You are on page 1of 15

Pemapanan

semut
hitam23(1),
(Dolichoderus
Pelita
Perkebunan
2007,
57 71thoracicus) pada perkebunan kakao dan pengaruhnya terhadap serangan hama Helopeltis spp.

Pemapanan Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus) Pada


Perkebunan Kakao dan Pengaruhnya Terhadap Serangan Hama
Helopeltis spp.
Establishment of Black Ant (Dolichoderus thoracicus) on Cocoa Plantation and Its
Effects on Helopeltis spp. Infestation
Soekadar Wiryadiputra1)
Ringkasan
Semut hitam (Dolichoderus thoracicus) merupakan agens pengendali hayati
yang cukup efisien untuk menanggulangi hama utama tanaman kakao. Sebagaimana
telah dilaporkan, di samping dapat mengendalikan hama Helopeltis spp., agens
hayati ini juga dapat mengendalikan hama penggerek buah kakao (Conopomorpha
cramerella) dan hama Rodensia pada tanaman kakao. Namun demikian pengembangan semut hitam pada perkebunan kakao masih cukup sulit, terutama
pemapanannya pada tanaman kakao. Penelitian ini bertujuan untuk menguji metode
pemapanan semut hitam pada perkebunan kakao dalam rangka pengendalian hama
utama tanaman kakao, terutama hama Helopeltis spp. Percobaan telah dilakukan
pada dua tipe ekosistem pertanaman kakao yaitu tanaman kakao dengan penaung
kelapa dan dengan penaung gamal (Gliricidia sepium). Sebanyak enam macam
metode pemapanan semut diujicoba menggunakan kombinasi tipe sarang dan
inokulasi kutu putih. Masing-masing perlakuan pada setiap ekosistem diulang
tiga kali. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemapanan dengan menggunakan
sarang daun kelapa yang dikombinasi inokulasi kutu putih (Cataenococcus hispidus)
menggunakan sayatan kulit buah kakao cukup berhasil dan dapat menekan serangan
dan populasi Helopeltis secara efektif, terutama pada tanaman kakao dengan penaung
kelapa. Populasi Helopeltis pada petak dengan perlakuan tersebut pada empat
bulan setelah pemapanan hanya satu ekor per 36 pohon, sedangkan pada petak
kontrol mencapai 85 ekor per 36 pohon. Tingkat serangan (persentase pohon dengan
Helopeltis dari 36 pohon contoh) pada periode yang sama untuk petak perlakuan
hanya 1,04% sedangkan pada petak kontrol mencapai 27,86%. Pada tanaman kakao
dengan penaung Gliricidia, perlakuan pemapanan juga cukup berhasil tetapi
pengaruhnya terhadap serangan dan populasi Helopeltis belum nyata. Metode
pemapanan semut hitam menggunakan sarang daun kelapa yang dikombinasi dengan
inokulasi kutu putih menggunakan sayatan kulit buah kakao yang mengandung
kutu putih dan perlakuan kutu putih yang diletakkan dalam kantong daun kakao
adalah yang paling baik dan paling cepat untuk pengembangan semut dan kutu
putih.

1) Ahli Peneliti (Senior Researcher); Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. P.B. Sudirman 90, Jember 68118,
Indonesia.

57

Wiryadiputra

Summary
Black ant (Dolichoderus thoracicus) is the efficient biological control agent
in suppressing main cocoa pests. It was reported that besides controlling the
cocoa mirids, Helopeltis spp., this agent also can be used for biological control
of cocoa pod borer (Conopomorpha cramerella) and rodents pest. Nevertheles,
establishment of black ant in cocoa plantation is difficult. The objectives of research were to obtain the best method of black ant establisment and to know its
effect on suppressing population and infestation of Helopeltis spp. The experiment was conducted on two cocoa ecosystems, namely cocoa plantation with coconut shading trees and with Gliricidia sepium shading trees. There were six
methods of black ant establisment tried using a combination between black ant
nest types and innoculation of mealybug (Cataenococcus hispidus). A control plot
also added on these trial, therefore seven treatments were tried in this experiment and each treatment was replicated three times. The results revealed that on cocoa shaded by coconuts, ant establishment by the nests of coconut leaves combined with mealybug (Cataenococcus hispidus) inoculation on husk wedges were
the best method and could effectively control Helopeltis infestation. Good results of ant establishment also occurred on cocoa shaded by Gliricidia but its
effect on Helopeltis infestation has not been significant. Four months after establishment of black ant on cocoa with coconut shading trees, Helopeltis spp.
population on the plots treated by coconut leaves nest combined with innoculation
of mealybug using husk wedges were very low, namely only one Helopeltis per
36 cocoa trees, whereas on control plot reaches of 85 Helopeltis. Infestation of
Helopeltis measured by percentage of trees occupied by Helopeltis per 36 cocoa trees in the same period and treatment plot revealed also very low, namely
1.04% compared to 27.86% on that of the control plot.
Key words :

Cocoa, black ant (Dolichoderus thoracicus), coconut, Gliricidia sepium, mealybug (Cataenococcus hispidus), Helopeltis spp.

PENDAHULUAN
Lebih dari 39 spesies semut dilaporkan
terdapat pada habitat tanaman kakao dan
jenis yang paling umum ditemukan adalah
Diacamma rugosum, Oecophylla smaragdina,
Dolichoderus thoracicus, Anoplolepis longipes, Plagiolepis sp., dan Crematogaster sp.
(Maryati-Mohamed and Chung, 1995).
Kajian yang dilakukan oleh Lim dan Pan
(1986) menunjukkan bahwa mortalitas alami
larva dan pupa penggerek buah kakao (PBK,

Conopomorpha cramerella) yang disebabkan


oleh berbagai jenis semut mencapai hampir
80%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa serangga semut memiliki potensi besar
sebagai pengendali populasi serangga PBK
dan jenis hama utama lain pada tanaman
kakao. Jenis-jenis semut tersebut kebanyakan
bertindak sebagai predator atau pemangsa
terhadap berbagai jenis serangga hama. Jenis
semut angrang (Oecophyla longinoda dan
O. smaragdina) dilaporkan bertindak sebagai
pemangsa jenis-jenis hama Distantiella

58

Pemapanan semut hitam (Dolichoderus thoracicus) pada perkebunan kakao dan pengaruhnya terhadap serangan hama Helopeltis spp.

theobromae, Crematogaster spp., Helopeltis


theobromae, Amblypelta theobromae,
Pseudodoniella laensis, Panthorytes spp.,
Panthorytes biplagiatus, dan hama Rodentia
(Way and Khoo, 1992). Di Malaysia, semut
hitam (Delichoderus thoracicus) juga
dilaporkan memangsa telur hama Helopeltis
theobromae.
Pengendalian hama utama tanaman
kakao saat ini masih mengandalkan pada
penggunaan pestisida sehingga biaya pengendalian masih cukup tinggi. Pada perkebunan besar negara di Jawa Timur, biaya
pengendalian hama dan penyakit kakao masih
cukup tinggi yaitu sekitar 3040% dari biaya
pemeliharaan kebun. Hal ini disebabkan
karena pengendalian yang dilakukan masih
mengandalkan pada penggunaan pestisida
yang saat ini harganya cukup tinggi.
Sementara itu, konsumen kakao di luar negeri
saat ini cenderung menghendaki produk
kakao yang aman bagi kesehatan, tidak
mengandung residu bahan kimia berbahaya
termasuk pestisida. Oleh karena itu sistem
pengendalian hama dan penyakit tanpa
pestisida harus terus dikembangkan dan
diaplikasikan.
Serangga semut hitam (Dolichoderus
thoracicus, dahulu dikenal sebagai Dolichoderus bituberculatus) telah dikenal sejak
tahun 1917 sebagai agens pengendali hayati
hama Helopeltis spp. pada tanaman kakao
(Goot, 1917). Selama 30 tahun lebih,
serangga semut hitam merupakan pengawal
setia kebun kakao terutama di pulau Jawa
sehingga terbebas dari serangan hama
Helopeltis. Sampai-sampai di salah satu
perkebunan kakao di Jawa Tengah terdapat

59

spanduk yang bertuliskan Tanpa Semut


Hitam Tidak ada Kakao (Zonder Zwarte
Mieren geen Cacao). Penggunaan semut
hitam pada tanaman kakao menjadi kurang
diperhatikan sejak munculnya euforia penggunaan insektisida, terutama dengan adanya
penemuan DDT dan sesudahnya. Pada saat
itu kajian terhadap semut hitam memang
difokuskan untuk pengendalian hama
Helopeltis. Namun demikian van der Goot
(1917) juga mengamati pengaruh semut
hitam terhadap serangan hama PBK. Dari
observasinya di lapangan dan laboratorium
ditunjukkan penurunan serangan hama PBK,
diduga karena semut berada pada permukaan
buah kakao sehingga menghambat serangga
dewasa PBK meletakkan telur. Namun
demikian tidak seperti pada Helopeltis,
pengaruh semut hitam pada serangan PBK
dilaporkan kurang begitu nyata (Wessel,
1983).
Akhir-akhir ini penggunaan semut hitam
untuk pengendalian hama utama kakao
menjadi populer kembali dan banyak
dilakukan penelitian dari berbagai aspek
(Khoo, 1987; Khoo & Ho, 1992; Khoo &
Chung, 1989; See & Khoo, 1996). Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara serangga semut dengan
hama utama tanaman kakao terutama dari
jenis Helopeltis dan hama PBK. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui metode
pemapanan semut hitam pada perkebunan
kakao dengan ekosistem yang berbeda. Di
samping itu juga diteliti pengaruh semut
hitam terhadap serangan hama Helopeltis,
serta perkembangan semut hitam kaitannya
dengan kutu putih.

Wiryadiputra

METODOLOGI
Penelitian dilaksanakan di Kebun
Kalisepanjang, PT. Perkebunan Nusantara
XII di Kecamatan Glenmore, Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur. Lokasi penelitian
memiliki ketinggian sekitar 320 m dpl dan
tipe curah hujan B menurut klasifikasi
Schmidt dan Ferguson (1951). Areal penelitian ditetapkan terletak di Afdeling Kempit,
baik untuk penelitian pemapanan semut pada
ekosistem tanaman kakao dengan penaung
kelapa maupun penaung gamal. Pada
ekosistem penaung kelapa (Cocos nucifera),
percobaan terletak di gender VIVII,
Afdeling Kempit, pada tanaman kakao
lindak tahun tanam (TT) 1980/1981, sedang
pada ekosistem penaung gamal (Gliricidia
sepium) terletak di gender IVV, afdeling
Kempit, pada kakao lindak TT. 1988/1989.
Untuk masing-masing ekosistem dicoba
sebanyak tujuh perlakuan, dan masingmasing perlakuan diulang tiga kali. Macam
perlakuan yang dicoba adalah sebagai
berikut:
A = Sarang semut daun kelapa + sayatan
kulit buah kakao + kutu putih.
B = Sarang semut daun kelapa + kantong
daun kakao + kutu putih.
C = Sarang semut daun kelapa tanpa kutu
putih.
D = Sarang semut daun kakao + sayatan
kulit buah kakao + kutu putih.
E = Sarang semut daun kakao + kantong
daun kakao + kutu putih.
F = Sarang semut daun kakao tanpa kutu
putih.
K = Kontrol.

Setiap perlakuan dalam blok terdiri dari


(10x10) pohon kakao. Antarplot dalam tiap
blok dan antarblok dibatasi dengan minimal 3 baris tanaman kakao. Untuk menekan
populasi Helopeltis serendah mungkin, pada
lokasi penelitian dengan total areal sekitar
2 x 2,5 ha telah dilakukan pengendalian
Helopeltis menggunakan insektisida dengan
cara penyemprotan menyeluruh (blanket
spraying) menggunakan insektisida berbahan
aktif karbamat (BPMC = Emcindo 500 EC)
dan piretroid (alfa sipermetrin = Bestox 50
EC). Penyemprotan dilakukan dua kali
dengan interval waktu satu minggu, dengan
konsentrasi untuk insektisida karbamat 0,2%
formulasi dan piretroid 0,1% formulasi dan
menggunakan alat semprot power sprayer
dengan volume semprot 500 l per hektar.
Penyemprotan pertama menggunakan jenis
insektisida BPMC dan yang kedua menggunakan alfa sipermetrin.
Pemasangan sarang semut terdiri atas
jenis sarang dari daun kelapa kering sebanyak
kurang lebih 6000 sarang untuk dua seri
percobaan (penaung kelapa dan gamal) dan
sarang dari daun kakao kering juga sebanyak
6000 sarang. Pemasangan sarang dikerjakan
dengan mengikatkan pada jorket, setiap
pohon terdiri atas 3 sarang. Untuk setiap
sarang terdiri atas 20 lembar daun kelapa
dan sekitar 25 lembar daun kakao. Untuk
inokulasi kutu putih (Cataenococcus
hispidus), dilakukan dengan cara menempelkan sayatan kulit buah kakao yang
mengandung kutu putih dan dengan cara
memasukkan kutu putih ke dalam daun
kakao yang dibuat kantong (Ho, 1994) dan
diletakkan tepat di atas buah kakao. Pada
setiap pohon diberi 5 sayatan atau kantong
kutu putih. Jumlah pohon kakao yang harus

60

Pemapanan semut hitam (Dolichoderus thoracicus) pada perkebunan kakao dan pengaruhnya terhadap serangan hama Helopeltis spp.

diinokulasi kutu putih lebih kurang sebanyak


2400 pohon untuk dua seri percobaan.
Pengamatan dilakukan terhadap (6x6)
pohon kakao yang berada di tengah pohon
yang diberi sarang (10 x 10) pohon.
Pengamatan dilakukan terhadap parameter
intensitas serangan dan populasi Helopeltis
spp., perkembangan pemapanan semut hitam
dan kutu putih, populasi semut hitam dalam
sarang, kondisi temperatur dan kelembaban
dalam kebun, baik pada kebun lokasi
penelitian maupun kebun kakao yang telah
menerapkan pemapanan semut hitam.
Intensitas serangan Helopeltis diamati dengan
cara menghitung persentase pohon yang ada
Helopeltis-nya dari pohon contoh yang
diamati setiap plotnya (36 pohon) serta skor
kerusakan buah kakao mengikuti metode yang
dikembangkan oleh Way & Khoo (1989).
Skor kerusakan buah kakao oleh Helopeltis
ditetapkan sebagai berikut:
Skor 0 = Buah sehat: tidak tampak
adanya bekas tusukan (bercak) hama
Helopeltis sp.
Skor 1 = Buah rusak ringan: Terdapat
bekas tusukan hama Helopeltis sp. berupa
bercak dengan luas kurang 10% dari
seluruh permukaan buah.
Skor 2 = Buah rusak sedang: Terdapat
bekas tusukan hama Helopeltis sp. berupa
bercak dengan luas 1125% dari seluruh
permukaan buah.
Skor 3 = Buah rusak berat: Terdapat
bekas tusukan hama Helopeltis sp. berupa
bercak dengan luas 2650% dari seluruh
permukaan buah.

61

Skor 4 = Buah rusak sangat berat:


apabila terdapat bekas tusukan hama
Helopeltis sp. berupa bercak dengan luas
lebih dari 50% dari seluruh permukaan
buah.
Perkembangan pemapanan semut hitam
dan kutu putih diamati dengan cara
menghitung persentase sarang semut yang
dihuni dan persentase pohon yang ada kutu
putihnya. Pengamatan kondisi suhu dan
kelembaban dalam kebun dilakukan pada
siang hari jam 11:0013:00 dan dibandingkan pada kondisi kebun yang telah
diperlakukan dengan semut hitam dengan
hasil cukup baik (tanpa dilakukan penyemprotan insektisida). Pengamatan dilakukan
setiap bulan setelah pemasangan sarang.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Populasi dan serangan Helopeltis
Pengaruh pemapanan semut hitam
terhadap populasi serangga Helopeltis spp.
tampak pada Tabel 1. Pada tanaman kakao
dengan penaung kelapa, jenis perlakuan
sarang daun kelapa yang diinokulasi dengan
kutu putih pada sayatan kulit buah kakao
(perlakuan A) populasi Helopeltis-nya
ternyata paling rendah selama 5 bulan
pengamatan, yaitu dengan kisaran rata-rata
01,33 ekor per 36 pohon yang diamati.
Untuk tanaman kakao dengan penaung gamal
keadaan populasi Helopeltis tidak konsisten
pada perlakuan yang dicoba. Namun
demikian perlakuan sarang daun kakao yang

Wiryadiputra

tidak diinokulasi kutu putih (perlakuan F)


relatif lebih rendah, yaitu berkisar 017,67
ekor/36 pohon. Pada petak kontrol (K)
populasi Helopeltis pada tanaman dengan
penaung kelapa berkisar 084,67 ekor dan
pada penaung gamal 039 ekor.

Puncak populasi Helopeltis spp. pada


tanaman kakao dengan penaung kelapa
terjadi pada bulan Oktober, sedang pada
penaung gamal pada bulan Agustus dan
Oktober. Dari aspek populasi Helopeltis
pada tanaman kakao dengan penaung kelapa,

Tabel 1.

Rerata populasi hama Helopeltis spp. selama 5 bulan pengamatan pada perlakuan berbagai metode pemapanan
semut pada perkebunan kakao dengan penaung kelapa dan gamal

Table 1.

Average of Helopeltis spp. population during 5 months observation on the trial of black ants establishment on
cocoa plantation with shading trees of coconut and Gliricidia sepium

Jenis penaung
Shading trees

Kelapa
(Coconut, Cocos nucifera)

Kode perlk.
Treat.code

0.00 a 3)

1.33 a

1.00 a

0.00 a

0.33 a

13.33 a

0.01 a

11.33 a

19.33 a

0.00 a

1.33 a

2.67 a

0.00 a

13.33 a

14.67 a

0.03 a

2.00 a

0.01 a

0.00 b

1.33 b

5.00 b

3.67 ab

17.00 ab

5.33 ab

25.00 ab

9.33 a

43.00 ab

7.00 ab

19.00 a

43.33 ab

4.33 b

34.33 a

17.00 a

47.00 ab

3.67 b

7.67 a

11.67 a

15.67 a

84.67 a

14.33 a

0.01

5.33

13.86

11.05

37.33

7.00

0.00 a

4.00 a

11.00 ab

17.00 a

25.33 ab

5.00 ab

0.00 a

7.33 a

23.67 ab

11.67 a

18.33 ab

1.00 b

0.00 a

2.00 a

15.33 ab

9.00 a

20.00 ab

2.67 ab

0.00 a

2.33 a

12.67 ab

9.00 a

38.67 a

2.00 ab

0.00 a

14.33 a

14.33 ab

7.67 a

11.33 b

0.33 b

0.00 a

8.67 a

8.67 b

6.00 a

17.67 ab

2.00 ab

0.00 a

7.33 a

39.00 a

19.00 a

19.67 ab

6.00 a

A 1)

Rerata (Average)
Gamal (Gliricidia sepium)

Pengamatan, bulan (Observation, month)


Pendh.
Initial 2)

15.00 a
7.00 ab

Rerata (Average)
0.00
6.57
17.81
11.33
21.57
2.71
Catatan (Notes):
1) Kode perlakuan (tratment codes): A= Sarang semut dari daun kelapa kering + sayatan kulit buah kakao dengan
kutu putih (Ant nest made from dry coconut leaves + cocoa husk slives contained mealybugs). B= Sarang semut
dari daun kelapa kering + kantong daun kakao dengan kutu putih (Ant nest made from dry coconut leaves +
cocoa leaves pocket contained of mealybugs). C= Sarang semut dari daun kelapa kering tanpa diberi kutu putih
(Ant nest made from dry coconut leaves without innoculation of mealybugs).D= Sarang semut dari daun kakao
kering + sayatan kulit buah kakao dengan kutu putih (Ant nest made from dry cocoa leaves + cocoa husk slives
contained mealybugs). E= Sarang semut dari daun kakao kering + kantong daun kakao dengan kutu putih (Ant
nest made from dry cocoa leaves + cocoa leaves pocket contained mealybugs). F= Sarang semut dari daun
kakao kering tanpa diberi kutu putih. (Ant nest made from dry cocoa leaves without innoculation of mealybugs).
K= Kontrol, tanpa sarang semut dan tanpa inokulasi kutu putih (Control, without ant nests and mealybugs).
2) Pengamatan pendahuluan (Initial observation), 1 bsa (1 maa) = Satu bulan setelah aplikasi ( One month after
application), dst (etc).
3) Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji beda
nyata terkecil dengan taraf nyata 5% ( The number followed by the same letter in the same column indicated not
significantly different according to Least Significantly Different (LSD) test at 5% level).

62

Pemapanan semut hitam (Dolichoderus thoracicus) pada perkebunan kakao dan pengaruhnya terhadap serangan hama Helopeltis spp.

perlakuan pemapanan semut hitam menggunakan sarang daun kelapa dan diinokulasi
menggunakan kutu putih pada sayatan kulit
buah kakao adalah yang paling efektif dalam
menekan populasi serangga tersebut. Secara
umum, dari data pada Tabel 1 dapat dinyatakan bahwa populasi hama Helopeltis
pada tanaman kakao yang diperlakukan
dengan semut rata-rata relatif lebih rendah
dibanding pada petak perlakuan tanpa semut
hitam (kontrol), sehingga penggunaan semut
hitam pada pertanaman kakao secara nyata
dapat menurunkan populasi Helopeltis.
Pengaruh semut hitam terhadap populasi
Helopeltis telah banyak diteliti oleh beberapa
peneliti. Penelitian tertua telah dilakukan
pada tahun 1917 oleh van der Goot pada
tanaman kakao di Jawa Tengah (Giesberger,
1983). Pada saat itu keberhasilan semut
hitam untuk pengendalian hama Helopeltis
cukup tinggi sehingga semut merupakan
tumpuan utama dalam pengendalian hama
tersebut.
Pada periode 1980-an, serangga semut
dikembangkan kembali untuk mengatasi
serangan Helopeltis pada tanaman kakao
setelah sejak Perang Dunia II ditinggalkan
karena adanya booming pestisida, baik di
Indonesia maupun di Malaysia (Bakri &
Redshaw, 1986; Hutauruk, 1988; Khoo,
1987; Khoo & Hoo, 1992; Khoo & Chung,
1989).
Mekanisme penekanan populasi Helopeltis oleh semut hitam dilaporkan sebagai
akibat keberadaan semut hitam yang
menyelimuti permukaan buah kakao
sehingga menghalau serangga Helopeltis
untuk hinggap dalam aktivitas makan
maupun meletakkan telur. Di samping itu,

63

dilaporkan pula bahwa semut hitam juga


bertindak sebagai predator atau pemangsa
telur dan nimfa serangga Helopeltis (Way
& Khoo, 1992).
Untuk intensitas serangan hama
Helopeltis, kecenderungannya sama dengan
kondisi populasi. Pada penaung tanaman
kelapa, perlakuan A paling efektif dalam
menekan tingkat serangan Helopeltis
(Tabel 2). Intensitas serangan Helopeltis
yang dinyatakan dengan persentase jumlah
pohon yang ada Helopeltis-nya pada
perlakuan A (sarang daun kelapa dan diinokulasi kutu putih menggunakan sayatan
kulit buah kakao) selama percobaan (5 bulan)
berkisar antara 0 dan 2,83%; sedang pada
perlakuan kontrol 0,6827,86%. Ini berarti
apabila diterapkan sistem pengendalian yang
dipandu dengan SPD (sistem peringatan
dini), maka perlakuan kontrol telah
melampaui ambang batas intensitas serangan
yang harus disemprot secara menyeluruh
(blanket spraying), karena ambang batas
intensitas untuk penyemprotan menyeluruh
biasanya intensitas serangan 10%. Pada
perlakuan B, yaitu introduksi semut hitam
menggunakan sarang daun kelapa dan diinokulasi dengan kutu putih dalam kantong
daun kakao, intensitas hama Helopeltis juga
relatif rendah yaitu berkisar 09,85%.
Intensitas tertinggi yaitu pada pengamatan
4 bulan setelah introduksi sarang semut
mencapai 9,85%, sehingga masih tergolong
serangan sedang.
Pada tanaman kakao dengan penaung
gamal, perlakuan introduksi semut memberikan hasil yang belum konsisten. Namun
demikian ada kecenderungan bahwa serangan
Helopeltis pada perlakuan semut lebih rendah

Wiryadiputra

Tabel 2.

Rerata tingkat serangan hama Helopeltis spp. selama 5 bulan pengamatan pada perlakuan berbagai metode pemapanan
semut pada perkebunan kakao dengan penaung kelapa dan gamal

Table 2.

Average infestation of Helopeltis spp. during 5 months observation on the trial of black ants establishment on
cocoa plantataion with shading trees of coconut and Gliricidia sepium

Jenis penaung
Shading trees

Kode perlk.
Treat.code

Pengamatan, bulan (Observation, month)


Pendh.
Initial 2)

Kelapa (Coconut,

0.35 a

2.00 a

2.83 a

0.00 b

1.04 b

0.00 b

Cocos nucifera)

0.00 a

1.01 a

7.44 a

5.05 ab

9.85 ab

5.05 ab

0.71 a

3.92 a

8.60 a

19.14 ab

7.71 ab

0.00 a

2.02 a

6.99 a

16.95 ab

6.86 ab

0.00 a

4.97 a

16.64 a

14.31 ab

4.63 ab

0.35 a

1.90 a

9.52 a

0.68 a

7.49 a

14.06 a

0.30

3.33

A
B

0.35 a
0.37 a

3.84 a
8.97 a

12.52 a
20.34 a

0.00 a

4.76 a

0.00 a

0.00 a

0.00 a

0.00 a

Rerata (Average)
Gamal (Gliricidia sepium)

6.90 ab
12.46 a
8.57 ab
13.30 a

27.86 a

5.71 ab
11.95 a
5.99

16.27 a
14.50 a

14.15 ab
14.22 ab

6.06 ab
3.23 ab

9.59 a

11.62 a

16.71 ab

6.06 ab

1.90 a

13.47 a

10.67 a

24.82 a

2.97 ab

15.99 a

20.55 a

14.42 a

9.93 b

1.07 b

9.42 a

10.34 a

7.49 a

15.49 ab

7.57 a

21.68 a

16.32 a

24.81 a

15.50

13.04

17.16

dibanding kontrol. Perlakuan dengan ratarata intensitas serangan paling rendah


dijumpai pada sarang semut daun kakao
yang tidak diinokulasi kutu putih (F), yaitu
berkisar 015,49%. Pada perlakuan kontrol,
rata-rata intensitas serangannya mencapai
024,81%.Rata-rata intensitas serangan
Helopeltis pada tanaman kakao dengan
penaung kelapa ternyata lebih rendah
dibanding pada tanaman kakao dengan
penaung gamal. Dari pengamatan menggunakan metode skoring terhadap buah kakao
yang berukuran panjang lebih dari 10 cm
diperoleh hasil bahwa persentase buah sehat
pada pertanaman kakao dengan penaung
kelapa untuk perlakuan sarang semut yang

8.25

19.02 ab

15.45

Rerata (Average)
0.10
7.49
Catatan (Notes): Seperti pada Tabel 1 (Similar to Table 1).

9.44

11.49 a

3.07 ab
10.05 a
4.64

dikombinasi dengan inokulasi kutu putih


menggunakan sayatan kulit buah kakao
secara nyata lebih tinggi dibanding kontrol.
Rata-rata persen buah sehat mencapai
90,62% dibanding pada petak kontrol
76,92%. Namun, pada pertanaman kakao
dengan penaung gamal tidak terdapat
perbedaan yang nyata. Pada buah dengan
ukuran kurang dari 10 cm untuk pertanaman
kakao dengan penaung kelapa juga tidak
terdapat perbedaan yang nyata antarperlakuan. Namun, terdapat kecenderungan
pada perlakuan A jauh lebih tinggi dibanding dengan kontrol atau perlakuan
lainnya (Tabel 3).

64

Pemapanan semut hitam (Dolichoderus thoracicus) pada perkebunan kakao dan pengaruhnya terhadap serangan hama Helopeltis spp.

Tabel 3.

Persentase buah kakao sehat untuk buah kakao ukuran panjang > 10 cm dan < 10 cm pada pemapanan semut
hitam di perkebunan kakao dengan penaung kelapa dan penaung gamal

Table 3.

Percentage of healthy cocoa pod with measurement of more and less than 10 cm long on the establishment of
black ant trial in cocoa plantation shaded by coconut and Gliricidia sepium

Jenis penaung
Shading trees
Kelapa (Coconut)

Kode perlakuan
Treatment code

< 10 cm

90.62 a

95.43 a

78.44 b

91.74 a

72.35 b

94.97 a

78.94 ab

92.96 a

74.50 b

92.73 a

75.32 b

94.85 a

76.92 b

89.12 a

78.16

93.12

67.80 a

90.69 a

Rerata (Average)
Gamal (Gliricidia sepium)

Panjang buah kakao (Cocoa pod length)


> 10 cm

61.44 a

82.15 a

66.87 a

87.98 a

74.25 a

88.88 a

63.86 a

85.40 a

66.38 a

80.62 a

72.96 a

89.88 a

67.65

86.51

Rerata (Average)
Catatan (Notes): Sebagaimana pada Tabel 1 (Similar to Table 1).

Perkembangan semut hitam dan kutu


putih
Tingkat perkembangan populasi semut
hitam pada perlakuan pemapanan semut
hitam pada pertanaman kakao dengan
penaung kelapa dan gamal terlihat pada
Tabel 4. Persentase jumlah sarang yang
dihuni semut hitam, baik pada penaung
kelapa maupun gamal terus meningkat
sejalan dengan waktu pengamatan. Untuk
penaung kelapa, persentase jumlah sarang
yang dihuni semut hitam paling tinggi terjadi
pada perlakuan A (sarang daun kelapa dan
diinokulasi kutu putih pada sayatan kulit

65

buah kakao) dan perlakuan C (sarang daun


kelapa tanpa inokulasi kutu putih), yaitu
mencapai 91,98% dan 93,92%. Pada
tanaman kakao dengan penaung gamal,
tingkat hunian sarang pada pengamatan 5
bulan setelah introduksi paling tinggi
terdapat pada perlakuan F (sarang daun
kakao tanpa inokulasi kutu putih), E (sarang
daun kakao dengan inokulasi kutu putih
dalam kantong daun kakao) dan B (sarang
daun kelapa dengan inokulasi kutu putih
dalam kantong daun kakao), masing-masing
adalah 97,62%; 97,39% dan 97,26%. Pada
tanaman kakao dengan penaung gamal, untuk
perlakuan A persentase tingkat hunian semut

Wiryadiputra

hitam pada pengamatan 5 bulan turun


dibanding pengamatan 4 bulan, yaitu dari
96,41% menjadi 86,68%. Keadaan ini
disebabkan karena pada saat dilakukan
pangkasan berat tanaman kakao pada bulan
Oktober banyak sarang semut dari daun
kelapa yang jatuh ke tanah sehingga
ditinggalkan oleh semut yang telah menghuni
sarang tersebut.

buah dan pangkal buah. Jarang dijumpai


semut hitam yang menyelimuti lebih dari
50% permukaan buah kakao. Oleh karena
itu dalam aspek tingkat pengendalian
Helopeltis sebagaimana telah dibahas di atas,
intensitas serangan dan populasi Helopeltis
masih agak tinggi, kecuali pada perlakuan
A pada tanaman kakao dengan penaung
kelapa. Untuk populasi kutu putih, metode
pemapanan yang paling baik pada penaung
kelapa adalah perlakuan D, B dan A,
masing-masing dengan persentase jumlah
pohon kakao yang ada kutu putihnya
mencapai 87,09%; 86,87% dan 86,31%
(Tabel 5).

Dari segi kualitatif populasi semut


kaitannya dengan tingkat pengendalian hama
Helopeltis, pada kedua ekosistem, mayoritas
semut hitam yang ada masih dalam kategori
skor satu, yaitu semut hitam pada tanaman
kakao kebanyakan masih berada dalam sarang
dan baru sedikit sekali yang menyelimuti
buah kakao. Semut yang berada pada buah
kakao kebanyakan masih berada pada tangkai

Pada tanaman kakao dengan penaung


gamal, persentase pohon kakao yang ada
kutu putihnya paling tinggi terdapat pada

Tabel 4.

Tingkat hunian sarang semut hitam pada berbagai jenis sarang pada pertanaman kakao dengan penaung kelapa dan
penaung gamal

Table 4.

Percentage of occupied black ant nests on the different nest types on cocoa plantation shaded by coconuts and
Gliricidia sepium

Jenis penaung
Shading trees

Kode perlk.
Treat.code

Pengamatan, bulan (Observation, month)


1

Kelapa (Coconut,

47.92 a

48.35 a

68.07 a

83.59 a

91.98 a

Cocos nucifera)

28.28 ab

40.36 ab

65.74 a

73.46 a

87.41 a

33.34 ab

33.21 ab

51.55 a

77.98 a

93.92 a

25.11 ab

28.34 ab

52.05 a

59.11 a

89.80 a

11.72 b

20.25 b

35.61 a

52.59 a

67.34 a

21.08 ab

21.08 b

40.01 a

54.50 a

77.11 za

27.91

31.93

52.17

66.87

84.59

A
B

53.07 ab
62.27 a

61.47 a
55.90 ab

82.01 a
63.76 ab

96.41 a
97.00 a

86.68 a
97.26 a

45.12 abc

42.96 ab

55.73 ab

96.23 a

89.54 a

20.37 c

23.09 b

39.37 b

88.49 a

95.06 a

28.68 bc

19.97 b

38.81 b

86.10 a

97.39 a

24.45 bc

22.85 b

35.59 b

90.49 a

97.62 a

38.99

37.71

52.55

92.45

93.93

Rerata (Average)
Gamal (Gliricidia sepium)

Rerata (Average)

Catatan (Notes): Sebagaimana pada Tabel 1 (Similar to Table 1).

66

Pemapanan semut hitam (Dolichoderus thoracicus) pada perkebunan kakao dan pengaruhnya terhadap serangan hama Helopeltis spp.

Kondisi Iklim Mikro Lokasi Penelitian

perlakuan B (97,85%), selanjutnya pada A


(95,83%) dan D (94,11%). Antarperlakuan
yang dicoba tidak dijumpai perbedaan yang
nyata, baik pada pohon yang diinokulasi kutu
putih maupun yang tidak diinokulasi. Bahkan
pada perlakuan kontrol juga dijumpai adanya
kutu putih dengan persentase pohon cukup
tinggi. Hal ini dimungkinkan karena kondisi
iklim pertanaman kakao yang digunakan
untuk lokasi percobaan cukup mendukung
untuk perkembangan serangga kutu putih.
Rata-rata kelembaban relatif (RH) dan suhu
udara pada pertanaman kakao lokasi
percobaan berkisar antara 51,481,86% dan
24,7135,05OC pada penaung kelapa serta
49,1781,24% dan 24,4335,02OC pada
penaung gamal (Gambar 5).

Kondisi iklim mikro pada pertanaman


kakao di lokasi penelitian untuk bulan September sampai dengan November cukup
kondusif bagi perkembangan kutu putih
Cataenococcus hispidus, yaitu kelembaban
rata-rata di bawah 70% dan suhu rata-rata
di atas 25OC (Gambar 1). Dari segi kualitas
perkembangan populasi kutu putih yang
berkaitan dengan fungsinya sebagai penarik
populasi semut, sebagaimana pada populasi
semut, populasi kutu putih juga masih
tersebar pada berbagai bagian tanaman kakao
dan belum terkonsentrasi pada permukaan
buah. Kebanyakan populasi kutu putih
berada pada tangkai dan pangkal buah

Tabel 5.

Perkembangan kutu putih (Cataenococcus hispidus) sebagai simbion semut hitam pada perkebunan kakao dengan
penaung kelapa dan penaung gamal

Table 5.

Development of mealybug (Cataenococcus hispidus) as a symbiont of black ant in the cocoa plantation shaded by
coconut and Gliricidia sepium

Jenis penaung
Shading trees

Kode perlk.
Treat.code

Pengamatan, bulan (Observation, month)


1

Kelapa (Coconut,

36.32 a

33.48 ab

28.54 a

85.02 a

86.31 a

Cocos nucifera)

23.23 ab

25.25 ab

35.35 a

63.55 ab

86.87 a

22.32 ab

20.49 ab

24.08 a

84.63 a

83.64 a

25.67 ab

38.56 a

34.25 a

69.61 ab

87.09 a

29.65 ab

29.28 ab

22.97 a

63.43 ab

73.94 a

11.86 b

25.80 ab

16.43 a

67.81 ab

78.32 a

20.28 ab

18.10 b

14.48 a

51.01 b

68.77 a

24.19

27.28

25.16

69.29

80.71

23.14 ab

30.90 bc

27.81 a

82.64 ab

95.83 ab

15.32 ab

31.94 bc

22.09 a

86.25 a

97.85 a

20.35 ab

40.41 ab

31.01 a

84.23 ab

92.03 ab

10.65 b

41.46 ab

27.90 a

82.81 ab

94.11 ab

8.15 b

32.89 bc

21.59 a

84.77 a

93.55 ab

12.75 ab

21.02 c

27.60 a

85.03 a

91.05 ab

26.17 a

53.61 a

20.85 a

65.61 b

89.85 b

16.65

36.03

25.55

81.62

93.47

Rerata (Average)
Gamal (Gliricidia sepium)

Rerata (Average)

Catatan (Notes): Sebagaimana pada Tabel 1. (Similar to Table 1).

67

Wiryadiputra

TEMPERATUR
40
35

Suhu (Temperature), OC

30
25
20
15
10
5
0
Augts

September

October

November

Bulan (Months)
Kelapa (Coconut)
Kelapa
(Coconut)

Gamal (Gliricidia
Gamal
(Glirisidiasepium)
sepium)

Kempit (Kempit
Kempit
(Kempitarea)
Area)
Kempit (Kempit area)

90

Kelembaban relatif (Humidity), %

80
70
60
50
40
30
20
10
0
Augts

September

October

November

Bulan (Months)
Kelapa (Coconut)
(Coconut)
Kelapa

Gamal (Gliricidia
Gamal
(Glirisidiasepium)
sepium)

Kempit (Kempit
(Kempit area)
Kempit
Area)

Gambar 1. Kondisi temperatur (atas) dan kelembaban relatif (bawah) pertanaman kakao yang digunakan
untuk penelitian pemapanan semut hitam dibandingkan dengan kebun Kempit yang telah diterapkan
pengendalian Helopeltis menggunakan semut hitam yang semutnya telah mapan.
Figure 1. Temperature (above) and humidity (below) conditions on cocoa plantation used as a black
ant establishment experiment compared to Kempit garden as established black ant area in
controlling Helopeltis.

68

Pemapanan semut hitam (Dolichoderus thoracicus) pada perkebunan kakao dan pengaruhnya terhadap serangan hama Helopeltis spp.

kakao, masih jarang dijumpai yang menyelimuti lebih dari 50% permukaan buah
kakao. Dibandingkan dengan kondisi kebun
Kempit yang telah menerapkan pengendalian
Helopeltis menggunakan semut hitam dan
kondisi semut hitam telah mapan pada kebun
tersebut, kondisi temperatur dan kelembaban
relatif pada lokasi percobaan memang agak
berbeda. Kondisi temperatur agak lebih
rendah dibanding kebun Kempit, sedangkan
kondisi kelembaban relatif agak lebih tinggi
(Gambar 1.)
Pada pengamatan temperatur dan
kelembaban relatif dari bulan Agustus sampai
dengan November, terdapat kecenderungan
bahwa kondisi temperatur semakin naik dan
kelembaban relatif semakin turun. Hal ini
disebabkan karena musim kemarau yang
berkepanjangan sehingga pada bulan
Nopember belum turun hujan dalam jumlah
yang cukup. Di samping itu sekitar pertengahan bulan Oktober pihak kebun
melakukan pangkasan berat pada pertanaman
kakao sehingga kondisi tanaman terbuka dan
temperatur dalam kebun cukup tinggi.
Kondisi ini tampaknya juga mengakibatkan
penurunan populasi Helopeltis secara
keseluruhan sebagaimana tampak pada
pengamatan bulan kelima (bulan Nopember)
(Tabel 1).
Kondisi kelembaban dan temperatur
pada mikroklimat pertanaman kakao
berpengaruh terhadap perkembangan kutu
putih Cataenococcus hispidus. Pada musim
hujan dengan kelembaban tinggi, serangga
kutu putih terhambat perkembangannya
sehingga juga akan berpengaruh terhadap
populasi semut hitam (Ang, 1988). Hal
sebaliknya terjadi pada populasi hama

69

Helopeltis. Serangga hama ini biasanya


populasinya meningkat selama musim hujan
dan rendah pada saat musim kemarau (Ho
& Khoo, 1992).

KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan
dan disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Metode pemapanan semut hitam yang
paling baik pada pertanaman kakao
dengan penaung tanaman kelapa maupun
gamal adalah menggunakan sarang daun
kelapa yang dikombinasi dengan inokulasi
kutu putih menggunakan sayatan kulit
buah kakao.
2. Penggunaan sarang daun kelapa lebih
disukai untuk semut hitam dibanding
sarang dari daun kakao dari aspek
kecepatannya untuk dihuni semut hitam,
namun dari aspek tingkat populasi semut
yang ada dalam sarang tidak ada
perbedaan yang nyata. Sarang dari daun
kakao cepat rusak sehingga populasi
semut dalam sarang berkurang.
3. Tingkat populasi dan intensitas serangan
Helopeltis paling rendah pada pertanaman
kakao dengan penaung kelapa dijumpai
pada perlakuan pemapanan semut
menggunakan sarang daun kelapa yang
dikombinasi dengan inokulasi kutu putih
menggunakan sayatan kulit buah kakao.
Pada pengamatan empat bulan setelah
pemasangan sarang, rata-rata populasi
dan intensitas serangan Helopeltis masingmasing adalah 1,33 ekor/36 pohon dan
1,04%. Pada perlakuan kontrol masingmasing mencapai 84,67 ekor/36 pohon
dan 27,86%. Untuk tanaman kakao

Wiryadiputra

dengan penung gamal populasi dan


intensitas serangan Helopeltis terendah
adalah pada perlakuan E (sarang daun
kakao dan diinokulasi dengan kutu putih
menggunakan kantong daun kakao) yaitu
rata-rata 11,33 ekor/36 pohon dan 9,93%
sedang pada perlakuan kontrol 19,67 ekor
dan 24,81%.
4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan
sehingga bisa diikuti perkembangan
dinamika populasi semut hitam dan kutu
putih pada musim kemarau dan musim
hujan dan pengaruh semut hitam terhadap
produksi buah kakao diharapkan akan
lebih nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Ang, B.N. (1988). The Cocoa Black Antmealybug Relationship: Artifisial Establishment of Cataenococcus hispidus
(Homoptera: Pseudococcidae) on Cocoa. Thesis, Universiti Pertanian Malaysia.
Bakri, A.H. & M.J. Redshaw (1986).
Pemberantasan Helopeltis secara
terpadu dengan menggunakan semut
hitam dan bahan kimia pada tanaman
cokelat di Sumatera Utara. Makalah
disajikan dalam Temu Ilmiah Entomologi Perkebunan Indonesia, Medan.
Giesberger, G. (1983). Biological control of the
Helopeltis pest of cocoa in Java. p.
91180. In: H.T. Toxopeus and P.C.
Wessel (Eds.), Cocoa Research in Indonesia 19001950. Volume II. American
Cocoa Research Institute and International Office of Cocoa and Chocolate.
Goot, P. van der (1917). De zwarte cacao-mier
(Dolichoderus bituberculatus Mayr) en
haar beteekenis voor de cacao-cultuur

op Java. (The black cocoa ant,


Dolichoderus bituberculatus Mayr, and
its importance for the cocoa culture
on Java). Mededeelingen Proefstation
Midden Java, 25, 1124.
Ho, C.T. (1994). Methods toward efficient establishment of introduced black cocoa
ant, Dolichoderus thoracicus for natural control of Helopeltis theivora damage in cocoa. The Planter, 70, 487
495.
Ho, C.T. & K.C. Khoo (1992). Comparing three
methods of introduction of the black
cocoa ant Dolichoderus thoracicus
(Smith) for control of mirid damage
in cocoa of Peninsular Malaysis. Proc.
1991 Int. Cocoa Conf. , 247261.
Hutauruk, Ch. (1988). Penggunaan semut hitam
Dolichoderus bituberculatus Mays
(Hymenoptera: Formicidae) untuk
pengendalian hama pengisap buah
Helopeltis antonii Sign. (Hemiptera:
Miridae) pada kakao lindak (Theobroma
cacao L.). Prosiding Komunikasi Teknis
Kakao 1988. Surabaya, 2526 Oktober
1988, 188211.
Khoo, K. C. (1987). The cocoa mirid in Peninsular Malaysia and its management.
The Planter, 65, 516520.
Khoo, K. C. & C. T. Ho (1992). The influence of Dolichoderus thoracicus (Hymenoptera: Formicidae) on losses due
to Helopeltis theivora (Heteroptera:
Miridae), black pod disease, and mammalian pests in cocoa in Malaysia. Bulletin of Entomological Research, 82,
485491.
Khoo, K.C. & G.F. Chung (1989). Use of the
black cocoa ant to control mirid damage in cocoa. The Planter, 65, 370383.
Lim, G.T. & K. Y. Pan (1986). Observation
on the survival of mature larvae and

70

Pemapanan semut hitam (Dolichoderus thoracicus) pada perkebunan kakao dan pengaruhnya terhadap serangan hama Helopeltis spp.

pupae of cocoa pod borer Acrocercops


cramerella Snellen. p. 293297. In:
Pushparajah, E. & P.S. Chew (Eds.),
Cocoa and Coconuts: Progress and Outlook. Kuala Lumpur, Incorporated Society of Planters.
Maryati-Mohamed & A.Y.C. Chung (1995).
Ants (Hymenoptera: Formicidae) of
cocoa habitat. The Planter, 71, 171
176.
Schmidt, F.H. & J.H.A. Ferguson (1951) Rainfall types based on wet and dry period
ratios for Indonesia with Western New
Guinee. Verhandelingen No. 42.
Kementerian Perhubungan, Djawatan
Meteorologi dan Geofisika. Djakarta.
See, Y.A. & K.C. Khoo (1996). Influence of
Dolichoderus thoracicus (Hymenoptera: Formicidae) on cocoa pod damage by Conopomorpha cramerella
(Lepidoptera: Gracillariidae) in Malaysia. Bull. Ent. Res., 86, 467474.

71

Way, M.J. & K.C. Khoo (1989). Relationships


between Helopeltis theobromae damage and ants with special reference to
Malaysian cocoa smallholdings. J. Pl.
Prot. Tropics, 6, 111.
Wessel, P.C. (1983). The cocoa pod borer moth
(Acrocercops cramerella Sn.): Review
of reserch in Indonesia 19001918.
p. 3562. In: H.T. Toxopeus and P.C.
Wessel (Eds.), Cocoa Research in
Indonesia 19001950. Volume II.
American Cocoa research Institute and
International Office of Cocoa and
Chocolate.
*********

You might also like