You are on page 1of 20

BAB IV

PEMBAHASAN
4.1

Struktur Organisasi Unit Kerja


Lampiran : Surat Keputusan Direksi
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk
Nomor

: 018/Kpts/Dir/2014

Halaman : 1 dari 8

Keterangan :

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

: Garis Pelaporan
: Garis Koordinasi
Selain Tim-tim yang ada dalam Struktur Organisasi di atas, Direksi menetapkan Tim-tim :
P2KPT, ICOFR dan Perluasan Kuari Tuban, serta Tim-tim lainnya sesuai dengan kebutuhan
Perusahaan, yang akan ditetapkan tersendiri
4.2

Tugas Pokok Unit Kerja


Tugas dari Seksi Pengendalian Proses secara umum yaitu mengendalikan komposisi

bahan selama proses produksi berlangsung, sehingga hasil semen yang diperoleh memenuhi
standar kualitas yang telah ditetapkan. Proses produksi yang dikendalikan berawal dari
tambang (pengklasifikasian bahan), kemudian crusher (pembuatan pile), Raw mill, Kiln feed,
Kiln, hingga Finish mill. Sedangkan semen yang telah keluar dari silo semen menuju proses
packing sudah tidak menjadi area kerja dari Seksi Pengendalian Proses. Pengendalian yang
dilakukan oleh seksi ini berupa pengaturan komposisi bahan baku maupun bahan penolong.
Pengaturan ini melibatkan banyak faktor yang menjadi pembatas, sehingga dalam mengatur
komposisi ini diperlukan data-data yang akurat dari hasil analisa yang sebelumnya dilakukan.
4.3

Penjelasan Singkat Tugas Unit Kerja


Dalam menjalankan tugasnya, Seksi Pengendalian Proses didukung oleh fasilitas

laboratorium untuk menguji dan menganalisis komposisi bahan, baik bahan mentah (batu
kapur, tanah liat, dan pasir besi), bahan setengah jadi (rawmill dan terak), maupun barang jadi
(semen). Parameter kualitas yang dianalisis tentunya berbeda-beda tergantung dari bahan
yang dianalisis.
Kandungan yang meliputi CaO, MgO, SiO2, Al2O3, Fe2O3, K2O, SO3, C3S, freelime
dianalisis keseluruhan menggunakan metode X-Ray yang terhubung dengan komputer,
sehingga hasil analisis secara otomatis masuk ke program komputer. Kemudian, untuk analisis
Mesh dan Blaine dilakukan menggunakan instrumen tersendiri, yakni, Jet Sieve untuk Mesh,
dan Automatic Blaine. Lalu hasil analisisnya di-input-kan manual ke dalam program
komputer.
Proses pengujian yang dilakukan Seksi Pengendalian Proses dilakukan secara rutin.
Pengambilan sampel ada yang dilakukan secara otomatis dan ada yang secara manual.
Pengambilan sampel secara otomatis menggunakan alat yang bernama Auto Sampler
Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-2

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

Transport. Setiap satu jam sekali, kapsul ini akan terisi sampel yang akan diuji dan kemudian
akan ditembakkan sampai ke laboratorium pengendalian proses untuk dianalisis. Secara lebih
rinci, penjelasan mengenai tugas-tugas pengendalian proses akan dijelaskan menurut proses
produksi semen itu sendiri
a.

Tambang
Pada tahap ini, Seksi Perencanaan Bahan dan Produksi berperan dalam memberikan

data kuantitatif kepada pihak tambang mengenai jumlah bahan baku (batu kapur dan tanah
liat) yang diperlukan untuk produksi semen. Data kuantitatif ini didapatkan dengan
sebelumnya mendapatkan data kadar bahan baku dari Seksi Pengendalian proses yang
diperlukan dalam proses crusher (21% clay dan 79% batu kapur). Untuk tambang yang
berbeda akan menghasilkan formula kuantitatif yang berbeda pula tergantung pada kadar batu
kapur dan tanah liat yang tersedia di tambang. Setelah mendapatkan data kuantitatif dari Seksi
Perencaan Bahan dan Produksi , Seksi Tambang siap mengeksekusi bahan baku di tambang
yang selanjutnya di proses di crusher.
1. Crusher
Pada tahap ini, Seksi Perencanaan Bahan dan Produksi melaksanakan tugasnya untuk
memberikan data kuantitatif jumlah bahan baku yang akan diproses di crusher (20% clay
dan 80% batu kapur). Feed tonase bahan baku yang masuk proses crusher akan
menyesuaikan prosentase bahan tersebut. Bahan baku clay akan diproses di clay crusher
dan bahan baku batu kapur akan diproses di limestone crusher untuk memperoleh ukuran
bahan baku yang lebih kecil ( diameter 10 cm). Setelah itu clay dan batu kapur dicampur
menjadi satu dan terbentuk batu kapur mix (85%). Batu kapur mix ini yang selanjutnya di
proses di raw mill.
2. Raw Mill
Di dalam raw mill terjadi proses pencampuran batu kapur mix dengan bahan-bahan
lain untuk pembuatan semen. Bahan-bahan lain tersebut yakni pasir silika, copper slag dan
batu kapur koreksi. Disinalah tugas dari Seksi Perencanaan Bahan dan Produksi, yaitu
untuk menentukan jumlah kuantitatif pasir silika, batu kapur koreksi dan copper slag yang
ditambahkan. Rata-rata prosentase bahan tersebut yang ditambahkan yaitu 0,5 % silika, 8%
batu kapur koreksi dan 25% copper slag. Dari prosentase ini dapat ditentukan massa
berdasarkan neraca massa yang telah dibuat. Proses di dalam raw mill ini bertujuan untuk
memperkecil ukuran material, dengan hasil berupa serbuk yang halus campuran batu kapur

Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-3

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

mix, pasir silika, copper slag dan batu kapur koreksi. Hasilnya disimpan dalam blending
silo yang nantinya akan digunakan sebagai umpan kiln untuk proses pembakaran.
3. Kiln
Proses di dalam kiln merupakan proses yang terpenting dalam pembuatan semen.
Dalam proses ini, material yang berupa serbuk akan dibakar pada suhu tertentu agar terjadi
reaksi padat-padat antara material bahan baku. Ada 3 tahap proses pembakaran, yakni
preheater, kalsinasi dan sintering. Bahan bakar utama yang dipakai dalam pembakaran
adalah batu bara dan bahan bakar lain yang digunakan yaitu minyak IDO, sludge oil dan
bahan bakar alternatif (sekam padi, tembakau, gergaji kayu, sabut kelapa). Tugas Seksi
Perencanaan Bahan dan Produksi dalam proses ini selain tentang kualitatif umpan kiln juga
menghitung feed bahan bakar yang digunakan dalam proses pembakaran. Perhitungan feed
bahan bakar ini menggunakan neraca panas. Diharapkan dengan adanya perhitungan feed
bahan bakar dapat meminimalkan panas yang berlebihan yang tidak digunakan dalam
proses reaksi (heat loss). Bahan bakar yang digunakan terus dilakukan pengembangan
untuk mengurangi penggunaan batu bara, yaitu dengan menggunakan bahan bakar
alternatif dan sludge oil. Bahan bakar alternatif yang digunakan terbukti dapat menurunkan
penggunaan batu bara. Misal, untuk penggunaan bahan bakar alternatif sekam, dapat
mereduksi penggunaan batu bara sekitar 2-3 ton/jam. Produk akhir kiln berupa terak
selanjutnya akan di proses di finish mill untuk ditambahkan aditif lain dan menghasilkan
semen jenis OPC dan PPC yang siap dipasarkan di masyarakat.
4. Finish Mill
Proses finish mill merupakan proses terakhir pembuatan semen sebelum dikemas.
Terak hasil proses kiln kemudian ditambahkan aditif untuk menghasilkan semen jenis
Ordinary Portland Cement (OPC) dan Podzollan Portland Cement (PPC). Semen jenis
OPC merupakan campuran terak (90%), batu kapur (5%), gypsum (3%) dan fly ash (2%).
Sedangkan untuk pembuatan semen jenis PPC merupakan campuran dari terak (80%), fly
ash (2%), gypsum (3%), dust (2%) dan trass (15%). Penentuan prosentase inilah yang
ditentukan oleh Seksi Perencanan Bahan dan Produksi.
5. Vertical Roller Mill
Vertical Roller Mill adalah peralatan penggilingan akhir dari terak, alat ini
merupakan peralatan yang terbaru di semen Indonesia Pabrik Tuban 1. Prinsip kerja
Vertical Roller Mill yaitu motor drive tabel grinding melalui decelerator. Bahan jatuh
tengah meja grinding dari pembukaan pakan. Pada saat yang sama, udara panas datang ke

Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-4

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

pabrik dari inlet udara. Karena gaya sentrifugal, bahan pindah ke ujung meja grinding.
Bahan yang ditumbuk oleh roller ketika oleh lulus dari alur di meja grinding. Bahan hancur
yang dibesarkan oleh vane berkecepatan tinggi aliran udara, partikel yang lebih besar jatuh
ke meja grinding untuk regrinding. Ketika bahan dalam aliran udara melewati pemisah di
bagian atas pabrik, bubuk kasar jatuh ke bawah meja grinding untuk regrinding bawah
fungsi rotor rotasi. Bubuk halus keluar dengan aliran udara, dan dikumpulkan oleh
penangkap debu. Melalui menyesuaikan suhu aliran udara panas, dapat memenuhi
kebutuhan bahan yang berbeda, dan juga melalui menyesuaikan pemisah, bisa mencapai
kehalusan yang tepat bahan.
Keuntungan dari vertical roller mill adalah :
a. stabilitas kualitas produk: Sebagai waktu materi tetap dalam grinding singkat, mudah
untuk mendeteksi dan mengontrol ukuran partikel dan produk komposisi kimia,
mengurangi duplikasi penggilingan, kualitas produk yang stabil.
b. Perawatan yang mudah: Melalui mempertahankan tank, putar lengan berputar, pengganti
lengan roller, lapisan nyaman, mengurangi downtime.
c. Perlindungan lingkungan: kecil getaran, kebisingan rendah, dan seluruh perangkat akan
airproofed, sistem untuk bekerja di bawah tekanan negatif, tidak ada tumpahan debu,
memenuhi persyaratan nasional perlindungan lingkungan.
b.

Unit Proses Produksi


Pengawasan tambang
Proses penyiapan bahan baku mulai dari penambangan sampai crusher dan clay cutter.

Batu kapur dan tanah liat diperoleh dari penambangan yang digali dari deposit milik sendiri.
Sedangkan cooper slag, pasir silika, dan gypsum diperoleh dari suppliyer (rekanan).
1. Proses Alir Batu kapur
Kapasitas : 35.000 ton/hari
Cara pengambilan :
Batu kapur berupa bukit ditambang dengan sistem pertambangan Single Beach
Continues, maksud dari sistem ini adalah untuk menghindari kelongsoran pada bukit kapur.
Yaitu bagian lahan yang dieksplorasi harus dihabiskan dalam 1 kali pengambilan (teratur
dalam pengambilan), elevasi atau sudut ketinggian yang ditetapkan adalah minimal 44 meter.
Ada beberapa tahap yang harus dilakukan dalam penambangan batu kapur.
a. Tahap pembabatan (clearing)
Adalah pembabatan dan pengupasan yang dilakukan untuk membuka daerah
penambangan baru. Langkah ini perlu dilakukan untuk membersihkan pepohonan dari
daerah bahan galian dengan menggunakan buldoser.
b. Tahap pengupasan tanah (stripping)
Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-5

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

Adalah proses pengupasan top soil (lapisan penutup tanah), langkah ini dilakukan pada
daerah bahan galian yang ditutupi lapisan tanah penutup. Dimana lapisan tanah nantinya
akan dikembalikan kembali untuk kesuburan tanah.
c. Tahap pembongkaran (breaking)
Sebelum batu kapur digali harus dilakukan pengeboran untuk menanamkan bahan
peledak. Jarak dan kedalaman antar lubang untuk menanamkan bahan peledak harus
disesuaikan, umumnya:
* Diameter lubang : 3,5 inci
* Kedalaman
: 6-9 meter
* Jarak antar lubang
: 1,5-3 meter
Peralatan yang dipakai adalah Crawl Air Drill type Atlas Copco ROC F7 (alat bor),
kompresor (alat penggerak bor).
d. Peledakan (Blasting)
Langkah pertama adalah mengisi lubang dengan bahan peledak, tetapi tidak semua
lubang yang dibuat diisi dengan bahan peledak. Lubang yang tidak diisi berfungsi
sebagai peredam getaran dan retakan akibat ledakan yang ditimbulkan.
Bahan peledak yang digunakan:
Damotin (Dinamit Amonium Gelatine) merupakan bahan peledak primer.
ANFO (campuran 94,5 % amonium nitrat dan 5,5 % fuel oil), merupakan bahan
peledak sekunder.
Peralatan yang dipakai adalah Blasting machine (alat peledak) dan Blasting
ohmmeter (alat pengukur daya ledak) Sebelum masuk pada unit pengolahan crusher,
dilakukan proses pemuatan (Loading) dan pengangkutan (hauling).
Tahap loading yaitu pengangkutan atau pengambilan material untuk ditempatkan
ke alat transportasi dan diteruskan ke penimbunan. Peralatan yang digunakan adalah
loader, wheel loader, dan power shorel.
Untuk tahap hauling yaitu pemindahan material dari quarry ke unit crusher,
sedangkan peralatan yang digunakan adalah dump truck. Ada 2 macam hauling, yaitu :
a. Hauling Load, adalah pengangkutan batu kapur ke pabrik dengan menggunakan
dump truck.
b. Hauling Empty, adalah dump truck kosong dari pabrik kembali ke lokasi
pengambilan batu kapur.
Setelah mengalami tahaptahap diatas batu kapur (Limestone) dari Limestone
Storage diangkut dengan menggunakan Dump truck menuju Crusher. PTSG
menggunakan 2 buah Crusher. Batu kapur berukuran maksimum 120 x 120 cm dengan
kandungan air maksimal 12 % ditumpahkan oleh Dump truck ke dalam Hopper yang
memiliki kapasitas 75 ton. Dari Hopper batu kapur dipisahkan oleh Wobbler Feeder,
untuk batu kapur yang mempunyai diameter <9 cm akan jatuh ke dalam Hopper menuju
Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-6

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

ke Belt Conveyor, sedangkan yang memiliki diameter >9 cm akan jatuh dan
dihancurkan ke dalam Limestone Crusher. Batu kapur yang berupa bongkahanbongkahan besar (>9 cm) di dalam Limestone Crusher akan dipukul oleh 6 buah
Hammer Mill supaya bongkahan menjadi lebih halus.
2. Proses Alir Tanah Liat
Kapasitas
: 8.000 9.000 ton/hari
Asal bahan
: diambil dari Desa Tobo, Sugihan, Temandang, Sambung Rejo,
dan Pongpongan.
Macamnya :
1. Low Silica, dengan kandungan SiO2 < 65 % dan Al2SO4 15 %.
2. High Silica, dengan kandungan SiO2 65 % dan Al2SO4 < 15 %.

Spesifikasi tanah liat (Clay) :

Fase
: padat

Warna
: coklat kekuningan, kadang berwarna hitam

Kadar air
: H2O maksimal 25%

Bulk density
: 1,4 ton/m3

Spesifik grafity
: 2,36 gr/cm3

Ukuran material : 0-30 mm

Silica ratio
: 2,3

Alumina ratio
: 2,7

Cara pengambilan :
Tanah liat ditambang dengan menggunakan clay pit dan ditimbun pada clay

storage. Sistem yang digunakan dalam penambangan tanah liat adalah Open Pit, yaitu
sistem penambangan yang pada akhir penambangannya membuat daerah tambang
berbentuk lubang galian terbuka. Sistem ini bermaksud untuk memfungsi gandakan lahan
tanah liat, tanah liatnya ditambang untuk bahan baku semen, sedangkan bekas galian
yang berupa lubang terbuka dapat digunakan sebagai penampung air misalnya air hujan,
dimana air tersebut dapat digunakan untuk memenuhi air proses dan air sanitasi. Lubang
galian terbuka jika sudah terisi oleh air hujan bentuknya menyerupai telaga dan oleh
penduduk sekitar telaga buatan daerah temandang disebut telaga waru. Bentuk lubang
galian terbuka menyerupai tangga, ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
kelongsoran.
Tahap penggalian tanah hampir sama dengan penggalian batu kapur perbedaannya
adalah penggalian tanah liat tidak menggunakan Drilling dan Blasting, sehingga hanya
meliputi :
a. Pembersihan (Cleaning)
Yaitu membersihkan lapisan atas tanah liat dari tumbuhan serta kotoran lainnya.
Alat yang digunakan adalah Buldozer.
b. Pengupasan (Stripping)
Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-7

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

Yaitu pengupasan lapisan humus sampai permukaan tanah liat. Alat yang
digunakan adalah Backhu.
c. Pengerukan (Digging)
Yaitu pengerukan tanah liat dari lapisan tanah dengan menggunakan Drag Line.
d. Pengangkutan (Hauling)
Yaitu pengangkutan tanah liat dari lokasi penggalian ke pabrik dengan
menggunakan wheel loader.
c.

Unit Crusher
Batu kapur yang telah dipisahkan dari Wobbler Feeder dan yang telah mengalami

pengecilan ukuran (size reduction) hingga diameter <9 cm dari Limestone Crusher akan
dibawa oleh Belt conveyor, kemudian keduanya bertemu di Belt Conveyor kemudian menuju
ke Belt Conveyor kemudian ke Belt Conveyor dan selanjutnya menuju Surge Bin dengan
kapasitas 800 ton untuk ditampung. Untuk menghindari lolosnya partikel batu kapur yang
sangat halus setelah keluar dari Limestone Crusher untuk dibawa menuju Surge Bin, maka
pada Belt Conveor ini dihubungkan dengan Bag Filter yang dilengkapi Fan, fungsinya untuk
menarik debu kapur yang sangat halus, dan akhirnya menempel pada bagian dalam Bag
Filter. Dari Bag Filter, partikel yang sangat halus tersebut divibrasi dan jatuh ke Belt
Conveyor menuju Surge Bin. Surge Bin ini juga dilengkapi dengan Bag Filter untuk
menangkap debu kapur yang sangat halus, dengan vibrasi, partikel halus tersebut dijatuhkan
kembali ke dalam Surge Bin. Batu kapur dari Surge Bin yang memiliki diameter < 9 cm
diumpankan ke Appron Conveyor dengan laju 1560 t/h, lalu turun ke Belt Conveyor.
Selanjutnya batu kapur ditimbang oleh Belt weight yang terdapat dalam Belt Conveyor.
Produk Limestone ini bercampur dengan produk Clay pada Belt Conveyor. menuju ke
Secondary Crusher untuk dipreblending.
Untuk pengolahan tanah liat dengan kandungan H2O maksimal 25 % dibawa dari Clay
Storage dengan wheel loader menuju Clay Hopper, selanjutnya diumpankan ke Appron
Conveyor dengan laju 440 t/h. Dari Appron Conveyor, tanah liat diumpankan ke Clay Cutter
yang berfungsi untuk memotong-motong tanah liat sehingga memudahkan proses
pengeringan.
Produk dari Clay Cutter akan turun ke Belt Conveyor kemudian ditimbang oleh Belt
Scale yang terdapat dalam Belt Conveyor. Tanah liat akan bercampur dengan batu kapur pada
Belt conveyor

menuju ke Secondary Crusher

yang berfungsi sebagai pemecah kedua

campuran batu kapur dan tanah liat, sebab seringkali pencampuran antara tanah liat dan batu
kapur mengakibatkan terbentuknya gumpalangumpalan material mix yang besar. Setelah
dari Secondary Crusher, mix (batu kapur dan tanah liat) diumpankan ke Belt Conveyor
Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-8

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

dengan total feed pada set point adalah 2000 t/h. Bila terjadi kerusakan ataupun kebakaran
pada Secondary Crusher, maka motor pada Belt Conveyor

akan memutar dengan arah

berkebalikan, sehingga mix akan jatuh ke Belt Conveyor.


Mix dari Belt Conveyor dibawa menuju Limestone Clay Storage melalui Belt
Conveyor untuk disimpan dan di preblending. Sebagai alat untuk pembentuk pile (tumpukan)
digunakan Tripper yang dipasang tepat di atas Belt Conveyor. Ukuran Storage Limestone
Clay Mix adalah 48,8 m x 454 m, kapasitas total storage adalah 100.000 ton dengan 2 stok
pile yang masing-masing 50.000 ton. Limestone Clay Mix Storage dilengkapi Reclaimer tipe
Bridge Scrapper. Limestone Clay Mix yang ada dalam storage di reklaiming dengan Scrapper
Reclaimer, kemudian produknya dibawa Belt Conveyor ke Belt Conveyor dan dimasukkan
dalam Mix bin.
d.

Operasi RKC (Raw Mill, Kiln, Coal Mill)


Limestone Clay Mix dari Limestone Clay Mix Storage yang mempunyai kapasitas total

storage 100.000 ton dengan 2 stok pile yang masing-masing 50.000 ton di reklaiming dengan
Scrapper Reclaimer . Produknya dibawa Belt Conveyor ke Belt Conveyor dan dimasukkan
dalam Mix bin.
Bahan baku koreksi, yaitu batu kapur koreksi yang berada dalam Conical Pile yang
berkapasitas 7200 ton dan dari Hopper yang berkapasitas 60 ton dibawa oleh Belt Conveyor
ke Belt Conveyor untuk dimasukkan ke Limestone Bin . Cooper slag dan pasir silica yang
disimpan dalam Open Storage diambil dengan menggunakan Loader dan dimasukkan ke
dalam Hopper yang kapasitasnya 75 ton secara bergantian. Keluar dari Hopper , cooper slag
dan pasir silica diumpankan ke Appron Conveyor , kemudian dibawa Belt Conveyor, Bucket
Elevator, serta Belt Conveyor menuju ke Iron Sand Bin dan Silica Bin yang masing-masing
mempunyai kapasitas 150 ton. Cooper slag ataupun pasir silica yang terbawa dan menempel
pada Appron Conveyor akan jatuh kembali ke Belt Conveyor untuk dibawa ke Iron Sand Bin
dan Silika Bin , dengan demikian tidak ada material yang terbuang.
Keempat material (limestone clay mix, batu kapur koreksi, copper slag dan silika)
keluar dari binnya masing-masing dan sebelum masuk ke Belt Conveyor ditimbang dahulu
dengan Weight Feeder . Pada Belt Conveyor dilengkapi alat detektor logam untuk menyensor
logam yang terikut masuk, selanjutnya Gate akan menutup aliran material ke Roller Mill
sehingga material yang mengandung logam akan direject dan dibuang melalui down pipe.
Apabila logam ikut masuk ke dalam Roller Mill, maka bladeblade di dalam Roller Mill yang
berfungsi sebagai penghancur partikel akan bertubrukan dengan logam, hal ini dapat

Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-9

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

mengakibatkan rusaknya Blade Roller Mill sekaligus material tidak tereduksi secara
sempurna.
Dari Belt Conveyor ditransportasikan ke Belt Conveyor diumpankan ke dalam Roller
Mill untuk digiling dengan tujuan mengecilkan ukuran dan dikeringkan. Bila dalam Roller
Mill terlalu banyak yang harus digiling, maka oleh gate dimasukkan ke bin dulu. Setelah
Roller Mill normal kapasitasnya, material ditransfer oleh Belt Conveyor ke Belt Conveyor
kemudian oleh Belt Conveyor dikirim ke Bucket Elevator dan Belt Conveyor untuk digiling
lagi oleh Roller Mill. Namun bila terjadi ketidak sesuaian standart yang disebabkan karena
trouble misal kadar air lebih besar dari 1%, maka gate mengarahkan campuran batu kapur,
tanah liat, copper slag, dan pasir silica ke pembuangan.
Dalam Roller Mill campuran batu kapur, tanah liat, copper slag, dan pasir silica
digiling dan dikeringkan. Panas yang ada pada Roller Mill berasal dari preheater. Produk
keluar Roller Mill mempunyai ukuran 170 mesh dengan kadar air <1%. Produk Raw Mill
dibawa aliran udara Fan masuk ke dalam 4 Cyclone dipasang parallel , akibat tarikan Mill
Fan, debu campuran limestone clay mix, batu kapur koreksi, copper slag dan silika dan gas
melewati Electrostatic Precipitator. Material yang ditangkap di Electrostatic Precipitator
kemudian masuk ke kiln atau kembali lagi ke roller mill. Pada proses penggilingan ini,
seringkali menyebabkan lengket di dinding Roller Mill akibat tingginya moisture (kandungan
air) material yang masuk mencapai 12 %. Untuk mengatasi hal ini, pada Roller Mill
dilengkapi dengan Blaster yang merupakan tabung penembak udara bertekanan 6 bar,
sehingga mampu merontokkan batu bara yang melekat di dinding Roller Mill.
Debu campuran batu kapur, tanah liat, copper slag, dan pasir silica akan langsung
dapat diumpankan ke dalam Kiln dengan transportasi Screw Conveyor ke Screw Conveyor
menuju Bucket Elevator kemudian ditampung oleh Dust Bin yang mempunyai kapasitas 170
ton. Setiap masuk dan keluar Screw Conveyor material harus melewati Rotary Feeder.
Pada Suspention Preheater, PT. Semen Indonesia Tuban menggunakan Preheater jenis
Double String dengan 4 stage atau 4 Cyclone yang dipasang seri, dimana string I merupakan
ILC (In Line Calciner) dan string II adalah SLC (Separate Line Calciner). Pemberian nama
stage dimulai dari atas ke bawah. Arah masuknya material (Feed Kiln) dengan gas panas
adalah Cocurrent. Pada ILC maupun SLC gas panas ditarik oleh Fan kemudian dikeluarkan
melalui Damper. Debu yang terikut oleh gas panas dari Kiln disaring oleh kanfas yang berada
dalam Drop Out Box agar yang masuk ke dalam Preheater hanya berupa gas panas.
Sedangkan debu klinker turun ke Chain Conveyor untuk dimasukkan ke Clinker Cooler
dengan menggunakan Chain Conveyor.

Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-10

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

Selanjutnya adalah proses pemanasan awal pada Preheater ILC menggunakan gas
panas dari udara tersier yang berasal dari clinker cooler, hal ini dimaksudkan agar beban
pemanasan pada kiln berkurang.

Material

selanjutnya masuk ke dalam Preheater ILC

dimulai dari Stage I melalui Rotary Feeder yang berfungsi mencegah udara masuk bersamaan
dengan material. Material bercampur dengan udara panas dari Kiln pada stage I (Double
Cyclone). Pada Stage I digunakan Double Cyclone dengan ukuran yang lebih kecil karena
diharapkan material dapat jatuh terpisahkan seluruhnya oleh gas dan tidak ada yang terbuang
bersamaan dengan gas melalui Damper yang tertarik oleh Fan. Material jatuh ke bawah
menuju Down Pipe dan tertarik oleh Fan masuk ke Stage II dengan temperatur material
377C. Material dari Stage II jatuh ke bawah melalui Down Pipe dan tertarik oleh Fan menuju
ke Stage III dengan temperatur 576C. Setelah dari Stage III, material jatuh melalui Down
Pipe menuju ke Calsiner ILC dengan suhu 749C. Pada Calsiner ILC material mendapatkan
pemanasan yang lebih tinggi yaitu 844C sehingga proses calsinasi terjadi sampai 65%.
Kemudian material menuju Stage IV dengan suhu 855C karena tarikan udara dari Fan. Dan
bila menggunakan dua String (ILC dan SLC) maka gate akan mengarahkan material untuk
masuk ke Calsiner SLC dengan temperatur 862C, dengan demikian material ILC akan
bercampur dengan material yang masuk ke SLC. Di dalam Calsiner SLC ini terjadi Calsinasi
hingga 91%. Setelah dari Calsiner SLC, karena tarikan Fan, material menuju ke Stage IV
SLC, dengan temperatur 880C.
Feed yang keluar dari Cyclone Stage IV SLC lewat Riser Duct diumpankan ke dalam
Kiln dengan temperatur masuk 880C. Karena calcinasi 95% sudah terjadi pada Calciner SLC,
maka akan mengalami calsinasi lebih lanjut hingga 100% pada Calcining zone dengan
temperature 90010000C, kemudian diteruskan Trasition zone dengan suhu sekitar 1000
12500C.
Setelah itu feed melewati Burning zone dengan suhu 125014500C. Di dalam Rotary
Kiln terjadi pembakaran dan reaksi dalam fasa cair membentuk senyawasenyawa clinker
berupa C2S, C3A, C4AF, dan C3S. Clinker yang masih dalam keadaan cair dengan temperatur
14500C didinginkan di dalam Cooline zone dengan udara sekunder dari Clinker Cooler
bercampur dengan udara primer dari Primary Air Fan dengan temperatur 8009000C, setelah
itu mengalami pendinginan lanjut di dalam Clinker Cooler. Pergerakan material dari Kiln
menuju Clinker Cooler disebabkan karena adanya kemiringan 4 pada Kiln dan mempunyai
putaran 2,48 rpm.
Pada rotary kiln dibagi menjadi 4 zone, yaitu :

Zone kalsinasi
: suhu 9001000C

Zone Transisi
: suhu 10001250C
Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-11

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

Zone Pembakaran (Burning) : suhu 12501450C

Zona Pendinginan (Cooling) : suhu 14501300C


Clinker panas yang keluar dari Kiln dengan temperatur sekitar 1450C menuju ke
Clinker Cooler untuk pendinginan lebih lanjut sampai temperatur 82C membentuk kristal
Clinker. Clinker Cooler yang digunakan adalah jenis Reciprocating Grate Cooler yang terdiri
atas 9 kompartemen. Sebagai media pendingin digunakan udara yang dihasilkan oleh 16 buah
fan yang menembus grategrate masuk ke dalam kompartemen. Pemasangan grate dengan
cara diselangseling. Cara menggerakkan grate dengan menyambung grate-grate yang
bergerak pada batang yang digerakkan oleh motor secara bolak-balik. Clinker dapat bergerak
dari inlet hingga outlet Clinker Cooler akibat adanya gerakan grate yang sering menggeser.
Kristal Clinker yang kasar dengan diameter >1 cm masuk ke dalam Clinker Breaker untuk di
hancurkan kembali hingga diameter <1 cm, kemudian lewat Pan conveyor dimasukkan ke
dalam Clinker Storage Silo untuk disimpan. Clinker yang sangat halus dengan temperatur
229C tertarik oleh Fan masuk dan menempel ke dalam Electrostatic Precipitator (EP) yang
bermuatan positif, kemudian dengan menggunakan vibrasi secara berkala, debu Clinker halus
jatuh dari dinding EP ke Pan Conveyor untuk ditransportasikan ke dalam Clinker Dome yang
berkapasitas 75.000 ton.
Batu bara (Coal) dari Open Yard (lapangan) dibawa oleh Loader diumpankan ke
Hopper, kemudian dibawa oleh Apron Conveyor serta Belt Conveyor

ke Tripper untuk

dicurahkan kedalam Coal Storage menjadi Pilepile batu bara yang masingmasing pile
mempunyai berat 7.500 ton. Batu bara dari Coal Storage dibawa oleh Reclaimer untuk
diumpankan ke Feed Bin melalui Belt Conveyor). Belt Conveyor ini dilengkapi dengan Metal
Detector yang dapat mendeteksi adanya metal pada umpan batu bara. Pada Metal Detector
terdapat dua buah lampu yang berwarna hijau dan merah, Jika terdapat kandungan metal
dalam umpan batu bara, sensor metal akan membaca adanya metal dan lampu merah pada
Metal Detector akan menyala, dengan demikian Gate akan menutup aliran batu bara ke Feed
Bin dalam waktu 5 detik. Batu bara yang mengandung metal akan di reject dan dibuang
melalui down pipe.
Batu bara dari Feed Bin dengan diameter 23 cm diumpankan kedalam Coal Mill
untuk giling menjadi batu bara dengan diameter 20 mikron dengan rate 41 t/h. Gas panas yang
digunakan oleh Coal Mill berasal dari Pre Heater ILC yang mempunyai temperature 210C.
Didalam Coal Mill terjadi pengurangan kadar air pada batu bara hingga menjadi 4 %. Batu
bara yang halus dengan temperature 73C ditangkap oleh Bag Filter.
Batu bara mempunyai sifat yang rawan terhadap panas dan dapat menyebabkan
ledakan jika dalam temperature dan tekanan yang tinggi. Untuk itu, setelah Coal Mill
Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-12

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

dilengkapi Explosion Vent pada masing masing Bag Filter untuk menghindari ledakan yang
dapat merusak alat dan membahayakan lingkungan. Jika menggunakan satu Bag Filter maka
Damper akan membuka dan Damper akan tertutup, begitu juga sebaliknya. Jika digunakan
keduaduanya, maka Damper akan terbuka semua dimana pembukaannya diatur oleh CCR
(Central Control Room) dengan prosentase yang ditentukan. Dari Bag Filter material jatuh
kebawah karena adanya vibration yang dilakukan setiap 5 detik sekali secara automatis,
dengan menggunakan Screw Conveyor material ditransfer ke Screw Conveor tetapi sebelum
masuk ke Screw Conveyor material melewati Rotary Feeder untuk mencegah masuknya
udara masuk ke Screw Conveyor.
Pada Bag Filter 1 material juga jatuh ke bawah karena adanya Jet Pulse, yang mampu
menghembuskan udara bertekanan 6 Bar setiap 5 detik sekali secara automatis, sehingga
material akan jatuh terlepas dari filternya. Setelah itu dengan menggunakan Screw
Conveyormaterial ditransfer ke Screw Conveyor tetapi sebelum masuk ke Screw Conveyor
batu bara halus melewati Rotary Feeder untuk mencegah masuknya udara masuk ke Screw
Conveyor. Batu bara halus bertemu di Screw Conveyor dan masuk ke Pulvurize Coal Bin
dengan kapasitas 120 ton untuk ditampung. Pada Pulvurize Coal Bin dilengkapi CO2 Tank
yang berfungsi menginjeksikan CO2 apabila terjadi kebakaran pada Pulvurize Coal Bin yang
disebabkan terjadinya reaksi antara batu bara dengan oksigen pada suhu >100C, oleh sebab
itu didalam Coal Bin benarbenar oksigen dikondisikan dengan kadar serendahrendahnya.
Kebakaran di Coal Bin dapat menyebabkan kenaikan temperatur dan volume gas CO hasil
pembakaran tidak sempurna. Dengan demikian tekanan didalam Coal Bin akan semakin
meningkat, dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya ledakan. Maksud dari pendinginan
Clinker :
a. Agar menghindari penguraian C3S, karena C3S akan terurai dan menyebabkan
kualitas semen menjadi rendah.
b. Menjaga peralatan yang tidak tahan panas.
c. Panas yang terkandung dalam Clinker dapat digunakan lagi.
Clinker di PT. Semen Indonesia, juga dapat dijadikan produk ekspor ke Rusia,
Thailand dan Singapura. Oleh karena itu sebelum masuk ke Clinker Storage Silo dipasang
Shut off gate yang dipakai untuk mengeluarkan Clinker dari Pan Conveyor, kemudian
dimasukkan ke dalam Dump truck. Shut off gate ini digunakan apabila akan mengekspor saja.
e.

Operasi Finish Mill


Proses penggilingan akhir tersebut diatas dimulai dari proses penyiapan bahanbahan

additive yaitu gypsum dan trass dengan diameter >3cm. Sebelum bahanbahan ini
ditambahkan, dihancurkan terlebih dahulu kedalam Crusher menjadi partikel dengan diameter
Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-13

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

<3cm, selanjutnya ditransportasikan kedalam Bin masingmasing sebelum diumpankan


kedalam Ball Mill untuk digiling dan dikecilkan ukurannya bersamasama dengan Clinker
membentuk semen. Clinker yang akan digiling dikeluarkan dari Clinker Dome yang
mempunyai sebelas outlet, masingmasing outlet dilengkapi dengan Discarge Gate. Gate
gate ini menumpahkan clinker kedalam Bin Clinker dengan kapasitas 175 t/h untuk
ditampung sebelum didistribusikan ke penggilingan akhir.
Sebelum diolah bersamasama didalam Ball Mill, Clinker dihancurkan terlebih dahulu
didalam HRC dengan kapasitas 325 t/h menjadi partikel berukuran 1700 blaine. Hal ini
dilakukan untuk meringankan kerja Ball Mill menjadi 40%. Clinker yang telah halus,
diumpankan HRC masuk kedalam Ball Mill untuk dilakukan penggilingan akhir serta
ditambahan zat additive dengan prosentase 2-3% dari total Clinker. Untuk menghindari
kekosongan pada Ball Mill, kapasitas feed ke HRC lebih besar dari pada ke Ball Mill. Bila
Ball Mill terlalu penuh (>80%), maka Clinker sebagai over flow melewati gate untuk dikirim
kembali ke Bin Clinker.
Proses penggilingan akhir di dalam Ball Mill terdiri dari dua tahap, yaitu penggilingan
di kompartement I, selanjutnya di kompartement II. Pada kompartemen I (lifting linier),
campuran semen mengalami penggilingan awal kemudian melewati diafragma masuk ke
dalam kompartemen II (classifying linier). Di dalam kompartemen II terdapat bolabola
penggiling yang berukuran lebih kecil daripada bolabola pada kompartemen I, di sini
campuran semen di giling kembali menjadi partikel yang berukuran diameter 90 mikron (325
mesh) atau 3.200 100 blaine. Didalam Ball Mill, semen bergerak dari kompartemen I ke
kompartemen II melewati diafragma, dan akhirnya keluar Ball Mill melalui discharge adalah
akibat tarikan Fan, sebab pada Ball Mill tidak terdapat derajat kemiringan. Produk dari Ball
Mill ditransportasikan melalui Air Slide masuk ke dalam Separator untuk dipisahkan antara
yang halus dan yang kasar. Produk yang kasar akibat gaya berat jatuh ke Air Slide kemudian
di giling kembali di Ball Mill, sedangkan yang halus tertarik oleh Fan masuk ke Cyclone
untuk dipisahkan antara gas dan semen. Semen masuk ke Silo dengan menggunakan Air Slide
untuk di tampung, sedangkan gas keluar menuju Bag Filter sebagai penangkap debudebu
yang masih terbawa gas. Debudebu tersebut dikirimkan ke silo melalui Air Slide, sedangkan
gasnya dibuang ke lingkungan.
f.

Packer
Setelah keluar dari Finish Mill, produk semen sudah dapat digunakan. Sehingga untuk

proses selanjutnya adalah pengemasan produk. Dalam pengemasan ada dua kemasan, yaitu
kemasan 40kg untuk produk OPC dan kemasan 50kg untuk produk PPC, untuk saat ini Semen
Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-14

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

Indonesia lebih banyak memproduksi semen PPC kemasan 40kg. Namun selain dikemas,
produk Semen Indonesia juga tersedia dalam bentuk cor, yaitu pendistribusian tanpa kemasan
(dalam satuan ton).
Unit Penunjang dan Pengendalian Kualitas Produksi
a.

Pemeliharaan & Penangkal Polusi


Unit Pemeliharaan & Penangkal Polusi (P3) bertanggung jawab mengenai polusi

yang berada di pabrik Semen Gresik. Dalam penanganannya, digunakan 2 alat yaitu
Electrostatic Precipitator (EP) dan Bag Filter untuk menangkap debu yang keluar dari proses
produksi yang selanjutnya debu yang berukuran besar akan masuk kembali ke dalam proses.
Di Pabrik Semen Indonesia yang berada di tuban terdapat 160 unit bag filter dan 7 unit
Electrostatik Precipitator (EP).
b.

Operasi Utilitas
Hal-hal yang ditangani oleh operasi utilitas yaitu :
Air
Plant Air (Compresor)
Genset
IDO (Industrial Diesel Oil)
Sumber air dapat diperoleh dari 2 sumber, yaitu air permukaan dan air bawah tanah.

Penggunaan dari air yang telah diolah tersebut antara lain untuk : Hydrant, Air Bersih
(sanitasi, spray, conditioning tower), dan pendingin mesin.
Pengolahan air dimulai dari menampung air di penampungan (bosem), kemudian
dialirkan menuju ke Bak RW I, selanjutnya dilakukan proses pengendapan dan penambahan
kaporit, PAC, dan SC500. Setelah dilakukan penambahan tiga bahan tersebut, dilakukan
penyaringan(filter) menggunakan screen sebesar 50. Setelah proses tersebut, sumber air
bawah tanah dimasukkan yang selanjutnya masuk ke Bak RW II. Air yang keluar dari Bak
RW II sudah dapat digunakan sebagai air bersih (hardness 150-200 ppm). Proses selanjutnya
disebut proses pelunakan, yaitu dengan penambahan kapur dan soda, kemudian dimasukkan
ke dalam cooling tower, air dari cooling tower dapat digunakan untuk mendinginkan mesin.
c.
Pengendalian Proses
Dalam menjalankan tugasnya, Seksi Pengendalian Proses didukung oleh fasilitas
laboratorium untuk menguji dan menganalisis komposisi bahan, baik bahan mentah (batu
kapur, tanah liat, dan pasir besi), bahan setengah jadi (rawmill dan terak), maupun barang jadi
(semen). Kandungan yang meliputi CaO, MgO, SiO 2, Al2O3, Fe2O3, K2O, SO3, C3S, freelime
dianalisis keseluruhan menggunakan metode X-Ray yang terhubung dengan komputer,

Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-15

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

sehingga hasil analisis secara otomatis masuk ke program komputer. Proses pengujian yang
dilakukan Seksi Pengendalian Proses dilakukan secara rutin. Pengambilan sampel ada yang
dilakukan secara otomatis dan ada yang secara manual. Pengambilan sampel secara otomatis
menggunakan alat yang bernama Auto Sampler Transport. Setiap satu jam sekali, kapsul ini
akan terisi sampel yang akan diuji dan kemudian akan ditembakkan sampai ke laboratorium
pengendalian proses untuk dianalisis.
d.

Jaminan Mutu
Pada bagian Jaminan Mutu terdapat 3 laboratorium pengujian, yaitu Laboratorium

Bahan Baku, Laboratorium Kimia & Fisika, dan Laboratorium Batubara. Parameter yang
dianalisa pada laboratorium fisika yaitu kuat tekan, Falset, settling time, dan untuk analisa
Mesh dan Blaine dilakukan menggunakan instrumen tersendiri, yakni, Jet Sieve untuk Mesh,
dan Automatic Blaine. Untuk Lab. Kimia dilakukan uji Fillame, Insoluble dan LOI (Lost In
Ignition). Lab.Bahan Baku digunakan untuk menganalisa bahan baku pembuatan semen dan
mengarsipkannya. Laboratorium Batubara memilki fungsi untuk menganalisa kandungan
batubara yang akan digunakan untuk bahan bakar.
e.

Perencanaan Bahan & Produksi


Pada unit Perencanaan Bahan & Produksi dilakukan perencanaan penyediaan barang,

sehingga persediaan bahan baku utama dan bahan-bahan penunjang lainnya dapat terus
digunakan.
4.4

Judul Tugas

4.4.1 Identifikasi Troubleshooting Pada Proses Produksi Semen Di PT. Semen Indonesia
dan Neraca Massa Rotary Kiln Tuban II
(Terlampir)
4.5

Kegiatan Kerja Praktek


Kegiatan kerja praktek yang kami lakukan diantaranya :

a. Mengikuti

pengarahan

K3

dan

d. Perencanaan

pembekalan awal mengenai Semen


Indonesia
b. Pengambilan APD dan Pengenalan
Terhadap Pembimbing
c. Pengendalian Proses

e.
f.
g.
h.
i.

dan

Pengawasan

Tambang
Seksi Operasi Crusher
Seksi RKC 3
Seksi Finish Mill Tuban 3 dan 4
Seksi Jaminan Mutu
Seksi Operasi Utilitas

Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-16

j. Seksi

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

Perencanaan

Bahan

dan

m. Seksi Material ketiga


n. Seksi Bahan Bakar Alternative
o. Tugas Khusus dan
Penyusunan

Produksi
k. Seksi Evaluasi Proses
l. Seksi Pengujian Bahan

Laporan Kerja Praktek

4.5.1 Jadwal Kegiatan Kerja Praktek


No
1
2
3
4
5
7
8
9

10
11
12
13
14
11

Unit Kerja

Ka. Unit Kerja

11

12

13

14

15

18

19

20

21

22

25

26

27

28

Pengarahan
Afifudin Z
awal KP
Operasi
Moh Kholil
Crusher
Seksi
Khoirul Anwar
Pertambangan
Operasi RKC 4 M. Ebin
Unit Finish
M. Ircham
Mill 3 4
Operasi Utilitas Gathot Suwarno
Unit Kerja
Fajar Sholeh
Jaminan Mutu
Unit Kerja
Penerimaan
Anang Subagya
Tuban
Unit
Perencanaan
Choliq Saefullah
Persediaan
Unit Packer
Abd. Cholik
dan Pelabuhan
Penyerahan
Akh. Basuni
Tuban
Pengendalian
Afifudin Z
Proses
Perencanaan
Eka Maya
Bahan
Penyusunan Laporan Kerja
Praktek

4.5.2 Uraian Kerja Praktek


Pada hari pertama kami mengikuti pengarahan K3 dan pembekalan singkat mengenai
Semen Indonesia di kantor Semen Indonesia-Gresik, disana kami mendapatkan Ilmu
mengenai kesehatan dan keselamatan kerja serta sejarah dan Profil singkat mengenai Semen
Indonesia. Setelah itu hari selanjutnya kami menuju Pabrik Semen Indonesia di Tuban dan
melanjutkan kerja praktek. Di pabrik ini proses pembuatan semen dibagi menjadi 5 tahap.
Pada tahap pertama yaitu tahap Penyiapan bahan. Untuk tahap itu kami menuju ke Unit Kerja
Perencanaan dan Pengawasan Tambang dan Operasi Crusher. Disana kami mendapat
pengetahuan mengenai bagaimana memilih batu kapur dan tanah liat guna produksi semen
Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-17

29

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

nantinya. Serta kami dapat mengetahui dalam produksi semen terdapat tiga jenis batu kapur
yaitu type high grade, medium grade dan low grade. Yang semua itu digolongkan berdasarkan
kandungan CaO-nya. Juga tentang penggolongan tanah liat yang digolongkan menjadi 2 yaitu,
high alumina dan low alumina yang digolongkan berdasarkan kandungan aluminanya dan
kadungan airnya juga. Setelah itu di seksi Crusher kami melihat Proses penggilingan batu
kapur dan tanah liat yang sudah ditentukan sesuai proporsinya. Dan tahap ini merupakan
tahap kedua dari pembuatan semen yaitu tahap penggilingan awal.
Pada hari selanjutnya kami menuju ke unit kerja operasi RKC 3 (Roller mill, Kiln dan
Coal mill ). Ditahap ini kami mendapat banyak sekali pengetahuan pengenai pembakaran dan
lain-lain. Dan tahap ini kami awali dari Roller mill disini kami mengetahui bahwa pada tahap
ini material mengalami 4 proses yaitu grinding, crushing, mixing dan heating. Yang
mempunyai fungsi masing masing dan salah satunya heating (pemanasan) yang bertujuan
untuk mengurangi total moisture dari material. Kemudian keluar dari Roller Mill material
yang sudah halus adayang masuk ke dalam blending silo yang bertujuan untuk lebih
menghomogenkan material dan ada juga yang langsung masuk ke Kiln (Tanur Putar) sebagai
umpan kiln untuk dibakar pada suhu 1200 hingga 1450oC yaitu bahan yang berasal dari
penyedot debu yaitu Electrostatic Precipitator (EP), dimana dust yang sudah halus juga tetap
melalui pembakaran awal di preheater. Setelah itu baru dapat masuk ke kiln untuk dibakar.
Dan di preheater itu juga kami mengetahui bahwa preheater terbagi atas 2 bagian yaitu ILC
dan SLC dengan kontrol bahwa bagian SLC tidak dapat digunakan jika ILC tidak digunakan,
hal itu dikarenakan material di SLC tidak akan mengalami pembakaran awal apabila ILC
dimatikan dan akan masuk langsung ke kiln. Bahan bakar dari kiln salah satunya adalah batu
bara. Dan untuk dapat membakarnya dengan baik maka batu bara harus di giling dulu atau di
lembutkan dulu yang disebut pulvurized, dan pulvurized ini bisa dibakar langsung di klin.
Pihak Semen Indonesia juga menyediakan bahan berupa minyak untuk melakukan
pembakaran itu, yaitu minyak IDO (Industrial Diesel Oil) yaitu sejenis bahar bakar solar.
Pemakaian IDO hanya pada saat pulvurized bermasalah (buntu atau macet) atau heating up
setelah mati (karena membutuhkan kenaikan temperatur yang tinggi dalam waktu singkat).
Setelah mengalami proses pembakaran di situ materian yang sudah berbentuk terak
didinginkan secara mendadak didalam Coller dengan menggunakan udara luar yang diambil
melalui 16 fan yang tersebar di sekeliling coller. Setelah keluar dari coller material yang
sudah turun suhunya menjadi sekitar 200oC. dan disitu material yang berupa Klinker atau
terak dapat digunakan langsung sebagai bahan dasar semen. Tahap diatas merupakan
serangkaian tahap yang terdapat pada tahap ke tiga yaitu tahap pembakaran.
Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-18

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

Setelah itu merupakan tahap penggilingan akhir, yaitu tahap dimana kami menuju ke
Unit Kerja Operasi Finish Mill 3 & 4 yaitu diawali dengan penggilingan akhir terhadap terak
yang sudah jadi tadi menggunakan crusher. Setelah itu material dialirkan masuk ke dalam
Ball mill yaitu alat yang digunakan untuk menghancurkan terak dan mencampurnya dengan
bahan lain sesuai kebutuhan seperti apa bila kita ingin membuat semen PPC kita tambahkan
trass atau pozzolan. Di finish mill, terak dan lainya digiling menggunakan bola beton dengan
berat masing masing sesuai kebutuhan dan juga didalamnya tangki juga berputar sehingga
material dapat terus digiling dengan cara ditumbuk dengan bola beton tersebut serta dicampur
dengan berbagai bahan seperti filler berupa fly ash dan lain. Ditahap ini juga terdapat tahap
koreksi yang dilakukan berupa penambahan materian yang kurang memenuhi yaitu berupa
limestone dan trass dengan patokan dari hasil analisa Unit Pengendalian Proses.
Hasil dari tahap ini lah yang sudah dapt disebut sebagai semen dan disimpan dalam 16
Silo berkapasitas masing 20.000 ton.
Setelah jadi semen tadi kami menuju Unit Kerja Jaminan Mutu. Disini semen yang
sudah jadi dianalisa lagi dari beberapa parameter guna menentukan bahwa semen dari sini
layak untuk dipasarkan. Parameter yang diuji disini meliputi parameter fisika yaitu dengan uji
tekan, settling time (waktu pengerasan), uji falsed (kekerasan semu) yang menggambarkan
kadar gypsum yang dimasukkan sebelumnya dan juga uji blaine. Setelah itu uji kimia yang
terdiri dari uji Insoluble, uji kehalusan yang terdiri dari uji mess, free lame dan uji LOI (Lost
On Ignition) dengan cara dibakar pada suhu tinggi. Setelah itu juga kami menuju laboratorium
bahan baku tempat menganalisa bahan baku yang digunakan. Pada laboratorium batubara
jaminan mutu yang utama dianalisa adalah batubara kemudian alternatif fuel (sekam,
cocopeat, sludge oil, tembakau, dll). Disamping semua seksi yang ada diatas juga ada seksiseksi yang menunjang kerja dari setiap seksi diatas yaitu Unit Kerja Pengendalian Proses yang
bertugas mengatur proporsi penggunaan bahan baku pembuatan semen yang dilakukan
dengan analisa X-ray salah satunya. Kemudian ada juga Unit Kerja Utilitas yang bertugas
sebagai unit penyedia air yang akan digunakan dalam produksi semen ataupun yang lainnya
seperti menyediakan air hydrant, air proses bahkan air untuk sanitasi. Dan semua itu
bersumber dari air waduk hasil galian tambang tanah liat mereka yang kemudian di pompa ke
dalam bozem atau penampung air. Selanjutnya adalah Unit Kerja perencanaan bahan dan
produksi yang bertugas sebagai pihak yang merencanakan bahan dan produksi yang akan
dilakukan oleh PT Semen Indonesia. Juga ada Unit Kerja Pemeliharaan dan Penangkalan
Polusi (PPP), yang bertugas mengantisipasi terjadinya polusi udara melalui pemeliharaan bag
filter dan Electrostatic Precipitator atau biasa disebut EP. Kemudian ada juga tentang Unit
Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-19

Laporan Kerja Praktek PT. Semen Indonesia


(Persero), Tbk

Kerja Pengujian Bahan yang fungsinya hampir sama dengan Unit Kerja Jaminan Mutu, hanya
saja ada tambahan analisa seperti: pengujian minyak, pengujian kertas, pengujian bahan
material pengganti pembuatan semen dan pengujian air. Selanjutnya adalah Unit Kerja
Material Ketiga dan Unit Kerja Bahan Bakar Alternative, dimana dijelaskan adanya Unit
Kerja Material Ketiga ini menunjang di Finish Mill, juga dijelaskan tentang fungsi
penambahan gypsum, trass, batu kapur, fly ash, dust dan dolomit serta prosentase
pemakaiannya, dan Unit Kerja Bahan Bakar Alternative menjelaskan tentang supporting
bahan bakar utama yaitu batu bara, dengan menggunakan sekam padi dan coccopeat.
Sebenarnya untuk bahan bakar alternatif ini bisa apapun, namun ada faktor-faktor yang
mempengaruhi seperti: nilai kalor, harga tidak boleh melebihi dari bahan bakar utama,
mempunyai sifat continueable, dan mempertimbangkan ukuran karena semakin besar fisik
bahan alternatif maka semakin lama pula untuk habis di pembakaran. Selanjutnya yaitu Unit
Kerja Evaluasi Proses, disini dijelaskan bahwa Unit Kerja ini di bawah Pengendalian Proses,
yang tugasnya mengevaluasi semua proses pembuatan semen di all area, mulai crusher
hingga packer di Tuban 1 sampai Tuban 4. Di Unit Kerja ini juga dijelaskan mengenai 2 jenis
pekerjaan yang dilakukan, yaitu ada rutin dan non rutin, dimana yang rutin ini meliputi
keseluruhan operasi, dan dilaporkan juga secara rutin, sedangkan yang non rutin ini yaitu
seperti evaluasi harian yang bekerjasama dengan Unit Kerja lain yang bersangkutan.
Selanjutnya, Unit Kerja Perencanaan Bahan & Produksi secara umum yaitu melakukan
perencanaan penyediaan barang, sehingga persediaan bahan baku utama dan bahan-bahan
penunjang lainnya dapat terus digunakan. Disana kami juga melakukan pencarian data lebih
mendalam pada bagian Kiln guna menunjang data yang kami butuhkan dalam penyelesaian
tugas khusus kami yaitu Neraca panas dam Neraca massa dari kiln di Pabrik Tuban II.
Demikian serangkaian kerja praktek yang kami jalani di PT Semen Indonesia (persero) Tbk.

Program Studi DIII Teknik Kimia FTI ITS

IV-20

You might also like