Professional Documents
Culture Documents
Kurare yang biasa dipergunakan dalam bentuk tubokurarin merupakan suatu relaksan
non-depolarisasi yang dapat merangsang pelepasan histamine dan cenderung menurunkan
tekanan darah.
Riwayat penggunaan kurare dalam praktik klinik sangat mengagumkan. Pengaruh racun
yang kuat telah diketahui oleh Sir Walter Raleigh ketika ia menyaksikan bahwa kurare dipakai
sebagai racun anak panah di Amerika selatan tahun 1596. Substansi kasar kurare dibawa ke
Eropa oleh naturalis flamboyan Charles waterton, seorang bangsawan yorkahire, pada tahun
1825. Ia melumpuhkan seekor keledai dengan kurare, kemudian pada binatang tersebut
dilakukan resusitasi dengan IPPV. Claude Bernard, naturalis perancis yang besar menemukan
kerja farmakologisnya pada 1850. Obat tersebut kadang-kadang digunakan untuk mengatasi
kejang tetanus dan pada kegunaannya secara terisolasi melalui suntikan intramuscular oleh
Lawen pada 1912 untuk relaksasi pada pembedahan. Griffish dan Johnson dari montreal pertama
kali mengunakan kurare secara intravena pada anestesi pada 1942, pada penderita yang dapat
bernafas secara spontan. Gray dan Halton di Liverpool memperkenalkan teknik modern IPPV
dan melumpuhkan, pada 1946.1
ALAT DAN BAHAN :
1. Pelat kaca + papan fiksasi + beberapa jarum pentul
2. Waskom besar yang berisi air.
3. 3 ekor katak + penusuk katak+benang
4. Stimulator induksi + elektroda perangsang
5. Gelas arloji
6. Semprit 2 cc + jarumnya
7. Larutan Ringer
8. Larutan tubo-kurain (dicairkan 1 :1 dalam ringer)
9. Larutan Prostigmin (dicairkan 1 :1 dalam Ringer)
10. Larutan tubo-kurain 1% (dari ampul)
I.
KERJA STEADY-STATE
a. TUJUAN
Untuk mengetahui reaksi seekor katak terhadap berbagai rangsang sebelum dan
sesudah penyuntikan kurare.
b. CARA KERJA
1. Ambillah seekor katak dan letakkan diplat kaca. Perhatikan kegiatan katak
tersebut (aktif/ pasif).
2.
Telentangkan
katak
tersebut
beberapa
kali
dan
perhatikan
reaksinya
5.
tergantung bebas.
2. Rangsanglah dengan menjepit salah satu telapak kaki dengan pinset
3. Tetapkan waktu dengan reaksinya.
Suntikan 0,5 cc larutan tubokularin 1:1 ke dalam kantung limfe iliakal (disebelah
KERJA STEADY-STATE
a. TUJUAN
Untuk mengetahui pengaruh dari kurare terhadap suatu bagian lengkung refleks.
b. CARA KERJA
1. Ambillah katak lain dan rusak lah otaknya tetapi jangan merusak medulla
spinalisnya.
2. Bebaskan nervus ischiadicus paha kanan.
3. Ikatlah seluruh paha kanan kecuali nervus ischiadikus nya.
4. Suntikan 0,5 cc larutan tubokularin 1:1 ke dalam kantung limfe depan dengan
membuka mulut katak cukup lebar dan menusukan jarum suntik ke dasar mulut ke
arah lateral. Periksalah pada kaki yang tidak di ikat setiap 5 menit berkurangnya
refleks nonsiseptiv dan timbulnya kelumpuhan umum. Bila peristiwa tersebut di
atas belum terjadi,ulangi suntikan setiap 20 menit.
5. Rangsanglah ujung jari kanan dengan rangsang faradik yang cukup kuat sehingga
terjadi withdrawal reflex. Catatlah kekuatan rangsang yang digunakan.
6. Rangsanglah ujung jari kaki kiri dengan rangsang faradik yang cukup kuat
sehingga terjadi withdrawl refleks.Catatlah kekuatan rangsang yang digunakan.
7. Bebaskan nervus ischiadicus kaki kiri dan buanglah sedikit kulit yang menutupi m.
Gastrocemius kanan dan kiri.
8. Tentukan ambang rangsang buka untuk masing-masing nervus ischiadikus.
9. Tentukan ambang rangsang buka untuk masing-masing m. gastrochemius.
c. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Dalam melakukan percobaan kedua, kami menggunakan katak yang
berbeda dengan percobaan pertama. Kami memegang katak dengan tangan kiri di
mana bagian antara kepala dan punggung kodok/ katak terletak di antara ibu jari
dan jari telunjuk. Kemudian,kami menusuki kepala katak bagian kepala pada
daerah medial bagian kepala belakang. Setelah itu, kami merusak otak katak
tersebut dengan mengorek-ngorek ke dalam ruang kepalanya. Setelah otak benarbenar rusak, yang ditandai dengan tidak adanya gerakan pada alat geraknya, kami
meletakkan katak di atas papan dan kemudian menusuk kakinya dengan jarum
pentol sehingga katak tidak dapat bergerak lagi. Selanjutnya, kami menguliti
kedua kaki katak tersebut sehingga terlihat daging dari kaki katak tersebut.
Ditusuk di kaki
Voltase
10
20
30
40
50
Kaki Kanan
+
+
+
+
+
Kaki Kiri
_
+
+
+
+
Kaki Kanan
+
+
+
+
+
Kaki Kiri
_
+
+
+
+
III.
Kaki Kanan
+
+
+
+
+
Kaki Kiri
_
+
+
+
+
KERJA STEADY-STATE
a. TUJUAN
Untuk mengetahui tempat kerja kurare pada sediaan otot saraf
b. CARA KERJA
1.
Buatlah dua sediaan otot saraf (A dan B) dari seekor katak lain dan usahakan agar
1.
Larutan Kurare
-
Larutan Ringer
+
+
+
Pembahasan
Dari percobaan tersebut kita dapat mengetahui ternyata kurare hanya
bereaksi positif pada struktur jaringan otot saja dan tidak mempengaruhi jaringan
persarafan pada katak tersebut, hal ini dapat terjadi ini dikarenakan karena kurare
merupakan zat relaksan. Zat relaksan otot itu sendiri adalah semacam obat yang
mengurangi ketegangan otot dengan bekerja pada saraf yang menuju otot atau
sambungan saraf otot dan tidak bekerja pada sistem persarafan.
Kesimpulan
Pada katak pertama, setelah disuntik tubokurarin menjadi lemas. Hal ini karena
tubokurarin atau kurare bekerja dengan memblok reseptor asetikolin pada otot, terjadi
relaksasi yang lama. Penyuntikan tubokurarin ini juga menekan peredaran darah
sehingga tidak ada oksigen yang cukup pada darah. Kekurangan oksigen ini menyebabkan
katak tidak aktif lagi seperti sebelum disuntik. Selain itu, karena kekurangan oksigen ini,
frekuensi pernapasan katak makin lama makin menurun.
Pada percobaan kedua, terdapat perbedaan voltase antara m. gastrocnemious dan nervous
ischiadicus kiri dan kanan karena kerusakan otak kiri dan kanan yang dialami tidak sama besar.
Apabila otak rusak maka meskipun medulla spinalis tidak rusak respon yang diberikan akan
negatif atau lambat. Hal ini dikarenakan pada otak terdapat korteks motorik yang merupakan
perintah utama untuk semua gerakan. Jika dalam merusak otak bagian kanan dan kiri tidak
secara seimbang maka dapat menyebabkan perbedaan respons terhadap rangsang. Jika otak
kanan jauh lebih rusak maka nervus ischiadikus kiri akan lebih lambat dalam merespon.
Demikian juga jika otak bagian kiri yang lebih rusak maka nervus ischiadikus lebih lambat
dalam respons begitu juga dengan muskulus gastrochenimius.
Daftar pustaka
1. Boulton TB, Blogg CE. Anestesiologi. Jakarta: EGC; 2001.h.94-5