You are on page 1of 8

DEFINISI

Erisipelas adalah suatu jenis selulitis kutaneus superfisial yang ditandai dengan
keterlibatan pembuluh limfatik pada kulit. Kata erisipelas berasal dari bahasa latin kuno,
dan diperkirakan merupakan gabungan dari dua kata, yaitu dari bahasa yunani erythros
yang berarti kemerahan dan dari bahasa latin pella yang berarti kulit.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Erisipelas disebabkan oleh bakteri golongan Streptococcus dan jarang
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus. Pada bayi yang baru lahir, bakteri
Streptococcus b-hemolytic grup B bisa menyebabkan erisipelas. Limfaedema, vena
stasis, penyakit sistemik, penyakit autoimun, ataupun usia yang sangat muda atau usia
yang sangat tua, dan obesitas merupakan faktor resiko pada pasien dewasa.

PATOFISIOLOGI
Pada awalnya, erisepelas terjadi akibat inokulasi bakteri pada daerah trauma
pada kulit. Selain itu, faktor lokal seperti insufisiensi vena, ulkus, peradangan pada kulit,
infeksi dermatofita, gigitan serangga dan operasi bisa menjadi port of the entry penyakit
ini. Bakteri streptokokus merupakan penyebab umum terjadinya erisipelas. Infeksi pada
wajah biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus grup A, sedangkan infeksi pada
kaki disebabkan oleh bakteri streptokokus non-grup A. Bakteri ini menghasilkan toksin
sehingga menimbulkan reaksi inflamasi pada kulit yang ditandai dengan bercak
berwarna merah cerah, plak edematous dan bulla. Erisipelas pada wajah berawal dari
bercak merah unilateral dan kemudian terus-menerus menyebar melewati hidung sampai
ke sisi sebelahnya sehingga menjadi simetris. Nasofaring mungkin menjadi port of the
entry erisipelas pada wajah bila disertai dengan riwayat streptokokal faringitis. Pada
erisipelas di daerah extremitas inferior, pasien mengeluh adanya pembesaran kelenjar
limfatik femoral dan disertai demam.

Tabel 1. Etiologi Soft Tissue Infection

GEJALA KLINIS
Terdapat gejala-gejala konstitusi seperti: demam, malaise, flu, menggigil, nyeri

kepala, muntah dan nyeri sendi. Kelainan kulit yang utama adalah eritema yang
berwarna merah cerah, berbatas tegas dan pinggirnya meninggi dengan tanda radang
akut. Dapat disertai edema, vesikel dan bulla dan terdapat leukositosis.
Lesi pada kulit bervariasi dari permukaan yang bersisik halus sampai ke
inflamasi berat yang disertai vesikel dan bulla. Erupsi lesi berawal dari satu titik dan
dapat menyebar ke area sekitarnya. Pada tahap awal, kulit tampak kemerahan, panas,
terasa sakit dan bengkak. Kemudian kemerahan berbatas tegas dengan bagian tepi
meninggi yang dapat dirasakan saat di palpasi dengan jari. Pada beberapa kasus, vesikel
dan bulla berisi cairan seropurulen. Pembengkakan nodus limfe di sekitar infeksi sering
ditemukan. Bagian yang paling sering terkena adalah kaki dan wajah.. Pada kaki, sering
ditemukan edema dan lesi bulla. Biasanya inflamasi pada wajah bermula dari pipi dekat
hidung atau di depan cuping telinga dan kemudian menyebar ke kulit kepala. Infeksi
biasanya terjadi bilateral dan ia jarang disebabkan oleh trauma.
Erisipelas berbeda dengan selulitis. Selulitis terjadi pada lapisan dermis dan
subkutan. Selulitis mempunyai gejala yang sama dengan erisipelas yaitu eritema dan
sakit, tetapi dapat dibedakan dengan batas lesi yang tidak tegas, terjadi di lapisan yang
lebih dalam, permukaan lebih keras dan ada krepitasi saat dipalpasi. Selulitis dapat
berkembang menjadi bulla dan nekrosis sehingga mengakibatkan penggelupasan dan
erosi lapisan epidermal yang luas.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Keluhan utama : bercak kemerah-merahan pada kulit wajah dan/atau kaki disertai rasa
nyeri.
Keluhan lain : bercak eritem pada daerah wajah, awalnya unilateral lama-kelamaan
menjadi bilateral atau diawali dengan bercak eritem di tungkai bawah yang sebelumnya
dirasakan nyeri di area lipatan paha. Disertai gejala-gejala konstritusi seperti demam,
malaise, flu, menggigil, sakit kepala, muntah dan nyeri sendi.
Riwayat penyakit : faringitis, ulkus kronis pada kaki, infeksi akibat penjepitan tali pusat
yang tidak steril pada bayi.
Faktor resiko: Obesitas, vena stasis, limfedema, penyakit sistemik atau autoimun

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : bercak merah bilateral pada pada pipi dan kaki, bekas garukan dan abrasi,
bekas luka, dan pembesaran kelenjar limfatik femoral.
Effloresensi : eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas dan pinggirnya
meninggi. Sering disertai udem, vesikel dan bulla yang berisi cairan seropurulen.
PENATALAKSANAAN
Pada erisipelas di daerah kaki, istirahatkan tungkai bawah dan kaki yang
diserang ditinggikan. Pengobatan sistemik ialah antibiotik, topikal diberikan kompres
terbuka dengan larutan antiseptik.
Penicilline merupakan obat antibiotik pilihan utama dan memberikan respon
sangat bagus untuk penyembuhan erisipelas. Pemberian obat harus disesuaikan dengan
kondisi penyakitnya dan kultur bakteri.
a.
-

Infeksi sedang
Procaine penicillin (penicillin G) 600,00 IU i.m 1-2x setiap hari
Penicillin V 250 mg p.o 4-6x setiap hari
Jika suspek terjadi infeksi staphylococcus, berikan dicloxacillin 500-1000 mg p.o
Jika pasien alergi Penicillin, berikan erythromycin 500 mg p.o atau clindamycin 150

b.
-

300 mg p.o
Infeksi berat
Rawat inap, lakukan kultur dan tes sensitivitas, konsultasi penyakit infeksi
Penicillin G 10,000,000 IU i.v
Jika suspek terjadi infeksi staphylococcus, berikan nafcillin 500-1000 mg i.v atau

flucloxacillin 1 g i.v
Jika pasien alergi penicillin, berikan vancomycin 1.0-1.5 g i.v setiap hari
Obat Topikal:

Kompres dengan Sodium Chloride 0,9 %.

Salep atau krim antibiotika, misalnya: Natrium Fusidat, Mupirocin, Garamycin,


Gentamycin.

PEMBAHASAN
Erisipelas adalah infeksi kulit superfisial yang disebabkan bakteri, baik
Streptococcus maupun Staphylococcus. Infeksi kulit ini ditandai dengan nyeri pada kulit
yang terinfeksi, disertai dengan kemerahan berbatas tegas, bengkak, dan diikuti gejala
sistemik lain seperti demam, menggigil, nyeri kepala, mual, dan nyeri sendi. Infeksi ini

paling sering mengenai kaki dan wajah.


Faktor predisposisi pasien terkena erisipelas, antara lain obesitas, vena stasis,
limfedema, maupun penyakit sistemik termasuk diabetes, maupun penyakit autoimun
lainnya.
Pada pasien ini, ketika MRS didapatkan gula darah yang normal. Akan tetapi,
setelah diperiksa gula darah puasa, gula darah 2 jam post prandial, dan HbA1c
didapatkan peningkatan HbA1c dan gula darah 2 jam post prandial.
Diabetes merupakan salah satu faktor resiko terjadinya erisipelas maupun infeksi kulit
yang lebih dalam lagi, misalnya selulitis. Hal ini disebabkan faktor imunokompromis
akibat penyakit diabetes, terjadi pula mikroangiopati yang mekanismenya belum banyak
dapat dijelaskan. Tentunya terdapat faktor lokal pada pasien, misalnya insufisiensi vena,
dermatosis, terdapat luka di kulit, gigitan serangga, jenis apapun yang merupakan portal
masuknya bakteri. Penebalan dinding pembuluh darah, deposisi material reaktif, dan
timbulnya gumpalan serat elastik dalam papiler dermis diproduksi dari hiperplasia
tunika intima dalam pembuluh darah dan peningkatan kolagen dalam dinding pembuluh
darah. Ruang antara pericytes dan endotelium menjadi melebar dan proses sitoplasma
yang membentuk titik kontak di antara mereka menjadi semakin panjang dan sempit. Ini
menjelaskan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan menimbulkan bocornya
albumin dan air sehingga terjadinya pembengkakan di daerah yang terkena. Hal ini juga
menimbulkan agregasi platelet yang menimbulkan gangguan mikrosirkulasi.
Pada pasien ini, setelah diketahui faktor resiko penyebab terjadinya erisipelas,
diberikan antibiotik dan OAD untuk mengendalikan gula darah pasien. Selain itu
dilakukan kompres PZ pada kaki penderita.
DAFTAR PUSTAKA
1. Saavedra A,Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA. Chapter 179 Soft Tissue Infections :
Erysipelas, Cellulitis, Gangrenous Cellulitis, and Myonecrosis. Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th Ed. McGraw Hill Medical.
United State of America. 2008. P.1720-1722
2. Davis L. Medscape Drugs, Diseases & Procedures Reference : Erysipelas.
http://emedicine.medscape.com/article/1052445-overview. 2012.
3. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews disease of Skin Clinical Dermatology. 10 th

Ed. Elsevier. Canada. 2000. P.260-261


4. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 8th Ed.
Wiley Blackwell. United Kingdom. 2007. P.30.17- 30.20
5. Gawkrodger D. Dermatology An Illustrated Colour Text. 3 rd Ed. Churchill Livingstone.
China. 2002. P.45
6. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 1993. P.48-49
7. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Thieme Clinical Companions Dermatology. Thieme. New
York. 2006. P.82
8. Cohen DE, Jacob SE. Chapter 13 Allergic Contact Dermatitis. Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th Ed. McGraw Hill Medical.
United State of America. 2008. P.136-140

You might also like