrom
HELLP
jumlahglutathione
berkurang.
Peningkatan
21
riwayat kehamilan, kondisi para ibu dan janin.Jika serviks tidak memungkinkan
untuk diinduksi, pematangan serviks harus menjadi langkah pertama.
Sebelum usia kehamilan mencapai 34 minggu, terminasi kehamilan harus
dipilih jika kondisi ibu tidak dapat dikendalikan dengan cepat, jika kondisi ibu
memburuk atau terdapat tanda-tanda gawat janin intrauterin. Indikasi ibu untuk
segera dilakukan terminasi apabila tekanan darah >160/110 mmHg meskipun
telah diberikan obat antihipertensi, menetap atau memburuknya gejala klinis,
fungsi ginjal memburuk, asites berat, solusio plasenta, oliguria, edema paru atau
eklampsia. Dalam kasus seperti ini, kebanyakan dokter akan lebih memilih
operasi caesar.
Pada wanita hamil dengan usia kehamilan antara 24 dan 34 minggu perlu
diberikan CS setelah melakukan stabilisasi kondisi ibu terutama tekanan darah
dan kelainan koagulasi. Diikuti dengan induksi persalinan setelah 24 jam.Namun,
sebagaimana telah disebutkan, dukungan untuk rejimen ini lemah. Operasi caesar
harus dilakukan pada wanita yang menderita sindrom HELLP sebelum usia
kehamilan 30 minggu dan pada ibu dengan oligohydramnion dan / atau Bishop
score yang buruk. Anestesi regional diindikasikan untuk kasus dengan jumlah
trombosit dibawah 100.109/L. Namun, anestesi epidural merupakan kontraindikasi
jika jumlah trombosit di bawah 75.109/L. Beberapa penulis juga mengklaim
bahwa anestesi regional merupakan kontraindikasi jika jumlah platelet di bawah
100.109/L. Transfusi trombosit sebelum operasi caesar telah disarankan untuk
sindrom HELLP kelas 1, dan bagi mereka dengan persalinan pervaginam dan
jumlah trombosit di bawah 20-25.109/L. Obat antihipertensi diberikan untuk
menjaga tekanan di bawah 155/105 mmHg, dan ibu harus tetap dimonitor selama
setidaknya 48 jam setelah melahirkan. Kebanyakan pasien menunjukkan adanya
resolusi pada fase ini.
Pengelolaan postpartum sindrom HELLP
Kebanyakan ibu dengan sindrom HELLP, jumlah trombositakan terus
menurun setelah melahirkan dengan kecenderungan meningkat pada hari ketiga.
30% dari sindrom HELLP berkembang setelah lahir, mayoritas terjadi dalam 48
jam pertama post partum.Namun, onset dapat berkisar dari beberapa jam sampai 7
22
yang
terus-menerus,
trombositopenia
yang
persisten
dan
sedang terjadi dan menyebabkan kerusakan ginjal pada preeklamsia berat atau
sindrom HELLP.Cairan intravena sebanyak 250-500 ml yang diberikan secara
bolus sangat dianjurkan apabila oliguria berlanjut, dan jika perlu dapat dilakukan
pengawasan pada pasien tersebut.
23
skrining
trombofilia
telah
disarankan
termasuk
pemeriksaan
ini
menyebabkan
keterbatasan
penggunaan
banyak
laporan
24
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Preeklampsia
Nullipara
Usia ibu < 20 tahun atau > 40 tahun
Riwayat keluarga eklampsia
26
D. Patogenesis
Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Patologi
yang ditemukan adalah adanya kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan
kelainan koagulasi. Sampai sekarang faktor pencetusnya belum ditemukan.
Sindrom ini diduga merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan
kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler,
akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregrasi trombosit yag
selanjutnya terjadi kerusakan endotel.5,6
Pada sindrom HELLP terjadi anemia hemolitik mikroangiopati yang
menyebabkan hemolisis. Sel darah merah terfragmentasi saat melewati
pembuluh darah kecil yang endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada
sediaan apusan darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes, dan sel burr.
Hemolisis intravaskuler menyebabkan sumsum tulang merespon dengan
mengaktifkan proses eritroiesis, yang mengakibatkan beredarnya sel darah
merah yang imatur. Sel darah merah imatur ini mudah mengalami destruksi
dan mengeluarkan isoenzim eritrosit. Isoenzim ini akan terikat dengan LDH,
oleh karena itu kadar LDH yang tinggi juga menunjukkan terjadinya proses
hemolisis.5,6
Peningkatan kadar enzim hepar diperkirakan sekunder akibat obstruksi
aliran darah hepar oleh deposit fibrin di sinusoid sehingga terjadi kerusakan
sel hepar. LDH adalah enzim katalase yang bertanggung jawab terhadap
proses oksidasi laktat menjadi piruvat. Peningkatan LDH menggambarkan
terjadinya kerusakan sel hepar, walaupun peningkatan kadar LDH juga
merupakan tanda terjadinya hemolisis. AST dan ALT juga meningkat akibat
kerusakan sel-sel hepar. Peningkatan bilirubin sangat jarang terjadi, dan
peningkatan ini jarang sampai lima kali lipat. Hiperbilirubinemia tidak
terkonjugasi menunjukkan hemolisis intravaskuler, sedangkan hemolisis
terkonjugasi menunjukkan kerusakan pada parenkim hepar.6,7
Trombositopenia yang terjadi pada pasien sindrom
HELLP
27
kerusakan
endotel
pembuluh
darah. Trombosit
teraktivasi,
sehingga
28
Konsekuensinya
pasien
sindrom
HELLP
total
seharusnya
29
30
31
melakukan
34 minggu
32
4. Tatalaksana Postpartum
Sindrom HELLP dapat terjadi baik pada antepartum maupun
postpartum. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 7 hari
postpartum, dengan kejadian tertinggi dalam 48 jam setelah persalinan.
Tatalaksana sindrom HELLP postpartum hampir mirip dengan sindrom
HELLP
antepartum,
yaitu
dengan
profilaksis
kejang
dan
obat
melakukan
bandingnya.13
pemeriksaan
untuk
menyingkirkan
diagnosis
33
34
I. Komplikasi
1. Komplikasi maternal
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%.
Sedangkan morbiditas ibu disebabkan oleh edema pulmo (8%), gagal
ginjal akut (3%), DIC (15%), solusio plasenta (9%), kegagalan atau
perdarahan hepar (1%), ARDS, sepsis dan stroke (<1%). Kehamilan
dengan komplikasi sindrom HELLP berhubungan dengan peningkatan
risiko ruptur hepar dan kebutuhan transfusi darah maupun produk-produk
darah. Perkembangan sindrom HELLP pada periode postpartum
meningkatkan risiko gagal ginjal dan edema paru. Adanya solusio plasenta
meningkatkan risiko DIC, kebutuhan transfusi darah, edema paru, dan
gagal ginjal. Pasien dengan asites yang banyak berisiko tinggi mengalami
komplikasi kardiopulmonal.3,4,11,13
2. Komplikasi perinatal
Kematian perinatal mencapai 7,4-20,4%. Kematian perinatal yang
tinggi terutama pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu, dan
berhubungan dengan IUGR berat atau solusio plasenta. Angka persalinan
prematur mencapai 70%, dimana 15% terjadi pada usia kehamilan kurang
dari 28 minggu. Akibatnya bayi-bayi dengan kelahiran prematur berisiko
tinggi terkena komplikasi akut neonatal seperti RDS, displasia
bronkopulmonal, perdarahan intraserebral dan nekrosis enterokolitis.3,4
J. Prognosis
Penderita sindrom HELLP mempunyai kemungkinan 19-27% untuk
mendapatkan risiko sindrom ini pada kehamilan berikutnya dan berisiko
sampai 43% untuk mengalami pre eklampsia pada kehamilan berikutnya.2,13
35
BAB III
PEMBAHASAN
Review : Isu Klinis dan Tatalaksana Sindrom HELLP
A. Perbedaan Penegakan Diagnosis
Gejala klinis sindrom HELLP tidak spesifik. Gejala yang biasanya
muncul adalah gejala-gejala mirip pre eklampsia. Pasien paling sering
mengeluh nyeri di regio epigastrik atau kuadran kanan atas (90%), kadangkadang disertai mual dan muntah (45-86%), nyeri kepala (30-60%), dan
gangguan penglihatan (20%). Namun gejala yang terjadi kadang-kadang tidak
spesifik yang menyerupai infeksi virus, seperti demam dan badan terasa
lemah. Oleh karena gejala-gejala yang tidak spesifik tersebut, sebaiknya pada
wanita hamil yang mengeluh gejala-gejala tersebut segera dilakukan
pemeriksaan darah untuk diagnosis, apalagi diagnosis banding penyakit yang
menyerupai sindrom HELLP cukup banyak, sehingga diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang teliti.4,8
Baku emas penegakan diagnosis sindrom HELLP masih menggunakan
hasil pemeriksaan laboratorium yang memberikan bukti adanya hemolisis,
peningkatan enzim hepar, dan trombositopenia. Namun masih terdapat
perbedaan-perbedaan untuk menentukan patologi tersebut.6,9
Bukti adanya hemolisis pada pemeriksaan darah adalah ditemukannya
fragmentosit atau sel burr pada pemeriksaan apusan darah tepi, peningkatan
LDH, penurunan hemoglobin, dan peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi.
Saat ini, yang banyak digunakan untuk pemeriksaan bukti hemolisis adalah
adanya kadar LDH > 600 U/L. Namun Smulian et al. mengatakan bahwa nilai
ambang LDH mungkin < 600 U/L, tergantung metode pemeriksaan yang
dilakukan,
dan
sayangnya
belum
ada
kesepakatan
tentang
cara
36
37
karena masih terdapat perbedaan tentang jenis obat, jumlah dosis dan waktu
pemberian yang efektif.1,16,18
Penggunaan deksametason dosis tinggi pada ibu dengan sindrom
HELLP juga menjadi isu tatalaksana sindrom ini. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa terapi dengan deksametason 10mg setiap 12 jam dapat
mengurangi morbiditas ibu dan meningkatkan jumlah trombosit lebih cepat.
Namun penelitian lain juga menyebutkan bahwa deksametason tidak
mengurangi komplikasi pada ibu, seperti gagal ginjal akut, edema paru, dan
oligoria. Pemberian dexametason juga tidak mengurangi kebutuhan transfusi
darah serta mengurangi secara signifikan durasi perawatan di rumah
sakit.1,16,17,18
38
BAB IV
KESIMPULAN
1. Sindrom HELLP adalah komplikasi dalam kehamilan yang ditandai
dengan hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan penurunan trombosit.
2. Penegakan diagnosis sindrom HELLP adalah berdasarkan pemeriksaan
laboratorium yang menandakan adanya proses hemolisi, peningkatan
enzim hepar, dan penurunan trombosit.
3. Klasifikasi sindrom HELLP yang sekarang digunakan adalah klasifikasi
menurut Tenesse dan Mississippi.
4. Penatalaksanaan sindrom HELLP dapat dibagi menjadi tatalaksana awal,
tatalaksana
konservatif,
persalinan,
dan
tatalaksana
postpartum.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Haram, K., E. Svendsen, and U. Abildgaard. 2009. The HELLP syndrome :
Cinical issues and management. A Review. BMC Pregnancy and Childbirth,
9:8.
2. Pokharel, S. K., S. K. Chattopadhyay, R. Jaiswal, and P. Shakya. 2008.
HELLP Syndrome a pregnancy disorder with poor prognosis. Nepal Med
Coll. J., 10(4) : 260-3.
3. Rambulangi, J. 2006. Sindrom HELLP. Cermin Dunia Kedokteran, 151 : 248.
4. Barton, J. R., B. M. Sibai. 2004. Diagnosis and management of hemolysis,
elevated liver enzymes, and low platelets syndrome. Clinics in Perinatology,
31:807-33.
5. Baxter, J. K., L. Weinstein. 2004. HELLP syndrome : the state of the art.
Obstet Gynecol Surv, 59: 838-45.
6. Dina, S. 2003. Luaran Ibu dan Bayi pada Penderita Preeklampsia Berat dan
Eklampsia
dengan
atau
tanpa
Sindrom
HELLP.
Diambil
dari
:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6228/1/D0300590.pdf.
Diakses tanggal : 17 Juli 2013.
7. Rath, W., A. Faridi, and J. W. Dudenhausen. 2000. HELLP syndrome. J
Perinat Med, 28: 249-60.
8. Cunningham, F. G., K. J. Leveno, S. L. Bloom, J. C. Hauth, D. J. Rouse, and
C. Y. Spong. Pregnancy Hypertension. In : Williams Obstetrics. 23th Edition.
USA : The McGraw-Hil Companies.
9. Sibai, B. M. 2004. Syndrome of Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, and
Low Platelet Count. The American College of Obstetricians and
Gynecologists, 103(5) : 981-91.
10. Yenicesu, G. I., I. O. Kol, C. Yenicesu, and A. Cetin. 2009. HELLP
(hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelets) syndrome. Cumhuriyet
Med J, 31: 182-8.
11. Haddad, B, and B. M. Sibai. 2005. Expectant management of severe
preeclampsia: proper candidates and pregnancy outcomes. Clin Obstet
Gynecol, 48: 430-40.
12. Paruk, F., and J. Moodley. 2000. Maternal and neonatal outcome in early and
late onset pre eclampsia. Semin Neonatol, 5: 197-207
13. OBrien, J. M., and J. R. Barton. 2005. Controversion with diagnosis and
management of HELLP syndrome. Clin Obstet Gynecol, 48: 460-77.
14. Knapen, M. F., J. G. Bisseling, R. H. Penders, W. H. Peters, and E. A.
Steegers. 1998. Plasma gluthathione S-transferase alpha I-I : a more sensitive
marker for hepatocellular damage than serum alanine aminotransferase in
hypertensive disorders of pregnancy. Am J Obstet Gynecol, 60: 57-70.
15. Parnas, M., E. Sheiner, I. Shoham-Vardi, E. Burstein, T. Yermiahu, I. Levi, et
al. 2006. Moderate to severe thrombocytopenia during pregnancy. Eur J
Obstet Gynecol Reprod Biol, 128: 163-8.
16. Martin, J.N., C. H. Rose, and C. M. Briery. 2006. Understanding and
managing HELLP syndrome: the integral role of aggressive glucocorticoids
for mother and child. Am J Obstet Gynecol, 195:914-34.
40