Professional Documents
Culture Documents
analis berasal dari ectoderm. Hindgut masuk ke bagian posterior kloaka (bakal
kanalis anorektalis) dan allantois masuk ke bagian anteriornya (bakal sinus
urogenital) (Sadler, 2012).
bagian kaudal foregut, midgut dan sebagian besar hindgut menjadi tergantung di
dinging abdomen oleh mesenterium dorsal, yang berjalan dari ujung bawah
esophagus hingga ke region kloaka hindgut (Sadler,2012).
B. Anatomi dan Fisiologi
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5
kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter
usus besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inch (sekitar 6,5
cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi
caecum, colon, dan rectum. Pada caecum terdapat katup illeocaecal dan appendix
yang melekat pada ujung caecum. Caecum menempati sekitar dua atau tiga inci
pertama dari usus besar. Katup illeocaecal mengontrol aliran kimus dari illeum ke
caecum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens,
dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada
abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan
fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu
lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon
sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum terbentang dari kolon sigmoid sampai
dengan anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi
oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani
adalah 5,9 inci (Hansen & Koeppen, 2009).
dan
tunika
mukosa
akan
tetapi
usus
besar
mempunyai
gambarangambaran yang khas berupa, lapisan otot longitudinal usus besar tidak
sempurna tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli yang bersatu
pada sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga usus
tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra.
Pada taenia melekat kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak yang
disebut apendices epiploika. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan
kriptus lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak
daripada usus halus.
hemorroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi limfatisi
iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum
mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis (Snell, 2012)
Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter
eksternus yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf
vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari
daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars
torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis
preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang mengikuti aliran arteri
utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan submukosa
(meissner). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan
kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis
mempunyai efek yang berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah
aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh pleksus nervosus intramural
(Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya (Snell, 2012)
Jadi pasien dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya tetap
normal, sedangkan pasien dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi
usus yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi keabsenan pada sel ganglion
mienteric dan ganglion submokosal (pleksus aurbach dan Meissner) di traktus
gastrointertinal bagian distal. Megacolon kongenital merupakan neurocristopathy
karena adanya migrasi ke arah craniocaudal yang prematur dari sel neural vagal di
usus belakang untuk membentuk ssstem saraf enteric pada usia gestasi ke 5
hingga 12 minggu. Sebagai konsekuensinya, sel ganglion intramural di plexus
Meissner dan Auerbach menjadi tidak ada (Sadler, 2011).
C. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia
dan gejala klinis yang mulai terlihat (Izadi et al, 2009).
1. Periode Neonatal
Manifestasi penyakit Hirschsprung yang khas biasanya terjadi pada neonatus
cukup bulan. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran
mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis
yang signifikan. Pada lebih dari 90% bayi normal, mekonium pertama keluar
dalam usia 24 jam pertama, namun pada lebih dari 90% kasus penyakit
Hirschsprung mekonium keluar setelah 24 jam. Mekonium normal berwarna
hitam kehijauan, sedikit lengket dan dalam jumlah yang cukup. Swenson
(1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus sedangkan
Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu
48 jam setelah lahir. Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya
di sekitar umbilicus, punggung, dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah
terdapat komplikasi peritonitis. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman
komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat
menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu,
meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diare,
distensi abdomen, feses berbau busuk dan disertai demam.
2. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi
kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik
usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka
feses biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak
sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa
hari dan biasanya sulit untuk defekasi
D. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis penyakit Hirschsprung harus ditegakkan sedini mungkin.
Keterlambatan diagnosis dapat meyebabkan berbagai komplikasi yang merupakan
penyebab kematian tersering, seperti enterokolitis, perforasi usus, dan sepsis.
Pada tahun 1946, Ehrenpreis menekankan bahwa diagnosa penyakit Hirschsprung
dapat ditegakkan pada masa neonatal.
1. Anamnesis
a. Adanya keterlambatan pengeluaran mekonium yang pertama, biasanya
keluar >24 jam.
b. Adanya muntah berwarna hijau
c. Adanya obstipasi masa neonatus, jika terjadi pada anak yang lebih besar
maka obstipasi semakin sering, perut kembung, dan pertumbuhan
terhambat.
d. Enterokolitis pada neonatal
e. Pada anak yang lebih besar biasanya disertai dengan konstipasi yang berat,
muntah, distensi perut yang kronik dan gagal tumbuh (failure to thrive)
f. Adanya riwayat keluarga sebelumnya yang pernah menderita keluhan
serupa, misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal sebelum usia 2
minggu dengan riwayat tidak dapat defekasi (Wagner, 2015)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pada neonatus biasa ditemukan :
Inspeksi: cembung, darm steifung atau darm contour bisa muncul atau
tidak
Auskultasi: masih dapat ditemukan adanya bising usus
Palpasi: Distensi abdomen kadang disertai nyeri tekan abdomen
Perkusi : timpani hingga hipertimpani
b. Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses
akan menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan kemudian
tampak perut anak sudah kempes lagi (Lee, 2009).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada
penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai
gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk
membedakan usus halus dan usus besar.
Pemeriksaan yang
anorektal.
Dalam
prakteknya,
manometri
anorektal