You are on page 1of 11

dr.Peter H,Y,Singal. Anestesi FK UNHAS Makassar.

Epidural anestesia

EPIDURAL ANESTESIA
PENDAHULUAN
Anestesia epidural dihasilkan dengan menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam
ruang epidural. Blok saraf terjadi pada akar nervus spinalis yang berasal dari medula
spinalis dan melintasi ruang epidural. Anestetik lokal melewati duramater memasuki cairan
cerebro spinal sehingga menimbulkan efek anestesinya. Efek anestesia yang dihasilkan
lebih lambat dari anestesia spinal dan terbentuk secara segmental.(1)
Anestesia epidural dapat digunakan mulai dari analgesia dengan blok motorik
minimal sampai anestesia dengan blok motorik penuh. Variasi ini dapat dikontrol dengan
pemilihan obat, konsentrasi dan dosis. Pengunaan analgesia post operasi secara kontinu
dengan narkotik atau lokal anestesi melalui kateter epidural semakin popular saat ini. (3,4)
ANATOMI (1,2,4,6)
Daerah epidural tersusun atas bagian dasar oleh membran sacrococcygeal, bagian
posterior dibatasi oleh ligamentum flavum dan daerah anterior dari lamina dan processus
articularis, bagian anterior dibatasi oleh ligamentum longitudinal posterior yang
membungkus tulang vertebra dan discus intervertebralis. Bagian lateral dibatasi oleh
foramen intervertebralis dan pedikel.

Ruang epidural berisi lemak dan jaringan limphatik maupun vena epidural. Vena tidak
memiliki katub dan berhubungan langsung dengan vena intracranial. Vena juga
berhubungan dengan vena thorasik dan vena abdominal. Vena pada foramen
intervertebralis, berlanjut pada pelvis yaitu pada pleksus vena sacralis. Daerah paling luas di
daerah tengah dan runcing pada bagian lateralnya. Pada daerah lumbal luasnya 5-6 mm
dan pada daerah thoraks luasnya 3-5 mm.
FISIOLOGI.(2)
1.
Blokade neural.
Anestesi local yang ditempatkan didaerah epidural bereaksi secara langsung pada akar
nervus spinalis yang terdapat dibagian lateral dari ruang epidural. Akar nervus tersebut
dibungkus dengan lapisan dural dan anestesi lokal mencapai cairan serebrospinal
dengan menyerap pada dura. Onset blok lebih lama dibandingkan dengan anestesi
spinal, dan intensitas blok sensoris dan motorik rendah.
2.
Kardiovaskuler.
Hipotensi akibat dari blokade simpatik mirip seperti yang digambarkan pada anestesi
spinal. Dosis yang besar dari anestesi lokal yang digunakan dapat di absorbsi secara
sistemik, mengakibatkan terjadinya depresi miokard. Epinefrin yang ditambahkan pada

dr.Peter H,Y,Singal. Anestesi FK UNHAS Makassar.

Epidural anestesia

anestesi lokal dapat diabsorbsi dan akan memberikan efek sistemik seperti takikardi dan
hipertensi.
3.
Anesthesia epidural mengurangi terjadinya thrombosis vena dan embolisme
pulmoner pada pembedahan ortopedi. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya
peningkatan perfusi keanggota gerak bagian bawah. Selain itu terdapat kecenderungan
terjadinya penurunan koagulasi, penurunan agregasi platelet, dan perbaikan fungsi
fibrinolitik selama anestesi epidural.
Perubahan fisiologis lain serupa dengan yang dihasilkan oleh anestesi spinal.
INDIKASI.(3,5)
Pada umumnya indikasi epidural anestesi sama dengan spinal anestesi. Sebagai
keuntungan epidural anestesi adalah anestesi dapat diberikan secara kontinyu setelah
penempatan cateter epidural, oleh karena itu tehnik ini cocok untuk pembedahan yang lama
dan`analgesia setelah pembedahan.
Indikasi Khusus :
A.
Pembedahan sendi panggul dan lutut.
Dibandingkan dengan anestesi umum, anestesi epidural untuk pembedahan panggul dan
lutut dapat mengurangi insidens trombosis vena. Penyebab kematian pasien yang
menjalani pembedahan sendi yang total adalah emboli paru. Lagi pula kehilangan darah
selama pembedahan sendi panggul lebih kecil pada pemakaian tehnik anestesi epidural.
B. Revaskularisasi ektremitas bawah
Penelitian menunjukkan bahwa anestesia epidural pada pasien dengan penyakit
pembuluh darah perifer, aliran darah kedistal selama rekonstruksi pembuluh darah
anggota gerak bagian bawah adalah baik dan penyumbatan cangkokan pembuluh darah
setelah operasi adalah kecil dibandingkan dengan anestesi umum.
C.
Persalinan.
Pasien-pasien obstetrik yang takut nyeri melahirkan dapat ditangani dengan epidural
anestesi dan memperoleh bayi dengan riwayat biokemia yang baik dari pada bayi
dilahirkan pada ibu yang diberikan opioid atau anetestetik lainnya secara intravena.
D.
Penanganan nyeri post operasi.
Anestesi local konsentrasi rendah dan opoid atau kombinasi obat ini dengan analgesik
lain adalah manjur pada kontrol nyeri post operasi. Analgesia post operasi ini
memudahkan ambulatori dini dan kerja sama yang baik dengan fisioterapi.
KONTRA INDIKASI(1,2)
Absolut : Pasien tidak setuju.
Infeksi local pada daerah kulit yang akan ditusuk.
Sepsis generalisata (seperti septicemia, bacteremia).
Koagulopati.
Alergi terhadap suatu jenis anestetik lokal.
Peningkatan tekanan intrakranial.
Relatif :
Hipovolemia
Penyakit SSP
Nyeri punggung kronik.
Pasien yang mendapat obat penghambat platelet, termasuk aspirin,
dripiridamol, dan NSAID

dr.Peter H,Y,Singal. Anestesi FK UNHAS Makassar.

Epidural anestesia

PROSEDUR (1,2,3,4,8,9,10)
A.
Persiapan peralatan dan Jarum epidural.
Seperti pada anestesi umum, obat-obatan serta mesin anestesia disiapkan sebelum
penderita masuk ruangan ; begitu pula dengan monitor standar. Persiapan termasuk
vasopressor untuk mencegah hipotensi, oksigen suplemen melalui nasal kanula atau
masker untuk mengatasi depresi pernapasan akibat sedatif atau anestetik.
Pada umumnya jarum weiss atau tuohy ukuran 17 yang digunakan untuk ideintifikasi
ruang epidural. Jarum ini mempunyai stylet dan ujungnya tumpul dengan lubang pada
sisi lateral dan mempunyai dinding tipis yang dapat dilalui kateter ukuran 20. Jarum
ukuran 22 sering digunakan untuk tehnik dosis tunggal.
B. Menentukan posisi pasien
Pasien dapat diposisikan pada posisi duduk, posisi lateral atau posisi prone dengan
pertimbangan yang sama dengan anestesi spinal.
C.

Identifikasi Ruang epidural.


Ruang epidural teridentifikasi setelah ujung jarum melewati ligamentum flavum dan
menimbulkan tekanan negatif pada ruang epidural. Metode untuk identifikasi ini dibagi
dalam dua kategori : loss of resistance tehnik dan hanging drop tehnik.

1.
Loss f Resistence Tehnik.
Tehnik ini adalah cara yang umum dipakai untuk identifikasi ruang epidural. Cara ini dengan
mengarahkan jarum melewati kulit masuk kedalam ligamentum interspinosus, dimana
dibuktikan oleh adanya tahanan. Pada saat ini intraduser dikeluarkan dan jarum
dihubungkan dengan spoit yang diisi dengan udara atau NaCl 0,9%, kemudian tusukan
dilanjutkan sampai keruang epidural.
Ada 2 cara mengendalikan kemajuan penempatan jarum :
Pertama, menempatkan 2 jari menggenggam spoit dan jarum dengan tekanan tetap pada
pangkalnya sehingga jarum begerak kedepan sampai jarum masuk kedalam ruang epidural.
Pendekatan lain dengan menempatkan jarum beberapa millimeter dan saat itu dihentikan
dan kendalikan dengan hati-hati. Dorsum tangan non dominan menyokong belakang pasien
dengan ibu jari dan jari tengah memegang poros jarum. Tangan non dominan mengontrol
masuknya jarum epidural dan setelah itu ibu jari tangan dominan menekan fluger dari spoit.
Ketika ujung jarum berada dalam ligamentum fluger tidak bisa ditekan dan dipantulkan
kembali, tetapi ketika jarum masuk ruang epidural terasa kehilangan tahanan dan fluger
mudah ditekan dan tidak dipantulkan kembali.
Kedua, lebih cepat dan lebih praktis tetapi memerlukan pengalaman sebelumnya untuk
menghindari penempatan jarum epidural pada lokasi yang salah. Apakah suntikan dengan
Nacl 0,9 % atau udara yang dipakai pada loss of resistens tehnik tergantung pada pilihan
praktisi. Ada beberapa laporan gelembung udara menyebabkan inkomplet atau blok tidak
sempurna; betapapun ini terjadi hanya dengan udara dalam jumlah yang banyak.

dr.Peter H,Y,Singal. Anestesi FK UNHAS Makassar.

Epidural anestesia

Gambar. Posisi tangan pada jarum epidural


2.
Hanging Drop Tehnik.
Dengan tehnik ini jarum ditempatkan pada ligamentum interspinosus, pangkal jarum diisi
dengan cairan Nacl 0,9% sampai tetesan menggantung dari pangkal jarum. Selama jarum
melewati struktur ligamen tetesan tidak bergerak; akan tetapi waktu ujung jarum melewati
ligamentum flavum dan masuk dalam ruang epidural, tetesan cairan ini terisap masuk oleh
karena adanya tekanan negatif dari ruang epidural. Jika jarum menjadi tersumbat, atau
tetesan cairan tidak akan terisap masuk maka jarum telah melewati ruang epidural yang
ditandai dengan cairan serebrospinal pada pungsi dural Sebagai konsekuensi tehnik
hanging drop biasanya digunakan hanya oleh praktisi yang berpengalaman .

Gambar. Cara memasukkan jarum kedalam ruang epidural

D.

Pilihan tingkat block.


Anestesia epidural dapat dilakukan pada salah satu dari empat segmen dari tulang
belakang (cervical, thoracic, lumbar, sacral). Anestesia epidural pada segmen sacralis
biasanya disebut sebagai anestesia caudal.

1.
a.

Lumbar epidural anesthesia.


Midline approach.
Pasien diposisikan, dipersiapkan dan ditutup kain steril dan diidentifikasi interspace
L4-5 sejajar krista iliaka. Interspace dipilih dengan palpasi apakah level L3-4 atau L4-5.
Jarum ukuran 25 digunakan untuk anestesi lokal dengan infiltrasi dari superfisial sampai
ke dalam ligamentum interspinosum dan supraspinosum. Jarum ukuran 18G dibuat
tusukan kulit untuk dapat dilalui jarum epidural. Jarum epidural dimasukkan terus pada
tusukan kulit dan dilanjutkan kearah sedikit ke cephalad untuk memperkirakan lokasi
ruang interlaminar dan sebagai dasar adalah pada proc.spinosus superior. Setelah jarum
masuk pada struktur ligamentum, spoit dihubungkan dengan jarum dan tahanan
diidentifikasi. Poin utama disini bahwa adanya perasaan jarum masuk pada struktur
ligamentum. Apabila perasaan kurang jelas adalah akibat tahanan pada otot
paraspinosus atau lapisan lemak mengakibatkan injeksi lokal anestesi kedalam ruang

dr.Peter H,Y,Singal. Anestesi FK UNHAS Makassar.

Epidural anestesia

lain dari pada ruang epidural dan terjadi gagal blok. Apabila ini terjadi penempatan jarum
pada ligamentum diperbaiki, kemudian jarum dilanjutkan masuk keruang epidural dan
loss of resistance diidentifikasi dengan hati-hati.

Gambar.Anestesi epidural lumbal: pendekatan median.


b. Paramedian approach
Biasanya dipilih pada kasus dimana operasi atau penyakit sendi degeratif
sebelumnya ada kontra indikasi dengan median approach.Tehnik ini lebih mudah bagi
pemula, karena saat jarum bergerak kedalam ligamen dan perubahan tahanan tidak
terjadi, maka jarum masuk ke otot paraspinosus dan tahanan hanya dirasakan bila jarum
sampai pada ligamentum flavum.
Pasien diposisikan, dipersiapkan dan ditutupi kain streril seperti pada midline approach.
Jarum ditusukkan kira-kira 2-4 cm kelateral garis tengah pada bagian bawah
proc.spinosus superior. Tusukan kulit dibuat dan jarum epidura langsung diarahkan ke
cephalad seperti pada median approach dan kemudian jarum dilanjutkan kearah midline.
Setelah strukur dermal ditembusi spoit dihubungkan dengan jarum dan selanjutnya jarum
masuk masa otot proc.spinosus akan terasa tahanan minimal dan kemudian sampai ada
peningkatan tahanan yang tiba-tiba ketika jarum sampai pada lig.flavum. Jika jarum telah
melewati ligamentum flavum dan setelah loss of resisten teridentifikasi maka jarum telah
masuk ke dalam ruang epidural.

Gambar.Anestesia epidural lumbal : pendekatan paramedian

2. Thoracic epidural anesthesia.


Thoracic epidural anesthesia adalah tehnik yang lebih sulit dari pada lumbar epidural
anestesia, dan kemungkinan untuk trauma pada medulla spinalis adalah besar. Oleh
karena itu, yang penting bahwa praktisi sepenuhnya familiar dengan lumbar epidural
anestesia sebelum mencoba thoracic epidural block.

a. Midline approach
Interspase lebih sering diidentifikasi dengan pasien pada posisi duduk. Pada segmen
atas thoracic, sudut proc.spinosus lebih miring dan curam kearah kepala. Jarum
dimasukkan melewati jarak yang relatif pendek mencapai lig.supraspinosum dan
interspinous, dan lig.flavum diidentifikasi biasanya tidak lebih dari 3-4 cm dibawah kulit.

dr.Peter H,Y,Singal. Anestesi FK UNHAS Makassar.

Epidural anestesia

Kehilangan tahanan yang tiba-tiba adalah tanda masuk dalam ruang epidural. Semua
tehnik epidural anesthesia diatas regio lumbal kemungkinan kontak langsung dengan
medulla spinalis harus dipertimbangkan selama mengidentifikasi ruang epidural. Jika
didapatkan nyeri yang membakar kemungkinan bahwa jarum epidural kontak langsung
dengan medulla spinalis harus dipertimbangkan dan jarum harus dengan segera
dipindahkan. Kontak berulang dengan tulang dan tidak didapatkan ligamentum atau
ruang epidural adalah indikasi untuk merubah pada pendekatan paramedian.

Gambar. Epidural anestesia thorakal : pendekatan median.

b. Paramedian approach.
Pada pendekatan paramedian, interspase diidentifikasi dan jarum ditusukkan kirakira 2 cm ke lateral garis tengah pada pinggir kaudal proc.spinosum superior. Pada tehnik
ini jarum ditempatkan hampir tegak lurus pada kulit dengan sudut minimal 10-15 derajat
ke arah midline dan dilanjutkan sampai lamina atau pedicle dari tulang belakang
disentuh. Jarum ditarik kebelakang dan ditujukan kembali agak ke cephalad. Jika tehnik
ini sempurna ujung jarum akan kontak dengan ligamentum flavum. Spoit dihubungkan
dengan jarum, dan pakai tehnik loss of resistance atau hanging drop untuk
mengidentifikasi ruang epidural. Sama dengan paramedian approach pada regio lumbar,
jarum harus dilanjutkan sebelum ligamentum flavum dilewati dan ruang epidural
didapatkan.

Gambar. Anestesi epidural thorakal : pendekatan paramedian.

3. Cervical epidural anesthesia.


Tehnik ini khusus dilakukan dengan pasien pada posisi duduk dan leher difleksikan.
Jarum epidural dimasukkan pada midline khususnya pada interspase C5-C6 atau C6-C7
dan ditusukkan secara relatif datar kedalam ruang epidural dengan memakai tehnik loss
of resistence dan lebih sering dengan hanging drop.

dr.Peter H,Y,Singal. Anestesi FK UNHAS Makassar.

Epidural anestesia

Gambar. Anestesia epidural cervical : pendekatan median.


E.
Penempatan kateter.
Kateter epidural digunakan untuk injeksi ulang anestesi lokal pada operasi yang lama dan
pemberian analgesia post operasi.
(1). Kateter radiopaq ukuran 20 disusupkan melalui jarum epidural, ketika bevel diposisikan
kearah cephalad. Jika kateter berisi stylet kawat, harus ditarik kembali 1-2 cm untuk
menurunkan insiden parestesia dan pungsi dural atau vena.
(2). Kateter dimasukkan 2-5 cm ke dalam ruang epidural. Pasien dapat mengalami
parastesia yang tiba-tiba dan biasanya terjadi dalam waktu yang singkat. Jika kateter
tertahan, kateter harus direposisikan. Jika kateter harus ditarik kembali, maka kateter dan
jarum dikeluarkan bersama-sama.
(3).Jarak dari permukaan belakang pasien diberi tanda pada pengukuran kateter.
(4).Jarum ditarik kembali secara hati-hati melalui kateter dan jarak dari bagian belakang
pasien yang diberi tanda pada kateter diukur lagi. Jika kateter telah masuk, kateter ditarik
kembali 2-3 cm dari ruang epidural.
(5).Bila kateter sudah sesuai kemudian dihubungkan dengan spoit. Aspirasi dapat dilakukan
untuk mengecek adanya darah atau cairan serebrospinal, dan kemudian kateter diplester
dengan kuat pada bagian belakang pasien dengan ukuran yang besar, bersih dan diperkuat
dengan pembalutan.
F. Obat-obatan untuk anestesi epidural.
Anestetik lokal.
Pilihan obat anestetik local untuk anesthesia epidural ditentukan oleh lamanya
prosedur operasi dan intensitas blok motoris yang dikehendaki. Kloroprokain adalah kerja
singkat, mevipakain adalah kerja sedang, buvipakain dan etidokain adalah kerja lama.
Buvipakain konsentrasi rendah tidak cocok digunakan pada prosedur yang membutuhkan
blok motorik untuk setiap blok sensorik dibandingkan dengan obat lainnya.
Tabel. Anestetik lokal untuk anestesia epidural
Obat
Konsentra
Lama anesthesia dgn
si
epinefrin (menit)
Chloroprokain
23 %
60
Lidokain
1,5 %
60 90
Mepivakain
1,5 %
90 120
Bupivakain
0,5 %
> 180
Etidokain
1,0 %
> 150

dr.Peter H,Y,Singal. Anestesi FK UNHAS Makassar.

Epidural anestesia

Epinefrin.
Penambahan epinefrin (5 g/ml) kedalam anestesi lokal yang disuntikkan kedalam
ruang epidural tidak hanya memperpanjang efeknya dengan cara menekan absorbsi,
menurunkan konsentrasi obat dalam darah dan juga mengurangi keracunan sitemik.
Epinefrin juga mengurangi suatu kelainan akibat penyuntikan intravaskuler. Sejumlah kecil
epinefrin di absorbsi dari ruang epidural yang akan membentuk efek beta adrenergik,
peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik dan peningkatan denyut jantung.
Tes dosis
Karena anestesi epidural termasuk menginjeksikan sejumlah besar obat anestesi
lokal, pemasangan kateter mesti berada pada tempat yang benar. Aspirasi pluger dari spoit
dapat menarik darah atau CSS. Kateter epidural ditarik kembali dan ditempatkan pada
tempat lain apabila terdapat darah atau CSS dalam kateter. Tes dosis selalu diperlukan, hal
ini terdiri dari 3 ml anestesi local dari konsentrasi yang sama untuk anestesi spinal dan
mengandung 5g epinefrin (lidokain 1,5 % dan epinefrin 1 : 200.000 yang sering
digunakan). Bila jarum atau kateter masuk kedalam vena epidural mengakibatkan
peningkatan denyut jantung 20 denyut permenit atau lebih besar dalam 2 menit. Jika jarum
atau kateter terletak diruang epidural, hal tersebut tidak terjadi dan tidak ada perubahan
tekanan darah atau denyut jantung.
Sering sejumlah kecil cairan teraspirasi sebelum obat anestesia diinjeksikan. Adanya
cairan ini adalah cairan serebrospinal atau anestesia lokal yang diinjeksikan sebelumnya.
Dipstick test membedakan adanya glukosa, dimana cairan serebrospinal mengandung
glukosa dan tidak ada pada cairan anestesi lokal.
Dosis Anestesi.
Penyebaran obat anestetik lokal dalam ruang epidural hanya tergantung pada
volume yang dinjeksikan sedang konsentrasi anestetik lokal dalam larutan hanya
berpengaruh pada derajat dan densitas dari blok. Onset anestesi epidural lebih lambat
walaupun ditambahkan sodium bikarbonat ke dalam anestesi lokal untuk mempercepat
onsetnya.
Volume larutan anestetik yang tepat untuk anesthesia epidural lumbal berkisar dari
1525 ml. Studi pada sukarelawan muda menunjukkan kebutuhan rata-rata adala 1,6 ml
per segmen spinal yang dianestesi. Pada ruang epidural torakal yang sempit kurang lebih
dibutuhkan setengahnya. Pasien yang tua, pasien hamil, dan pasien dengan tekanan intra
abdominal yang meningkat diperlukan volume anestetik lokal lebih sedikit untuk mencapai
distribusi yang diberikan.
Penambahan anestetik lokal yang dibutuhkan ditentukan oleh pilihan ahli
anestesiologi pada observasi klinik. Bila anestetik dihabiskan untuk dua dermatom,
penambahan sepertiga sampai setengah dari jumlah anestetik lokal semula akan diperoleh
anestesia yang adekuat. Bilamana menggunakan anestetik epidural dan anestesi umum
bersama-sama, penambahan dosis diberikan pada interval waktu yang sesuai dengan
karakteristik obat anestesi lokal.

Opioid.
Dibandingkan dengan spinal opioid, epidural opioid menghasilkan efek yang hampir
sama dan dibutuhkan perhatian yang sama, karena diberikan jumlah yang lebih besar.

dr.Peter H,Y,Singal. Anestesi FK UNHAS Makassar.

Epidural anestesia

Opioid mempunyai kerja sinergis dengan anestetik lokal yaitu mempertinggi efektivitas
konsentrasi yang kecil dari obat anestetik lokal.

KOMPLIKASI (2,3,4,5,7)
1.
Intra operatif
a.Pungsi dural
Pungsi dural yang tidak disengaja terjadi pada 1% injeksi epidural. Jika hal ini terjadi,
ahli anestesi mempunyai sejumlah pilihan tergantung pada kasusnya. Perubahan ke
anestesi spinal dapat terjadi oleh injeksi sejumlah anestesi kedalam aliran cairan
serebrospinal. Kemudian anestesi spinal dapat dikerjakan dengan menyuntikkan sejumlah
anestesi lokal keruang subarachnoid melalui jarum. Jika anestesi epidural diperlukan
(misalnya untuk analgesia post operasi), kateter akan direposisikan kedalam interspace
diatas pungsi dengan demikian ujung dari kateter epidural berada jauh dari tempat pungsi
dural. Kemungkinan anestesi spinal dengan injeksi kateter epidural dapat dipertimbangkan.
b. Komplikasi kateter
(1). Kegagalan pemasangan kateter epidural adalah kesulitan yang lazim. Hal ini lebih
sering ditemukan apabila jarum epidural diinsersikan pada bagian lateral dibandingkan
apabila jarum diinsersikan pada median atau ketika bevel dari jarum secara cepat
ditusukkan kedalam ruang epidural. Hal tersebut dapat juga terjadi apabila bevel dari
jarum hanya sebagian yang melewati ligamentum flavum sewaktu penurunan resistensi
terjadi. Pada kasus terakhir, pergerakan yang hati-hati dari jarum sejauh 1 mm ke dalam
ruang epidural dapat memudahkan insersi kateter. Kateter dan jarum sebaiknya ditarik
dan direposisikan bersama-sama jika terjadi tahanan.
(2).Kateter dapat terinsersi masuk kedalam pembuluh darah epidural sehingga darah
teraspirasi oleh kateter atau takikardia ditemukan dengan dosis test. Kateter seharusnya
ditarik secara perlahan-lahan sampai darah tidak ditemukan pada aspirasi dari
pengetesan. Penarikan penting agar dapat segera dipindahkan dan di insersikan kembali.
(3).Keteter dapat rusak atau menjadi terikat dalam ruang epidural. Jika tidak terjadi infeksi,
tetap memakai kateter tidak lebih banyak memberikan reaksi dibandingkan dengan
pembedahan. Pasien seharusnya dinformasikan dan diterangkan mengenai masalah
yang terjadi. Komplikasi dari eksplorasi bedah serta pengeluaran kateter lebih besar
dibandingkan dengan komplikasi dari penanganan secara konservatif.
c. Injeksi subarachnoid yang tidak disengaja. Injeksi dengan sejumlah besar volume
anestesi lokal kedalam ruang subarachnoid dapat menghasilkan anestesi spinal yang
total.
d. Injeksi intra vaskuleranestesi lokal ke dalam vena epidural. Menyebabkan toksisitas
pada sistim saraf pusat dan kardiovaskuler yang menyebabkan konvulsi dan kardio
pulmonary arrest.
e. Overdosis anestesi lokal. Toksisitas anestesi lokal secara sistemik kemungkinan
disebabkan oleh adanya penggunaan obat yang jumlahnya relatif besar pada anestesia
epidural.
f.

Kerusakan spinal cord. Dapat terjadi jika injeksi epidural diatas L2. Onset parestesia
unilateral menandakan insersi jarum secara lateral masuk kedalam ruang epidural.

dr.Peter H,Y,Singal. Anestesi FK UNHAS Makassar.

Epidural anestesia

Selanjutnya injeksi atau insersi kateter pada bagian ini dapat menyebabkan trauma pada
serabut saraf. Saluran kecil arteri pada arteri spinal anterior juga masuk kedalam area ini
dimana melewati celah pada foramen intervertebral. Trauma pada arteri tersebut dapat
menyebabkan iskemia spinal cord anterior atau hematoma epidural.
g. Perdarahan. Perforasi pada vena oleh jarum dapat menyebabkan suatu perdarahan
yang emergensi dan mematikan. Jarum seharusnya dipindahkan dan direposisikan.
Lebih baik mereposisikan jarum pada ruang yang berbeda, dimana jika terdapat
perdarahan pada tempat itu maka dapat meyebabkan kesulitan dalam penempatan jarum
secara tepat.

2.

Post Operasi

a.

Sakit kepala post pungsi dural. Jika dural dipungsi dengan jarum epidural
ukuran 17, menyebabkan sebanyak 75% dari pasien muda untuk menderita sakit kepala
post pungsi dural.
b.
Infeksi. Abses epidural yaitu suatu komplikasi yang sangat jarang timbul
akibat anestesi epidural. Sumber infeksi dari sebagian besar kasus berasal dari
penyebaran secara hematogen pada ruang epidural dari suatu infeksi pada bagian yang
lain. Infeksi dapat juga timbul dari kontaminasi sewaktu insersi, kontaminasi kateter yang
dipergunakan untuk pertolongan nyeri post operasi atau melalui suatu infeksi kulit pada
tempat insersi. Pasien akan mengalami demam, nyeri punggung yang hebat dan lemah
punggung secara lokal. Selanjutnya dapat terjadi nyeri serabut saraf dan paralisis. Pada
awalnya pemeriksaan laboratorium ditemukan suatu lekosit dari lumbal pungsi. Diagnosa
pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Myelography atau Magnetik Resonance Imaging
(MRI). Penanganan yang dianggap penting pada dekompresi yaitu laminektomi dan
pemberian antibiotik. Penyembuhan neurologik yang baik yaitu berhubungan dengan
cepatnya penegakan diagnosis &penanganan.
c. Hematoma epidural. Suatu komplikasi yang sangat jarang dari anestesi epidural.
Trauma pada vena epidural menimbulkan koagulophati yang dapat menyebabkan suatu
hematoma epidural yang besar. Pasien akan merasakan nyeri punggung yang hebat dan
defisit neurologi yang persisten setelah anestesi epidural. Diagnosis dapat segera
ditegakkan dengan computered tomographi atau MRI. Decompresi laminektomy penting
dilakukan untuk memelihara fungsi neurologi.

KEPUSTAKAAN

10

dr.Peter H,Y,Singal. Anestesi FK UNHAS Makassar.

Epidural anestesia

1. Gaiser RR. Spinal, Epidural, and Caudal anesthesia. In : Introducton to anesthesia,


editor : Longnecker DE, Murphy FL, ed 9 th, WB Saunders Company, 1997.
2. Molnar R. Spinal, Epidural, and Caudal anesthesia. In : Clinical Anesthesia Procedures of
the Massachusetts General Hospital, editor Davison JK, Eukhardt WF, Perese DA, ed
4th, London, Little brown and Company, 1993.
3. Tetlaff JE, Spinal, Epidural and Caudal Block. In : Clynical Anestesiolgy. Editor : Morgan
GE, Mikhail MS, ed 2 nd, USA , Appleton & Lange, 1996.
4. Mulroy MF, Epidural Anesthesia. In : Regional anesthesia, ed 2 nd, USA, Little, Brown
and Company, 1996.
5. Conachie I, Geachie J. Reginal anaesthetic Technique. In A Practice of Anesthesi, editor:
Healy TEJ, Cohen PJ, ed 6th, London, Edward Arnold, 1995.
6. Brown DL, Spinal, Epidural and Caudal anesthesia. In : Anesthesia, editor : Miller RD, ed
5 th, Volume 1, California, Churchill Livingstone, 2000.
7. Bernards CM, Epidural and Spinal Anesthesia. In : Handbook of Clinical Ansthesia,
editor : Barrash PG, Gullen BF, Stoelting RK, Philadelpia, Lippincott Williams and Wilkins,
2001.
8. Dalens B, Lumbar Epidural Anesthesia. In Regional Anesthesia in infans, children and
adolescents, editor : Garner J, USA, Williams & Wilkins wevwerly Europe, 1995.
9. Dalens B and Khandwala R, Thoracic and Cervical Epidural Anesthesia. In : Regional
Anesthesia in Infans, Children, and Adolescents, editor : Garner J, USA, Eilliams Weverly
Europe, 1995.
10.Katz J, Spinal and Epidural. In : Atlas of RegionalAneasthesia, ed 2 nd, California, USA,
Appleton & Lange, 1994.

11

You might also like