Professional Documents
Culture Documents
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. B.S.
: Laki-laki
Alamat
Pekerjaan
: Pensiunan
Agama
: Kristen
Status perkawinan
: Menikah
Tanggal masuk RS
: 19 Juni 2014
: 437258
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 20 Juni 2014
Keluhan Utama
Kencing tidak lampias sejak 6 bulan SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh kencing tidak lancar sejak 1 tahun yang lalu. Pasien
harus menunggu pada permulaan kencing, mengedan pada saat kencing,
alirannya terputus-putus, pancaran air kencing lemah dan menetes pada akhir
kencing. Pasien juga merasa tidak puas setelah kencing dan sering kencing
terutama pada malam hari terbangun untuk kencing. Selain itu, pasien
merasakan rasa nyeri pada ujung penis dan batang penis saat kencing.
Selama ini kencing pasien tidak pernah bercabang, tidak pernah
mengeluarkan pasir atau batu saat kencing. Pasien juga tidak pernah
mengalami operasi sebelumnya. Pasien juga tidak pernah mengeluarkan darah
pada saat kencing, nyeri punggung tidak ada, perasaan baal/kesemutan tidak
ada, buang air besar lancar.
Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien ini semakin lama semakin
memberat, sehingga 6 bulan SMRS, pasien memutuskan untuk berobat ke
RSPAD Gatot Soebroto dan diberikan oleh dokter pengobatan berupa Harnal.
Setelah dilakukan pengobatan selama 6 bulan pasien disarankan untuk
melakukan tindakan operasi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
-
Tidak ada anggota keluarga dari pasien yang memiliki keluhan serupa
Riwayat penyakit Hipertensi (-)
Riwayat penyakit Diabetes Mellitus (-)
Nocturia
Dalam satu bulan terakhir, berapa kali
anda terbangun dari tidur malam untuk
kencing?
Tidak
pernah
Kurang
dari 1x
dari 5x
kejadian
Kurang
dari
separuh
kejadian
Kurang
lebih
separuh
dari
kejadian
Lebih
dari
separuh
kejadian
Hampir
selalu
Tidak
pernah
0
1 kali
2 kali
3 kali
4 kali
5 kali
TOTAL SKOR : 28
III.PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital: Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 84 kali/menit
Pernafasan
: 20 kali/menit
Suhu
: 36,8OC
Kepala
: normosefal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT
: tidak ada kelainan
Leher
: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks
: Normochest, simetris, retraksi (-)
- Jantung : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-),
Abdomen
Ekstremitas
DRE
gallop (-)
Paru
: Suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-,
ronkhi -/: Datar, supel, bising usus (+) normal, massa (-)
- Hepar dan lien : tidak teraba membesar
- Ginjal
: nyeri ketok CVA -/: akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik
: Tonus Sphingter Ani baik, mukosa licin, ampula
-
Batu buli
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaaa Laboratorium (Dilakukan pada tanggal 19 Juni 2014)
Hematologi Rutin
Hemoglobin
15.07 g/dL
12 - 16 g/dL
Hematokrit
47.04 %
37 - 47 %
Eritrosit
4.64 juta/uL
Leukosit
5.550/uL
4800 - 10.600/uL
Trombosit
150.800/uL
150.000 - 400.000/uL
Kreatinin
0.95 mg/dL
97 mg/dL
70 - 100 mg/dL
Natrium (Na)
137 mmol/L
Kalium (K)
3.5 mmol/L
Klorida (Cl)
96 mmol/L
95 - 105 mmol/L
Warna
Kuning
Kuning
Kejernihan
Keruh
Jernih
pH
5.00
4.8- 8.0
Berat jenis
1.010
1.010 1.030
Protein
Negatif
Negatif
Glukosa
Negatif
Negatif
Urobilinogen
Negatif
Negatif
Bilirubin
Negatif
Negatif
Nitrit
Negatif
Negatif
Keton
Negatif
Negatif
Eritrosit
3/LPB
<2/LPB
Leukosit
3/LPB
<5/LPB
Kristal
Negatif
Negatif
Epitel
+1
Negatif
Kimia Klinik
Urnalisis
Faal hemostasis
Waktu perdarahan
130
Waktu pembekuan
400
Kimia klinik
SGOT
29 mU/dL
SGPT
25 mU/dL
Radiologi BNO
Insersi sheath Cystoscopy : massa (-), sten (-), trabekulasi sedang, muara
uretra bilateral normal, bladder neck tinggi, kissing lobe (-),
veromontanum normal.
Pasang foley catheter 24 Fr 3 way, drips NaCl 0.9% (+), traksi (+)
Operasi selesai
Diet biasa
Ceftriaxone
1 x 2 gr iv
Tramadol
2 x 100 mg iv
Chorme
3 x 100 mg iv
Vit-K
3 x 100 mg iv
Ranitidin
2 x 50 mg iv
Ondansentron 2 x 4 mg iv
X. FOLLOW UP PASCA-BEDAH
Tanggal 21 juni 2014
S
KU/Kesadaran : Baik/CM
TD: 120/80, Nadi: 84 x/menit, Napas: 18 x/menit, suhu 36,6oC
Terpasang FC 24 Fr 3 way (urine agak keruh)
Ceftriaxone
1 x 2 gr iv
Tramadol
2 x 100 mg iv
Chorme
3 x 100 mg iv
Vit-K
3 x 100 mg iv
Ranitidin
2 x 50 mg iv
Ondansentron 2 x 4 mg iv
KU/Kesadaran : Baik/CM
TD: 120/80, Nadi: 80 x/menit, Napas: 18 x/menit, suhu 36,5oC
Terpasang FC 24 Fr 3 way (urine jernih)
Mobilisasi jalan
Aff drip
Kateter dipertahankan
-
Ceftriaxone
1 x 2 gr iv
Tramadol
2 x 100 mg iv
Ranitidin
2 x 50 mg iv
Ondansentron 2 x 4 mg iv
KU/Kesadaran : Baik/CM
TD: 120/80, Nadi: 80 x/menit, Napas: 18 x/menit, suhu 36,5oC
Terpasang FC 24 Fr 3 way (urine jernih)
Aff kateter, evaluasi kencing (jika dapat kencing spontan, boleh pulang)
-
XI. RESUME
Laki-laki usia 70 th datang dengan kencing tidak lampias sejak 6
bulan SMRS. Pasien harus menunggu pada permulaan kencing, mengedan
pada saat kencing, alirannya terputus-putus, pancaran air kencing lemah dan
menetes pada akhir kencing. Pasien juga merasa tidak puas setelah kencing
dan sering kencing terutama pada malam hari terbangun untuk kencing.
Selain itu, pasien merasakan rasa nyeri pada ujung penis dan batang penis
saat kencing.
Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien ini semakin lama
semakin memberat, sehingga 6 bulan SMRS, pasien memutuskan untuk
XII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Qou ad fungtionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat di sebelah inferior
bulibuli, di depan rektum, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti
buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2.5 cm, beratnya kurang lebih 20 gram, dan
mengelilingi uretra posterior, yaitu sekitar 2.5 cm. Prostat disokong oleh ligamen
puboprostatik di bagian anterior, dan diafragma urogenital di bagian inferior.1,2
berjalan melalui bagian pusat dari prostat.4 Bagian posterior dari prostat ditembus
oleh duktus ejakulatorius yang bermuara di verumontanum, suatu tonjolan yang
terletak di bagian posterior lumen uretra prostatika dan terletal proksimal dari
sfingter uretra eksterna.1
12
13
15
17
bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga
lama-kelamaan dapat menyebabkan hernia atau hemoroid.9
Karena selalu terdapat sisa urine, dapat terbentuk batu endapan di dalam
kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks,
dapat terjadi pielonefritis.9
MANIFESTASI KLINIS
Gejala hiperplasia prostat benigna dapat dibagi menjadi keluhan obstruktif
dan iritatif. Gejala obstruktif meliputi keluhan hesitansi (awal keluarnya urine
menjadi lebih lama dan seringkali pasien harus mengejan untuk memulai miksi),
penurunan kekuatan dan pancaran urine saat miksi, sensasi dari pengosongan buli
buli yang tidak lengkap, double voiding (miksi kedua kalinya dalam waktu 2 jam
setelah miksi sebelumnya), harus mengejan saat miksi, dan post-void dribbling
(masih keluar tetesan-tetesan urine).7,8
Gejala iritatif termasuk urgensi, frekuensi, dan nokturia. Urgensi adalah rasa
sangat ingin kencing sehingga terasa sakit, frekuensi atau polakisuria adalah
frekuensi berkemih yang lebih dari 8 kali perhari, sedangkan nokturia adalah
berkemih lebih dari 1 kali pada malam hari, di antara episode tidur.7,8
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, American Urological Association mengembangkan sistem skoring yang
disebut sebagai I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring IPSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi
(LUTS; Lower urinary tract symptom) dan satu pertanyaan yang berhubungan
dengan kualitas hidup pasien. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala
LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1) ringan: skor 0-7, (2) sedang: skor 8-19, dan (3)
berat: skor 20-35.7,8
18
Tidak
pernah
Kurang
dari 1x
dari 5x
kejadian
Kurang
dari
separuh
kejadian
Kurang
lebih
separuh
dari
kejadian
Lebih
dari
separuh
kejadian
Hampir
selalu
Tidak
pernah
0
1 kali
2 kali
3 kali
4 kali
5 kali
Nocturia
Dalam satu bulan terakhir, berapa kali
anda terbangun dari tidur malam untuk
kencing?
Pertanyaan nomor 8 adalah mengenai kualitas hidup sehubungan dengan gejala di atas
Sangat
senang
Senang
Puas
Campuran
antara
puas dan
tidak puas
3
Sangat
tidak
puas
Tidak
bahagia
Buruk
sekali
19
21
(10%) yang membutuhkan penanganan berbeda dari yang lain. Oleh karena itu
pencitraan saluran kemih bagian atas tidak direkomendasikan sebagai
pemeriksaan pada BPH, kecuali jika pada pemeriksaan awal diketemukan
adanya: (a) hematuria, (b) infeksi saluran kemih, (c) insufisiensi renal (dengan
melakukan pemeriksaan USG), (d) riwayat urolitiasis, dan (e) riwayat pernah
menjalani pembedahan pada saluran urogenitalia. Pemeriksaan sistografi
maupun uretrografi retrograd guna memperkirakan besarnya prostat atau
mencari kelainan pada buli-buli saat ini tidak direkomendasikan10. Namun
pemeriksaan itu masih berguna jika dicurigai adanya striktura uretra.
Pemeriksaan USG prostat bertujuan untuk menilai bentuk, besar prostat, dan
mencari kemungkinan adanya karsinoma prostat. Pemeriksaan ultrasonografi
prostat tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin, kecuali hendak
menjalani terapi: (a) inhibitor 5- reduktase, (b) termoterapi, (c) pemasangan
stent, (d) TUIP atau (e) prostatektomi terbuka. Menilai bentuk dan ukuran
kelenjar prostat dapat dilakukan melalui pemeriksaan transabdominal (TAUS)
ataupun transrektal (TRUS). Jika terdapat peningkatan kadar PSA,
pemeriksaan USG melalui transrektal (TRUS) sangat dibutuhkan guna menilai
kemungkinan adanya karsinoma prostat5.
Pemeriksaan IVU dapat memperlihatkan kemungkinan adanya: (1)
kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, (2)
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya
indentasi prostat, yaitu pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat sehingga
terlihat dasar buli-buli dari gambaran sistogram yang tidak terisi kontras
(filling defect) atau ujung distal ureter membelok ke atas yang berbentuk
seperti mata kail atau fish hook appearance, dan (3) penyulit yang terjadi pada
buli-buli, yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli.
Pemeriksaan IVU ini sekarang tidak direkomendasikan pada BPH.7,9,10
Pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan melalui trans abdominal
(TAUS; Trans abdominal ultrasonography) dan trans rektal (TRUS; Trans
rectal ultrasonography). Dari TAUS diharapkan didapat informasi mengenai:
(1) perkiraan volume/besar prostat, (2) panjang protrusi prostat ke buli-buli
atau intra prostatic protrusion (IPP), (3) mungkin didapatkan kelainan pada
22
buli-buli seperti massa, batu, atau bekuan darah, (4) menghitung sisa (residu)
urine pasca miksi, atau (5) hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi
prostat. Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya fokus keganasan
prostat berupa area hipoekoik dan kemudian sebagai penunjuk dalam
melakukan biopsi prostat.7 Pengukuran volume prostat sering disebut
volumetri dan biasanya memakai rumus volume = 0.52 x d1 x d2 x d3, bila
dianggap bahwa bentuk prostat elipsoid dan d adalah jarak panjang, lebar
(pada potongan transversal), dan panjang prostat pada potongan sagital.10 IPP
diukur dari tonjolan (protrusi) prostat di dalam buli-buli hingga dasar (basis)
sirkumferensi buli-buli. Derajat 1 besarnya 1-5 mm, derajat 2 besarnya 5-10
mm, dan derajat 3 besarnya 10 mm. Besarnya IPP berhubungan dengan derajat
obstruksi pada leher buli-buli (BOO), jumlah urine sisa pasca miksi, dan
volume prostat. Artinya adalah pasien dengan derajat IPP rendah, tidak
menunjukkan urine reside yang bermakna (<100 ml), dan tidak menunjukkan
keluhan yang nyata, sehingga tidak memerlukan terapi atau pembedahan.
Sebaliknya, pada pasien yang menunjukkan IPP derajat tinggi terbukti
mempunyai urine sisa >100 ml, dengan keluhan yang bermakna dan pasien
seperti ini membutuhkan terapi yang lebih agresif.7
DIAGNOSIS BANDING
Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher
kandung kemih dengan tonus ototnya, dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi
dapat disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut.9
Ketika mengevaluasi pria dengan dugaan hiperplasia prostat, perlu
dipikirkan kemungkinan penyebab obstruktif lain dari saluran kemih bagian
bawah, seperti striktur uretra, kontraktur leher buli-buli, batu buli-buli, atau
karsinoma prostat.
Riwayat penggunaan alat ke dalam uretra, uretritis, atau adanya trauma
harus ditanyakan untuk mengeliminasi striktur uretra atau kontraktur buli-buli.
Hematuria dan nyeri umumnya terkait dengan batu buli-buli. Karsinoma prostat
dapat dideteksi dengan kelainan pada pemeriksaan colok dubur atau PSA yang
tinggi.8
23
Infeksi saluran kemih seringkali meniru gejala iritasi dari BPH, namun
dengan mudah dapat dibedakan dengan pemeriksaan urinalisis dan kultur urine.
Demikian pula pasien dengan neurogenik buli-buli dapat dibedakan dengan
hiperplasia prostat melalui adanya riwayat penyakit neurologis, stroke, diabetes
melitus, atau cedera punggung. Selain itu, pemeriksaan fisik dapat menunjukkan
berkurangnya sensasi dari perineal atau ekstremitas bawah, atau perubahan dalam
tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus. Konstipasi juga dapat menjadi
salah satu tanda adanya kelainan neurologis.8
PENATALAKSANAAN
Setelah selesai dilakukan evaluasi terhadap pasien, penting untuk
menjelaskan mengenai berbagai pilihan terapi untuk hiperplasia prostat benigna.
Rekomendasi untuk pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kriteria kelompok
dari pasien. Bagi pasien dengan gejala ringan (skor IPSS 0-7), maka yang
disarankan adalah watchful waiting atau menunggu dengan waspada tanpa
pemberian
obat
atau
tindakan.
Sedangkan
untuk
melakukan
tindakan
24
sebelumnya, dapat dipikirkan untuk memilih terapi lain. 12 Sekitar 85% pasien
akan tetap stabil dalam penanganan watchful waiting pada kurun waktu 1 tahun,
dan kemudian akan mengalami penurunan menjadi 65% dalam kurun waktu 5
tahun.13
Medikamentosa
Pasien BPH bergejala biasanya memerlukan pengobatan bila telah mencapai
tahap tertentu. Pada saat BPH mulai menyebabkan perasaan yang mengganggu,
apalagi membahayakan kesehatannya, maka direkomendasikan pemberian
medikamentosa.12
Dengan memakai sistem skoring IPSS, dapat ditentukan kapan seorang
pasien memerlukan terapi. Sebagai patokan, jika skoring >7 berarti pasien
memerlukan terapi medikamentosa atau terapi lain.12
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk: (1) mengurangi resistensi otot
polos prostat sebagai komponen dinamik, atau (2) mengurangi volume prostat
sebagai komponen statik.12 Jenis obat yang digunakan antara lain:12
1. Antagonis adrenergik reseptor
Pengobatan dengan antagonis adrenergik reseptor bertujuan untuk
menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus
leher buli-buli dan uretra. Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik
reseptor non-selektif yang pertama kali diketahui mampu memperbaiki laju
pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini tidak
disenangi oleh pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak
diharapkan, di antaranya adalah hipotensi postural dan menyebabkan penyukit
lain pada sistem kardiovaskuler.
Ditemukannya obat antagonis adrenergik reseptor 1 dapat mengurangi
penyulit sistemik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada 2 dari
fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat antagonis adrenergik reseptor 1
yang selektif mempunyai durasi obat yang pendek (short acting) di antaranya
adanya prazosin yang diberikan dua kali sehari, dan long acting yaitu
terazosin, doksazosin, dan tamsulosin yang cukup diberikan sekali sehari.
Dibandingkan dengan plasebo, antagonis adrenergik- terbukti dapat
memperbaiki gejala BPH, menurunkan keluhan BPH yang mengganggu,
25
Non-selektif
- Fenoksibenzamine
Short acting, 1
- Prazosin
Long acting, 1
- Terazosin
- Doksazosin
Selektif, 1a
- Tamsulosin
- Alfuzosin
2
Dosis Obat
Inhibitor 5 reduktase
- Finasteride
- Dutasteride
5 mg per hari
0.5 mg per hari
26
27
Mungkin sampai saat ini solusi terbaik pada BPH yang telah mengganggu
adalah pembedahan, yakni mengangkat bagian kelenjar prostat yang
menyebabkan obstruksi. Cara ini memberikan perbaikan skor IPSS dan secara
obyektif meningkatkan laju pancaran urine. Hanya saja pembedahan ini dapat
menimbulkan berbagai macam penyulit pada saat operasi maupun pasca
bedah.
Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan
komplikasi, di antaranya adalah: (1) retensi urine karena BPO, (2) infeksi
saluran kemih berulang karena BPO, (3) hematuria makroskopik karena BPE,
(4) batu buli-buli karena BPO, (5) gagal ginjal yang disebabkan oleh BPO,
dan (6) divertikulum buli-buli yang cukup besar karena BPO. Guidelines di
beberapa negara juga menyebutkan bahwa terapi pembedahan diindikasikan
pada BPH yang telah menimbulkan keluhan sedang hingga berat, tidak
menunjukkan perbaikan setelah pemberian terapi non-bedah, dan pasien yang
menolak pemberian terapi medikamentosa.
- Prostatektomi Terbuka
Prostatektomi terbuka merupakan cara yang paling tua, paling
invasif, dan paling efisien di antara tindakan pada BPH yang lain dan
memberikan perbaikan gejala BPH 98%. Pembedahan terbuka ini
dikerjakaan
melalui
pendekatan
transvesikal
yang
mula-mula
28
atau
insisi
leher
buli-buli
(bladder
neck
incision)
29
30
32
33
Modalitas terapi
Watchful waiting
Antagonis adrenergik reseptor
Inhibitor 5 reduktase
Operasi
Invasif minimal
6 minggu
+
+
+
6 bulan
+
+
+
+
+
Evaluasi tahunan
+
+
+
+
+
34
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam menegakkan diagnosis dari laporan kasus ini, telah dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Melalui hasil
anamnesis ditemukan bahwa pasien, seorang laki-laki berusia 70 tahun datang
dengan keluhan tidak lampias sejak 1 tahun SMRS. Keluhan tidak lampias
merupakan salah satu gejala yang termasuk di dalam LUTS (lower urinary tract
symptom), dimana gejalagejala LUTS terbagi menjadi dua, yaitu gejala obstruktif
(voiding) dan iritatif. (storage). Gejala LUTS lain yang terlihat pada pasien, antara
lain:
Gejala Obstruktif
- Hesitansi, dimana pasien merasa kesulitan pada awal hendak kencing,
sehingga pasien harus mengejan.
- Pancaran urine yang semakin terlihat melemah.
Gejala Iritatif
- Frekuensi, dimana pasien mengeluhkan semakin seringnya rasa ingin
-
berkemih.
Nokturia, dimana pasien dapat berkemih sebanyak tiga kali saat malam
hari.
35
pemeriksaan hematologi rutin, kimia klinik, serta urinalisis. Hasil kreatinin yang
baik menunjukkan faal ginjal tidak terganggu. Sedangkan pemeriksaan urinalisis
yang normal menunjukkan tidak adanya infeksi pada saluran kemih pasien. Pada
pasien ini, dilakukan tindakan pembedahan atas indikasi adanya retensi berulang
dan terdapat mikroskopik hematuria. TURP dipilih karena prosedur ini lebih
sedikit menimbulkan trauma dibandingkan dengan prosedur pembedahan terbuka,
dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat.
36
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Tanagho EA. Smiths General Urology. 17th ed. New York: McGraw-Hill;
2008. Chapter 1, Anatomy of the Genitourinary Tract. [cited 2014 Juni
30]. Available from: http://www.accessmedicine.com/content.aspx?
aID=3125000.
2. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. 3th ed. Jakarta: Sagung Seto; 2012.
Chapter 1, Anatomi Sistem Urogenitalia; p. 5-20.
3. Fode M, Sonken J, McPhee SJ, Ohl DA. Pathophysiology of Disease. 6th
ed. New York: McGraw-Hill; 2010. Chapter 23, Disorders of the Male
Reproductive
Tract.
[cited
2014
Juni
30].
Available
from:
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=5372334.
4. Mescher AL. Juqueiras Basic Histology. 13th ed. New York: McGraw
Hill; 2013. Chapter 21, The Male Reproductive System. [cited 2014 Juni
30]. Available from:
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=57333575.
5. La Rochelle J, Shuch B, Belldegrun A. Schwartzs Principles of Surgery.
9th ed. New York: McGraw-Hill; 2010. Chapter 40, Urology. [cited 2014
Juni 30]. Available from:
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=5025145.
6. DuBeau CE. Hazzards Geriatric Medicine and Gerontology. 6th ed. New
York: McGraw-Hill; 2009. Chapter 50, Benign Prostate Disorders. [cited
2014 Juni 30]. Available from:
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=5118484.
37
7. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. 3th ed. Jakarta: Sagung Seto; 2012.
Chapter 8, Hiperplasia Prostat Benigna; p. 125-144.
8. Presti JC, Kane CJ, Shinohara K, Carroll PR. Smiths General Urology.
17th ed. New York: McGraw-Hill; 2008. Chapter 22, Neoplasms of the
Prostate Gland. [cited 2014 Juni 30]. Available from:
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=3128341.
9. Umbas R. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3th ed. Jakarta: EGC; 2010. Chapter 40,
Saluran Kemih dan Alat Kelamin Lelaki. p. 848-933.
10. Rahardjo D. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. 1st ed. Tangerang: Binarupa
Aksara Publiser. Chapter 4, Urologi. p. 160-168.
11. McVary KT, Roehrborn CG. Management of Benign Prostatic
Hyperplasia. American Urological Association Guideline. 2010.
12. IAUI. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia.
13. Rosette J, Alivizatos G, Madersbacher S, Sanz RC, Nordling J, Emberton
M, Gravas S, Michel MC, Oelke M. Guidelines on Benign Prostatic
Hyperplasia. European Association of Urology. 2004.
38