Professional Documents
Culture Documents
KINETIKA REAKSI
Oleh:
TKS1-C
Kelompok 4
Aisyah Rani
(1307113021)
Mustapa Ardi
(1307112867)
Rusma Yanti
(1307122933)
BAB I
Landasan Teori
seberapa cepat atau lambat reaksi berlangsung. Sebagai contoh seberapa cepat
reaksi pemusnahan ozon di atmosfer bumi, seberapa cepat reaksi suatu enzim
dalam tubuh berlangsung dan sebagainya (Atkinson, 1989). Bila terdapat reaksi
sebagai berikut:
Aa + bB
cC + dD
1 d [ A ] 1 d [ B ]
=
(1.1)
a dt
b dt
atau didefinisikan sebagai penambahan jumlah produk tiap satuan waktu dan
dirumuskan sebagai:
V=
1 d [C] 1 d [ D]
=
(1.2)
c dt
d dt
tanda minus (-) digunakan pada reaktan disebabkan jumlah reaktan setelah t detik
akan lebih kecil dibandingan dengan jumlah reaktan pada t 0 (waktu awal)
sehingga untuk mendapatkan hasil v yang bernilai positif maka harus
ditambahkan tanda minus. Nilai v yang dicarai dari keempat cara diatas yaitu
dengan memakai [A], [B], [C], dan [D] akan memiliki nilai yang sama (Morie,
2009).
Untuk mengukur laju reaksi , kita hanya perlu memonitor konsentrasi
salah satu reaktan atau produk sebagai fungsi dari waktu . sejauh ini, kesulitan
dalam mendefinisikan tentang laju reaksi terletak pada stochiometry reaksi .
Stoikiometri hanya mengacu pada jumlah mol masing-masing reaktan dan produk
yang muncul dalam persamaan reaksi . Misalnya , persamaan reaksi untuk proses
Haber terkenal, digunakan dalam industri untuk memproduksi ammonia (Smith,
1980) adalah :
N2 + 3H2
2NH3
mol dm-3s1. Untuk reaksi di atas , biasanya diberikan simbol , karena itu (Smith,
1980):
V=
d [ N ] 2 13 d [ H ]2 12 d [ NH 3 ]
=
=
( 1.3)
dt
dt
dt
Perhatikan bahwa tanda negatif muncul ketika kita mendefinisikan
tingkat orde menggunakan konsentrasi salah satu reaktan. Hal ini karena laju
perubahan dari reaktan negatif (karena sedang digunakan dalam reaksi), tetapi
kebutuhan laju reaksi menjadi kuantitas positif (Smith, 1980).
Hukum laju adalah ekspresi yang berhubungan dengan laju reaksi
dengan konsentrasi bahan kimia spesies yang ada, termasuk reaktan, produk, dan
katalis. Banyak reaksi mengikuti hukum laju sederhana, yang mengambil bentuk
angka ini sebanding dengan konsentrasi masing-masing reaktan dengan kenaikan
beberapa pangkat. Konstanta proporsionalitas disebut konstanta laju (Savajano,
2011). Kekuatan konsentrasi menentukan urutan reaksi terhadap reaktan itu.
Jumlah kekuatan ini disebut urutan keseluruhan. Bahkan reaksi yang melibatkan
beberapa langkah dasar sering mematuhi hukum laju semacam ini, meskipun
dalam kasus ini perintah akan belum tentu mencerminkan stoikiometri dari
persamaan reaksi (Kassel,1996). Sebagai contoh, H2 + I2 2HI = k [H2][I2].
Reaksi lain mengikuti hukum laju yang kompleks. Ini sering memiliki
jauh lebih rumit ketergantungan pada spesies kimia ini, dan mungkin juga
mengandung lebih dari satu tingkat yang konstan. Hukum laju kompleks selalu
menyiratkan mekanisme reaksi multi-langkah.
[ H 2][Br 2]1 /2
(1.4)
k ' [ HBr ]
1+
[ Br 2 ]
A B = k [A]
Bimolecular reaction
A + B P = k [A][B]
A + A P = k [A][A] = k [A]2
1.2
V =k [ A ] [B ] (1.5)
Dimana k adalah konstanta laju reaksi, a disebut orde reaksi terhadap A
dan b disebut orde reaksi terhadap B. Penjumlahan a+b menghasilkan orde reaksi
total. Persamaan laju reaksi tidak dapat ditentukan secara teoritis akan tetapi bisa
ditentukan melalui percobaan kimia/eksperimental (Morie, 2009). Ada kalanya
reaksi hanya dipengaruhi oleh satu reaktan atupun semua reaktan, dan nilai orde
reaksi bisa sama dengan koefisien reaksi maupun tidak. Berdasarkan orde reaksi
totalnya maka reaksi dibedakan atas reaksi orde 1, orde 2, orde 3 dan sebagainya.
Ada kalanya reaksi berorde nol yang artinya reaksi tidak dipengaruhi oleh reaktan
yang terlibat dalam reaksi, dan biasanya terjadi pada reaksi dekomposisi/
penguraian.
Bila terdapat reaktan yang berbentuk padatan maka reaktan ini tidak
dimasukkan dalam persamaan reaksi disebabkan reaksi yang terjadi pada padatan
hanya terjadi pada permukaan padatan sehingga konsentrasinya dianggap konstan.
(Morie, 2009)
1.3
Orde Reaksi
Orde suatu reaksi ialah jumlah semua eksponen (dari konsentrasi dalam
V =k [ A ] (1.6)
maka reaksi itu dikatakan sebagai reaksi orde pertama. Penguraian N2O5
merupakan suatu contoh reaksi orde pertama. Jika laju reaksi itu berbanding lurus
dengan pangkat dua suatu pereaksi,
V =k [ A ]2 (1.7)
atau berbanding lurus dengan pangkat satu konsentrasi dari dua pereaksi,
V =k [ A ][ B ] (1.8)
Maka reaksi itu disebut reaksi orde kedua. Dapat juga disebut orde
terhadap masing-masing pereaksi. Misalnya dalam persamaan terakhir itu adalah
orde pertama dalam A dan orde dalam B, atau orde kedua secara keseluruhan.
Suatu reaksi dapat berorde ketiga atau mungkin lebih tinggi lagi, tetapi hal-hal
semacam itu sangat jarang. Dalam reaksi yang rumit, laju itu mungkin berorde
pecahan, misalnya orde pertama dalam A dan orde 0.5 dalam B atau berorde 1.5
secara keseluruhan (Siregar, 2008). Suatu reaksi dapat tidak tergantung pada
konsentrasi suatu pereaksi. Perhatikan reaksi umum, yang ternyata berorde
pertama dalam A. Jika kenaikan konsentrasi B tidak menaikkan laju reaksi, maka
reaksi itu disebut orde nol terhadap B. Ini bisa diungkapkan sebagai :
0
V =k [ A ][ B ] (1.9)
Orde suatu reaksi tidak dapat diperoleh dari koefisien pereaksi dalam persamaan
berimbangnya. Dalam penguraian N2O5 dan NO2, koefisien untuk pereaksi dalam
masing-masing persamaan berimbang adalah 2 tetapi reaksi pertama bersifat orde
pertama dalam N2O5 dan yang kedua berorde kedua dalam NO2.
Suatu pereaksi dapat tidak muncul dalam persamaan laju suatu reaksi.
Orde suatu reaksi diberikan hanya atas dasar penetapan eksperimental dan sekedar
memberi informasi mengenai cara laju itu bergantung pada konsentrasi pereaksipereaksi tertentu. Ramalan teoritis mengenai orde-orde dari reaksi-reaksi yang
kurang dikenal jarang berhasil. Misalnya mengetahui bahwa reaksi antara H 2 dan
I2 adalah orde kedua mungkin orang akan meramal bahwa reaksi antara H2 dan Br2
juga akan berorde-kedua. Ternyata tidak, malahan reaksi ini mempunyai
persamaan laju yang lebih rumit (Siregar, 2008). Cara menentukan laju reaksi
adalah sebagai berikut (Siregar, 2008):
1. Jika tahap reaksi dapat diamati, orde adalah koefisien pada tahap reaksi yang
berjalan lambat. Contoh : reaksi 4HBr + O2 -> 2H2O + 2Br2
Berlangsung dalam tahapan sebagai berikut :
2. Jika tahap reaksi tidak bisa diamati, orde reaksi ditentukan melalu eksperimen,
konsentrasi salah satu zat tetap dan kosentrasi zat lain berubah. Penentuan laju
reaksi kimia dapat menggunakan persamaan (1.5). Hukum laju untuk reaksi
berhubungan dengan laju reaksi dengan konsentrasi molar reaktan.
1.4
Persamaan Arrhenius
Pada tahun 1889, Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan emperik yang
Ea
RT
(1.10)
1. Konsentrasi
Paling sedikit ada satu reaktan dalam suatu reaksi. Untuk terbentuknya suatu
produk akibat reaksi katalisis atau autokatalisis. Jika konsentrasi suatu larutan
makin besar, larutan akan mengandung jumlah partikel semakin banyak sehingga
partikel-partikel tersebut akan tersusun lebih rapat dibandingkan larutan yang
konsentrasinya lebih rendah. Susunan partikel yang lebih rapat memungkinkan
terjadinya tumbukan semakin banyak dan kemungkinan terjadi reaksi lebih besar.
Semakin besar konsentrasi zat, semakin cepat laju reaksinya.
2. Kondisi Fisika
Suhu dan tekanan mempengaruhi laju reaksi. Kedua-duanya biasanya dijaga
konstan. Reaksi yang melibatkan gas, kecepatan reaksinya berbanding lurus
dengan kenaikan tekanan dimana faktor tekanan ini ekuivalen dengan konsentrasi
gas. Molekul-molekul harus bertumbukan dengan energi yang cukup agar
bereaksi. Semakin tinggi temperatur, akan lebih banyak tumbukan yang terjadi per
satuan waktu karena meningkatkan energi tumbukan: laju-energi tumbukantemperatur.
Sifat pereaksi dan ukuran pereaksi menentukan laju reaksi. Semakin relatif
dari sifat pereaksi laju reaksi akan semakin bertambah atau reaksi berlangsung
semakin cepat. Semakin luas permukaan zat pereaksi laju reaksi akan semakin
bertambah, hal ini dijelaskan dengan semakin luas permukaan zat yang bereaksi
maka daerah interaksi zat pereaksi semakin luas juga. Permukaan zat pereaksi
dapat diperluas dengan memperkecil ukuran pereaksi. Jadi untuk meningkatkan
laju reaksi, pada zat pereaksi dalam bentuk serbuk lebih baik bila dibandingkan
dalam bentuk bongkahan. Sifat dasar pereaksi, zat-zat berbeda secara nyata dalam
lajunya mereka mengalami perubahan kimia. Molekul hidrogen dan flour bereaksi
BAB II
Metodologi Percobaan
2.1 Alat-alat yang digunakan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2. Tempatkan gelas ukur di atas sehelai kertas putih tepat di atas tanda silang
hitam yang dibuat pada kertas putih tersebut, sehingga ketika dilihat dari atas
melalui larutan tiosulfat, tanda silang tadi terlihat jelas
3. Tambahan 2 ml HCL 1M dan tepat ketika penambahan dilakukan, nyalakan
stopwatch. Larutan diaduk agar pencampuran jadi merata, pengamatan dari
atas tetap dilakukan.
Mata
Gelas Ukur
Larutan
Tanda silang
Gambar 2.1 Posisi mata melihat larutan
4. Catat waktu yang diperlukan sampai tanda silang hitam tidak dapat diamati
Volume
-2
S2O3
Volume
air
(ml)
50
40
30
20
10
5
Volume
HCl
(ml)
5
10
20
30
40
45
(ml)
2
2
2
2
2
2
B.
Prosedur
o
1
Pengamatan
Pembuatan
larutan
5,04
gr
padatan air.
Na2S2O3.
Terjadi
perubahan
warna
Prosedur
menjadi bening.
pengaruh
Tiosulfat
Prosedur
terhadap laju reaksi
pengaruh
diencerkan
BAB III
Hasil dan Diskusi
3.1 Hasil Percobaan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, didapatkan hasil dari dua prosedur
yang variabelnya berbeda. Prosedur pertama menyertakan variabel konsentrasi
tiosulfat di dalam enam sistem yang divariasikan konsentrasinya. Berikut kurva
hasil prosedur pertama.
300
250
200
Waktu 150
100
50
0
0.25 M
0.2 M
0.15 M
0.1
0.05 M
0.025 M
Molaritas Tiosianat
Waktu 40
30
20
10
0
35
40
45
50
65
Temperatur (oC)
3.2 Diskusi
Berdasarkan hasil yang telah disajikan pada gambar 3.1, dapat dinyatakan
bahwa untuk prosedur pengaruh variabel konsentrasi hasilnya telah sesuai dengan
referensi yang ada, dimana variabel konsentrasi dengan berbagai varian di dalam
sistem dapat mempengaruhi laju reaksi. Jika konsentrasi suatu larutan makin
besar, larutan akan mengandung jumlah partikel semakin banyak sehingga
partikel-partikel tersebut akan tersusun lebih rapat dibandingkan larutan yang
konsentrasinya lebih rendah. Susunan partikel yang lebih rapat memungkinkan
terjadinya tumbukan semakin banyak dan kemungkinan terjadi reaksi lebih besar.
Semakin besar konsentrasi zat, semakin cepat laju reaksinya (Ratna, 2009).
Sedangkan hasil untuk prosedur pengaruh variabel temperatur terhadap
laju reaksi juga telah sesuai dengan referensi yang ada. Berbagai varian
temperatur dapat mempengaruhi laju reaksi, hal ini dikarenakan pemanasan dapat
meyebabkan pergerakkan partikel di dalam larutan menjadi lebih aktif, sehingga
akan terjadi tumbukan antara sesama partikel dan laju reaksi dapat berlangsung
lebih cepat (Ratna, 2009).
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
4.1
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa:
Konsentrasi suatu zat berpengaruh terhadap kelangsungan laju reaksi,
4.2 Saran
Disarankan untuk pembuatan larutan tiosulfat agar dilakukan dengan cepat,
dikarenakan tiosulfat bersifat higroskopis dan akan mempengaruhi massa
tiosulfat.
BAB V
Daftar Pustaka
BAB VI
Jawaban Pertanyaan
Wa
(det
1/wakt
u
(det-1)
23
0,043
0,2
27
0,037
0,15
33
0,030
0,1
88
0,011
0,05
176
0,005
0,025
253
0,0039
0.05
0.05
0.04
0.04
0.03
1/waktu 0.03
0.02
0.02
0.01
0.01
0
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
= k [Na2S2O3]4m.[HCl]4n
V5
k [Na2S2O3]5m.[HCl]5n
0.011 = k [0.1]4m.[1]4n
0.005
2.2
M
M
k [0.05]5m.[1]5n
= [2]m
= 2 log 2.2
= 1,14
stem
Si
uhu
S
uhu
30
0,0
0,0
0319
1/
waktu
detik )
77
62
Lo
(
-1
detik)
0325
31
aktu
K )
(
-1
K)
5
0
suhu
(
C)
1
1/
0,0
13
0,0
16
(1/
waktu)
-1,89
-1,80
0.3
3
4
5
4
5
31
8
5
0
32
0,0
37
031
33
51
0314
3
6
0,0
0,0
28
0296
0,0
-1,70
2
0,0
-1,67
27
0,0
-1,44
36
2. Laju reaksi dinyatakan sebagai 1/waktu. Buat kurva laju reaksi sebagai
fungsi suhu (C). Buat kurva log laju reaksi sebagai 1/suhu (K -1). Beri
komentar anda mengenai hal ini!
0
-0.2 0
-0.4
-0.6
-0.8
log 1/waktu
-1
-1.2
-1.4
-1.6
-1.8
-2
1/suhu
Kurva yang terbentuk antara log laju reaksi sebagai fungsi 1/suhu (K -1)
adalah berbentuk kurva lurus atau linier. Dari kurva diperoleh bahwa
peningkatan suhu akan memberikan pengaruh terhadap laju reaksi.
VII. Pertanyaan
1.
2.
b.
Jawab:
Umumnya, reaksi menjadi cepat bila suhu ditingkatkan. Seperti yang
didapatkan setelah percobaan, hubungan antara suhu dengan laju
reaksi berbanding lurus. Pada suhu yang tinggi memungkinkan
semakin banyak tumbukan efektif sehingga mempengaruhi laju
reaksinya.
Lampiran
Wa
(det
1/wakt
u
(det-1)
23
0,043
0,2
27
0,037
0,15
33
0,030
0,1
88
0,011
0,05
176
0,005
0,025
253
0,0039
stem
Si
uhu
S
uhu
C)
1
2
3
4
0
30
8
0325
0,0
0319
1/
waktu
77
62
Lo
g
(
detik-1)
detik)
0,0
31
3
W
aktu
K-1)
K)
1/
suhu
0,0
13
0,0
16
(1/
waktu)
-1,89
-1,80
3
4
5
4
5
31
8
5
0
0314
32
3
6
0,0
0,0
031
33
8
0,0
0296
51
37
28
0,0
2
0,0
27
0,0
36
-1,70
-1,67
-1,44