You are on page 1of 14

PRESENTASI KASUS

EKTIMA

Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp. KK.

Disusunoleh :
Stella Gracia Octarica

G4A0140127

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SODIRMAN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2016

LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
EKTIMA DAN TINEA PEDIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


DiBagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Margono Soekarjo
Purwokerto

Telah disetujui dan dipersentasikan


Pada tanggal Oktober 2016

Disusunoleh :
Stella Gracia Octarica

G4A0140127

Purwokerto, Oktober 2016


Mengetahui,

Pembimbing

dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp. KK.

I. PENDAHULUAN
A. Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Agama
Status
Alamat
Tanggal Periksa

: Nn. R
: Perempuan
: 18 tahun
: Islam
: Belum Menikah
: Purwanegara RT 2/RW7
: 3 Oktober 2016

B. Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Oktober 2016 pagi hari.
Keluhan Utama:
Timbul lenting-lenting berisi dibagian tangan kiri dan kanan, dan kaki
kiri dan kanan.
Keluhan Tambahan:
Pasien juga mengeluhkan rasa gatal dan perih pada bagian lesi. Luka
yang timbul akibat garukan dirasa nyeri apabila di tekan. Pasien juga merasa
demam apabila lesi membesar dan kemudian pecah.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Puskesmas Baturaden 1 dengan keluhan muncul
lenting-lenting berisi nanah pada bagian kedua kaki dan tangan. Keluhan
dirasakan sudah selama 1 minggu dan terus bertambah banyak. Lentinglenting muncul disertai gatal yang dirasakan sepanjang hari. Pasien sering
menggaruk-garuk bagian yang gatal sehingga menimbulkan luka pada area
tersebut setelah lenting itu pecah dan mengeluarkan cairan nanah. Selain gatal,
pasien juga merasa luka-luka yang timbul nyeri apabila di tekan dan merasa
demam apabila lenting-lenting pada tubuhnya membesar.
Awalnya lenting-lenting muncul pada bagian kaki kiri, pasien sering
mengaruk area tersebut dan lenting pecah, kemudian lesi mulai menyebar di
kaki kiri dan kaki kanan, dan akhirnya muncul beberapa lenting di tangan
kanan dan kiri terutama di area lengan bawah hingga punggung telapak
tangan. Luka bekas garukan tampak berwarna merah kekuningan dan
memiliki dasar yang cukup dalam.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien sebelumnya belum pernah menderita keluhan serupa. Sebelum
muncul lenting-lenting pasien mengeluh badan meriang. Pasien mengaku
memiliki alergi terhadap makanan seperti telur dan ikan.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien merupakan bekerja di warung sembako milik tetangganya. Pasien
mandi dengan air sumur, dan tidur di kasur kapuk.
C. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2016
D. Status Generalis
Keadaan umum
: Baik dan tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
:
Tekanan Darah: Nadi
: 72 x/menit
Suhu
: 36,8oC
Rr
: 20 x/menit
Berat Badan

: 43 kg

Tinggi Badan

: 149 cm

Kepala

: Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata.

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung

: Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga

: Bentuk daun telinga normal, sekret (-)

Mulut

: Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)

Tenggorokan

: T1 T1 tenang , tidak hiperemis

Thorax

: Simetris, retraksi (-)

Jantung
Paru

: BJ I II reguler, murmur (-), Gallop (-)


: SD vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-)

Abdomen

: Supel, datar, BU (+) normal

KGB

: Tidak teraba pembesaran.

Ekstremitas

: Akral hangat, edema (-), sianosis (-)

E. Status Dermatologikus:
1.
Lokasi
Regio pedis, palmar, dan flexor antebrachii
2.
Efloresensi
Pustule dengan dasar eritematosa disertai dengan beberapa krusta
berwarna kuning tersebar diskret di regio carpal, metacarpal, dan pedis
dekstra et sinistra.
Gambar 1. Lesi pada tangan dan kaki.

F.

Pemeriksaan
Penunjang
Pada pasien
ini

tidak

dilakukan pemeriksaan penunjang.


G. Resume
Seroang pasien, Nn. R, usia 18 tahun datang ke Puskesmas Baturaden 1
dengan keluhan muncul lenting-lenting berisi nanah pada bagian kedua kaki
dan tangan. Keluhan dirasakan sudah selama 1 minggu dan terus bertambah
banyak. Lenting-lenting pertama muncul pada bagian kaki kiri, kemudian lesi
mulai menyebar di kaki kiri dan kaki kanan, dan akhirnya di tangan kanan
dan. Lenting-lenting disertai gatal yang dirasakan sepanjang hari. Pasien
sering menggaruk-garuk bagian yang gatal sehingga menimbulkan luka pada
area tersebut setelah lenting itu pecah dan mengeluarkan cairan nanah. Selain
gatal, pasien juga merasa luka-luka yang timbul nyeri apabila di tekan dan
merasa demam apabila lenting-lenting pada tubuhnya membesar. Luka bekas
garukan tampak berwarna merah kekuningan dan memiliki dasar yang cukup
dalam.
Dari hasil pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien baik dan kompos
mentis. Penilaian UKK pada lesi didapatkan pustule dengan dasar eritematosa

disertai dengan beberapa krusta berwarna kuning tersebar diskret di regio


carpal, metacarpal, dan pedis dekstra et sinistra.
.
H. Diagnosis Kerja
Ektima
I. Diagnosis Banding
1. Impetigo Krustosa
2. Folikulitis
J. Pemeriksaan Anjuran
1. Pemeriksaan Gram
2. Biakan Agar Sabaroud
K. Penatalaksanaan
1. Edukasi
a. Memberikan informasi mengenai penyakit pasien.
b. Memberikan edukasi kepada pasien untuk menggunakan obat secara
teratur dan tetap kontrol.
c. Memberikan edukasi kepada pasien untuk tidak menggaruk daerah yang
gatal dan luka.
d. Memberi informasi untuk selalu menjaga kebersihan pasien dan
lingkungan
2. Nonmedikamentosa
a. Mengompres bagian luka untuk melunakkan krusta dan memebersihkan
debris sebelum memberikan salep
3. Medikamentosa
a. Sistemik:
1) CTM tab 4 mg 3x1
b. Topikal:
2) Kloramfenikol salep 2x1 ue
L. Prognosis
1.
Quo ad vitam
2.
Quo ad functionam
3.
Quo ad kosmeticum
4.
Quo ad sanationam

: Bonam
: Bonam
: dubia ad malam
: dubia ad bonam

II. TINJAUAN PUSTAKA


EKTIMA
A. Definisi
Ektima adalah pioderma yang menyerang epidermis dan dermis,
membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis (Siregar, 2005).
B. Etiologi dan Faktor Presdiposisi
Penyebabnya

yang

utama

ialah

Streptococcus

hemolyticus,

Staphylococcus sp. atau keduanya. sedangkan Staphylococcus epidermidis


merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyebabkan infeksi.
Faktor Presdiposisi
1. Higiene yang kurang
2. Menurunnya daya tahan. Misalnya kekurangan gizi, anemia, penyakit
kronik, neoplasma ganas, diabetes melitus
3. Daerah tropis dan musim atau iklim yang panas dan lembab
4. Telah ada penyakit lain di kulit. Karena terjadi kerusakan di epidermis,
maka

fungsi

kulit

sebagai

pelindung

akan

terganggu

sehingga

memudahkan terjadinya infeksi (Djuanda, 2010; Siregar, 2005).


C. Epidemiologi

Delapan puluh satu persen, anak menderita infeksi kulit. Tidak terdapat
perbedaan jenis kelamin. Terdapat tendensi lebih sering terjadi pada anak usia
2-5 tahun dibandingkan anak yang lebih tua (Siregar, 2005).
D. Patogenesis
Protein berkontribusi terhadap kemampuan Streptococcus sp untuk
menghalangi fagositosis streptococcus oleh sel leukosit polimorfonuklear
(PMN). Sebaliknya, antibody spesifik terhadap protein M meningkatkan
fagositosis. Infeksi dengan tipe M, membuat resistensi terhadap antibody
terhadap grup A streptococcus. Boyle menunjukan bahwa protease dari grup
ini memecah protein M bagian terminal yang membuat organisme ini lebih
mudah difagositosis oleh serum normal, tetapi resisten terhadap terhadap
fagositosis terhadap antibodi (Stevens, 2001).
Pirogen eksotoksin menginduksi demam pada manusia dan hewan serta
berpartisipasi pada syok dengan menurunkan ambang batas terhadap eksogen
endotoksin. Organisme ini menginduksi sel mononuklear untuk mensintesis
tumor nekrosis (TNF ), tetapi juga interlukin-1 (IL-1 ) dan interlukin 6
(IL-6) (Stevens, 2001).
E. Diagnosis
Pasien datang umumnya dengan keluhan gatal. Lesi awal berupa vesikel
atau vesikopustula di atas kulit eritematosa, membesar, dan pecah, terbentuk
krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Jika krusta dilepas
terdapat ulkus dangkal. Ukuran lesi dapat 0.5-3 cm. Jika keadaan umum baik
akan sembuh sendiri dalam waktu 3 minggu, meninggalkan jaringan parut
yang tidak berarti. Jika keadaan umum buruk dapat menjadi ganggren
(Siregar, 2005).
Pada pemeriksaan kulit didapatkan efloresensi berupa macula eritematosa
lenticular hingga nummular, vesikel, dan pustule miliar hingga nummular,
difus, simetris serta krusta yang sukar lepas yang terletak pada daerah
ektremitas inferior, dorsal pedis, dan malleolus. Pada pemeriksaan fisik juga
didapatkan

limfadenopati.

Pada

gambaran

histopatologi

didapatkan

peradangan dalam yang diinfeksi kokus, dengan infiltrasi PMN dan


pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea. Pada dermis, ujung
pembuluh darah melebar dan terdapat serbukan PMN. Pemeriksaan lain yang
dapat dilakukan adalah pewarnaan gram atau kultur dari lesi yang menunjukan
gram positif cocus dengan atau tanpa Staphylococcus aureus. Selain itu juga
dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa anti DNase (Sularisto,
1986).
F. Diagnosis Banding
1. Ektima Gangrenosum
2. Impetigo krustosa
3. Folikulitis
4. Insect bite
G. Penatalaksanaan
Pengobatan ektima tergantung dari progresi lesi. Hygiene sangatlah
penting. Menjaga kebersihan seperti dengan menggunakan sabun bakterisidal,
rajin mengganti sprei, handuk, dan pakaian.
1. Sistemik
a. Penisilin G prokain dan semisintetiknya
Penisilin G proalin dapat diberikan dengan dosis 1.2 juta per hari
secara intramuscular. Ampisilin dapat juga diberikan dengan dosis 4 x
500 mg diberikan satu jam sebelum makan. Amoksisilin dapat
diberikan dengan dosis yang sama dengan ampisilin, namun setelah
makan. Golongan obat penisilin resisten-penisilinase. Yang termasuk
obat ini adalah fluklosasilin, dikloksasilin.
b. Klindamisin
Dosis klindamisin 4 x 150 mg sehari. Obat ini mempunyai keefektifan
yang sama dengan golongan penisilin.
c. Eritromisin
Dosis yang digunakan adalah 4 x 500 mg sehari. Efektivitasnya kurang
dibandingkan golongan lain.

d. Sefalosporin
Pada pioderma yang tidak respon dengan pengobatan di atas dapat
digunakan golongan ini. Contohnya adalah sefadroksil 2 x 500 mg.
2. Topikal
Obat topical antimikroba seperti neomisin. Kloramphenicol dan
teramisin dinyatakan kurang efektif. Mupironin dan asam fusidic
dinyatakan mampu menmberikan efek yang baik terhadap ektima. Selain
dapat dilakukan kompres terbuka contohnya adalah larutan rivanol,
permanganas kalikus, dan yodium povidon 7.5% dilarutkan 10 kali
(Djuanda, 2010).
Terapi lain yang dapat digunakan untuk mengembalikan barrier kutan
pada pasien dengan penyakit dasar dermatitis atopic atau xerosis adalah
dengan memberikan pelembab dan kortikosteroid (Brannon, 2014).
H. Komplikasi
Ektima jarang menimbulkan gejala sistemik. Komplikasi diantaranya
adalah selulitis, erisipelas, ganggren, limfangitis, limfadenitis supuratif dan
dapat menyebabkan glomerulonephritis. Streptococcal toxic shock syndrome
juga sudah pernah dilaporkan. Beberapa jenis S. aureus dapat menyebabkan
Staphylococcal scalded skin syndrome (Siregar, 2005).
I. Pencegahan
Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan makanan. Selain itu
gunakan obat antiseraggan untuk mencegah gigitan (Djuanda, 2010).
J. Prognosis
Ektima sembuh secara perlahan (2- 23 hari dengan rata-arata 9.6 hari),
tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut (skar).

10

III. PEMBAHASAN
Diagnosis ektima didapat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik status
dermatologis sebagai berikut :
Anamnesis :
1. Keluhan utama timbul lenting-lenting
2. Onset 1 minggu yang lalu diawali dari bagian kaki kemudian tangan.
3. Keluhan disertai rasa perih, adanya benjolan bernanah serta luka yang tak
kunjung sembuh.
St. Dermatologis:
1.

Pustule dengan dasar eritematosa disertai dengan beberapa krusta


berwarna kuning tersebar diskret di regio carpal, metacarpal, dan pedis
dekstra et sinistra.
Anamnesis dan efloresensi berdasarkan teori dari penyakit pioderma,

khususnya ektima, yaitu bahwa:


1. Keluhan umumnya adalah gatal. Disertai adanya vesikopustula diatas kulit
yang eritem, yang lama-lama membesar dan pecah membentuk krusta
tebal kering dan sukar dilepas dari dasarnya, jika krusta diangkat terdapat
ulkus yang dangkal.
2. Tempat predileksi pada tungkai bawah.
3. Kebersihan yang kurang, hygiene yang buruk dapat mempermudah
timbulnya penyakit ini.
11

Penatalaksanaan pada pasien dini diberikan pengobatan oral berupa CTM


serta topikal berupa salep kloramfenikol 2% .
Penatalaksanaan untuk kasus ini sesuai teori, yaitu adalah pemberian salep
antibiotik apabila lesi sedikit. Pemberian antibiotik oral diindikasikan jika terdapat
lesi yang meluas. Pada pasien ini lesi masih sedikit sehingga diberi pengobatan
topikal. CTM merupakan antihistamin golongan pertama. Pemberian pada pasien
ini dikarenakan adanya keluhan gatal, dan pasien membutuhkan istirahat yang
cukup. Pemberian antibiotik topikal diindikasikan untuk lesi kulit primer atau
sekunder pada infeksi oleh karena Streptococcus dan atau Staphylococcus.
Prognosis pasien ini umumnya adalah dubia. Pada pasien ini dikarenakan
sudah terdapat pustule yang pecah dengan erosi dan ekskoriasi menyebabkan
gangguan kosmetik (Djuanda, 2010)

12

IV. KESIMPULAN

1. Ektima disebabkan oleh bakteri Streptoccocus, Sp.


2. Predikelsi tersering adalah ekstremitas bawah, wajah, dan ketiak
3. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pewarnaan bakteri dengan
kerokan kulit
4. Pengobatan ektima dilakukan dengna pemberian antibiotik baik oral
maupun topikal sesuai dengan keparahan penyakit
5. Edukasi sangat penting dilakukan agar kebersihan terjaga dan kondisi
lembap dapat dihindari.
6. Prognosis ektima pada umumnya baik

13

DAFTAR PUSTAKA
Brannon, Heather. 2014. How topical Steroids work. Dermatology.
Djuanda, Adhi. 2010. Pioderma Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi
Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Siregar R.S. 2005. Ektima Dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi
Kedua. Jakarta: EGC
Stevens, Dennis. Streptococcus pyorogens (Group A hemolytic Streptococcus).
Veteran Affairs Medical Center. 2001
Unandar, B. Mikosis. In. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. 2007.Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai penerbitan FKUI.

14

You might also like