You are on page 1of 7

Bab I Pendahuluan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sebagai dampak prioritas pembangunan dari sektor ekonomi dan persaingan

pada era pasar global, perkembangan industri di Indonesia semakin meningkat pesat.
memiliki beragam sektor industri yang cenderung lebih banyak bergerak
Indonesia

pada pemenuhan
kebutuhan pokok masyarakat dibandingkan dengan sektor industri

lain, salah satunya adalah industri tekstil. Jawa Barat, khususnya Kota Bandung
merupakan kawasan sentra tekstil. Dari total 754 unit industri tekstil di Jawa Barat,
413 unit diantaranya terdapat di kota Bandung (Kementrian Perindustrian Republik
Indonesia, 2012).
Perkembangan sektor ini ternyata berdampak pada penurunan kualitas
lingkungan. Menurut data Badan Pusat Statistik (2010) sumber limbah cair yang
mengeluarkan limbah cair terbesar adalah industri tekstil, yaitu 93% dari total
pembuangan sektor industri pengolahan (manufacturing industry). Jika dibandingkan
dengan volume limbah yang berasal dari industri pengolahan di Jawa Barat, yaitu
sebesar 900.008 m3/tahun (BPS Propinsi Jawa Barat, 2010), maka dari data tersebut
diketahui bahwa volume limbah industri tekstil Jawa Barat adalah 837.007 m3/tahun.
Jika dibandingkan unit industri tekstil di Bandung dan seluruh unit di Jawa Barat,
maka volume limbah industri tekstil kota Bandung sebesar 458.467 m3/tahun
(Kementrian Perindustrian RI, 2012). Terlebih dengan peningkatan kegiatan ekspor
sebanyak 25%, industri tekstil berkontribusi menyumbang limbah cair sebesar 21%
dibanding sektor industri lain.
Air limbah yang dihasilkan oleh industri tekstil memerlukan penanganan lebih
lanjut. Namun, persoalan ini masih kurang mendapat perhatian dari pihak industri
berkaitan dengan masalah pengadaan sarana pengolah limbah yang dianggap
memberatkan. Meskipun pemerintah telah banyak mengeluarkan peraturan mengenai

Kajian Awal Perolehan Energi Listrik Dari Air Limbah Tekstil Secara SBMFC


Bab I Pendahuluan

penanganan limbah yang menjadi tanggung jawab industri untuk menjaga kelestarian
dan kesehatan
manusia (PP 19/1999 jo PP 85/1999).

Air limbah industri tekstil mengandung berbagai jenis polutan organik

maupun anorganik yang umumnya dideteksi melalui parameter BOD, COD, padatan

tersuspensi dan zat warna. Disamping itu, limbah cair ini dapat pula mengandung
logam berat yang bergantung pada zat warna yang digunakan (e-USU Repository,
2004). Pengolahan limbah cair industri tekstil dapat dilakukan secara kimia, fisika,
biologi ataupun gabungan dari ketiganya (Metcalf dan Eddy, 2002). Pengolahan

secara kimia dilakukan dengan koagulasi, flokulasi dan netralisasi. Pengolahan


limbah cair secara fisika dapat dilakukan dengan cara adsorpsi, filtrasi dan
sedimentasi (Migo et al., 1993). Proses gabungan secara kimia dan fisika seperti
pengolahan limbah cair secara kimia (koagulasi) yang diikuti pengendapan lumpur
atau dengan cara oksidasi menggunakan ozon. Pengolahan limbah cair secara biologi
adalah pemanfaatan aktivitas mikroorganisme menguraikan bahan-bahan organik
yang terkandung dalam air limbah (Benefield et al., 1980).
Dari ketiga cara pengolahan diatas masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Pengolahan limbah cair secara kimia akan menghasilkan lumpur dalam
jumlah yang besar, sehingga menimbulkan masalah baru untuk penanganan
lumpurnya. Oksidasi menggunakan ozon selain biaya tinggi juga tidak efektif untuk
mereduksi sulfur yang ada di dalam limbah. Proses pengolahan limbah cair secara
biologi adalah salah satu alternatif pengolahan yang sederhana dan ekonomis. Pada
proses ini tidak diperlukan bahan kimia seperti pada proses koagulasi sehingga biaya
operasinya relatif lebih rendah. Pengolahan limbah cair secara biologi ini dapat
dikategorikan pada pengolahan limbah secara anaerobik dan aerobik atau kombinasi
keduanya (Anonimous, 1982). Pengolahan limbah cair dengan metode stabilization
pond, aeration tank, dan activated carbon merupakan metode yang baik ditinjau dari
pengurangan kadar COD dan BOD yang signifikan, waktu pemrosesan, dan biaya
instalasi yang dikeluarkan (Artikel Binus University, 2012).

Kajian Awal Perolehan Energi Listrik Dari Air Limbah Tekstil Secara SBMFC


Bab I Pendahuluan

Dengan mempertimbangkan beban pencemaran yang tinggi terhadap limbah


industri tekstil, maka penerapan aplikasi Microbial Fuel Cell (selanjutnya disingkat
MFC) selain mengurangi kadar COD dan BOD, juga dapat menghasilkan listrik.

MFC mengonversi energi kimia menjadi energi listrik dengan bantuan reaksi katalitik

dari mikroorganisme (Allan dan Benneto, 1993). Faaij (2006) menyampaikan bahwa
terdapat berbagai teknologi konversi yang digunakan untuk membangkitkan energi

listrik, yaitu
pembakaran, gasification, dan fermentasi (gas metan). Namun teknologi
pembakaran dan gasification berdampak terhadap penipisan cadangan bahan
konversi

bakar fosil dan peningkatan jumlah CO2 di atmosfer, sedangkan konversi dari biogas
menjadi listrik memiliki efisiensi yang rendah, yaitu kurang dari 40% (Rittmann,
2008). Sementara itu, efisiensi konversi energi dengan aplikasi MFC dapat mencapai
hingga 60-80%.
Sebuah penelitian menggunakan aplikasi MFC terhadap air limbah domestik
menggunakan sistem anaerobik menggunakan dua chamber dan elektroda karbon,
menghasilkan tegangan listrik sebesar 8 mW/m2 dalam waktu sekitar 50 jam. Jika
menggunakan elektroda besi oksida maka tegangan naik, mencapai 30 mW/m2
(Logan et al., 2005). MFC dengan sistem anaerobik menggunakan kalium
permanganat (KMnO4) sebagai akseptor elektron, bertujuan untuk meningkatkan
perolehan energi listrik oleh konsorsium mikroba dengan pengukuran secara seri.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut telah terbukti adanya potensi
pemanfaatan limbah organik. Untuk mengetahui efisiensi pengolahan limbah tekstil
dengan aplikasi MFC, maka dilakukan pengukuran COD sebelum dan setelah
pengolahan limbah. Nilai COD pada air limbah setelah pengolahan dengan MFC
dapat berkurang hingga 80% (Logan et al., 2004). Oleh karena itu, penerapan MFC
pada limbah industri tekstil dapat dijadikan solusi alternatif sebagai pengolahan
limbah disamping itu dapat dijadikan sebagai sumber energi listrik alternatif
terbarukan (renewable).

Kajian Awal Perolehan Energi Listrik Dari Air Limbah Tekstil Secara SBMFC


Bab I Pendahuluan

1.2

Maksud dan Tujuan Penelitian


Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui potensi air limbah tekstil sebagai

media kultur mikroorganisme dalam menghasilkan energi listrik dan penurunan kadar

COD air limbah tekstil menggunakan metode pengolahan limbah secara Microbial

Fuel Cell (MFC) dengan mengunakan jembatan garam (Salt Bridge Microbial Fuel
Cell). Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui potensi energi listrik yang dihasilkan oleh konsorsium mikroba
yang secara alami terdapat dalam air limbah industri tekstil, dengan mengukur

voltase maupun kuat arus yang dihasilkan dari sistem SBMFC.

b. Mengetahui potensi listrik yang dihasilkan melalui variasi konsentrasi kalium


permanganat (KMnO4) sebagai akseptor elektron.
c. Mengetahui penurunan nilai Chemical Oxygen Demand (COD) setelah proses
SBMFC dilakukan.

1.3

Batasan Masalah
Penelitian ini menggunakan sistem SBMFC dengan memanfaatkan mikroba

yang terdapat secara alami dalam air limbah industri tekstil, tanpa perlakuan khusus
dengan melakukan variasi konsentrasi terhadap KMnO4. Melalui sistem ini,
diharapkan dapat menghasilkan energi listrik dan menurunkan parameter kadar
pencemar pada sampel air limbah industri tekstil yang digunakan, salah satunya
adalah Chemical Oxygen Demand (COD).
Limbah tekstil yang digunakan merupakan air limbah buangan suatu industri
tekstil di Kota Bandung. Limbah ini berasal dari bagian inlet pembuangan limbah
(bak equalisasi) industri tekstil tersebut.

1.4

Ruang Lingkup
Lingkup penelitian ini meliputi sebagai berikut:
a. Proses SBMFC dilakukan sebanyak 2 (dua) kali menggunakan 2 variasi
konsentrasi KMnO4 0,05 M dan 0,1 M .

Kajian Awal Perolehan Energi Listrik Dari Air Limbah Tekstil Secara SBMFC


Bab I Pendahuluan

b. Analisis penurunan Chemical Oxygen Demand (COD) dilakukan sebelum


dan setelah proses SBMFC.

c. Pengukuran beda potensial (V) dan kuat arus (A) dilakukan setiap 1

(satu) jam selama proses SBMFC berlangsung.

d. Pengukuran pH kalium permanganat (KMnO4) dilakukan setiap 1 jam

selama proses SBMFC berlangsung.

1.5 Tahap
Pelaksanaan Tugas Akhir

Pelaksanaan tugas akhir ini, meliputi tahap persiapan pengujian, penyiapan


sampel, pengujian parameter sebelum proses SBMFC, pelaksanaan proses SBMFC
yang dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, pengujian parameter selama proses dan setelah
proses SBMFC, analisis pengolahan data serta dokumentasi.
a. Tahap persiapan pengujian
1. Reaktor SBMFC
Reaktor terdiri dari dua pasang reaktor plastik masing-masing
bervolume 2 liter berfungsi sebagai ruang anoda dan katoda yang disusun
seri. Dengan dimensi tinggi 17 cm dan diameter dalam reaktor 13 cm
pada bagian bawah dan terus membesar hingga 16 cm di bagian atas
reaktor.
2. Elektroda
Elektroda yang digunakan adalah tembaga, dengan ukuran 10 12 cm
yang ditempatkan pada masing-masing ruang anoda dan katoda.
3. Substrat
Media yang digunakan sebagai substrat adalah air limbah industri
tekstil yang ditempatkan pada anoda dengan volume total 4 L untuk 1 kali
proses.
4. Mikroba
Konsorsium mikroba dalam air limbah digunakan untuk mendegradasi
komponen organik dalam air limbah.

Kajian Awal Perolehan Energi Listrik Dari Air Limbah Tekstil Secara SBMFC


Bab I Pendahuluan

5. Akseptor elektron

Variasi konsentrasi larutan kalium permanganat (KMnO4) 0,05 M dan


KMnO4 0,1 M digunakan sebagai akseptor elektron yang ditempatkan
pada katoda.

6. Mediator elektron

Zat warna yang terdapat pada air limbah berperan sebagai mediator

elektron yang membawa elektron dari mikroorganisme ke elektroda.

7. Media penukar kation

Jembatan garam digunakan sebagai media penukar kation sebagai


pembatas antara anoda dan katoda serta membantu melepaskan ion H+ dari
anoda ke katoda.
b. Tahap penyiapan sampel
1. Pengambilan sampel air limbah industri tekstil
2. Pengukuran pH awal sampel
3. Pengawetan sampel
c. Pengujian parameter awal (sebelum proses SBMFC)
1. Analisis COD (Chemical Oxygen Demand)
Analisis ini berdasarkan pertimbangan tingginya kandungan organik
dalam limbah industri tekstil yang dapat menurunkan jumlah oksigen
perairan (dissolved oxygen). Analisis COD lebih spesifik dan waktu
analisis lebih cepat dan efisien dibandingkan dengan BOD (Biological
Oxygen Demand). Namun, penurunan COD juga akan menunjukkan
penurunan BOD.
2. Pengukuran voltase dan kuat arus
3. Pengukuran pH KMnO4
d. Pengujian parameter selama proses SBMFC
1. Pengukuran voltase dan kuat arus
2. Pengukuran pH KMnO4

Kajian Awal Perolehan Energi Listrik Dari Air Limbah Tekstil Secara SBMFC


Bab I Pendahuluan

e. Pengujian parameter akhir (setelah proses SBMFC)

1. Analisis COD (Chemical Oxygen Demand)

2. Pengukuran voltase dan kuat arus


3. Pengukuran pH air limbah dan KMnO4

f. Tahap pengolahan data

1. Kajian dan analisis pembahasan terhadap hasil pengujian.


2.

Kesimpulan.

g. Tahap dokumentasi

1.6

Sistematika Penulisan
Penulisan laporan tugas akhir ini terdiri dari 5 bab dengan perincian sebagai

berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan latar belakang dari penelitian, maksud dan tujuan
penelitian, batasan masalah, ruang lingkup, tahap pelaksanaan tugas akhir, dan
sistematika dari penulisan laporan tugas akhir
BAB II STUDI PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dasar-dasar teori yang menunjang dalam penelitian
tugas akhir serta sumber-sumber yang digunakan dalam pembahasan hasil tugas
akhir.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan alat, bahan, serta metode-metode yang digunakan dalam
penelitian, termasuk metode pengumpulan data dan analisis pemecahannya.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan analisis dan pembahasan mengenai hasil penelitian yang
diperoleh dengan melakukan kajian analisis hasil yang merujuk pada studi pustaka.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi simpulan dan saran.

Kajian Awal Perolehan Energi Listrik Dari Air Limbah Tekstil Secara SBMFC

You might also like