You are on page 1of 36

MAKALAH SEMINAR

Analytical Methods Determination of synthetic food colorants


in fish products by an HPLC-DAD method
Menentukan Pewarna Makanan Sintetis dalam Produk Ikan
dengan Metode HPLC-DAD

Disusun Oleh:
Nama

: GENESIS TRIA

NPM

: A1F013063

Dosen Pengampu : I Nyoman Candra, M.Sc

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Warna yang ditambahkan pada makanan yaitu untuk meningkatkan


daya tarik visual pada ratusan tahun tahun yang lalu. Pada abad ke-19
dalam industri makanan berkembang

berbagai pewarna sintesis yang

digunakan, namun masalahnya selama toksisitas dan zat aditif ini yang
menyebabkan pengembangan legislasi yang mengatur jenis dan jumlah
pewarna sintetis dalam produk makanan yang berbeda. Sebagai hasil dari
upaya ini, saat ini

di Uni Eropa (UE) mengatur peraturan per undang-

undangan tentang
makanan

(Directive

pengendalian penggunaan warna aditif dalam


EC,

Peraturan

EC).

Masih

tingkat

yang

direkomendasikan dari pewarna ini untuk tidak didefinisikan dengan baik


dan bukti baru dari in vitro dan in vivo telah disajikan mengenai kedua
karsinogenisitas dan genotoxicity untuk beberapa zat ini (EFSA Journal).
Selain itu, teknik dan petunjuk yang digunakan untuk penentuan pewarna
tersebut dalam matriks makanan yang kompleks tidak cukup kuat, dan
perlu perbaikan yang lebih lanjut. Penentuan yang akurat dari pewarna
sintetis dalam matriks makanan yang berbeda adalah sangat penting
untuk memastikan keselamatan dan ketetapan pada aturan.
Banyak teknik analisis yang telah dikembangkan untuk identifikasi dan
kuantifikasi berbagai pewarna sintetis makanan, seperti spektrofotometri,
kromatografi

lapis

tipis

(TLC),

voltametri

serap,

dan

diferensial

kromatografi pulsa. Namun, semua hadir dengan kelemahan utama


karena mereka memerlukan dan

memakan waktu yang lama

dan

perawatan yang luas dan tidak dapat diterapkan untuk campuran


pewarna kompleks. Untuk mengatasi keterbatasan ini, penggunaan
elektroforesis kapiler (CE) dan kromatografi ion (IC) teknik ini telah
diusulkan sebagai alternatif. Namun, volume injeksi kecil digunakan dalam
teknik-teknik dan latar belakang yang tak teratur, hasil sensitivitas
masalah membatasi kekokohan metode ini. Kromatografi cair kinerja
tinggi (HPLC) (Komite Nordic Analisis Makanan (NMKL), dan pasangan ion
kromatografi cair ditambah dengan UV atau detektor diode-array (DAD)

saat ini merupakan teknik analisis yang paling disukai karena mereka
memberikan ketahanan yang sangat baik dikombinasikan dengan resolusi
yang tak tertandingi, sensitivitas dan selektivitas. Metode ini, meskipun
sangat cocok untuk penentuan pewarna yang berbeda dalam pelarut yang
larut dalam air (misalnya minuman ringan atau selai), bila diterapkan
matriks makanan kompleks protein tinggi atau kadar lemak tinggi, seperti
daging atau produk ikan mengakibatkan berbagai masalah termasuk
dalam pemulihan rendah yang tidak sesuai. Perilaku ini dapat dikaitkan
dengan interaksi analit dengan komponen makanan (yaitu pengikatan
pewarna yang dikajii untuk kandungan protein) serta karena komponen
makanan dengan gangguan analisis kimia itu sendiri (Komite Nordic
Analisis Makanan (NMKL),

metode yang dapat diandalkan untuk

kuantifikasi terhadap pewarna sintesis yang latut dalam air pada


kandungan makanan yang kompleks saat ini tidak tersedia.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan

dan

mengoptimalkan petunjuk percobaan yang efisien berdasarkan pada fase


terbalik teknik kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) untuk menentukan
simultan tujuh pewarna sintetis yang larut dalam air (E 110, E 122, E 123,
E 124, E 127 , E 128 dan E 129), dalam kandungan makanan protein tinggi
atau kadar lemak yang tinggi. Prosedur percobaan yang berbeda diuji dan
dievaluasi terhadap efisiensi dan konsistensi isolasi dan tahap pemisahan
krustasea (binatang laut yang berkulit keras), produk imitasi kepiting (mis
surimi) dan kandungan telur ikan. Semua pewarna diteliti dan diizinkan di
pasar Uni Eropa, yang secara efisien dipisahkan menggunakan elusi
gradien yang dioptimalkan dalam menjalankan satu dalam waktu kurang
dari 19 menit. Metode analisis yang didasarkan pada petunjuk ini
dikembangkan sepenuhnya dan divalidasi dalam mkandungan crustacea
(binatang laut berkulit keras) dan berhasil diterapkan untuk sampel nyata
yang diperoleh dari pasar.
1.2

BATASAN MASALAH
Produk ikan yang dianalisis adalah krustasea , kepiting dan ikan

roe.

Metode

ekstraksi

yang

digunakan

adalah

typical

protocol,

alternative protocol dan new protocol.


Analisis yang digunakan adaalah analisis recovery, repeatibility,
reproducibility, critical value dan mdv.
Pewarna sintesis yang digunakan yaitu E 110 (sunset yellow),
E122 (Azorubine), E123 (Amaranth), E 124 (Ponceau 4R),E 127
(Erythrosine), E 129 (Allura Red AC) E 128 (READ 2G)

1.3

RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah efektifitas dari analisis pewarna makananan


dengan metode HPLC-DAD ?
Bagaimanakah sensitivitas penggunaan metode HPLC-DAD untuk
mengukur kadar pewarna makanan dalam sampel krustasea /
Bagaimanakah presisi dan akurasi petunjuk baru yag digunakan
dalam percobaan ini ?
1.4

TUJUAN

Untuk mengetahui efektifitas dari analisis pewarna makananan


dengan metode HPLC-DAD.
Untuk menegetahui sensitivitas penggunaan metode HPLC-DAD
untuk

mengukur

kadar

pewarna

makanan

dalam

sampel

krustasea.
Untuk mengetahui presisi dan akurasi petunjuk baru yag
digunakan dalam percobaan ini.
1.5

MANFAAT

Untuk mengetahui kandungan pewarna makanan sintesis dalam


produk ikan krustasea.
Untuk mengetahui metode yang tepat untuk menganalisis
kandungan pewarna makanan sintesis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PRODUK IKAN (KRUSTASEA)
Krustasea adalah suatu kelompok besar dari artropoda, terdiri dari
kurang lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap
sebagai suatu subfilum. Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang
cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip.
Mayoritas merupakan hewan air, baik air tawar maupun laut, walaupun
beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti
kepiting darat. Kebanyakan anggotanya dapat bebas bergerak, walaupun
beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan menumpang pada
inangnya (wikipedia,2016).
KRUSTESEA diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Subfilum

: Crustacea

Kelas Ordo : Decapoda


Famili

: Penaeidae

Genus

: Penaeus

Spesies

: Penaeus monodon (Anonim, 2012)

2.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)/ HPLC


Pada penelitian ini digunakana metode analisis kromatografi yaitu
HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau biasa juga disebut

dengan Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang merupakan salah satu
metode pemisahan kimia yang melibatkan fase gerak cair dan fase diam
padat/bahan

pendukung

untuk

melakukan

pemisahan.HPLC

dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat
ini, HPLC merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk
analisis bahan obat, baik dalam bulk atau dalam sediaan farmasetik.
Prinsip kerja HPLC adalah sebagai berikut: dengan bantuan pompa
fasa gerak cair dialirkan melalui kolom ke detector. Cuplikan dimasukkan
ke dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom
terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Karena perbedaan
kekuatan interaksi antara solute-solut terhadap fasa diam. Solut-solut
yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom
lebih dulu. Sebaliknya, solut-solut yang kuat berinteraksi dengan fasa
diam maka solute-solut tersebut akan keluar kolom dideteksi oleh
detector kemudian direkam dalam bentuk kromatogram kromatografi.
Seperti pada kromatografi gas, jumlah peak menyatakan konsentrasi
komponen

dalam

campuran.

Computer

dapat

digunakan

untuk

mengontrol kerja sistem HPLC dan mengumpulkan serta mengolah data


hasil pengukuran HPLC (Sumar, 2006).
Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal (jika
fase diamnya lebih polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase
terbalik (jika fase diamnya kurang non polar dibanding dengan fase
geraknya). Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering kali HPLC
dikelompokkan menjadi HPLC fase normal dan HPLC fase terbalik.
Selain klasifikasi di atas, HPLC juga dapat dikelompokkan berdasarkan
pada sifat fase diam dan atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut,
dengan jenis-jenis HPLC sebagai berikut:
1.

Kromatografi Adsorbsi
Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam

kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi


adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan menggunakan fase

diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi
ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat
gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada
silika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat
secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor.
2.

Kromatografi fase terikat


Kebanyakan

fase

diam

kromatografi

ini

adalah

silika

yang

dimodifikasi secara kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan
untuk memodifikasi silika adalah hidrokarbon-hidrokarbon non-polar
seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan fenil. Fase diam
yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan
kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik.
Sebagai fase gerak adalah campuran metanol atau asetonitril
dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam
lemah atau basa lemah, peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase
gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonasi.
Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan
fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk spesies
yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan
terelusi lebih cepat (Kealey, 2002).
3.

Kromatografi penukar ion


KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar

kation atau anion dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang
beredar di pasaran, meskipun demikian yang paling luas penggunaannya
adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan
dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa
hal digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut
organik. Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak
dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionik serta oleh pH fase
gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan retensi solut.

Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing


dengan ion fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin.
4.

Kromatografi Pasangan ion

5.

Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan

sampel-sampel ionik dan mengatasi masalah-masalah yang melekat pada


metode penukaran ion. Sampel ionik ditutup dengan ion yang mempunyai
muatan yang berlawanan.
6.

Kromatografi Eksklusi Ukuran


Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan

dapat digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan


berat

molekul

>

2000

dalton.

Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat
porus sehingga solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau
berdifusi lewat fase diam. Molekul solut yang mempunyai BM yang jauh
lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu, kemudian molekul-molekul yang
ukuran medium, dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini
disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, akan tetapi
lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan
dengan eksklusi ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan
fase diam seperti tipe kromatografi yang lain.
7.

Kromatografi Afinitas

Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi


yang sangat spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang
hanya dapat menyerap sampel jika ada kondisi-kondisi yang terkait
dengan

muatan

(sebagaimana

dan

dalam

sterik

tertentu

interaksi

pada

antara

sampel

antigen

yang

dan

sesuai

antibodi).

Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim)


dari campuran yang sangat kompleks (Meyer, 2004).
SISTEM PERALATAN HPLC

Instrumentasi HPLC pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak,


pompa, alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor,
wadah penampung buangan fase gerak, dan suatu komputer atau
integrator atau perekam.
Diagram skematik sistem kromatografi cair seperti ini :

1.

Wadah Fase gerak dan Fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut
kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase
gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai
2 liter pelarut (Settle, 1997)
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan
resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan
pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk
fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi
meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase
terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi
menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.Fase gerak sebelum
digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikelpartikel kecil ini. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus
dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain
terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis.

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak


tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak
berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan pemrograman suhu pada
kromatografi

gas. Elusi bergradien

digunakan untuk

meningkatkan

resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai


kisaran polaritas yang luas (Kenkel, 2002). Fase gerak yang paling sering
digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran
larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril.
Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering
digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut
yang

terklorisasi

atau

menggunakan

pelarut-pelarut

jenis

alkohol.

Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan fase
terbalik (Meyer, 2004)
2.

Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa yang


mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa
harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa
adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang
digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan
mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk
tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase
gerak

dengan

kecepatan

20

mL/menit.

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah


untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara
tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa
dalam HPLC yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan
aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak
yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa
dengan tekanan konstan (Munson, 1981).
3.

Tempat penyuntikan sampel

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke


dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom
menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan
katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal
atau eksternal.

Posisi pada saat memuat sampel

Posisi pada saat menyuntik

sampel
4.

Kolom dan Fase diam

Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom
mikrobor. Kolom merupakan bagian HPLC yang mana terdapat fase diam
untuk berlangsungnya proses pemisahan solut/analit.
Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan
kolom konvensional, yakni:

Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil

dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor


kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10 -100 l/menit).

Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom

mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa.

Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat,

karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas
misal sampel klinis.

Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan


kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin (Kealey,
2002).
Kebanyakan fase diam pada HPLC berupa silika yang dimodifikasi secara
kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan
divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena
adanya

residu

gugus

silanol

(Si-OH).

Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagenreagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus
silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain.
Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak
digunakan

karena

mampu

memisahkan

senyawa-senyawa

dengan

kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil
yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika
aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika
yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan
waktu retensi yang bervariasi disebabkan karena adanya kandungan air
yang digunakan.
5.

Detektor HPLC

Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu:


detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak
bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias
dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik
yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti
detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.
Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.

Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel.

2.

Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut

pada kadar yang sangat kecil.

3.

Stabil dalam pengopersiannya.

4.

Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan

pelebaran pita.
5.

Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut

pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier).


6.

Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak
6.

High Performance Liquid Chromatography-Diode Array

Detector (HPLC-DAD)
HPLC- DAD merupakan salah satu metode kromatografi yang dapat
digunakan dalam uji konfirmasi(SCDAT, 2011). HPLC-DAD telah banyak
dimanfaatkan untuk uji konfirmasi (Lambert etal., 1997; Moffat et al.,
2005; Schonberg, 2008). Seperti telah disebutkan, fitur khusus dari
beberapa variabel detektor panjang gelombang UV adalah kemampuan
untuk melakukan scanning spektroskopi dan pembacaan absorbansi yang
tepat di berbagai panjang gelombang sementara puncak yang melewati
meskipun Flowcell tersebut. Array dioda menambahkan dimensi baru
kemampuan analitis untuk kromatografi cair karena memungkinkan
informasi kualitatif diperoleh di luar identifikasi sederhana pada waktu
retensi.
Ada dua keuntungan utama dari deteksi array dioda. Pada bagian
pertama, memungkinkan untuk panjang gelombang terbaik (s) yang akan
dipilih untuk analisis yang sebenarnya. Hal ini sangat penting ketika tidak
ada informasi yang tersedia pada absorptivities molar pada panjang
gelombang yang berbeda. Keuntungan utama kedua adalah terkait
dengan masalah kemurnian puncak. Seringkali, bentuk puncak itu sendiri
tidak mengungkapkan bahwa sebenarnya sesuai dengan dua (atau
bahkan lebih) komponen. Dalam kasus seperti itu, absorbansi penjatahan
pada

beberapa

memutuskan

panjang

apakah

gelombang

puncak

sangat

merupakan

sebenarnya merupakan puncak komposit.

bermanfaat

senyawa

tunggal

dalam
atau

Dalam penjatahan absorbansi, absorbansi diukur pada dua atau


lebih

panjang

gelombang

dan

rasio

dihitung

untuk

dua

panjang

gelombang yang dipilih. pengukuran simultan di beberapa panjang


gelombang

memungkinkan

seseorang

untuk

menghitung

rasio

absorbansi. Evaluasi dapat dilakukan dengan dua cara: Dalam kasus


pertama, rasio pada panjang gelombang yang dipilihnya terus dipantau
selama analisis: jika senyawa di bawah puncak murni, respon akan
menjadi fungsi gelombang persegi (persegi panjang), Jika respon tidak
persegi panjang, puncak tidak murni (HPLC book, 2016)
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi
pengeluaran

merupakan

suatu

proses

komponen

pemisahan,

cairan/campuran

penarikan
dari

atau

campurannya.

Biasanya menggunakan pelarut yang sesuai dengan kompnen yang


diinginkan.Cairan dipisahkan dan kemudian diuapkan sampai pada
kepekatan tertentu. Ekstraksi memanfaatkan pembagian suatu zat
terlarut antar dua pelarut yang tidak saling tercampur untuk mengambil
zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut lain. Ekstraksi memegang
peranan penting baik di laboratorium maupun industry. Di laboratorium,
ekstraksi seringkali dilakukan untuk menghilangkan atau memisahkan zat
terlarut dalam larutan dengan pelaurt air yang diekstraksi dengan pelarut
lain seperti eter, kloroform, karbondisulfida atau benzene.

Macam-macam Metode Ekstraksi

Teknik ekstraksi dapat dibedakan menjadi tiga cara yaitu ekstraksi


bertahap (batch-extraction = ekstraksi sederhana), ekstraksi kontinyu
(ekstraksi samapi habis), dan ekstraksi arah berlawanan (counter current
extraction).Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana.
Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak
bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan
sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi
pada

kedua

lapisan,

setelah

ini

tercapai

lapisan

didiamkan

dan

dipisahkan. Ekstraksi kontinyu digunakan bila perbandingan distribusi


relaitf kecil sehingga untuk pemisahan yang kuantitatif diperlukan
beberapa tahap ekstraksi.Efesiensi yang tinggi pada ekstraksi tergantung
pada viskositas fase dan factor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan
tercapainya suatu kesetimbangan, salah satu diantaranya adalah dengan
menggunakan luas kontak yang besar. Ekstraksi kontinyu counter current,
fase cair pengekstraksi dialirkan dengan arah yang berlawanan dengan
larutan yang mengandung zt yang akan diekstraksi. Biasanya digunakan
untuk pemisahan zat, isolasi atau pemurnian.Sangat penting untuk
fraksionasi senyawa orgnik tetapi kurang bermanfaat untuk senyawasenyawa an-organik.
Disamping itu, terdapat macam-macam pembagian ekstraksi yang
dihimpun dari beberapa referensi.Adapun macam-macamnya adalah
ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair, ekstraksi fase padat, dan ekstraksi
asam basa. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1.

Ekstraksi padat cair (ekstraksi soxhlet)[


Adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke

dalam pelarutnya atau digunakan untuk memisahkan analit yang terdapat


pada padatan menggunakan pelarut organic. Proses ini merupakan proses
yang bersifat fisik, karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi
ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari

bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut
dalam solven pengekstraksi. Padatan yang akan diekstrak dilembutkan
terlebih dahulu, dapat dengan cara ditumbuk atau dapat juga di iris-iris
menjadi bagian-bagian yang tipis. Kemudian padatan yang telah halus di
bungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam alat ekstraksi
soxhlet.Pelarut organic dimasukkan ke dalam labu godog.Kemudian
peralatan ekstraksi di rangkai dengan pendingin air.Ekstraksi dilakukan
dengan memanaskan pelarut organic sampai semua analit terekstrak.
2.

Ekstraksi Cair-Cair

Merupakan metode pemisahan yang baik karena pemisahan ini


dapat dilakukan dalam tingkat makro dan mikro.Dan yang menjadi pokok
pembahasan dalam ekstraksi cair-cair ini adalah kedua fasa yang
dipisahkan merupakan cairan yang tidak saling tercampur.Prinsip metode
ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tetentu
antara dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti benzene dan
kloroform. Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk praperlakuan
sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari
komponen-komponen matriks yang mungkin menganggu pada saat
kuantifikasi atau deteksi analit. Kebanyakan prosedur ekstraksi cair-cair
melibatkan ekstraksi analit dari fasa air kedalam pelarut organic yang
bersifat non-polar atau agak polar seperti n-heksana, metil benzene atau
diklorometana.Meskipun

demikian,

proses

sebaliknya

juga

mungkin

terjadi.Analit-analit yang mudah tereksitasi dalam pelarut organic adalah


molekul-molekul netral yang berikatan secara kovalen dengan konstituen
yang bersifat non-polar atau agak polar.
3.

Ekstraksi Fase Padat (Solid Phase Extraction)

Jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, SPE merupakan teknik


yang relative baru, akan tetapi SPE cepat berkembang sebagai alat yang
utama untuk praperlakuan sampel atau untuk clean-up sampel-sampel
kotor, misalnya sampel-sampel yang mempunyai kandungan matriks yang

tinggi

seperti

garam-garam,

protein,

polimer,

resin

dan

lain-lain.

Keunggulan SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair adalah:

Proses ekstraksi lebih sempurna

Pemisahan analit dari pengganggu yang mungkin ada menjadi lebih

efesien

Mengurangi pelarut organic yang digunakan

Fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan

Mampu menhilangkan partikulat

Lebih mudah diatomatisasi

Sementara itu kerugian SPE adalah banyaknya jenis cartridge (berisi


penyerap tertentu) yang beredar dipasaran sehingga reprodusibilitas hasil
bervariasi jika menggunakan cartridge yang berbeda dan juga adanya
adsorbs yang bolak balik pada cartridge SPE.
4.

Ekstraksi asam basa

Merupakan

ekstraksi

yang

didasarkan

pada

sifat

kelarutannya.Senyawa atau basa direaksikan dengan pereaksi asam atau


basa sehingga terbentuk garam.Garam ini larut dalam air tetapi tidak
larut dalam senyawa organic.
Salah satu teknik yang paling penting dalam kimia analitik adalah
titrasi, yaitu penambahan secara cermat volume suatu larutan yang
mengandung zat A yang konsentrasinya diketahui, kepada larutan kedua
yang konsentrasinya belum diketahui, yang akan mengakibatkan reaksi
antara keduanya secara kuantitatif. Selesainya reaksi yaitu pada titik akhir
ditandai

dengan

semacam

perubahan

sifat

fisis,

misalnya

warna

campuran yang berekasi.Titik akhir dapat dideteksi dalam campuran

reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat terlarut yang


dinamakan indicator, yang mengubah warna pada titik akhir.
2.4 PEWARNA SINTESIS
Pewarna
perlakuan

sintetis

pemberian

merupakan
asam

sulfat

zat

warna

atau

asam

yang

dibuat

nitrat

yang

melalui
sering

terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun.
Sebelum mencapai produk akhir, pembuatan zat pewarna organik harus
melalui senyawa antara yang cukup berbahaya dan senyawa tersebut
sering tertinggal dalam produk akhir atau terbentuk senyawa-senyawa
baru yang berbahaya (cahyadi, 2010).
Pewarna sintetis mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan
pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat,
lebih seragam, lebih stabil, dan biasanya lebih murah. Berdasarkan rumus
kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut Joint FAO/WHO
Expert Commitee on Food Additives (JECFA) dapat digolongkan dalam
beberapa kelas yaitu : azo, triaril metana, quinolin, xantin dan indigoid.

Tabel

1.

Daftar

Bahan

Pewarna

yang

Dilarang

(Permenkes

39/Menkes/Per/IX/85 diacu dalam Streetfood 1992)


Jenis-jenis Pewarna Sintetis
a)

Tartrazine (E102 atau Yellow 5)

Pewarna kuning yang banyak digunakan dalam makanan dan obatobatan. Selain berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak , pada sekitar
1-10 dari 10.000 orang, Tartrazine menimbulkan efek samping langsung

seperti urtikaria (ruam kulit). Rhinitis (hidung meler), asma, purpura (kulit
lebam). Intoleransi ini lebih umum pada penderita asma atau orang yang
sensitive terhadap aspirin.
b)

Sunset Yellow (E110, Orange Yellow/Yellow 6)

Pewarna yang dapat ditemukan dalam makanan seperti jus jeruk, es krim,
ikan kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat-obatan. Untuk
sekelompok

kecil

individu,

konsumsi

pewarna

adiktif

ini

dapat

menimbulkan urtikaria, rinitis, alergi, hiperaktivitas, sakit perut, mual dan


muntah.
c)

Ponceau 4R (E124 atau SX Purple)

Pewarna merah hati yang digunakan dalam berbagai produk, termasuk


selai, kue, agar-agar dan minuman ringan. Selain berpotensi memicu
hiperaktivitas pada anak, pewarna ini dianggap karsinogenik (penyebab
kanker) di beberapa Negara.
d)

Allura Red (E129)

Pewarna sintetis merah jingga yang banyak digunakan pada permen dan
minuman. Pewarna ini sudah banyak dilarang di banyak Negara.
e)

Quinoline Yellow (E104)

Pewarna makanan kuning ini digunakan dalam produk seperti es krim dan
minuman energy. Zat ini sudah dilarang di banyak Negara karena
dianggap maningkatkan resiko hiperaktivitas dan serangan asma.
f)

Metanil Yellow

Pewarna makanan ini juga merupakan salah satu zat pewarna yang tidak
diizinkan untuk ditambahkan ke dalam bahan makanan. Metanil Yellow
digunakan sebagai pewarna untuk produk-produk tekstil (pakaian), cat
kayu, dan cat lukis (The Professional Gui_DE, 2014).
2.5 SONIKASI

Sonikasi adalah suatu teknologi yang memanfaatkan gelombang


ultrasonik. Ultrasonik adalah suara atau getaran dengan frekuensi yang
terlalu tinggi untuk bisa didengar oleh manusia, yaitu kira-kira di atas 20
kHz. Gelombang ultrasonik dapat merambat dalam medium padat, cair,
dan gas. Proses sonikasi ini mengubah sinyal listrik menjadi getaran fisik
yang dapat diarahkan untuk suatu bahan dengan menggunakan alat yang
bernama sonikator. Sonikasi ini biasanya dilakukan untuk memecah
senyawa atau sel untuk pemeriksaan lebih lanjut. Getaran ini memiliki
efek yang sangat kuat pada larutan, menyebabkan pecahnya molekul dan
putusnya sel.
Bagian utama dari perangkat sonikasi adalah generator listrik
ultrasonik. Perangkat ini membuat sinyal (biasanya sekitar 20 kHz) yang
berkekuatan ke transduser. Transduser ini mengubah sinyal listrik dengan
menggunakan kristal piezoelektrik, atau kristal yang merespon langsung
ke listrik dengan menciptakan getaran mekanis dan kemudian dikeluarkan
melewati probe. Probe sonikasi mengirimkan getaran ke larutan yang
disonikasi.

Probe

ini

akan

bergerak

seiring

dengan

getaran

dan

mentransmisikan ke dalam larutan. Probe bergerak naik dan turun pada


tingkat kecepatan yang tinggi, meskipun amplitudo dapat dikontrol dan
dipilih berdasarkan kualitas larutan yang disonikasi. Gerakan cepat probe
menimbulkan efek yang disebut kavitasi. Rangkaian alat sonikasi dapat
dilihat pada Gambar I

Gambar I. Rangkaian Alat Sonikasi


Dalam hal kinetika kimia, ultrasonik dapat meningkatkan kereaktifan
kimia pada suatu sistem yang secara efektif bertindak sebagai katalis

untuk lebih mereaktifkan atom atom dan molekul dalam sistem. Pada
reaksi yang menggunakan bahan padat, ultrasonik ini berfungsi untuk
memecah padatan dari energi yang ditimbulkan akibat runtuhnya kavitasi.
Dampaknya ialah luas permukaan padatan lebih besar sehingga laju
reaksi meningkat (Suslick, 1989). Semakin lama waktu sonikasi, ukuran
partikel cenderung lebih homogen dan mengecil yang akhirnya menuju
ukuran nanopartikel yang stabil serta penggumpalan pun semakin
berkurang. Hal ini disebabkan karena gelombang kejut pada metode
sonikasi dapat memisahkan penggumpalan partikel (agglomeration) dan
terjadi

dispersi

sempurna

dengan

penambahan

surfaktan

sebagai

penstabil.
Daya ultrasonik meningkatkan perubahan kimia dan fisik dalam media
cair melalui generasi dan pecah dari gelembung kavitasi. Seperti
ultrasonik, gelombang suara disebarkan melalui serangkaian kompresi
dan penghalusan gelombang diinduksi dalam molekul medium yang
dilewatinya. Pada daya yang cukup tinggi siklus penghalusan dapat
melebihi kekuatan menarik dari molekul cairan dan kavitasi gelembung
akan terbentuk. Gelembung tersebut tumbuh dengan proses yang dikenal
sebagai difusi yang dikoreksi yaitu sejumlah kecil uap (atau gas) dari
media memasuki gelembung selama fase ekspansi dan tidak sepenuhnya
dikeluarkan selama kompresi. Gelembung berkembang selama periode
beberapa siklus untuk ukuran kesetimbangan untuk frekuensi tertentu
digunakan. Ini adalah fenomena gelembung ketika pecah dalam siklus
kompresi yang menghasilkan energi untuk efek kimia dan mekanik
(Gambar II). Pecahnya gelembung kavitasi merupakan fenomena luar
biasa yang disebabkan oleh kekuatan suara. Dalam sistem cair pada
frekuensi ultrasonik 20kHz setiap pecahnya gelembung kavitasi bertindak
sebagai lokal "hotspot" menghasilkan suhu sekitar 4.000 K dan tekanan
lebih dari 1000 atmosfer.

Gambar II. Generasi Acoustic Cavitation


Menurut

Gogate

berkaitan

dengan

reaksi

kimia,

kavitasi

dapat

mempengaruhi hal berikut:


a. Mengurangi waktu reaksi
b. Meningkatkan yield dalam reaksi kimia
c. Mengurangi force suhu dan tekanan
d. Mengurangi periode induksi dan reaksi yang diinginkan
e. Meningkatkan selektivitas
f. Membangkitkan radikal bebas
Sebagai tambahan terhadap timbulnya kondisi-kondisi ekstrem di dalam
gelembung juga dihasilkan efek mekanik seperti terjadinya collaps
gelembung yang sangat cepat. Hal ini juga sangat penting dalam bidang
sintesis dan termasuk juga degassing yang sangat cepat dari kavitasi
cairan serta dalam hal pembentukan kristal yang cepat.
2.6 SENTRIFUGASI
Sentrifugasi
partikel-partikel dari

adalah

metode

sedimentasi

untuk

memisahkan

suatu fluida berdasarkan berat jenisnya dengan memberikan gaya


sentripetal (Robinson 1975). Sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan sel
menjadi organel-organel utama sehingga fungsinya dapat diketahui (Miller
2000). Dalam bentuk yang sederhana sentrifus terdiri atas sebuah rotor
dengan lubang-lubang untuk melatakkan wadah/tabung yang berisi cairan
dan sebuah motor atau alat lain yang dapat memutar rotor pada
kecepatan yang dikehendaki. Semua bagian lain yang terdapat pada
sentrifus modern saat ini hanyalah perlengkapan yang dimaksudkan untuk
melakukan berbagai fungsi yang berguna dan mempertahankan kondisi
lingkungan dim ana rotor tersebut bekerja. Penggunaan sentrifus cukup
luas, meliputi koleksi dari pemisahan sel, organel dan molekul (Hendra
1989). Menurut Kimball (2005), alat sentrifugasi yang biasa disebut
sentrifus, bekerja dengan prinsip pemberian gaya sentrifugal yaitu dengan
memutar bahan dengan kecepatan tertentu dan selang waktu tertentu,
sehingga terjadi pemisahan berdasarkan bobot dan untuk mempercepat
endapan. bentuk seperti tabung dan cara mengendapkan cairan itu
adalah

dengan

cara

mengocoknya..

Terdapat

dua

macam

prinsip

sentrifugasi pertama yaitu sentrifugasi yang didasarkan pada massa,


ukuran atau panjang partikel dan densitas, contohnya adalah sentifugasi
zona.

sentrifugasi

diferensial

kecepatan

tinggi

berpendingin

untuk

memisahkan komponen sel hati tikus menjadi fraksi-fraksi tertentu


berdasarkan

perbedaan

densitasnya.

Sentrifugasi

sendiri

diartikan

sebagai proses pengendapan organel sel dengan cara memberikan suatu


gaya sentrifugal pada organel sel yang disentrfugasi. Prinsip sentrifugasi
ialah bahwa untuk memperoleh organel yang besar, diperlukan kecepatan
sentrifugasi yang rendah, sedangkan untuk memperoleh organel yang
kecil maka diperlukan sentrifugasi yang tinggi (Anonim 2010). Prinsip
utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis
molekul dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi
yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih
ringan akan terletak di atas.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 ALAT
1.Seperangkat alat KCKT/HPLC
2. Mikroprosesor pH meter (HACH, HQ 40d multifinance)
3. spektrofotometer UV-Visible (UV-1700 Pharma Spec)
4. Omnilab D-78224 thermostatic ultrasonik bath
5. ALC PK 131R (alat sentrifugasi)
6. disperser laboratorium IKA Ultra-Turrax

3.2 BAHAN
- larutan Amonia (25% w / v)
- larutan amonium asetat P97% P.A. ACS
- petroleum eter (40-60 C)
- n-heksana (>99%)
- metanol
- asetonitril (ACN)
- Pewarna makanan E 110 (sunset yellow),
- E122 (Azorubine)
- E123 (Amaranth),
- E 124 (Ponceau 4R),
- E 127 (Erythrosine),
- E 129 (Allura Red AC)
- E 128 (READ 2G)
- ultra pure water (aquabides)
- kertas saring ((Macherey-Nagel GF)
- poliamida

3.3 LANGKAH KERJA


A. Kondisi Kromatograf
Detektor Diode-Array diprogram untuk melihat tujuh pewarna
pada kisaran 300-750 nm. Deteksi dan kuantifiikasi masing-masing analit
dilakukan pada panjang gelombang maksimum (&max).

Karakteristik Kromatogram larutan Standar campuran dari semua


pwarna sintesis yang diteliti menggunakam program gradien yang
dioptimalkan

A. Persiapan Larutan Stock Standar Pewarna Makanan dan


Sampel
- Pembuatan larutan standar dari 1000 mg LA1 dibuat dengan cara
melarutkan 25 mg pewarna dalam 25 ml aquabides kemudian disimpan
dalam lemari pendingin dengan suhu (pada 4-8 C) untuk maksimum
penggunaan 3 bulan.
- Larutan standar 0,8-100 mg/L dsisiapkan dengan mengencerkan
larutan stock menggunakan aquabides .Semua sampel yang digunakan
diperoleh

dari

pasar

Uni

Eropa,

Sebelum

dianalisis

sampel

dihomogenkan untuk penggunan maksimal 24 jam


- Persiapan sampel dilakukan dengan mencampurkan 50 gr sampel
krustasea dengan larutan standar yang telah dibuat. Misalkan untuk
konsentrasi akhir pewarna 3 ppm, diambil 4 mL larutan standar
100mg/L. Kemudian ditambahakan buffer amonium asetat hingga 100gr
dan dihomogenisasikan
-

Ekstraksi

pewarna

untuk

gr

sampel

dilakukan

dengan

menambhkan 10 mL larutan yang mengandung NH3 dan metanol dan


10 mL aquabides atau buffer amnium asetat 0,13 molar. Kemudian

distirer selama 1 jam atau disonikasi selama 20 menit pada 30

setalah itu disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 5000


rpm/150C. Supernatan yang berwarna dipisahkan kemudian ekstraksi
diulangi minimal 2 kali atau hingga sampel tidak berwarna lagi.
Kemudian di evaporasi (dalam penangas air / vakum evaporator) hingga
volume menjadi 15 mL sampai semua metanol dan NH3 hilang dan pH
berubah menjadi netral. Konsentrat

disaring menggunakan kertas

saring ((Macherey-Nagel GF) kemudian dibersihkan dengan poliamida


(Macherey-Nagel,

Chromabond

PA,

6ml

500mg.

Setelah

itu

dikondisikan pada suhu (60-70 C) dan diberi pewarna dengan


menggunakan vakum. Dengan cara ini pewarna sintesis akan diserap
oleh poliamida ketika warna netrl telah dielusi. Pencucian ulang
menggunakan metanol. Akhirnya pewarna sintesis terdesorbsi/ dilepas
dengan 10 mL larutan metanol. Konsentrasi akhir yang diencerkan
kedalam 5, 10 atau 20 mL labu ukur dengan menggunakan aquabides.
Kemudian disaring menggunakan penyaring PVDF 0.45 m dan dianalisi
dengan menggunakan RP-HPLC/DAD.

B. PETUNJUK PERCOBAAN
Dilakukan 3 metode ekstraksi yang berbeda, yaitu:

Cara

khusus

tahap

ekstraksi

dilakukan

dengan

mencampurkan 10mL metanol dan 10 ml aquabides. Kemudian


diaduk selama 1 jam dan disentrifugasi pada 3000 rpm

pada

suhu ruang selama 5 menit kemudian dimasukkan kedalam


penangas

air

pada

suhu

90oC

hingga

volume

15

mL.

penambahan konsentrat dengan dengan menambahan larutan


HCL atau CH3COOH 0,1 M hingga pH menjadi 4-5
Cara Alternatif :
4 tahapp ekstraksi dilakukan
mencampurkan

10mL

metanol

dengan

10

mL

dengan

aqubides,

disonikasi pada suhu rung selama 20 menit, disentrifugasi pada


3000 rpm / suhu ruang / 10 menit kemudian diinkubasi didalam

penangas air higga volume menjadi 15 mL. sehingga pH menjadi


netral.
Cara Baru : 4 tahap ekstraksi dilakukan dngan mencampurkan 10
mL metanol dengan 10 mL amonium asetat ( 0,13 M) di sonikasi
pada suhu 300C selama 20 menit, disentrifugasi pada 5000 rpm /
150C / 10 menit, diinkubasi meggunakan penangas air hingga
volume menjadi 15 nL dan pH netral.
C. CARA UJI PENGULANGAN DAN REPRODUKTIVITAS
Ketepatan intra-day dan inter-day dilakukan dengan menganalisis
sampel

dengan 6 kali pengulangan (n=6 , df=12) atau 3 kali

pengulangan sampel dengan 2 pengamatan pada dua hari yang berbeda (


n=3 , df=6)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian

ini

menjelaskan

tentang

pengembangn

dan

pengoptimalan cara baru yang efisien untuk menganalisis sampel


pewarna sintesis yang dibolehkan utuk digunakan di Uni Eropa dalam
krustasea, produk kepiting dan ikan roe. Krustasea dipilih sebagai sampel
makanan

yang kompleks

karena banyak dikonsumsi diseluruh dunia.

Selain itu,krustasea emiliki kandungan protein yang tinggi dan rendah


lemak, sehingga menarik untuk studi analisis pewarna makanan dengan
kandungan protein yang tinggi.
4.1 Pengoptimalan Petunjuk Percobaan
Tabel 2

Dari data diatas diuji degan 3 cara yang berbeda dengan pengaruh
percobaan yang berbeda untuk menentukan akurasi dan presisi deteksi.
Pengaruh percobaan dilakukan dalam matriks Crustacea, memanfaatkan
campuran empat pewarna yang berbeda (E 110, E 122, E 124 dan E 129)
di tiga tingkat fortifikasi (3, 7 dan 15 ppm). Pengaruh dari setiap
percobaan yang dilakukan dalam perbedaan perolehan , serta nilai-nilai
RSD. Dimana pada cara pertama diuji dengan didasarkan pada kondisi
standar (Cara Khas) cocok untuk analisis warna sintetis dalam matriks cair
dan larut dalam air (misalnya minuman ringan, selai atau gula). Namun,
ketika diuji dalam matriks makanan yang kompleks (yaitu krustasea) cara
ini mengakibatkan perolehan nilai yang buruk dari semua yang dipelajari,
umumnya di kisaran 20-40%, disertai dengan karakteristik presisi yang
buruk ( RSD berkisar antara 14% sampai 25%) .
Dengan demikian,diuji pengekstrakan dengan cara yang berbeda pada
cara alternatif (protocol alternatif). Cara Alternatif ini

mengakibatkan

peningkatan perolehan nilai mulai dikisaran 40-80% dan disertai dengan


karateristik presisi yag lebih baik dibandingkan dengan cara khusus
dimana nilai RSD keseluruhan dari keempat pewarna kisaran (5-10%)
.Kemudian

perbaikan selanjutnya dari perolehan didapatkan dengan

penambahan menuju ke pengoptimalan tahap ekstraksi pada cara baru


(new protocol). Modifikasi tersebut mengakibatkan peningkatan yang
signifikan dalam perolehan RSD dimana berkisar pada(RSD 2 -3 %) dan
cara baru (new protocol) yang menyebabkan peningkatan dari rata-rata
perolehan hingga 90%. Dari hasil perolehan nilai dan RSD yang diperoleh
berbeda-beda

karena

adanya

perbedaan

perlakuan

pada

tahap

pengekstraksian yang berbeda dan dapat dilihat pada metode ekstraksi


pada saat langkah kerja.
Tabel 3

Dari tabel diatas diuji analisis sampel krustasea dengan pewarna


sintesis yang diteliti dengan menyelesaikan cara baru.Dimana cara baru
ini merupakan hasil yang baik dibandingkan dengan cara khusus dan cara
alternative. Hasil penelitian untuk analisis warna yang diteliti pada cara
ini ditandai dengan konsisten perolehan nilai yang cukup tinggi (min 81 %)
serta RSD ( Max 6 %). Namun pada cara ini didapat perolehan nilai yang
cukup buruk pada pewarna sintesis Erythrosin (E 127) dimana perolehan
niai (kisaran 50-60%) dan disertai dengan nilai RSD yang tinggi yaitu 10
%.

Kondisi Suhu dengan menggunakan vakum evaporator dan


penangas air

Dimana dari tabel diatas, dapat dilihat perolehan nilai dari pewarna
sintesis Erythrosin (E 127) mencapai nilai setinggi 91 % pada kondisi suhu
(vakum evaporator 60oC). Hal ini dikarenakan dari setiap pewarna sintesis
memiliki perilaku khusus yang disebabkan oleh sensitivitas yang tinggi
terhadap kondisi suhu yang tinggi.
4.2 Masalah kandungan Protein Tinggi

Dari data diatas masalah kandungan protein tinggi terdapat pada


ikan roe dan diperkaya dengan tujuh campuran tiga warna (E 110, E 122

dan E 124). Analisis ini menggunakan cara baru (new protocol) dengan 2
kali pengulangan agar hasil yang didapat pada peningkatan perolehan
nilai dan RSD % yang baik. Dari hasil yang didapat terlihat pada pewarna
sintesis ini perolehan nilai dan RSD % nya baik dan signifikan.

BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN

Dengan metode ini analisis dari ketujuh pewarna makanan sintesis


sesuai untuk pelarut yang larut dalam air. Metode ini tidak diperoleh
analisis yang akurat dan dapat diulang pada makanan yang kompleks
pada kandungan protein tinggi seperti produk ikan dan daging. Pada
penelitian ini yaitu dengan mengembangnkan da mengoptimalkan cara
baru (new protocol) yang dideikasikan pada kandungan makanan dengan
protein tinggi atau kadar lemak tinggi. Metode ini divalidasi menggunakan
produk krustasea sehingga diperoleh nilai yang baik dan efisisen terhadap
perolehan dan RSD % . Selain itu, untuk menetukan pewarna makanan
sintesis yang dapat larut dalam air (E 110. E 122, E 123, E 124, E 127, E
128 dan E 129) pada konsentrasi yang sangat rendah ( < 1 ppm). Secara
Keseluruhan cara yang dilakukan pada metode ini sangat sederhana dan
relatif cepat untuk menetukan makanan dengan adanya analisis yang
menantang, Cara deteksi ini menunjukkan presisi dan akurasi yang tinggi
dan dapat memberikan dasar bagi pembangunan masa depan dengan
metode yang serupa pada produk makanan yang kompleks lainnnya
se[erti produk daging.

5.2 SARAN
Perlu dikembangkan metode baru untuk menekstrak pewarna
makanan dalam sampel
Perlu dilakukan variasi untuk analisi HPLC dengan menggunakan
jenis kolom yang berbeda

DAFTAR PUSTAKA

Extraction HPLC-DAD for Toxicological Analysis. Dissertation. Natural


Sciences I/Life

Sciences

Martin-Luther

University,Halle-

Wittenberg. p. 2, 89.
Hendra Adijuwana. 1989. Teknik pemisahan Dalam Analisis Biologis .
Bogor: IPB
https://id.wikipedia.org/wiki/Krustasea (diakses pada tanggal 5 april 2016)
http://www.sonochemistry.info/introdution.html/ (diakses pada tanggal 5
april 2016).
http://hplc.chem.shu.edu/NEW/HPLC_Book/Detectors/det_uvda.html
(dikases pada tanggal 5 april 2016)

Kealey, D and Haines, P.J. 2002. Instant Notes: Analytical Chemistry. New
York: BIOS Scientific Publishers Limited
Mason, T.J. 2014. Introduction to Sonochemistry.USA: New Jersey
Meyer, F.R. 2004. Practical High-Performance Liquid Chromatography, 4th
Ed. New York: John Wiley & Sons
Meyer,

Veronica

R.

(2010).

Chromatography 5th ed.St.

Practical

High-Performance

Liquid

Gallen: John Wiley and Sons, Ltd. p. 23-25.

Miller J.N. 2000. Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry , 4


thed. Harlow:Prentice. Hall.

Munson, J.W. 1981. Phrarmaceutical Analysis: Modern Methods, Part A and


B, diterjemahkan oleh Harjana dan Soemadi. Surabaya: Airlangga
University Press
Moffat, C. A., M. D. Osselton, and B. Widdop.(2005). Clarkes Analysis of
Drugs

andPoisons (Electronic Edition). London:Pharmaceutical Press.

Robinson J.R. 1975. Fundamental Of Acid-Base Regulation , 5 the dition.


Oxford:BlackwellScientific Publicatio

Schonberg, von Lena. (2008). Development of a Screening System for the


Determination of Compounds in Urine by Automated On-line
Settle, F (Editor). 1997. Handbook of Instrumental Techniques for
Analytical Chemistry,

Prentice Hall PTR. USA: New Jersey

Suslick Kenneth S. 1994. The Chemistry of Ultrasound. Encyclopedia


Britannica: Chicago,

pp 138-155.

Sumar, Hendrayana. 2006. Kimia Pemisahan. Bandung: Rosdakarya

You might also like