adanya pengaruh dari infeksi HIVterhadapkehamilan. AIDS berpengaruh besar thdp terjadinya prematuritas, IUVD. Diduga kondisi bayi dalam kandungan dipengaruhi oleh makin memberatnya infeksi HIV. Dilaporkan tidak ada hubungan antara infeksi HIVdengan makin eningkatnya cacat bayi. Meskipun kehamilan dikatakan menambah beban terhadap sistim tubuh yang sudah berat menghadapi HIV, tetapi sampai sekarang belum ada bukti yang menunjukkan bahwa HIV makin menjadi progresif setelah adanya kehamilan (Ellerbrock T.V. & Rogers M.F., 1990; Anderson J.R.,1995). PENULARAN HIV 1. Penularan parenteral - melalui transfusi darah, tertusuk jarum suntik yang telah dipakai pada pengidap HIV atau bahan (jaringan atau cairan tubuh ) pengidap HIV. Penularan HIV pada petugas kesehatan di USA dilaporkan sebesar 0,3 % , lebih kecil dari kemungkinan penularan VHB yang sebesar 20-30%. Infeksi melalui kulit hanya terjadi melalui kontak yang intensif dan lama(Fauci A.S. & Lane H.C., 1994). 2. Penularan seksual - wanita tertular HIV dari laki-laki pengidap HIV 20 x > kemungkinan laki-laki tetular dari wanita pengidap HIV. kemungkinan karena pada cairan sperma terdapat titer HIV yang cukup tinggi. 3. Penularan perinatal Penularan HIV dari ibu ke bayi terjadi in-utero atau intra uterin, perinatal / saat persalinan dan pasca persalinan melalui air susu ibu. tdpt perbedaan Angka kejadian penularan perinatal di Eropa dan di New York dilaporkan 25- 33%, thai 19% mungkin juga
karena dikacaukan dengan adanya
anti bodi terhadap HIV yang didapat dari ibu dan tetap ada dalam darah bayi sampai bayi umur 15- 18 bulan. Penularan in utero/intra uterin HIV melalui plasenta masuk kedalam tubuh bayi. Penularan in utero ini diketahui karena didapatkannya HIV pada jaringan thymus,lien , paru dan otak dari janin 20 minggu yang digugurkan dari ibu pengidap HIV. Penularan saat persalinan. Terjadi karena bayi terkontaminasi darah ibu saat persalinan. Penularan pasca persalinan. Terjadi penularan melalui ASI pada masa menyusui ,karena adanya HIV pada kelenjar payu dara dan ASI pengidap HIV. masih ada perbedaan pendapat mengenai hal ini karena hasil penelitian yang berbeda, tetapi karena belum adanya vaksin untuk HIV dan kemungkinan penularan ini tetap ada, maka disepakati pemberian ASI pada bayi tetap masih di larang. Faktor yang berpengaruh terhadap penularan perinatal Secara umum faktor yang berpengaruh adalah; - Faktor virus makin tinggi titer virus , makin infeksius. - Faktor Host (ibu hamil) ; sistim kekebalan tubuh , nutrisi, anemia. - Faktor Obstetrik; lama dan cara persalinan. - Faktor bayi; aterm/prematur dan adanya lecet pada bayi. PENANGANAN PASIEN HAMIL DENGAN HIV 1. Penanganan ante partum 1.1. Konseling ibu hamil diajak berkomunikasi dua arah , memberikan informasi mengenai HIV dan hubungannya dengan kehamilan, tanpa mengarahkan,di mana kemudian si ibu hamil dpt mengambil keputusan mngenai kehamilan dan persalinannya.
Pada kehamilan Tm I, konseling
dilakukan intensif untuk memutuskan apakah kehamilan akan diteruskan atau tidak. Informasi yang perlu diberikan antara lain; - Apa arti anti-HIV positif, Western Blot positif. - Apa HIV, AIDS dan bagaimana prognosenya. - Pengaruh HIV pada kehamilan dan sebaliknya. - Risiko terjadinya penularan perinatal HIV terhadap bayi baru lahir. - Pemberian obat anti virus (AZT). 1.2. Pemeriksaan ante natal Dilakukan pemeriksaan ante natal seperti biasa, tetapi perlu dilakukan eksplorasi mengenai partner hubungan seksual, apakah pernah menderita penyakit hubungan seksual (STD), atau pernah mendapatkan transfusi darah, dan ditanyakan juga apakah sering mendapatkan pengobatan dengan suntikan. 1.3. Pemeriksaan penunjang pemeriksaan yang umum + dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya infeksi oportunis dan pemeriksaan imunologik untuk mengetahui progresifitas infeksi HIV. Pemeriksaan yang perlu dilakukan antara lain; - Thorak foto untuk mengetahui adanya pneumonia - Pemeriksaan imunologik; Th,Tc, IgA. - Pemeriksaan; TOCH,Lues, GO, Candida,Chlamydia, VHB. 1.4. Pemberian obat anti virus Pemberian obat anti virus pada ibu hamil dengan HIV akan menurunkan jumlah virus memperkecil kemungkinan terjadinya penularan perinatal. Ada beberapa macam obat anti virus tetapi yang banyak dipakai adalah Zidovudin 3 Azido 2,3Dideoxy
Thymidine (AZT). Dosis yang
dianjurkan adalah 100 mg 4 kali sehari mulai dari kehamilan 14 34 minggu. Pada persalinan diberikan secara bolus 2 mg /kg BB, diteruskan dengan infus 1mg/kgBB/hari sampai terjadi persalinan. Bayi yang baru lahir diberikan syrup AZT 2mg/kgBB 12 jam post partum, setiap 6 jam sampai 6 minggu umur 6 minggu. Dengan cara ini penularan perinatal dapat diturunkan dari 25,5 % menjadi 8,3 % 2. Penanganan intra partum Kewaspadaan menyeluruh atau Universal Precaution harus diperhatikan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya penularan dari ibu ke bayi, penolong maupun petugas kesehatan lainnya. Hindari memecahkan ketuban pada awal persalinan, terjadinya partus lama dan laserasi pada ibu maupun bayi. Karena itu pada kemacetan persalinan maka tindakan Seksio Sesarea adalah lebih baik dari memaksakan persalinan per vaginam. Petugas kesehatan harus memakai sarung tangan vynil, bukan saja pada pada pertolongan persalinan tetapi juga pada waktu membersihkan darah , bekas air ketuban dan bahan lain dari pasien yang melahirkan dengan HIV. Penolong persalinan harus memakai kaca mata pelindung, masker, baju operasi yang tidak tembus air dan sering kali membersihkan atau mencuci tangan. Membersihkan lendir atau air ketuban dari mulut bayi harus memakai mesin isap, tidak dengan catheter yang diisap dengan mulut. Bayi yang baru lahir segera dimandikan dengan dengan air yang mengandung dasinfectan yang tidak mengganggu bayi (Roongpisuthipong A., 1995). 3. Penanganan pasca persalinan Pada pasca persalinan dilakukan pencegahan terjadinya penularan
melalui ASI, disamping penularan
parenteral melalui suntikan dan luka atau lecet pada bayi. Pencegahan penularan melalui ASI sudah tentu dilakukan dengan mencegah pemberian ASI, tetapi untuk daerah yang sedang berkembang hal ini masih menjadi perdebatan karena dikhawatirkan bayi tidak mendapatkan pengganti ASI. Ibu pengidap HIV harus diadviskan mencegah kehamilan berikutnya dengan alat kontrasepsi.
Kehamilan dgn PJT
PENDAHULUAN Menurut Battaglia & Lubchenco bayibayi yang lahir terbagi 3kategori menurut bbl sesuai umur kehamilan yaitu -Bayi dgn bbl ~ umur kehamilan AGA/
appropriate for gestational age: jika
beratnya berada antara 10 persentil dengan 90 persentil -Bayi besar atau large forgestational age (LGA) jika beratnya diatas 90 persentil -bayi kecil/small forgestational age (SGA)/bayi dismatur jika BBL (beratbadanlahir) janin beratnya dibawah 10 persentil. Tidak semua bayi dengan bbl dibawah 10 persentil mengalami hambatan pertumbuhan intrauterine,ada kira-kira 25% dari bayi-bayi tersebut memang kecil badannya karena dipengaruhi resam tubuh (faktor konstitusi). Faktor konstitusi ygmempengaruhi BB janin adalah ras/suku bangsa, paritas, berat tubuh ibu, tinggi badan ibu, dan ketinggian tempat tinggal diatas permukaan laut. Mereka yang hidup didataran tinggi atau pergunungan melahirkan bayi-bayi yang lebih kecil oleh karena pada tempat-tempat yang tinggi itu kadar oksigen didalam udara lebih rendah dari pada didataran rendah. Bayi yang mengalami PJT/hambatan pertumbuhan intrauterin (intrauterine growth retardation atau disingkat IUGR) adalah jika -BBL dibawah 2 SD dari berat rata-rata bayi normal.(Usher -McLean69). -BBL 10persentil atau lingkaran perut 5persenil atau FL/AC > 24.atau biometri tidak berkembang stlh 2minggu (Maulik D) Nama lain yang diberikan kepada bayi yang demikian sesuai patofisiologi kejadian adalah bayi yang mengalami malnutrisi kronik intrauterin (chronic intrauterinemalnutrition) sebagai akibat dari plasenta yang terganggu fungsinya (insufisiensi fungsiplasenta). Sering juga disebut bayi small for date (SFD). Bayi yang
BBLR (bayi berat lahir rendah
(lowbirth weight baby) yang secara definisi ditetapkan berat badan pada waktu lahir dibawah 2500g) perlu klarifikasi apakah bayi tersebut preterm atau dismatur karena etiologi, penanganan dan prognosis keduanya berbeda sebagaimana juga mortalitas dan morbiditasnya berbeda.Ada bayi yang walau berat lahirnya diatas 10 persentil tetapi mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin misalnya pada postmaturitas. Hambatan pertumbuhan lebih menekankan kepada adanya proses patologis yang melatar belakangi fungsi pertumbuhan, sementara prematuritas menekankan kepada proses patologis yang melatar belakangi fungsi umur kehamilan. Kedua faktor ini yaitu pertumbuhan yang dinilai pada berat badan dan umur kehamilan kadangkadangsulit ditetapkan dengan tepat dalam masa kehamilan. Klasifikasi - Simetris ukuran badannya secara proporsional kecil, gangguan pertumbuhan janin terjadi sebelum umur kehamilan 20minggu, sering dsebabkan kelainan kromosom atau infeksi Jk faktor penghambatpertumbuhan tjd pada awal khamilan saat hiperplasi (biasanya krn klainan kromosom dan infeksi)PJT simetris: jml sel bkurang scara permanen mhambat ptumbuhan janin,prognosa jelek. klinis proporsi tampak normal krn berat dan panjang terganggu,ponderal index normal. - Asimetris Ukuran badannya tidak proporsional, gangguan pertumbuhan tjadi setelah pd Tm III, dsbabkn oleh insufisiensi plasenta (Peleg 98) Jk faktor penghambatpertumbuhan tjd Saat khamilan lanjut saat hipertropi (biasanya krn ggn fgs plasenta cth PEB)PJT asimetris: Ukuran sel bkurang,prognosa lbhbaik. klinis lingkaran perut kecil-skeletal
dan kepala normal,ponderal index
Abnormal. Faktor-faktor risiko PJT 1.lingk sosek rendah 2. R/ PJT dlm keluarga 3. R/ obstetri yang buruk 4. BB sblm hamil dan selama hamil rendah 5. komplikasi obstetri dlm kehamilan 6. komplikasi medic dalam kehamilan Faktor2 risiko PJT sblm-selama khamilan Faktor yg tdeteksi sblum khamilan: 1. R/ PJT sblmnya 2. R/ penyakit kronis 3. R/ APS 4. IMT rendah 5. maternal hypoxia Faktor yg tdeteksi selama khamilan: 1. Peningkatan MSAFP/hCG 2. R/ mnm obat (coumarin,hydantoin) 3. perdarahan pervaginam 4. Kelainan plasenta 5. Partus prematurus 6. Kehamilan ganda 7. Kurang p+an BB slama khamilan PENYEBAB Maternal 1. HDK(PEB-eklampsi) 2. peny jantung 3. DM kelas lanjut 4. Hemoglobinopathi 5. peny Autoimune 6. Malnutrisi 7. Rokok-Narkotik 8. kelainan uterus 9. Thrombofili Plasenta dan tali pusat 1. Twin-twin transfusion syndrome 2. kelainan plasenta 3. solution plasenta kronik 4. plasenta previa 5. kelainan insersi tali pusat 6. kelainan tali pusat 7. Kembar Infeksi:HIV,TORCH,syphilis. Kelainan kromosom/genetik: Trisomy13,18, 21; Triploidy; turner synd; peny metabolism. Skrining:
Pada khamilan yang berisiko PJT,
USG ptama kali dlakukan pd khamilan TM I untuk konfirmasi HPHTpertengahan TM II (1820minggu) utk mcari kelainan bawaan dan khamilan kembar Usia kehamilan 28-32minggu utk deteksi gangguan ptumbuhan dan fisiologi brain sparing effect (oligohydram dan doppler velocimetry yg abnormal). Suspek PJT jika terdapat 1 atau > tanda2 dbwh ini: 1. TFU 3cm atau lebih dbawah normal 2. P+an BB < 5kg pd UK 24mgg atau < 8kg pd uk 32mgg (utk ibu BMI <30) 3. Estimasi BB < 10persentil 4. HC/AC >1 5. AFI 5cm atau kurang 6. sblm uk 34mgg plasenta grade 3 7. Ibu merasa gerak janin bkurang DIAGNOSIS 1. Palpasi, TFU 2.USG. menetukan BPD, HC, FL,EFW dan AC Mengukur volume air ketuban, Doppler, KTG,BPP 4. Pemantauan kegiatan kerja jantung janin CST,NST 5.Uji BiokimiaAFP pd uk 16mgg Dampak PJT Morbiditas perinatal: prematuritas, oligohidramnion, DJJ abnormal, meningkatkan angka SC, asfixia intrapartum, skor apgar rendah, hipoglikemi, hipokalsemi, polisitemi, hiperbilirubinemia, hipotermia, apneu,kejang, dan infeksi Mortalitas perinatal: tergantung derajat keparahan PJT, saat terjadinya PJT, umur kehamilan dan penyebab dari PJT.
Pemantauan Fungsional Janin/FetalSurveilanc
1. Penilaian volume amnion
mengukur skor 4 kuadran atau pengukuruan diameter vertical kantong amnion yang terbesar. Volume air ketuban yang normal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan adanya PJT. Janin PJT dengan oligohidramnion keadaaan emergensi terminasi khamilan 2. Penilaian kesejahteraan janin dideteksi ada tidaknya asfiksia pada janin dengan PJT. Beberapa cara pemeriksaan dapat dilakukan, antara lain pemeriksaan Biophisic Score (BPS), yang diantaranya diperiksa Non Stress Test (NST), dan Amniotic Fluid Index (AFI), kematian perinatal akan meningkat jika nilai skor jumlahnya < 4. 3. Pengukuran Doppler Velocimetry Hilangnya gelombang diastole/ Absent End Diastolic Flow (AEDF) akan diikuti kelainan pada kardiotokografi 3-4 hari kemudian. Gelombang diastol yang terbalik/ Reverse End Diastolic Flow (REDF) akan disertai peningkatan perinatal dalam waktu 48-72 jam. 4. Pemeriksaan Pemb drh Arteri a. A. Umbilikalis PJT, maka gambaran gelombang Dopplernya akan ditandai oleh menurunnya frekuensi akhir diastolik. Pada preeklamsi dan adanya PJT akan terlihat gambaran gelombang diastolik yang rendah (reduced), hilang (absent), atau terbalik(reverse)
b. A. Serebralis media (MCA)
Jika janin tidak cukup mendapatkan oksigen akan terjadi central redistribution dari aliran darah dengan meningkatnya aliran darah ke otak, jantung dan glandula adrenal. Hal ini disebut brain-sparing reflux atau brain-sparing effect, yaitu redistribusi aliran darah ke organ-organ vital dengan cara mengurangi aliran darah ke perifer dan plasenta. Pada janin dgn hipoksia (PJT), akan terjadi penurunan aliran darah uteroplasenter. Keadaan ini, gambaran Doppler akan memperlihatkan adanya peninggian resistensi atau peninggian indeks pulsatilitas arteri umbilikalis yang disertai penurunan resistensi sirkulasi serebral yang terkenal dengan fenomena brain sparing effect (BSE) yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh untuk mempertahankan aliran darah ke otak dan organ-organ penting lainnya. Pada keadaan hipoksia yang berat, hilangnya fenomena BSE merupakan tanda kerusakan yang irreversible yang mendahului kematian janin. Velositas puncak sistolik arteri serebralis media merupakan indikator yang baik bagi anemia janin dengan inkompatabilitas rhesus c. Cerebroplasental ratio (CPR) Pemeriksaan rasio otak/plasenta (CPR) janin (yaitu nilai PI arteri serebralis media (MCA)/ nilai PI arteri umbilikalis). nilai CPR bisa abnormal pada janin dengan PJT yang ringan. Setelah kehamilan 34 minggu, nilai indeks Doppler MCA atau CPR yang menurun harus dicurigai akan adanya PJT walaupun indeks arteri umbilikalis masih normal. Pemeriksaan CPR juga diindikasikan pada janin yang kecil dengan nilai Doppler arteri umbilikalis yang normal. Apabila sudah ditemukan AEDF/REDF pada arteri umbilikalis, maka pemeriksaan CPR tidak diperlukan lagi. 5. Pemeriksaan pembuluh darah vena. a. Vena umbilikalis Pada kehamilan trimester I normal, terlihat gambaran pulsasi vena umbilikalis sedangkan pada kehamilan >12 minggu gambaran pulsasi ini menghilang dan diganti oleh gambaran continuous forward flow.
Pada keadaan insufisiensi uteroplasenta,
gambaran pulsasi vena umbilikalis akan terlihat (kembali) pada trimester II-III dan gambaran ini menunjukkan keadaan hipoksia yang berat sehingga sering dipakai sebagai indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. b. Duktus venosus Dalam keadaan normal, gambaran arus darah duktus venosus ditandai oleh adanya gelombang Adari takik akhir diastol.Jadi, mrupakn gambaranbifasik seperti punggung unta. Puncak yang kedua (gelombang A) akibat dari adanya kontraksi atrium. Dengan bertambahnya umur kehamilan maka akan terjadi perubahan-perubahan sebagi berikut : terjadi peningkatan pada time averaged velocity, peak systolicv velocity, dan peak diastolic velocity. Sedangkan peak S/D dengan sendirinya akan hipoksia yang menetap. Pada keadaan hipoksia seperti pada preeklamsi atau PJT, maka akan terjadi pengurangan aliran darah yang ditandai dgn pengurangan/hilangnya gambaran gelombang A. Pada hipoksia yang berat bisa terlihat gambaran gelombang A yang terbalik. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pemeriksaan Doppler DV merupakan prediktor yang terbaik dibandingkan dengan Doppler arteri uterina dan kardiotokografi. Penatalaksanaan 1. Jika end diastole masih ada, persalinan ditunda sampai umur kehamilan 37 minggu. Kapan saat terminasi kehamilan dengan PJT sangat bervariasi. 2. Jika pemantauan AEDF atau REDF ketat, diberi steroid. Jika pemantauan yang lain (Biophisic score, venous Doppler) abnormal segera diterminasi. Jika usia kehamilan > 34 minggu, meski yang lain normal, terminasi perlu dipertimbangkan 3.Pemberian kortikosteroid bila umur kehamilan < 36 minggu untuk mengurangi kejadian Respiratory Distress Syndrome 4.Persalinan dilakukan di tempat yang ada sumber daya manusia dan fasilitas resusitasi yang berpengalaman 5.Monitoring intrapartum dengan KTG 6. Cara persalinan:belum cukup data yg mendukung SC elektif pada semua PJT
Dilakukan terminasi kehamilan bila:
a. Rasio Femur Length/AbdomCircumference 26, janin termasuk PJT berat b. Doppler velocimetry arteri atau vena umbilikalis (PI 1,8) yang disertai AEDF/REDF c. AFI 4 d. Biophisic score memburuk e. Kardiotokografi: deselerasi lambat Terminasi kehamilan mutlak bila a, b, c terpenuhi Berdasarkan usia kehamilan: a. Usia kehamilan 37 minggu : terminasi kehamilan dengan SC atau pervaginam bila Bishop Score 5 b. Usia kehamilan 32-36 minggu : konservatif selama 10 hari dapat berlangsung lebih dari 50% kasus PJT terutama preeklamsia c. Usia kehamilan < 32 minggu: perawatan konservatif tidak menjanjikan, sebagian besar kasus berakhir dengan terminasi