You are on page 1of 32

Laporan Pendahuluan

HEMATURIA

Nama: Naufal Difa Khanza


NIM : 1601031012

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2016

A.

DEFINISI
Hematuria adalah didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine. Penemuan klinis

sering di dapatkan pada populasi orang dewasa, dengan prevalensi yang mulai dari 2,5%
menjadi 20,0% . Secara visual terdapatnya sel-sel darah merah di dalam urine dibedakan
dalam 2 keadaan, yaitu:

Hematuria makroskopik
Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata dapat dilihat sebagai
urine yang berwarna merah, mungkin tampak pada awal miksi atau pada akhirnya
yang berasal dari daerah posterior uretra atau leher kandung kemih. (Wim de Jong,
dkk, 2004) Hematuria makroskopik yang berlangsung terus menerus dapat
mengancam jiwa karena dapat menimbulkan penyulit berupa: terbentuknya gumpalan
darah yang dapat menyumbat aliran urine, eksanguinasi sehingga menimbulkan syok
hipovolemik/anemi, dan menimbulkan urosepsis. (Mellisa C Stoppler, 2010)

Hematuria mikroskopik.
Hematuria mikroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata tidak dapat dilihat
sebagai urine yang berwarna merah tetapi pada pemeriksaan mikroskopik
diketemukan lebih dari 2 sel darah merah per lapangan pandang. (Mellisa C Stoppler,
2010) . Meskipun gross hematuria didefinisikan didapatkannya sel-sel darah merah di
dalam urine, ada kontroversi mengenai definisi yang tepat dari hematuria
mikroskopik. American Urological Association (AUA) mendefinisikan hematuria
mikroskopis klinis yang signifikan karena terdapat lebih dari 3 sel darah merah (sel
darah merah) pada lapangan pandang besar pada 2 dari 3 spesimen urin dikumpulkan
dengan selama 2 sampai 3 minggu.

Namun, pasien yang berisiko tinggi untuk

penyakit urologi harus dievaluasi secara klinis untuk hematuria jika urinalisis tunggal
menunjukkan 2 atau lebih sel darah merah pada lapangan pandang besar.

Gambar 1. Gross Hematuria dan Microscopic Hematuria


Evaluasi yang tepat dan waktu yang cepat sangat penting, karena setiap derajat
hematuria dapat menjadi tanda dari penyakit genitourinari yang serius.

B.

ETIOLOGI
Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam sistem

urogenitalia atau kelainan yang berada di luar sistem urogenitalia. Penyebab paling umum
dari hematuria pada populasi orang dewasa termasuk saluran kemih infeksi, batu saluran
kemih, pembesaran prostat jinak, dan keganasan dalam urologi. Namun, diferensial lengkap
sangat luas, beberapa insiden khusus kondisi yang berhubungan dengan hematuria bervariasi
dengan umur pasien, jenis hematuria (gross atau mikroskopis, gejala atau tanpa gejala), dan
adanya faktor risiko keganasan.
Secara keseluruhan, sekitar 5% pasien dengan hematuria mikroskopis dan sampai
dengan 40% pasien dengan gross hematuria ditemukan pada neoplasma dari urinary tract.
genitourinari. Sebaliknya, pada hingga 40% pasien dengan asimptomatik mikrohematuria,
sulit di identifikasikan penyebabnya. Akibatnya, dokter harus mempertimbangkan hematuria
yang tidak jelas penyebabnya dari tingkat mana pun dan mampu mempertimbangkan
kemungkinan suatu keganasan.
Kelainan yang berasal dari sistem urogenitalia antara lain adalah:
1. Infeksi antara lain pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis, sistitis, dan uretritis
2. Tumor jinak atau tumor ganas yaitu: tumor ginjal (tumor Wilms), tumor grawitz,
tumor pielum, tumor ureter, tumor buli-buli, tumor prostat, dan hiperplasia prostat
jinak.
3. Kelainan bawaan sistem urogenitalia, antara lain : kista ginjal

4. Trauma yang mencederai sistem urogenitalia.


5. Batu saluran kemih. (Mellisa C Stoppler, 2010)
Kelainan-kelainan yang berasal dari luar sistem urogenitalia antara lain adalah:
1. Kelainan pembekuan darah (Diathesis Hemorhagic),
2. SLE
3. Penggunaan antikoagulan, atau proses emboli pada fibrilasi atrium jantung maupun
endokarditis. (Wim de Jong, dkk, 2004)

C.

PATOFISIOLOGI
Berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma, dibedakan glomerulus dan

ekstra glomerulus untuk memisahkan bidang neflogi dan urologi. Darah yang berasal dari
nefron disebut hematuria glomerulus. Pada keadaan normal, sel darah merah jarang
ditemukan pada urin. Adanya eritrosit pada urin dapat terjadi pada kelainan hereditas atau
perubahan struktur glomerulus dan integritas kapiler yang abnormal.
Perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh urine: pada perempuan harus
disingkirkan penyebab hematuria lain misalnya menstruasi, adanya laserasi pada organ
genitalia, sedangkan pada laki-laki apakah disirkumsisi atau tidak.
Bila pada urinalisis ditemukan eritrosit, leukosit dan silinder eritrosit, merupakan
tanda sugestif penyakit ginjal akut atau penyakit ginjal kronik, perlu dilakukan evaluasi lebih
lanjut. Diagnosis banding hematuria persisten antara lain glomerulonefritis, nefritis
tubulointerstisial atau kelainan urologi. Adanya silinder leukosit, leukosituria menandakan
nefritis

tubulointerstisial.

Bila

disertai

hematuria

juga

merupakan

variasi

dari

glomerulonefritis. Pada kelompok faktor resiko penyakit ginjal kronik harus di lakukan
evaluasi pemeriksaan sedimen urin untuk deteksi dini.
Sebagai prosedur diagnostic pada penyakit ginjal salah satunya adalah uji dipstick
untuk mengetahui adanya darah samar merupakan uji penapisan yang baik untuk hematuria.
Uji dipstick mudah dilakukan sendiri oleh pasien untuk mengikuti perjalanan hematuria
selama pengobatan.

D.

PATHWAY

E.

KLASIFIKASI
Ada 3 tipe hematuria, yaitu:
1.

Initial hematuria, jika darah yang keluar saat awal kencing.

2.

Terminal hematuria, jika darah yang keluar saat akhir kencing. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh adanya tekanan pada akhir kencing yang membuat pembuluh darah
kecil melebar.

3.

Total hematuria, jika darah keluar dari awal hingga akhir kencing. Hal ini
kemungkinan akibat darah sudah berkumpul dari salah satu organ seperti ureter atau
ginjal.

F.

MANIFESTASI KLINIS
Terjadi retensio urin akibat sumbatan di vesika urinaria olrh bekuan darah.

G.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah yang dilakukan yakni penentuan kadar kreatinin, ureum dan
elektrolit untuk mengetahui faal ginjal; fosfatase asam yang mungkin meningkat pada
metastase prostat, dan fosfatase alkali yang dapat meningkat pada setiap jenis
metastase tulang. Kadar kalsium, fosfat, asam urat dan hormon paratiroid ditentukan
bila terdapat kemungkinan urolithiasis.
2. Pemeriksaan urine dilakukan untuk pemeriksaan mikroskopik, bakteriologik dan
sitologik. Pemeriksaan urinalisis dapat mengarah kepada hematuria yang disebabkan
oleh faktor glomeruler ataupun non glomeruler. Pemeriksaan hapusan darah tepi dapat
menunjukkan proses mikroangiopati yang sesuai dengan sindrom hemolitik-uremik,
trombosis vena ginjal, vaskulitis, atau SLE. Pada keadaan terakhir, adanya
autoantibodi dapat ditunjukkan dengan reaksi Coombs positif, adanya antibodi
antinuclear, leukopenia dan penyakit multisistem. Trombositopenia dapat diakibatkan
oleh berkurangnya produksi trombosit (pada keganasan) atau peningkatan konsumsi
trombosit (SLE, purpura trombositopenik idiopatik, sindrom hemolitik-uremik,
trombosis vena ginjal). Walaupun morfologi SDM urin dapat normal pada perdarahan
saluran kemih bawah dan dismorfik pada perdarahan glomerular, morfologi sel tidak
secara pasti berhubungan dengan lokasi hematuria.
3. Pada pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya infeksi organisme
pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH urine yang sangat asam mungkin
berhubungan dengan batu asam urat.
4. Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya keganasan sel-sel

urotelial.
5. IVP adalah pemeriksaan rutin yang dianjurkan pada setiap kasus hematuria & sering
digunakan untuk menentukan fungsi ekskresi ginjal. Umumnya, menghasilkan
gambaran terang saluran kemih dari ginjal sampai dengan kandung kemih, asal faal
ginjal memuaskan. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu saluran kemih, kelainan
bawaan saluran kemih, tumor urotelium, trauma saluran kemih, serta beberapa
penyakit infeksi saluran kemih.
6. USG berguna untuk menetukan letak dan sifat massa ginjal dan prostat (padat atau
kista), adanya batu atau lebarnya lumen pyelum, penyakit kistik, hidronefrosis, atau
urolitiasis ureter, kandung kemih dan uretra, bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan
untuk mengetahui adanya metastasis tumor di hepar. Ultrasonografi dari saluran kemih
sangat berguna pada pasien dengan hematuria berat, nyeri abdomen, nyeri pinggang,
atau trauma. Jika hasil penelitian awal ini tetap normal, disarankan dilakukan
pemeriksaan kreatinin dan elektrolit serum.
7. Endoultrasonografi, yaitu ekografi transurethral sangat berguna untuk pemeriksaan
prostat dan buli-buli
8. Arteriografi dilakukan bila ditemukan tumor ginjal nonkista untuk menilai
vaskularisasinya walaupun sering digunakan CT-Scan karena lebih aman dan
informative. Bagian atas saluran kemih dapat dilihat dengan cara uretrografi retrograd
atau punksi perkutan.
9. Payaran radionuklir digunakan untuk menilai faal ginjal, misalnya setelah obstruksi
dihilangkan
10. Pemeriksaan endoskopi uretra dan kandung kemih memberikan gambaran jelas dan
kesempatan untuk mengadakan biopsy
11. Sistometrografi biasanya digunakan untuk menentukan perbandingan antara isi dan
tekanan di buli-buli
12. Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi (URS) dikerjakan jika pemeriksaan penunjang
di atas belum dapat menyimpulkan penyebab hematuria. (Wim de Jong, dkk, 2004)

H.

DIAGNOSIS BANDING
1. BPH (benign hyperplasia prostate)
Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan
penunjang

Pemeriksaan lainnya

USG transrectal
dari prostat: ukuran
prostat meningkat,

Kencing tidak

volume> 40 g,

lampias, aliran

meningkatkan

lemah, intermittency,

ukuran lobus

frekuensi kencing

pembesaran prostat

meningkat, urgensi,

pada kandung kemih

nokturia, riwayat

digital dubur, vesica

BPH ataupun kanker

urinary bulding (+)

median prostat

uroflowmetry

PSA

dengan
ultrasonografi

prostat , riwaat

kandung kemih:

retensi urine

puncak laju aliran

sebelumnya

rendah, volume
residual tinggi
postvoid

2. Urinary tract infection


Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan

Pemeriksaan

penunjang

lainnya

dysuria, meningatnya
frekuensi berkemih,
volume aurine sedikit
saat berkemih,
nocturia, nyeri
suprapubic , pernah
menderita isk
sebelumnya dan
mendapatkan
pengobatan, riwayat

demam, nyerio tekan


suprapubic, bladder

urinalysis: (+)

and

leukocyte

sensitivity:

esterase, (+)

distention pada

>10,000

nitrite, pyuria

retensio urine,

colony

(>10 WBC per

cystocele pada
pemeriksaan panggul

urine culture

HPF), bacteriuria

forming
unit/mL urine

pyelonephritis,
riwayat gagal
pengobatan
3. Pyelonephritis, acute
Anamnesis
Nyeri pinggang,

Pemeriksaan

Pemeriksaan

fisik

penunjang

Nyeri ketok

urinalysis:

Pemeriksaan lainnya

renal ultrasound :

demam,

kostovertebral,

positive

pembesaran renal , hypo-

menggigil, mual,

nyeri suprapubik,

leukocyte

echoic parenchyma with

muntah, sakit

demam,

esterase,

loss of corticomedullary

perut, nyeri

penurunan bising

positive nitrite,

differentiation

suprapubik, hx

usus

pyuria (>10

contrast CT abdomen:

dari nefrolitiasis,

WBC/HPF),

heterogeneous uptake of

ISK dan diabetes,

bacteriuria

contrast (lobar nephronia),

urine culture

oedematous renal

and sensitivity:

parenchyma, perinephric

>10,000 colony

stranding, intraparenchymal

forming unit/mL

gas in emphysematous

urine

pyelonephritis

imunosupresi

4. Alport Syndrome
Anamnesis

Pemeriksaan

Pemeriksaan

fisik

penunjang

Hematuria

urinalysis:

mikroskopis

dysmorphic red

berulang, disertai

cells, red cell casts,

dengan episode

Hipertensi,

proteinuria,

gross hematuria,

oedema,

microalbuminuria

gangguan

sensorineuronal

pendengaran,

hearing loss,

creatinine:

riwayat keluarga

anterior

creatinine >2.0,

dengan kanker

lenticonus, erosi

urea >20

dari hematuria,

kornea

Pemeriksaan lainnya

urea and

24-hour urine

gangguan

collection for

pendengaran, atau

protein : >1

penyakit ginjal

gram/24 hours

skin biopsy: positive


immunohistochemistry

renal biopsy: diffuse


thickening and splitting
of the basement
membrane, focal
glomerulosclerosis and
tubular atrophy;
negative
immunohistochemistry

5. Kanker Buli
Anamnesis

Pemeriksaan
fisik

Pemeriksaan penunjang

hematuria tanpa
rasa sakit, disuria,

massa panggul,

frekuensi, urgensi,

nyeri tekan sudut

usia> 50, hx

urinalysis: RBCs

urine cytology: atypical or malignant cells,


signified by increased clustering, increased

kostovertebral

iradiasi panggul,

dari obstruksi;

hx merokok,

sering tidak ada

penurunan berat

kelainan

badan, paparan

terdeteksi

lingkungan / kimia

cellularity, or altered nuclear morphology

CT abdomen/IVU : ureteral or renal


collecting system mass or filling defect

cystoscopy: bladder tumour

karsinogen
6. Kanker Prostate
Anamnesis

Pemeriksaan

Pemeriksaan

fisik

penunjang

Pemeriksaan lainnya

Pada rectal

lanjut usia,

toucher

riwayat keluarga

ditemukan

meningkat,

dengan kanker,

pembesaran

PSA> 0,75

ultrasound-guided

gejala obstruktif

prostat, dengan

mikrogram / L

prostate biopsy :

berkemih,

konsistensi keras

per tahun (0,75

confirmed

penurunan berat

dan permukaan

ng / mL per

adenocarcinoma

badan

yang berbenjol-

tahun)

PSA:

transrectal

benjol
7. Batu Ginjal
Anamnesis

Pemeriksaan fisik

nyeri pinggang, nyeri

yang menjalar ke

muntah, hx
sebelumnya kalkuli,
riwayat keluarga
dengan kanker dari
nefrolitiasis, hx gout,
hx penyakit radang

Pemeriksaan

penunjang

lainnya

urinalysis :
haematuria, pyuria,

selangkangan,
hematuria, mual,

Pemeriksaan

crystalluria, cysteine
Nyeri ketok

crystals, acidic or

costovertebral

alkaline pH

angle

non-contrast CT
abdomen:
urolithiasis,
hydronephrosis

BNO:
radiodense
stones

usus

8. Instrumentasi pada sal.kemih


Anamnesis

Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan lainnya

penunjang

Riwayat

Adanya kateter

cystoscopy,

uretra, kateter

diagnosis is clinical,

ureteroscopy,

suprapubik, stent

and tests are not

prostat biopsi

ureter dengan string

routinely

jarum

dalam uretra

recommended

urinalysis:

BNO: ureteral stent


and drain visualisation

9. Trauma Ginjal
Anamnesis

Pemeriksaan fisik

trauma tumpul

Pemeriksaan

Pemeriksaan lainnya

penunjang
CT abdomen: laserasi

pada pinggang,

hypotension,

pada parenkim ginjal,

menembus

takikardia, nyeri

sistem pengumpulan,

panggul atau luka

panggul, memar

dan pembuluh ginjal;

menegaskan fungsi

perut (tembakan

panggul, nyeri

hematoma

ginjal kontralateral

atau tikaman),

perut, perut

perinephric,

patah tulang rusuk

kembung

perdarahan aktif, dan

yang lebih rendah

BNO IVP:

ekstravasasi urin

10. Trauma buli


Anamnesis

Pemeriksaan fisik

trauma tumpul panggul,


menembus luka panggul atau

Nyeri tekan suprapubic,

perut (tembakan atau

ekimosis pada lower

tikaman), fraktur panggul,

abdominal

Pemeriksaan penunjang

retrograde cystogram:
extravasation of contrast
revealing bladder injury

ketidakmampuan berkemih
11. Trauma urethral
Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan
penunjang

Pemeriksaan lainnya

Trauma genitalia
eksterna, straddle
injury, bilateral
pubic rami
fracture and
Malgaigne's
fracture, perineal
lacerations, tidak
bisa berkemih,
riwayat intervensi

Perdarahan OUE,

hematom scrotum,

retrograde

contrast CT
abdomen: contrast

urethrogram:

floating prostat,

extravasation from the

contrast

eimosis pada batang

urethra

extravasation

penis, butterfly-

from the urethra

ecchymosis pada

cystoscopy: urethral
disruption

perineum

kolorektal atau
ginekologi
12. Sickle cell anemia
Anamnesis

Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan lainnya

penunjang

Keturunan
Afrika-Amerika,

hepatosplenomegaly,

riwayat keluarga

nyeri tean abdomen ,

dengan kanker

testicular atrophy,

penyakit sel

oedema of

sabit, migrasi,

extremities

Hb electrophoresis

peripheral blood

(whole blood):

smear: sickle cells

haemoglobin S

nyeri intermiten
13. Coagulopathy
Anamnesis

Pemeriksaan

Pemeriksaan

fisik

penunjang

Pemeriksaan lainnya

mudah memar,

LFTs: hypoalbuminaemia

kecenderungan

von Willebrand factor

untuk berdarah,
epistaksis
berulang,
riwayat keluarga
dengan kanker

antigen (whole blood):


ecchymoses,
perdarahan
memanjang

PT, PTT, INR:

reduced in von Willebrand's

Normal atau

disease

FBC:

thrombocytopenia

(whole blood): reduced in

dari diastesis
perdarahan, hx
sirosis

ristocetin cofactor activity

von Willebrand's disease

factor VIII, IX activity


(whole blood): reduced in

haemophilia, VIII reduced in


von Willebrand's disease
14. Kista ginjal
Anamnesis

Pemeriksaan

fisik

penunjang

Pemeriksaan lainnya

Nyeri tekan

sering tanpa

costovertebral

gejala, panggul
nyeri, diri terbatas
hematuria, infeksi
saluran urin, ginjal
kolik

Pemeriksaan

angle, panggul
teraba massa

renal ultrasound :
cystic lesions

serum creatinine:
elevated

pada ginjal

CT abdomen: welldefined, oval lesions

polikistik,
Hipertensi

15. Arterial-venous malformation


Anamnesis

Pemeriksaan

Pemeriksaan

fisik

penunjang

Hipertensi,

Pemeriksaan lainnya

contrast CT

gumpalan

cardiomegaly,

abdomen: massa

berbentuk ulat,

bruit (+) pada

lesi, filling defect,

nyeri pinggang,

panggul dan

nephrogram

abdomen

terlambat pengisian

renal angiography:
pengisian simultan dari
sistem arteri dan vena,
nephrogram tertunda

16. Renal vein thrombosis


Anamnesis

Pemeriksaan

Pemeriksaan

fisik

penunjang

Pemeriksaan lainnya

diferensiasi corticomedullary,

Doppler

Mendadak

trombus pada vena ginjal,

ultrasonography:

nyeri panggul, Trauma


hx of

panggul,

nephrotic

oedema

pembesaran ginjal dengan

membesar, edema
ginjal, echogenic
dengan sinyal vena

syndrome

absent

CT abdomen: kehilangan

kekeruhan parenkim

BNO IVP: tertunda ekskresi


kontras dari ginjal,
pembesaran ginjal karena
kongesti

17. Tuberculosis, extrapulmonary


Anamnesis

Pemeriksaan

Pemeriksaan

Pemeriksaan lainnya

fisik

penunjang

Nyeri saat

urinalysis: pyuria

(>10 WBC/HPF)

berkemih, nokturia,
hx dari pajanan TB,

orchalgia dengan

hx cystitis tidak

reaktif hidrokel,

responsif terhadap

rectal toucher

antibiotik, hx dari

prostat nodular

moth-eaten

with no visualised

calyces with

bacteria

ulceration ,

urine culture,:

obliterasi

>10,000 colony

calyceal,

forming unit/mL

epididimitis, ISK

hidronefrosis,

urine

berulang

IV urography:

kalsifikasi,

18. Benign familial haematuria (thin basement membrane nephropathy)


Anamnesis

Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan lainnya

penunjang

urinalysis: dismorfik
merah sel, sel merah,
proteinuria,

Berulang dan

mikroalbuminuria

terus menerus
hematuria

oedema and

mikroskopik

hipertensi

urea and creatinine:


creatinine >2.0, urea
>20

atau gross

hematuria,

24-hour urine

renal biopsy: ipisan


membran basal
glomerulus (150-225
nM)

collection for
protein : >1 gram/24
hours

19. Postinfectious glomerulonephritis


Anamnesis

Pemeriksaan

Pemeriksaan

Pemeriksaan

fisik

penunjang

lainnya

tiba-tiba timbul edema,

urinalysis:d ismorfik

kelemahan, malaise,

periorbital

merah sel, gips sel

hematuria gross, sakit

and peripheral

merah, proteinuria,

kepala, 1 sampai 2

oedema,

mikroalbuminuria

antistreptolysin

minggu postpharyngitis,

hipertensi,

urea and creatinine:

O titer : elevated

2 sampai 4 minggu

rash kulit

setelah dermatitis

creatinine >2.0, urea


>20

serum

streptokokus, yang paling

24-hour urine

umum dari usia 2 sampai

collection for

10 tahun

protein : >1 gram/24


hours

20. Membranoproliferative glomerulonephritis


Pemeriksaan

Anamnesis

Pemeriksaan penunjang

fisik

urinalysis: dysmorphic

tiba-tiba
timbuledema

periorbital and

dependen atau

peripheral

periorbital,

oedema,

kelelahan,

Hipertensi,

hematuria

konjungtiva

gross, sakit

pucat, drusen

kepala,

retina

red cells, red cell casts,


proteinuria,
microalbuminuria

Pemeriksaan lainnya

levels (C3, C4): low

urea and creatinine:


creatinine >2.0, urea
>20

24-hour urine
collection for protein :

oliguria

serum complement

renal biopsy:
hypercellular glomeruli,
mesangium diperluas,
imunofluoresensi
positif, deposito padat
elektron

>1 gram/24 hours

21. Rapidly progressive glomerulonephritis


Anamnesis
prodromal gejala
malaise, demam,
arthralgias,
anoreksia, dan
mialgia, sakit
perut, nodul kulit
yang menyakitkan
atau ulserasi

Pemeriksa
an fisik
Hipertensi,

Pemeriksaan

Pemeriksaan penunjang

urinalysis: dysmorphic red

lainnya

renal bx:

nodules

cells, red cell casts, proteinuria,

hypercellular,

kulit yang

microalbuminuria

sklerotik

urea and creatinine:

glomeruli dengan

creatinine >2.0, urea >20

inklusi bulan

24-hour urine collection for

sabit

nyeri,

conjunctivi
tis, uveitis,
oliguria

protein : >1 gram/24 hours

22. IgA nephropathy


Anamnesis

Pemeriksa
an fisik

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan lainnya

rulang
makroskopik

Pada

hematuria terkait

umumnya

dengan infeksi

asimtomatik

saluran

,hipertensi

urinalysis: RBC casts, mild


proteinuria

IgA pada

urea and creatinine:

mesangium,

creatinine >2.0, urea >20

proliferative

24-hour urine collection

crescents pada kasus

for protein : >1 gram/24

pernapasan

renal bx: adanya

berat

hours

23. Systemic lupus erythematosus


Anamnesis

Pemeriksaan

Pemeriksaan

fisik

penunjang

arthralgias,
demam ringan,
kelelahan,
malaise,
anoreksia,
mual,
penurunan berat
badan, kejang,
fotosensitifitas

Pemeriksaan lainnya

urinalysis: pyuria,

kupu-kupu

RBCs, granular casts,

atau ruam

proteinuria

diskoid, borok

creatinine >2.0, urea

vagina,

>20

renal bx : glomerulitis
ringan deposisi
imunoglobulin dan

urea and creatinine:

mulut atau

vaskulitis

pembentukan bulan
sabit

24-hour urine

proliferatiflupus
serologies: elevated

retina, murmur

collection for

sistolik

protein : >1 gram/24

serum complement (C3,


C4): low

hours

24. Renal cancer


Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang

Nyeri pinggang, hx merokok,


riwayat keluarga dengan
kanker karsinoma sel ginjal,
penyakit ginjal polikistik,
paparan kimia karsinogen

HTN, panggul massa,

cystic renal mass

adenopati, varikokel

renal ultrasound: solid or

CT abdomen with and

kiri, edemas ekstremitas

without IV contrast: contrast

bawah

enhancing renal mass

25. Grawitz tumor


Anamnesis

Pemeriksaan
fisik

Pemeriksaan penunjang

nyeri pinggang, hematuria

bisa

PIV biasanya dikerjakan atas indikasi

dan massa pada pinggang

diraba/dirasakan

adanya hematuria tetapi jika diduga ada

merupakan tanda tumor dalam benjolan di perut

massa pada ginjal, pemeriksaan

stadium lanjut, nyeri pada sisi

dilanjutkan dengan CT scan atau MRI.

ginjal yang terkena ,

Dalam hal ini USG hanya dapat

penurunan berat badan ,

menerangkan bahwa ada massa solid

kelelahan , demam yang

atau kistik

hilang-timbul, anemi ,
Varikokel akut ,
hipertensi

26. Tumor Wilms


Anamnesis

Pemeriksaan

Pemeriksaan

fisik

penunjang

Pemeriksaan lainnya

tumor abdomen,
Hematuri

IVP tampak distorsi

(makroskopis)

sistem pielokalises

Hipertensi

dan berguna untuk

anemia, penurunan
berat badan, infeksi
saluran kencing,

mengetahui fungsi
Massa abdomen

ginjal.

kadar lactic
dehydrogenase (LDH)
meninggi dan Vinyl
mandelic acid (VMA)
dalam batas normal

pemeriksaan USG,

demam, malaise dan

tumor Wilms nampak

anoreksia

sebagai tumor padat di

nyeri perut yang

daerah ginjal.

bersifat kolik

27. Urethral cancer


Pemeriksaan

Anamnesis

fisik

lebih umum pada


wanita putih dan pada
mereka> 50 usia,
frekuensi, keraguan,
gejala kencing

Pemeriksaan penunjang

Teraba
massa,
stricture

IVU: filling defect,


mass voiding

Pemeriksaan lainnya

urethroscopy:

cystourethrogram:

visible urethral

filling defect, mass

mass

obstruktif
28. Penile cancer
Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan

Pemeriksaan lainnya

penunjang

hx lesi penis,

eritematosa patch,

hx dari

indurasi, massa teraba,

squamous cell

kondiloma

limfadenopati inguinal

carcinoma

skin biopsy:

MRI/CT pelvis

29. Bladder stone


Anamnesis

Pemeriksaan
fisik

suprapubik nyeri,
hematuria, gejala
saluran kandung
kemih obstruktif,

Nyeri tekan
suprapubic

Pemeriksaan

Pemeriksaan penunjang

urinalysis: haematuria,

lainnya

BNO: radio-

leukocyte esterase, nitrites

opaque bladder

non-contrast CT

stone

abdomen: bladder stone

operasi sebelumnya
30. Cytotoxic medications
Anamnesis

Pemeriksaan
fisik

Pemeriksaan

Pemeriksaan penunjang

lainnya

hx dari penggunaan

analgesik atau

urinalysis: dismorfik

penyalahgunaan,

merah sel, gips sel

aminoglikosida,

merah, proteinuria,

cyclophosphamide,
cyclosporine, penisilin,
sulfonamid, non-steroid

hypotension,
oedema,
suprapubic pain

mikroalbuminuria

eosinophilia

anti-inflamasi,
hematuria berulang,

FBC: peripheral blood

serum creatinine:

cystoscopy:
amyloid
deposits,
haemorrhagic
inflammation

elevated

nyeri pinggang, disuria


31. Anticoagulation
Anamnesis
hx fibrilasi atrium, katup
mekanik, stroke, memar,
perdarahan gusi

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang

panggul massa, nyeri


tekan sudut
kostovertebral, memar,

coagulation studies: elevated

perdarahan gusi

32. Exercise-induced haematuria


Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang

Setelah olahraga berat

normal

urinalysis: RBCs

33. Loin pain haematuria syndrome


Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang

perempuan muda, hematuria

intermiten, panggul nyeri


intermiten mulai dari yang ringan

low-grade fever

urinalysis: diagnosa klinis,


dan tes tidak secara rutin

sampai parah, penggunaan

direkomendasikan

kontrasepsi oral
34. Medication
Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang

penggunaan obat seperti


Pyridium, rifampin,
fenitoin, levodopa,

normal

urinalysis : diagnosa klinis, dan tes


tidak secara rutin direkomendasikan

metildopa, dan kina


35. Food-related
Anamnesis

Riwayat makan bit,


blackberry, rhubarb

Pemeriksaan

Pemeriksaan penunjang

fisik

normal

urinalysis: : diagnosa klinis, dan tes


tidak secara rutin direkomendasikan

I.

PENATALAKSANAAN

Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan retensi urine, coba
dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan memakai cairan garam fisiologis,
tetapi jika tindakan ini tidak berhasil, pasien secepatnya dirujuk untuk menjalani evakuasi
bekuan darah transuretra dan sekaligus menghentikan sumber perdarahan. Jika terjadi
eksanguinasi yang menyebabkan anemia, harus dipikirkan pemberian transfusi darah.
Demikian juga jika terjadi infeksi harus diberikan antibiotika. (Mellisa C Stoppler, 2010) .
Setelah hematuria dapat ditanggulangi, tindakan selanjutnya adalah mencari penyebabnya dan
selanjutnya menyelesaikan masalah primer penyebab hematuria. (Mellisa C Stoppler, 2010)
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hematuria. Pengobatannya tergantung pada
penyebabnya:
1. Infeksi saluran kemih, biasanya diatasi dengan antibiotik.
2. Batu ginjal, dengan banyak minum. Jika batu tetap tidak keluar, dapat dilakukan
ESWL atau pembedahan.
3. Pembesaran prostat, diatasi dengan obat-obatan atau pembedahan.
4. Kanker, dilakukan pembedahan, untuk mengangkat jaringan kanker, atau kemoterapi.

J.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus fokus pada deteksi hipertensi yang hadir bersamaan
dengan sindrom nefritik dan penyakit pembuluh darah ginjal, edema terkait dengan
sindrom nefrotik, massa perut atau panggul teraba menyarankan ginjal neoplasma,
dan adanya nyeri ketok kostovertebral atau nyeri tekan suprapubik berhubungan
dengan infeksi saluran kemih. Pemeriksaan rektal pada pria dapat mengungkapkan
nodularitas prostat atau pembesaran
sebagai penyebab potensial.
Pada pemeriksaan diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin merupakan
manifestasi dari suatu penyakit ginjal. Syok hipovolemik dan anemia mungkin
disebabkan karena banyak darah yang keluar. Ditemukannya tanda-tanda perdarahan
di tempat lain adalah petunjuk adanya kelainan sistem pembekuan darah yang bersifat
sistemik.
1. Pucat pada kulit dan konjungtiva sering terlihat pada pasien dengan anemia.
2. Periorbital,

skrotum,

dan

edema

perifer,

mungkin

hipoalbuminemia dari glomerulus atau penyakit ginjal.

menunjukkan

3. Cachexia mungkin menunjukkan keganasan.


4. Nyeri tekan dari sudut kostovertebral, dapat disebabkan oleh pielonefritis atau
dengan perbesaran massa seperti tumor ginjal.
5. Nyeri suprapubik sistitis, baik yang disebabkan oleh infeksi, radiasi, atau
obat sitotoksik.
6. Kandung kemih tidak teraba ketika didekompresi, kandung kemih diisi dengan
200 mL urin percussible. Dalam retensi urin akut, biasanya terlihat dalam
kasus-kasus BPH atau obstruksi oleh bekuan, kandung kemih bisa diraba dan
dapat dirasakan hingga tingkat umbilikus.
7. Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan adanya pembesaran ginjal
akibat tumor, obstruksi, ataupun infeksi ginjal. Massa pada suprasimfisis
mungkin disebabkan karena retensi bekuan darah pada buli-buli.
8. Pada colok dubur, ukuran, bentuk dan konsistensi prostat dinilai mengetahui
adanya pembesaran prostat benigna maupun karsinoma prostat. Setelah
prostatektomi enukleasi maupun endoskopik, simpai prostat dibiarkan sehingga
pada colok dubur memberikan kesan prostat masih membesar. Lobus medial
prostat yang mungkin menonjol ke kandung kemih umumnya tidak dapat
dicapai dengan jari. Karsinoma prostat menyebabkan asimetri dan perubahan
konsistensi setempat. Diagnosis dipastikan melalui biopsy jarum transrektal.
9. Pemeriksaan dengan menggunakan berbagai kateter yang dahulu dibuat dari
karet dan sekarang lateks, politen atau silicon. Ujung kateter dibuat dalam
berbagai bentuk supaya tidak dapat tercabut; yang biasa ialah bentuk Foley
yang pada ujungnya berbentuk balon yang dapat dikembangkan. Untuk
ukurannya digunakan skala Charriere, berdasarkan skala Prancis yang
menyatakan ukuran lingkaran di luarnya dan bukan diameternya. Diameter
didapat dengan membagi ukuran Charriere dengan tiga. (Wim de Jong, dkk,
2004).
Dalam mencari penyebab hematuria perlu dicari data yang terjadi pada saat
episode hematuria, antara lain:
1. Bagaimanakah warna urine yang keluar?
2. Apakah diikuti dengan keluarnya bekuan-bekuan darah?
3. Di bagian manakah pada saat miksi urine berwarna merah?
4. Apakah diikuti dengan perasaan sakit ? (Mellisa C Stoppler, 2010)

Perlu ditanyakan juga, beberapa faktor risiko untuk kanker urothelial pada
pasien dengan hematuria mikroskopis
1. Riwayat merokok
2. Kerja paparan bahan kimia atau pewarna (benzenes atau aromatic amine)
3. Riwayat gross hematuria sebelumnya
4. Usia di atas 40 tahun
5. Riwayat gangguan berkemih, nyeri saat berkemih, dan infeksi saluran kemih
6. Penyalahgunaan analgetik
7. Riwayat radiasi panggul.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan mekanisme pertahanan
primer
3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan Hb
4. Cemas berhubungan dengan krisis situasional

Diagnosa Keperawatan/

Rencana keperawatan

Masalah Kolaborasi
Nyeri

akut

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

berhubungan NOC :

NIC :

Pain Level,

dengan:

Lakukan

pengkajian

nyeri

secara

komprehensif

Agen injuri (biologi, kimia, pain control,

termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

fisik, psikologis), kerusakan comfort level

dan faktor presipitasi


Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

jaringan

Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama . Pasien Bantu

pasien

dan

keluarga

untuk

mencari

dan

DS:

tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:

- Laporan secara verbal

Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

DO:
- Posisi

menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi


untuk

menahan

- Tingkah laku berhati-hati


- Gangguan

tidur

- Terfokus pada diri sendiri

(penurunan

berkurang

dengan Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

menggunakan manajemen nyeri

tanda nyeri)

kacau, Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

menyeringai)

- Fokus

nyeri

(mata Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan

sayu, tampak capek, sulit


gerakan

bahwa

menyempit
persepsi

seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan


Kurangi faktor presipitasi nyeri

nyeri, mencari bantuan)


Melaporkan

nyeri

atau

menemukan dukungan

Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,


relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ...
Tingkatkan istirahat

Tanda vital dalam rentang normal

Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,

Tidak mengalami gangguan tidur

berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi


ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian

waktu, kerusakan proses


berpikir,
interaksi

penurunan
dengan

orang

dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi,
contoh

jalan-jalan,

menemui

orang

dan/atau

lain

aktivitas,

aktivitas berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti
diaphoresis,

perubahan

tekanan darah, perubahan


nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan
dalam

autonomic
tonus

otot

(mungkin dalam rentang


dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku
(contoh
merintih,

ekspresif
gelisah,
menangis,

analgesik pertama kali

waspada, iritabel, nafas


panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Diagnosa Keperawatan/

Rencana keperawatan

Masalah Kolaborasi
Risiko infeksi

Tujuan dan Kriteria Hasil


NOC :

Intervensi
NIC :

Immune Status

Pertahankan teknik aseptif

Faktor-faktor risiko :

Knowledge : Infection control

Batasi pengunjung bila perlu

- Prosedur Infasif

Risk control

Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan

- Kerusakan jaringan dan

keperawatan

peningkatan paparan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

lingkungan

pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:

Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan

- Malnutrisi

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

- Peningkatan paparan

Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya

lingkungan patogen

infeksi

petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi

kandung kencing

- Imonusupresi

Jumlah leukosit dalam batas normal

Tingkatkan intake nutrisi

- Tidak adekuat pertahanan

Menunjukkan perilaku hidup sehat

Berikan terapi antibiotik:.................................

Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

sekunder (penurunan Hb,


Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
- Penyakit kronik

batas normal

Pertahankan teknik isolasi k/p


Inspeksi

kulit

dan

membran

kemerahan, panas, drainase

- Imunosupresi

Monitor adanya luka

- Malnutrisi

Dorong masukan cairan

- Pertahan primer tidak

Dorong istirahat

mukosa

terhadap

adekuat (kerusakan kulit,

Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

trauma jaringan,

Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

gangguan peristaltik)

Diagnosa Keperawatan/

Rencana keperawatan

Masalah Kolaborasi
Risiko trauma

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

NOC :

NIC :

Knowledge : Personal Safety

Environmental Management safety

Faktor-faktor risiko

Safety Behavior : Fall Prevention

Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien

Internal:

Safety Behavior : Fall occurance

Identifikasi

Kelemahan, penglihatan

Safety Behavior : Physical Injury

dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan

menurun, penurunan sensasi

Tissue Integrity: Skin and Mucous Membran

riwayat penyakit terdahulu pasien

taktil, penurunan koordinasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.klien

otot, tangan-mata,

tidak mengalami trauma dengan kriteria hasil:

kurangnya edukasi

pasien terbebas dari trauma fisik

kebutuhan

keamanan

pasien,

sesuai

Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya


memindahkan perabotan)
Memasang side rail tempat tidur

keamanan, keterbelakangan

Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih

mental

Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah


dijangkau pasien.

Eksternal:

Membatasi pengunjung

Lingkungan

Memberikan penerangan yang cukup


Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
Mengontrol lingkungan dari kebisingan
Memindahkan

barang-barang

yang

dapat

membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau

pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan


penyebab penyakit.

Diagnosa Keperawatan/

Rencana keperawatan

Masalah Kolaborasi
Kecemasan

berhubungan NOC :

dengan
Faktor

Tujuan dan Kriteria Hasil

keturunan,

situasional,

Krisis -

Kontrol kecemasan

Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)

Koping

Gunakan pendekatan yang menenangkan

Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku

perubahan status kesehatan, Setelah

dilakukan

asuhan

selama

klien

kematian, kecemasan teratasi dgn kriteria hasil:

perubahan
kurang

NIC :

Stress,

ancaman

konsep

pengetahuan

Intervensi

pasien

diri, Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan


dan

hospitalisasi

gejala cemas

DO/DS:

Vital sign dalam batas normal

- Insomnia

Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat

- Kontak mata kurang

selama prosedur

Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan


tehnik untuk mengontol cemas

aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan

Temani pasien untuk memberikan keamanan dan


mengurangi takut

Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,


tindakan prognosis

Libatkan keluarga untuk mendampingi klien

Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik

- Kurang istirahat

relaksasi

- Berfokus pada diri sendiri

Dengarkan dengan penuh perhatian

- Iritabilitas

Identifikasi tingkat kecemasan

- Takut

Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan

- Nyeri perut
- Penurunan TD dan denyut

kecemasan

Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,

nadi

ketakutan, persepsi

- Diare, mual, kelelahan


- Gangguan tidur
- Gemetar
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut
nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi

dalam

Kelola pemberian obat anti cemas:........

DAFTAR PUSTAKA

Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Moore L Keith, Anne M. 2003. Anatomi klinis Dasar.Jakarta: Hipocrates
Setyohadi, Bambang (dkk). 2006. Ilmu penyakit Dalam (edisi keempat). Jakarta.
Departememen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula.Jakarta: EGC
Junqueir, Luiz carlos. 2007. Histologi Dasar teks dan atlas. Jakarta: EGC.
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto
Silvia and Wilson. 2006. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.

You might also like