You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang
Pernikahan usia dini adalah pernikahan pada remaja dibawah usia 20
tahun yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan. Masa
remaja juga merupakan masa yang rentan resiko kehamilan karena
Pernikahan Usia Dini (usia muda). Diantaranya adalah keguguran, persalinan
premature, BBLR, kelainan bawaan, mudah terjadi infeksi, anemia pada
kehamilan, keracunan kehamilan, dan kematian (Kusmiran, 2011). Remaja
adalah masa transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa atau masa
usia belasan tahun atau jika seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu
seperti susah diatur, terangsang perasaannya dan sebagainya (Sarwono,
2010).
Masa remaja yang perlu perhatian adalah pada usia 13-15 tahun
(Widyastuti, 2009). Usia remaja menimbulkan berbagai persoalan dari
berbagai sisi seperti remaja yang selalu ingin coba-coba, pendidikan rendah,
pengetahuan minim, pekerjaan semakin sulit di dapat yang berpengaruh pada
pendapatan ekonomi keluarga. Terlebih jika mereka menikah di usia muda
karena keterlanjuran hubungan seksual yang menyebabkan suatu kehamilan.
Adanya penolakan keluarga yang terjadi akibat malu, hal ini dapat
menimbulkan stress berat. Ibu hamil usia muda memiliki resiko bunuh diri
lebih tinggi disebabkan karena terajadinya kekerasan dalam rumah tangga
(Manuaba, 2010).
Organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2012 menunjukkan bahwa
sebanyak 16 juta kelahiran terjadi pada ibu yang berusia 15-19 tahun atau
11% dari seluruh kelahiran didunia yang mayoritas (95%) terjadi dinegara
sedang berkembang. Di Amerika Lati dan Karibia, 29% wanita muda
menikah saat mereka berusia 18 tahun. Prevalensi tertinggi kasus pernikahan
usia dini tercatat di Nigeria (80%), Kongo (74%), Afganistan (54%), dan
Bangladesh (51%) (WHO, 2012).
Komplikasi dari kehamilan dan persalinan merupakan penyebab utama
kematian anak perempuan berusia 15 sampai 19 tahun dinegara
berkembang.Dari 16 juta remaja perempuan yang melahirkan setiap tahun
1

diperkirakan 90 % sudah menikah dan 50 ribu diantaranya telah meninggal.


Selain itu resiko terjadinya kematian ibu dan kematian bayi yang baru lahir,
50 % lebih tinggi dilahirkan oleh ibu dibawah usia 20 tahun diantara ibu
dibandingkan pada wanita yang hamil di usia 20 tahun ke atas (WHO, 2012).
Menurut United Nations Development Economic and Social Affairs
(UNDESA, 2010), Indonesia merupakan Negara ke-37 dengan Pernikahan
Usia Dini terbanyak mencapai 34% di dunia di tahun 2007 . Untuk level
ASEAN, tingkat Pernikahan Usia Dini di Indonesia berada di urutan kedua
terbanyak setelah Kamboja. Menurut Riskesdas 2010, perempuan muda di
Indonesia dengan usia 10-14 tahun menikah sebanyak 0,2 persen atau lebih
dari 22.000 wanita muda berusia 10-14 tahun di Indonesia sudah menikah.
Jumlah dari perempuan muda berusia 15-19 tahun yang menikah lebih besar
jika dibandingkan dengan laki-laki muda berusia 15-19 tahun (11,7 %
perempuan dan 1,6 % laki-laki usia 15-19 tahun). Selain itu jumlah aborsi di
Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta petahun,. Sekitar 75.000
diantaranya dilakukan oleh remaja (BkkbN, 2011).
Menurut Taufik (2008) dalam Damayanti (2012), angka statistik
pernikahan dengan pengantin wanita berusia dibawah 16 tahun secara
keseluruhan mencapai lebih dari seperempat dari total pernikahan di
Indonesia. Bahkan di beberapa tempat, angkanya jauh lebih besar, misalnya
di Jawa Timur 39,43%, Kalimantan Selatan 35,48%, Jambi 30,63%, Jawa
Barat 36% dan Jawa Tengah 27,84%.
Menurut BkkbN (2011) faktor yang mempengaruhi rata-rata usia
menikah pertama perempuan adalah faktor social, ekonomi, budaya dan
tempat tinggal (desa/kota). Beberapa ahli menyatakan bahwa Pernikahan
Usia Dini sering disebabkan oleh faktor ekonomi, pendidikan, faktor diri
sendiri dan faktor orang tua (Puspitasari, 2009).
Rendahnya tingkat ekonomi keluarga mendorong si anak untuk
menikah di usia yang tergolong muda. Orang tua beranggapan bahwa
anaknya menikah bisa mengurangi beban ekonomi keluarga dan calon suami
si anaknya bisa membantu perekonomian keluarga. Faktor kemauan sendiri
bisa disebabkan karena keduanya merasa sudah saling mencintai dan adanya
pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau media-media yang lain
sehingga mereka terpengaruh untuk melakukan seks sebelum menikah dan
2

terjadi kehamilan diluar nikah dimana remaja terpengaruh untuk melakukan


Pernikahan Usia Dini. Orang tua/keluarga biasanya juga menyuruh anaknya
menikah

secepatnya

padahal

umur

mereka

belum

matang

untuk

melangsungkan pernikahan karena sudah turun-menurun. (Mencher Siagian,


2012).
Pergaulan bebas atau bebas untuk melakukan apa saja, termasuk
hubungan intim bisa menyebabkan Pernikahan Usia Dini. Masyarakat
menganggap suatu aib apabila seorang gadis belum menikah pada usia
tertentu dan takut anak gadisnya terlibat dalam pergaulan bebas sehingga
orang tua cepat-cepat menikahkan anaknya dan masyarakat menganggap
pernikahan itu suatu kewajiban yang harus dilakukan secepatnya apabila
perempuan sudah menstruasi atau akil baliqh. Kurangnya pengetahuan bisa
menyebakan terjadi Pernikahan Usia Dini pada remaja karena orang tua dan
keluarga kurang memberikan informasi tentang resiko menikah dini dan
terkadang orang tua dan keluarga sudah mengetahui resiko menikah dini
tetapi malah orang tua dan keluarga menyuruh anaknya segera menikah
( Notoatmodjo, 2010).
Banyak remaja yang kurang mempertimbangkan aspek-aspek yang
berpengaruh jika ia menikah muda, terutama pada remaja putri. Hal ini
tersebut khususnya berkaitan dengan penyesuaian diri, baik yang
berhubungan dengan perubahan dirinya maupun dalam hubungan dengan
lingkungan sekitarnya sesuai dengan peran barunya dalam sebuah
pernikahan (Gunadarma, 2008).
Menurut Adianingsih (2010), pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
pada remaja sangatlah minim, informasi yang kurang akurat dan benar
tentang kesehatan reproduksi sehingga memaksa remaja untuk melakukan
eksplorasi sendiri, baik melalui media (cetak dan elektronik) dan hubungan
pertemanan, yang besar kemungkinannya justru salah. Ternyata sebagian
besar remaja merasa tidak cukup nyaman curhat dengan orangtuanya,
terutama bertanya seputar masalah seks.Oleh karena itu, remaja lebih suka,
mencari tahu sendiri melalui sesama temannya dan menonton blue film.
Selain itu pengetahuan tentang akibat Pernikahan Usia Dini dan kesiapan
secara fisik merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan pada pasangan

yang menikah diusia muda terutama pihak wanitannya. Hal ini berkaitan
dengan kehamilan dan proses melahirkan. Secara fisik, tubuh mereka belum
siap untuk melahirkan anak dan melahirkan karena tulang panggul mereka
yang masih kecil sehungga membahayakan persalinan.Hal ini tersebut sangat
mempengaruhi angka kematian ibu dan angka kematian bayi sebagai standart
derajat kesehatan suatu negara.
Undang-Undang perkawinan No.1 tahun 1974 memperbolehkan
seorang perempuan usia 16 tahun dapat menikah, sedangkan UndangUndang Kesehatan No.36 tahun 2009 memberikan batasan 20 tahun, karena
hubungan seksual yang dilakukan pada usia dibawah 20 tahun beresiko
terjadinya kanker serviks serta penyakit menular seksual. Perkawinan usia
dini menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan antara
lain pada kehamilan dapat terjadi preeklamspsia, resiko persalinan macet
karena besar kepala anak tidak dapat menyesuaikan bentuk panggul yang
belum berkembang sempurna. Pada persalinan dapat terjadi robekan yang
meluas dari vagina menembus ke kandung kemih dan meluas ke anus.Pada
bayi dapat terjadi berat badan bayi lahir rendah dan resiko pada ibu yaitu
dapat meninggal (Bunners, 2006).
Dari data-data tentang Pernikahan Usia Dini di Indonesia dan faktorfaktor yang telah disebutkan sebelumnya, serta melihat fakta yang terjadi di
Puskesmas Kecamatan Senen, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang
Pernikahan Usia Dini pada remaja putri di Puskesmas Kecamatan Senen
Tahun 2016.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang pernikahan usia dini dan bagaimana
dampak melakukan Pernikahan Usia Dini pada remaja putri di Puskesmas
Kecamatan Senen Tahun 2016 serta mengetahui Advokasi Kesehatan untuk
permasalahan ini.
3. Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
tentang Pernikahan Usia Dini pada remaja dan apa-apa saja dampak

dalam melakukan Pernikahan Usia Dini di Puskesmas Kecamatan Senen


Tahun 2016.
b. Tujuan Khusus
Untuk

menganalisis

secara

mendalam

tentang

terjadinya

pernikahan usia dini pada remaja putri di Puskesmas Kecamatan Senen


Tahun 2016 serta mengetahui advokasi kesehatan yang dapat dilakukan
untuk mengurangi kejadia pernikahan usia dini tersebut.
4. Manfaat Penelitian
a. Bagi Remaja
Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber
informasi dan memberikan pengetahuan kepada remaja tentang
Pernikahan Usia Dini dan dampak-dampak tentang Pernikahan Usia
Dini.
b. Bagi Orang Tua
Diharapkan kepada keluarga terutama orang tua remaja lebih mengetahui
tentang informasi dan dampak tentang Pernikahan Usia Dini sehingga
dapat mengurangi terjadinya penikahan dini pada remaja.
c. Bagi Instansi Kesehatan
Diharapkan dapat bermanfaat bagi Dinas Kesehatan dan instansi yang
terkait untuk memberikan informasi dan dapat mengurangi terjadinya
resiko Pernikahan Usia Dini pada remaja, orang tua dan masyarakat.
4. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi ilmiah dalam melakukan
penelitan yang berkaitan tentang analisis Pernikahan Usia Dini pada
remaja putri.

BAB II
PEMBAHASAN
A. ADVOKASI KESEHATAN
1. Pengertian Advokasi
Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan kepada masyarakat
dengan membuat keputusan ( Decision makers ) dan penentu kebijakan ( Policy
makers ) dalam bidang kesehatan maupun sektor lain diluar kesehatan yang
mempunyai pengaruh terhadap masyarakat.

Dengan demikian, para pembuat

keputusan akan mengadakan atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam


bentuk peraturan, undang-undang, instruksi yang diharapkan menguntungkan bagi
kesehatan masyarakat umum. Srategi ini akan berhasil jika sasarannya tepat dan
sasaran advokasi ini adalah para pejabat eksekutif dan legislatif, para pejabat

pemerintah, swasta, pengusaha, partai politik dan organisasi atau LSM dari tingkat
pusat sampai daerah. Bentuk dari advokasi berupa lobbying melalui pendekatan
atau pembicaraan-pembicaraan formal atau informal terhadap para pembuat
keputusan, penyajian isu-isu atau masalah-masalah kesehatan yang mempengarui
kesehatan masyarakat setempat, dan seminar-seminar kesehatan. .( Wahid Iqbal
Mubarak, Nurul Chayantin 2009 ).
Advokasi Kesehatan, yaitu pendekatan kepada para pimpinan atau
pengambil kebijakan agar dapat memberikan dukungan masksimal, kemudahan
perlindungan pada upaya kesehatan (Depkes 2001). Menurut para ahli retorika
Foss dan Foss et. All 1980, Toulmin 1981 (Fatma Saleh 2004), advokasi suatu
upaya persuasif yang mencakup kegiatan-kegiatan penyadaran, rasionalisasi,
argumentasi dan rekomendasi tindak lanjut mngenai sesuatu.
Organisasi non pemerintah (Ornop) mendefensisikan Advokasi sebagai
upaya penyadaran kelompok masyarakat marjinal yang sering dilanggar hakhaknya (hukum dan azasi). Yang dilakukan dengan kampanye guna membentuk
opini public dan pendidikan massa lewat aksi kelas (class action) atau unjuk rasa.

2. Dasar Pemikiran/Latar Belakang


Kesehatan adalah hak asasi manusia dan modal investasi bangsa, serta
merupakan salah satu dari 3 komponen utama yang mempengaruhi kualitas
sumber daya manusia. Oleh karena itu kesehatan perlu dipelihara, ditingkatkan
dan diupayakan oleh setiap orang. Kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor yang
bersifat lintas sektor, oleh karena itu diperlukan kepedulian semua pihak terhadap
kesehatan. Banyak orang dan banyak pihak yang belum menyadari pentingnya
kesehatan dalam hidupnya. Masalah kesehatan seringkali kalah prioritas
dibanding dengan masalah ekonomi dan kebutuhan pisik lainnya. Oleh karena itu
perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan.
Tingkat kesehatan dan kualitas SDM kita pada umumnya sangat rendah (urutan

ke-109 di dunia) sehingga perlu upaya khusus untuk meningkatkan kesadaran


semua pihak terhadap kesehatan ini.
Dengan dicanangkannya paradigma sehat dan ditetapkannya visi Indonesia
Sehat 2010, upaya mengenalkan kesehatan kepada berbagai pihak ini perlu
dipacu, agar memperoleh dukungan dalam pelaksanaannya. Untuk itu perlu
dilakukan pendekatan persuasif, cara-cara yang komunikatif dan inovatif yang
memperhatikan setiap segmen sasaran. Sehubungan dengan itu semua, perlu
dilakukan advokasi kesehatan kepada berbagai pihak, terutama para penentu
kebijakan dan berbagai sektor, termasuk lembaga perwakilan rakya baik di Pusat
maupun daerah.
3. Tujuan Advokasi
Tujuan umum advokasi adalah untuk mendorong dan memperkuat suatu
perubahan dalam kebijakan, program atau legislasi, dengan memperkuat basis
dukungan sebanyak mungkin. Diperolehnya komitmen dan dukungan dalam
upaya kesehatan, baik berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keikut
sertaan dalam kegiatan, maupun berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan
usaha. Tujuan khusus Adanya pemahaman / pengenalan / kesadaran, Adanya
ketertarikan / peminatan / tidak penolakan, Adanya kemauan / kepedulian /
kesanggupan (untuk membantu/menerima), Adanya tindakan / perbuatan /
kegiatan nyata (yang diperlukan), Adanya kelanjutan kegiatan (kesinambungan
kegiatan)
4. Fungsi Advokasi
Advokasi berfungsi untuk mempromosikan suatu perubahan dalam
kebijakan program atau peraturan dan mendapatkan dukungan dari pihak-pihak
lain.
5. Persyaratan untuk Advokasi
a) Dipercaya (Credible), dimana program yang ditwarkan harus dapat
meyakinkan para penentu kebijakan atau pembuat keputusan , oleh
karena itu harus didukung akurasi data dan masalah.
b) Layak

(Feasible),

program

yang

ditawarkan

harus

mampu

dilaksanakan secara tejhnik prolitik maupun sosial.

c) Memenuhi Kebutuhan Masyarakat (Relevant)


d) Penting dan mendesak (Urgent), program yang ditawarkan harus
mempunyai prioritas tinggi
6. Hasil yang diharapkan
Adanya pengertian, kepedulian dan dukungan terhadap upaya, program
dan kegiatan di bidang kesehatan.
7. Sasaran dan Pelaku Advokasi Kesehatan
Sasaran advokasi kesehatan adalah berbagai pihak diharapkan memberikan
dukungan terhadap upaya kesehatan, khususnya : para pengambil keputusan dan
penentu kebijakan di pemerintahan, lembaga perwakilan rakyat, para mitra di
kalangan pengusaha/ swasta, badan penyandang dana, kalangan media massa,
organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat,
tokoh-tokoh berpengaruh dan tenar, dan kelompok-kelompok potensial lainnya di
masyarakat. Mereka itu bukan hanya yang potensial pendukung, tetapi juga yang
menentang atau yang upayanya berlawanan atau merugikan kesehatan (misalnya :
Industri rokok).
Pelaku advokasi diharapkan siapa saja yang peduli terhadap upaya
kesehatan, dan memandang perlu adanya mitra untuk mendukung upaya tersebut.
Mereka itu diharapkan : memahami permasalahan kesehatan, mempunyai
kemampuan advokasi khususnya melakukan pendekatan persuasif, dapat
dipercaya (credible), dan sedapat mungkin dihormati atau setidaknya tidak tercela
khususnya di depan kelompok sasaran. Mereka juga dapat berasal dari kalangan
pemerintah, swasta, Perguruan Tinggi, Organisasi profesi, Organisasi berbasis
masyarakat/agama, LSM, tokoh berpengaruh, dll.
8. Proses / Kegiatan Advokasi
Kata kunci dalam proses / kegiatan advokasi ini adalah pendekatan
persuasif, secara dewasa, dan bijak, sesuai keadaan, yang memungkinkan tukar
pikiran secara baik (free choice). Strategi advokasi dapat dilakukan melalui :
pembentukan koalisi, pengembangan jaringan kerja, pembangunan institusi,
pembuatan forum, kerjasama bilateral, dll. Langkah-langkah pokok :

1) Identifikasi dan analisis masalah / issu yang memerlukan advokasi (contoh


: Paradigma Sehat, Indonesia Sehat 2010, anggaran kesehatan, dll).
2) Identifikasi dan analisis kelompok sasaran : siapa saja, mengapa perlu
diadvokasi, apa kecenderungannya, apa harapan kita kepadanya, dll.
3) Menyiapkan dan mengemas bahan informasi : rumusan masalah, data
pendukung, rumusan pesan, usulan alternatif, usulan tindak lanjut, dll.
4) Merencanakan strategi / cara / kegiatan operasional : konsultasi, lobi,
negosiasi, pertemuan khusus, debat publik, petisi, pembuatan opini, dll.
5) Melaksanakan kegiatan, memantau dan mengevaluasinya, serta melakukan
kegiatan tindak lanjut.
9. Menyiapkan Bahan Advokasi
Kata kunci untuk bahan informasi ini adalah : informasi yang akurat, tepat dan
menarik. Bahan informasi minimal memuat tentang rumusan masalah yang
dibahas, latar belakang masalahnya, alternatif mengatasinya, usulan
peran/tindakan yang diharapkan, dan tindak lanjut penyelesaiannya. Atau,
bahan informasi minimal memuat tentang 5 W dan 1 H (what, why, who,
where, when dan How) tentang permasalahan yang diangkat. Bahan informasi
tersebut akan lebih baik lagi apabila disertai data pendukung, ilustrasi contoh,
ada gambar, bagan, dst. Kapan dan dimana penyamapaian bahan informasi
tersebut juga perlu dipertimbangkan : apakah sebelum, di saat, atau sesudah
pertemuan, dl Peran Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam
Advokasi Kesehatan. Perumusan masalah/issu :Merumuskan masalah atau
hal-hal apa yang perlu dilakukan advokasi. Penetapan arah/kebijakan/strategi
Menetapkan tujuan, sasaran pencapaian, dan strategi pelaksanaan advokasi.
Penentuan sasaran : Menentukan siapa yang perlu diberikan advokasi.
Pemilihan pelaku :Memilih siapa yang akan melakukan advokasi. Penyusun
bahan advokasi :Menugasi tim penyusun bahan advokasi dan menetapkannya.
Pengembangan kemitraan :Membangun dan mengembangkan kemitraan untuk
advokasi Pengelolaan kegiatan advokasi :Merencanakan, menggerakkan
pelaksanaan, memantau, mengawasi, dan menilai kegiatan advokasi.
10. Indikator Keberhasilan
Indikator output :Adanya kepedulian, keterlibatan dan dukungan,
serta kesinambungan upaya kesehatan : baik berupa kebijakan,
10

tenaga,

dana,

sarana,

kemudahan,

keterlibatan

dalam

kegiatan/gerakan, dll.
Indikator proses :Adanya rencana kegiatan dan pelaksanaan
kegiatan advokasi. Juga berupa : adanya forum, jaringan,

kerjasama, dll.
Indikator input

:Adanya

sasaran

yang

jelas,

bahan

informasi/advokasi, serta siapnya pelaku advokasi.


B. PERNIKAHAN DINI
1. Pengertian Pernikahan
Pernikahan adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam
pergaulan atau masyarakat yang sempurna atau pertalian yang seteguhteguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri
dan keturunanya, melainkan antara dua keluarga.
Pernikahan adalah sebuah ikatan suci untuk memadu cinta kasih antara
laki-laki dan perempuan yang telah menjadi fitrah manusia. Ikatan inilah yang
akan menghalal- kan hubungan mereka berdua yang sebelumnya haram
baginya.
Pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga
oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri.Pernikahan bertujuan untuk
membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya.Pernikahan
memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah /
kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup
seseorang.
2. Pernikahan Usia Dini
Pernikahan Usia Dini mengacu kepada sebuah pernikahan yang berada
dibawah batas umur dewasa atau pernikahan yang melibatkan satu ataudua
pihak yang masih anak-anak. Artikel 1 The United Nations Conventionon the
Rights of the Child (CRC) tahun 1989 mendefinisikan anak-anaksebagai,A
child means every human being below the age of eighteen yearsunless, under
the law applicable to the child, majority is attainedearlier.
Secara umum, sebuah pernikahan dikategorikan sebagai Pernikahan Usia
Dini(early marriage) atau juga disebut sebagai pernikahan anak-anak
(childmarriage) apabila ada salah satu pihak yang masih berumur di bawah
11

18(delapan belas) tahun. Ada beberapa definisi dari Pernikahan Usia Dini saat
ini,namun sebagian besar berpusat kepada penggolongan di bawah umur
18tahun. Definisi pertama adalah menurut The Inter-African Committee(IAC)
yang mengatakan bahwa,Any marriage carried out below the age of 18
years, before the girl isphysically, physiologically, and psychologically, ready
to shoulder the4 responsibilities of marriage and child-bearing
Beragamnya

definisi

Pernikahan

Usia

Dini

yang

ada

masih

menimbulkanperdebatan hingga saat ini. Negara-negara masih berdebat


mengenai

batas

minimal

usia

diperbolehkan

menikah

karena

bersinggungandengan budaya, adat-istiadat, dan agama yang seringkali sulit


untukdihilangkan.

Selain

itu,

beberapa

negara

berkembang

merasa

kesulitandengan adanya batas umur mengingat faktor umur menikah


berpengaruhterhadap tingkat pendidikan, kesejahteraan sosial, keberadaan
lapanganpekerjaan, dan kesetaraan gender yang terkadang tidak menjadi
prioritaskebijakan di negara-negara berkembang.
Melihat beberapa definisi di atas, Pernikahan Usia Dini secara umum
memilikidefinisi umum yaitu perjodohan atau pernikahan yang melibatkan
satuatau kedua pihak,sebelum pihak wanita mampu secara fisik, fisiologi,
danpsikologi untuk menanggung beban pernikahan dan memiliki anak,dengan
batasan umur umum adalah di bawah 18 tahun.
Batasan umur 18 tahun untuk pria maupun wanita telah diratifikasi
lebihdari seratus negara di dunia, namun tidak termasuk Indonesia.Di
dalamhukum Indonesia, batas umur minimum untuk menikah masih berusia
18tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. Hal ini membuat
Indonesiamasih tertinggal dari mayoritas negara-negara di dunia dalam
halproteksi anak dan usaha mengurangi terjadinya Pernikahan Usia
Dini.Kebijakan nasional Indonesia hingga saat ini masih mengacu
kepadaberbagai

perjanjian

dan

kebijakan

internasional

yang

telah

diratifikasidan ditandatangani oleh pemerintah Indonesia.Berbagai kebijakan


danperjanjian internasional tersebut beberapa memiliki kekuatan hokumyang
mengikat (binding) dan tidak mengikat (non-binding), dengan focusadalah
perlindungan dan penegakan hak wanita dan anak-anak.

12

Pada prinsipnya, perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang


dilakukan atau terjadi pada seseorang di usia anak-anak. Ditinjau dari UU
Perlindungan Anak, perkawinan di bawah umur adalah tindakan merenggut
kebebasan masa anak-anak atau remaja untuk memperoleh hak-haknya yaitu
hak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 1 ayat 2 UU No 23 Tahun 2002).
Sementara ditinjau dari UU HAM pasal 52 s/d pasal 66), terjadinya
perkawinan di bawah umur adalah pelanggaran pada hak atas anak-anak
meliputi; hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk berpikir dan
berekspresi, hak untuk menyatakan pendapat dan didengar pendapatnya, hak
untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan teman
sebaya, bermain, berekspresi, dan berkreasi, dan hak untuk mendapat
perlindungan.
3. Faktor penyebab pernikahan usia dini
Menurut RT. Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari perkawinan
usia muda adalah:
a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga
b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu
muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.
c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan
adat. Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu
mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat
kebiasaan saja.
Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean dalam Suryono
disebabkan oleh:
a. Masalah ekonomi keluarga
b. Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki
apabila mau mengawinkan anak gadisnya.
c. Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam
keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi

13

tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya)


(Soekanto, 1992 : 65).
Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor yang mendorong
terjadinya perkawinan usia muda yang sering dijumpai di lingkungan
masyarakat kita yaitu :
a. Ekonomi
Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di
garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak
wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.
b. Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak
dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan
anaknya yang masih dibawah umur.
c. Faktor orang tua
Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran
dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan
anaknya.
d. Media massa
Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern
kian Permisif terhadap seks.
e. Faktor adat
Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya
dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.
4. Dampak pernikahan usia dini
a. Dampak positif
1) Dukungan keuangan: Dengan menikah di usia dini dapat meringankan
beban ekonomi menjadi lebih menghemat.
2) Kebebasan yang lebih: Dengan berada jauh dari rumah maka
menjadikan mereka bebas melakukan hal sesuai keputusannya untuk
menjalani hidup mereka secara finansial dan emosional.
3) Belajar memikul tanggung jawab di usia dini: Banyak pemuda yang
waktu masa sebelum nikah tanggung jawabnya masih kecil

14

dikarenakan ada orang tua mereka, disini mereka harus dapat mengatur
urusan mereka tanpa bergantung pada orang tua.
4) Terbebas dari perbuatan maksiat seperti zina dan lain-lain.
b. Dampak negative
1) Dari segi pendidikan
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa seseorang yang
melakukan pernikahan terutama pada usia yang masih muda, tentu
akan membawa berbagai dampak, terutama dalam dunia pendidikan.
Dapat diambil contoh, jika sesorang yang melangsungkan pernikahan
ketika baru lulus SMP atau SMA, tentu keinginannya untuk
melanjutkan sekolah lagi atau menempuh pendidikan yang lebih tinggi
tidak akan tercapai. Hal tersebut dapat terjadi karena motivasi belajar
yang dimiliki seseorang tersebut akan mulai mengendur karena
banyaknya tugas yang harus mereka lakukan setelah menikah. Dengan
kata lain, Pernikahan Usia Dini dapat menghambat terjadinya proses
pendidikan dan pembelajaran.
Selain itu belum lagi masalah ketenaga kerjaan, seperti realita yang
ada didalam masyarakat, seseorang yang mempunyai pendidikan
rendah hanya dapat bekerja sebagai buruh saja, dengan demikian dia
tidak dapat mengeksplor kemampuan yang dimilikinya.
2) Dari segi kesehatan
Dokter

spesialis

kebidanan

dan

kandungan

dari

Rumah

SakitBalikpapan Husada (RSBH) dr Ahmad Yasa, SPOG mengatakan,


perempuan yang menikah di usia dini kurang dari 15 tahun memiliki
banyak risiko, sekalipun ia sudah mengalami menstruasi atau haid.
Ada dua dampak medis yang ditimbulkan oleh pernikahan usia dini
ini, yakni dampak pada kandungan dan kebidanannya. penyakit
kandungan yang banyak diderita wanita yang menikah usia dini, antara
lain infeksi pada kandungan dan kanker mulut rahim. Hal ini terjadi
karena terjadinya masa peralihan sel anak-anak ke sel dewasa yang
terlalu cepat. Padahal, pada umumnya pertumbuhan sel yang tumbuh
pada anak-anak baru akan berakhir pada usia 19 tahun.

15

Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, rata-rata


penderita infeksi kandungan dan kanker mulut rahim adalah wanita
yang menikah di usia dini atau dibawah usia 19 atau 16 tahun. Untuk
risiko kebidanan, wanita yang hamil di bawah usia 19 tahun dapat
berisiko pada kematian, selain kehamilan di usia 35 tahun ke atas.
Risiko lain, lanjutnya, hamil di usia muda juga rentan terjadinya
pendarahan, keguguran, hamil anggur dan hamil prematur di masa
kehamilan. Selain itu, risiko meninggal dunia akibat keracunan
kehamilan juga banyak terjadi pada wanita yang melahirkan di usia
dini. Salah satunya penyebab keracunan kehamilan ini adalah tekanan
darah tinggi atau hipertensi.
Dengan demikian, dilihat dari segi medis, Pernikahan Usia Dini
akan membawa banyak kerugian. Maka itu, orangtua wajib berpikir
masak-masak jika ingin menikahkan anaknya yang masih di bawah
umur. Bahkan Pernikahan Usia Dini bisa dikategorikan sebagai bentuk
kekerasan psikis dan seks bagi anak, yang kemudian dapat mengalami
trauma.
3) Dari segi psikologi
Menurut para psosiolog, ditinjau dari sisi sosial, Pernikahan Usia
Dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh
emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum
matang. Melihat Pernikahan Usia Dini dari berbagai aspeknya
memang mempunyai banyak dampak negatif. Oleh karenanya,
pemerintah hanya mentolerir pernikahan diatas umur 19 tahun untuk
pria dan 16 tahun untuk wanita.

16

BAB III
STUDI KASUS
PERNIKAHAN USIA DINI DI PUSKESMAS KECAMATAN SENEN
1. Fenomena Pernikahan Usia Dini
Prevalensi Pernikahan Usia Dini cenderung bervariasi di setiap negara.
International Center for Research on Women (ICRW) menyebutkan 51 juta
anak perempuan telah menikah pada usia 15-19 tahun (ICRW, 2013).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memprediksikan lebih dari 140 juta anak
perempuan akan menikah dalam satu dekade menjelang tahun 2020. Hal Ini
setara dengan 14 juta pengantin anak setiap tahun atau hampir 39.000
perempuan menikah setiap hari (Singh, 2013). Suatu studi yang dilakukan
oleh The Council on Foreign Relations (CFR), fenomena Pernikahan Usia
Dini banyak ditemukan di berbagai belahan dunia seperti di Asia Selatan
(46,8%), Sub Sahara Afrika (37,3%), Amerika Latin (29%), Asia Timur dan
Pasifik (17,6%) dan Timur Tengah dan Afrika Utara.
Dan data UNICEF (2014) menunjukan ada beberapa negara didunia yang
memiliki tingkat pernikahan anak dibawah umur / dini, bahkan mencapai
angka 75% dari jumlah anak-anak yang ada disuatu negara tersebut:

17

UNICEF (2014), ada beberapa negara yang memiliki tingkat pernikahan anak paling tinggi :
75%
68%68%66%
63%

56%55%
52%52%50%
48%47%47%45%
44%42%41%41%41%

Fenomena menikah dini pada umumnya banyak terjadi di negara-negara


berkembang.Sedangkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
Inggris, Kanada dan Austria, hanya sedikit kasus yang ditemukan (Vogelstein,
2013). Indonesia termasuk negara dengan persentase Pernikahan Usia Dini
tinggi di dunia (rangking 37) dan tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja.
Hasil data Riskesdas 2010 menunjukkan sebesar 41,9% usia kawin pertama
berada pada kelompok umur 15-19 tahun dan pada kelompok umur 10-14
tahun sebesar 4,8% sudah menikah. Selain itu berdasarkan Data SDKI tahun
2012, persentase 2 perempuan yang menikah di bawah usia 20 tahun sebesar
13% dengan median usia pernikahan 20,1 tahun dan median usia kawin
pertama di pedesaan lebih rendah yaitu 19,7 (Kemenkes, 2013b). Provinsi
dengan persentse Pernikahan Usia Dini.
Sebagian besar penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa, Madura,
danBali sebesar 60% dari total penduduk Indonesia, dengan sisanya
40%tersebar di Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan pulaupulaulainnya.

Tingginya

pertumbuhan

di

Pulau

Jawa

tidak

serta

mertamenghapuskan praktek Pernikahan Usia Dini mengingat praktek ini

18

terkaitdengan budaya, tekanan sosial, dan dorongan kondisi ekonomi


khususnyamodernisasi yang berdampak pada konsumerisme.
Untuk cakupan wilayah Puskesmas Senen, beberapa kasus yang terjadi
diusia dini atau remaja banyak ditemukan antara lain, merokok, pernikahan
dibawah umur dan persalinan remaja, IMS, Anemia, Gangguan Haid dll.
Dapat dijelaskan pada diagram pie dibawah ini dari jumlah remaja yang
berjumlah 1608, Merokok merupakan kasus yang terbanyak di wilayah kerja
puskesmas senen dengan105 kasus (6%), Penikahan dini & persalinan usia
remaja 47 kasus (3%), gangguan Haid 32 kasus (2%), Anemia 31 Kasus (2%),
Obesitas, masalah kejiwaan, IMS, NAPZA masing-masing 1% (10 sampai 16
kasus), dan sisanya sebanyak 1320 remaja (81%) tidak ada kasus.

Jumlah Kasus Remaja di UP PKPR Tahun 2015

1%
3%
1%
2%

7%1%1% 1% 2%

Anemia

Tidak ada kasus

Gangguan Haid

Seks Pra Nikah

Pernikahan &
Persalinan Usia
Remaja

Obesitas

Merokok

Masalah Kejiwaan

NAPZA

IMS

82%

Selain itu, rendahnya tingkat perkembangan di pulau-pulau di luar


Jawaikut mendorong tingginya angka Pernikahan Usia Dini terkait dengan
besarnyapraktek Pernikahan Usia Dini di pedesaan. Di Indonesia, tingginya
usiaperkawinan pertama terjadi dibawah 20 tahun (4,8% pada usia 1014tahun, 41,9% pada usia 15-19 tahun). Umur pertama menikah pada

19

usiasangat muda (10-14 tahun) cenderung lebih tinggi di perdesaan


(6,2%),kelompok

perempuan

yang

tidak

sekolah

(9,5%),

kelompokpetani/nelayan/buruh (6,3%), serta status ekonomi terendah/kuintil


1(6,0%).
Pentingnya mengatur umur pernikahan dikarenakan terkaitnya hal
inidengan kesehatan, fertilitas, pendidikan, dan perencanaan keluargnyayang
menjadi faktor kesejahteraan rumah tangga.Pernikahan Usia Dini yangterjadi
dapat mengganggu proses-proses ini, sehingga mengatur umurperkawinan
pertama menjadi penting.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2010 jika dilihat dari sisi kultur, maka
umurperkawinan usia muda sejak dini 10-14 tahun sebenarnya sudah
terjadisejak dulu. Terlihat dari persentase pada kelompok umur 55-59
tahun,diantara mereka 8,3 persen menikah pada usia 10-14 tahun, dan
42,1persen menikah pada usia 15-19 tahun. Pada perempuan kelompok 1519tahun, masih ada 5,4 persen menikah pada usia 10-14 tahun. Hal iniberarti
dalam 4 tahun terakhir masih terjadi pernikahan usia dibawahlima belas tahun
dalam jumlah lebih dari persen. Jika dilihat darikarakteristik pekerjaan dan
lokasi, perkawinan usia sangat muda (10-14tahun) banyak terjadi pada
perempuan di daerah perdesaan, pendidikanrendah, status ekonomi termiskin,
dan kelompok petani/nelayan/buruh.
Pernikahan yang terjadi pada kelompok umur 10-14 sebesar 6,2%
dankelompok umur 15-19 sebesar 48,3%. Terlihat berbanding jauh dengan
pernikahan yang terjadi di daerah perkotaan pada kelompok umur 10-14tahun
yang kurang lebih setengahnya yaitu sebesar 3,4% dan kelompokumur 15-19
tahun sebesar 35,6%. Tingginya tingkat Pernikahan Usia Dini didaerah
pedesaan dapat dikaitkan dengan minimnya akses informasi danrendahnya
tingkat pendidikan di daerah pedesaan / pedalaman.pernikahan yang terjadi di
daerah perkotaan pada kelompok umur 10-14tahun yang kurang lebih
setengahnya yaitu sebesar 3,4% dan kelompokumur 15-19 tahun sebesar
35,6%. Tingginya tingkat Pernikahan Usia Dini didaerah pedesaan dapat
dikaitkan dengan minimnya akses informasi danrendahnya tingkat pendidikan
di daerah pedesaan / pedalaman.
Tersebarnya kasus Pernikahan Usia Dini menjadi salah satu hambatan
yangdihadapi

pemerintah

dalam

upayanya

untuk

mengurangi
20

danmenghapuskan praktek Pernikahan Usia Dini di Indonesia. Tabel


3.4memperlihatkan umur perkawinan pertama di Indonesiadenga usia
ratarataperkawinan
apabiladiperhatikan,

pertama

adalah

persentase

pada

menurut

usia

20

kelompok

tahun.

umur

Namun

perkawinan

pertamamenunjukkan bahwa terdapat perkawinan pada usia muda 10-19


tahun(46,7%).

Tingginya

persentase

ini

dapat

dilihat

melalui

persebarannya,dengan provinsi dengan persentase perkawinan usia sangat


muda (10-14tahun) yang paling tinggi adalah Kalimantan Selatan (9%), Jawa
Barat(7,5%), Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing
7persen. Di kelompok umur 15-19 tahun, persebaran Pernikahan Usia
Dinidapat

terlihat

adalahKalimantan

dengan
Tengah

provinsi
sebesar

dengan
52,1%,

persentase
Jawa

Barat

terbesar
sebesar

50,2%,Kalimantan Selatan dengan 48,4%, Sulawesi Tengah sebesar 46,3%,


dan Banten sebesar 45,7%.
Puskesmas Kecamatan Senen terletak di Jl. Kramat VII no. 31 kelurahan
Kenari berdiri sejak tahun 2000.Puskemas ini merupakan pindahan dari
Kenari, lalu pindah ke Paseban pada tahun 1991.

21

DRAFT ADVOKASI KESEHATAN PERMASALAHAN PERNIKAHAN DINI


A. Identifikasi Masalah
Advoksai secara harfiah berarti pembelaan,sokongan atau bantuan
terhadap seseorang yang mempunyai permasalahan.Istilah advokasi mula-mula
digunakan di bidang hukum atau pengadilan. Menurut Johns Hopkins (1990)
advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacammacam bentuk komunikasi persuasif.
Istilah advocacy/advokasi di bidang kesehatan mulai digunakan dalam
program kesehatan masyarakat pertama kali oleh WHO pada tahun 1984 sebagai
salah satu strategi global Pendidikan atau Promosi Kesehatan.WHO merumuskan

22

bahwa dalam mewujudkan visi dan misi Promosi Kesehatan secara efektif
menggunakan 3 strategi pokok,yaitu :
1.Advocacy
2. Social support
3. Empowerment.
Advokasi diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang lain yang
dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau
kegiatan yang dilaksanakan.Oleh karena itu yang menjadi sasaran advokasi adalah
para pemimpin atau pengambil kebijakan( policy makers) atau pembuat
keputusan(decision makers) baik di institusi pemerintah maupun swasta.
Kesehatan Reproduksi pada remaja merupakan masalah yang sangat
penting sehingga dibutuhkan perhatian yang ekstra. Kesehatan reproduksi untuk
remaja bukan hanya sekedar kebutuhan semata. Namun, Kesehatan reproduksi
pada remaja ini merupakan hak asasi manusia. Kesehatan Reproduksi menurut
ICPD adalah keadaan sehat jasmani, rohani, dan bukan hanya terlepas dari
ketidakhadiran penyakit atau kecacatan semata, yang berhubungan dengan sistem,
fungsi dan proses reproduksi.
Masalah kesehatan remaja yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan
reproduksi remaja adalah sebagai berikut:
a.

Masalah gizi
Meliputi anemia,kurang gizi, pertumbuhan terhambat. Khusus untuk remaja
putri, bila pertumbuhan panggul sempit dapat berisiko pad proses melahirkan bayi
berat dikemudian hari.

b. Masalah seks dan seksual


Penyalahgunaan peran seks dan seksualitas, penanganan kehamilan remaja
c.

Gaya hidup Remaja


Gaya hidup remaja sangat mempengaruhi kesehatan reproduksinya.
Masalah-masalah tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Masalah kemiskinan
2. Kurang tersedianya lapangan kerja
3. Rendahnya tingkat pengetahuan remaja tentang Kesehatan Reproduksi

23

Pada makalah ini kami terfokuskan pada masalah kesehatan reproduksi atau
pernikahan pada usia dini

B. Tujuan
Memperbaiki dan meningkatkan derajat status kesehatan reproduksi remaja,
menghilangkan atau mengurangi kejadian pernikahan usia dini.

B. Sasaran
1. Keluarga/Orang Tua
Arahan keluarga atau orang tua terhadap anaknya dalam suatu kehidupan
rumah tangga sanga berpengaruh terhadap perkembangan remaja itu sendiri.
Terdapat perbedaan suasana rumah tangga tempat remaja berada, hal tersebut
memungkinkan kepada intensitas pembinaan yang lebih baik.
2. Tenaga profesional kesehatan
Sebagian besar peran tenaga profesional adalah Promosi kesehatan dan
pencegahan terhadap penyakit. Promosi kesehatan bukan hanya deteksi awal dan
pengobatan penyakit. Tetapi juga berkaitan dengan pendekatan terhadap seseorang
secara holistik.

3. Institusi Pelaksana Kesehatan


Institusi pelaksana berperan sebagai lembaga yang melaksanakan suatu
program kesehatan.

4. Organisasi massa
Organisasi

masa

atau

Lembaga

Swadaya

Masyarakat)

LSM

yang

menggerakkan serta mengumpulkan masa dan membentuk kesatuan yang utuh


dalam proses upaya peningkatan kesehatan reproduksi remaja.

6. Kelompok Orang yang Berpengaruh dalam Masyarakat


Kelompok Orang yang berpengaruh dalam masyarakat diharapkan mampu
menggerakkan partisipasi masyarakat dalam menjaga kesehatan reproduksi pada
remaja sehingga dapat meningkatkan status kesehatan reproduksi dalam
masyarakat.

7. Kelompok media massa

24

Kelompok ini berperan untuk meraih dukungan masa melalui media masa
serta memberikan informasi sehingga para masyarakat tergerak untuk
meningkatkan kesehatan reproduksinya serta reproduksi para remaja. Kelompok
media masa ini berperan menyebarluaskan informasi mengenai pentingnya
kesehatan reproduksi untuk remaja.

D. Cara Pelaksanaan
1. Mengadakan penyuluhan kepada remaja dan keluarga secara intensif.
2. Mengadakan kegiatan pelatihan kesehatan reproduksi kepada remaja.
3. Membuat program khusus untuk pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja di
polindes, puskesmas, rumah sakit, dll.
4. Meningkatkan Aktivitas remaja pada kegiatan positif yang produktif.
5. Memberikan Pendidikan seks positif kepada remaja.

E. Langkah-Langkah Pelaksanaan
1. Identifikasi masalah kesehatan reproduksi remaja yang berisiko
2. Pembentukan organisasi aktivis KesPro
Kegiatan untuk membangun inisiatif kesehatan seksual dan reproduksi di
kelompok mahasiswa dan masyarakat. Memfasilitasi aktivitas pelayanan
kesehatan seksual dan reproduksi mahasiswa dan penyelenggaraan kegiatan
peningkatan kesadaran kesehatan reproduksi bagi remaja.
3. Sosialisasi Adanya Kelompok Awal Kesehatan Reproduksi di antara Mahasiswa
dan masyarakat
Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa dan pada
masyarakat mengenai pentingnya menjaga organ reproduksi. Selain itu, lebih
menekankan agar para remaja mendapat pemahaman yang benar mengenai
kesehatan reproduksi serta pendidikan seks yang telah di dapatkan.
4. Kegiatan pelaksanaan program khusus untuk pelayanan kesehatan reproduksi bagi
remaja seperti:
-

Keluarga Berencana untuk remaja berisiko

Pemberian Pemahaman yang benar mengenai seks

Cara menjaga kesehatan organ reproduksi remaja

Program konseling kesehatan reproduksi bagi remaja

25

5. Kegiatan pengawasan bagi remaja berisiko melalui pengawasan tertutup dari


orang tua
Orang tua sebaiknya memberikan alternatif-alternatif kegiatan yang positif
bagi remaja yang sedang tumbuh untuk mengurangi gejolak nafsu seks para
remaja. Para orang tua hendaknya, tidak segan dalam membekali diri dengan
membaca isu-isu kesehatan reproduksi anak atau remaja secara utuh, agar tidak
menimbulkan salah persepsi tentang pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi
untuk anak-anak dan untuk remaja.

F. Indikator Keberhasilan
1. Ada peningkatan kesehatan reproduksi remaja
2. Ada organisasi kespro
3. Ada forum komunikasi
4. Program yang terlaksana
5. Ada dokumentasi kegiatan
6. Ada kesepakatan tertulis dan lisan
7. Ada opini publik

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh
remaja di bawah umur (antara 13-18 tahun) yang masih belum cukup
matang baik fisik maupun psikologis, karena berbagai faktor antara lain
faktor ekonomi, sosial, budaya, penafsiran agama yang salah, pendidikan,
dan akibat pergaulan bebas. Individu yang menikah pada usia muda akan
cenderung bergantung pada orangtua secara finansial maupun emosional.

26

Pernikahan Usia Dini secara umum memilikidefinisi umum yaitu


perjodohan ataupernikahan yang melibatkan satuatau kedua pihak,sebelum
pihak wanita mampu secara fisik, fisiologi, danpsikologi untuk
menanggung beban pernikahan dan memiliki anak,dengan batasan umur
umum adalah di bawah 18 tahun.
B. Saran
1. Kegiatan pengawasan bagi remaja berisiko melalui pengawasan
tertutup dari orang tua
2. Harus dilakukan sosialisasi dan advokasi secara langsungdan intensif
di lapangan sebagai antisipasi gejala Modernisasi dan perubahan
perilaku masyarakat termasuk penguatan peran lembaga sekolah
khususnya di tingkat SMP.
3. Penguatan peran tokoh Adat dan Tokoh Agama sebagai Kontrol Sosial.
4. Peningkatan kapasitas orang tua khususnya dalam meningkatkan minat
atas pendidikan dan mengurangi tekanan ekonomi di Tingkat Keluarga.
5. Penguatan

peran

Pemerintah

Daerah

dalam

halpengendalian

Pernikahan Usia Dini melalui perencanaan kebijakan dan koordinasi


lintas sektor secara intensif.

27

DAFTAR PUSTAKA
Drs.E.B.Surbakti,M.A. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Digi Famalia. 2010. Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat.
Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Deputi. 2008. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
.
Dian Luthfiyati, 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan III. Jakarta :
Rineka Cipta.
Lily Ahmad, 2008. Metodologi Riset Keperawatan. Cetakan I. Jakarta :
Infomedika.
Meita. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Nana Pondungge. 2008. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Seni. Jakarta :
Rineka Cipta
Sumiati,S.Kp,M.Si, dkk. 2009.Kesehatan Jiwa Remaja Dan Konseling. Cetakan I
Jakarta Penerbit Trans Info Media
Yani Widyastuti,SsiT, dkk. 2009.Kesehatan Reproduksi. Cetakan I Yogyakarta
:Penerbit Firtramaya
Soekidjo, Notoatmodjo.(2007).Kesehatan masyarakat,edisi ke 11.Jakarta : Rineka
Cipta.
Potter& perry.(2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Edisi 4.EGC.Jakarta
Ida ayu.2006.Edisi 2Memahami kesehatan Reproduksi wanita.Jakarta:EGC
Saparinah Sadli.2010.Berbeda tapi setara.Jakarta:Kompas Media Nusantara
Surbakti.2009.Kenalilah Anak Remaja Anda.Jakarta: Elex Media Komputindo
Fery Efendi.2009.Keperawatan dan kesehatan komunitas.Jakarta :Salemba
Medika

28

You might also like