You are on page 1of 51

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pada

umumnya

setiap

perusahaan

memiliki

berbagai

alternatif sumber pendanaan untuk mengembangkan usahanya


dan

sejalan

perusahaan

dengan

perkembangan

dalam

rangka

perekonomian,

mengembangkan

banyak

usahanya

melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan modal,


diantaranya adalah dengan cara utang atau dengan menambah
jumlah kepemilikan saham dengan penerbitan saham baru.
Untuk menambah jumlah kepemilikan saham perusahaan dapat
dilakukan dengan menjual kepada pemegang saham yang sudah
ada, menambah saham yang tidak dapat dibagi, menjual
langsung kepada pemilik tunggal atau dengan melakukan
penawaran sahamnya ke masyarakat umum. Proses penawaran
sebagian saham perusahaan kepada masyarakat melalui bursa
efek disebut Go Public. Perusahaan yang melakukan atau
menjual Efek seperti saham misalnya disebut Emiten. Sedangkan
pembeli saham disebut Investor.

Transaksi penawaran umum

penjualan saham perdana atau disebut IPO (Initial Public


Offering) untuk pertama kalinya terjadi di pasar perdana
(primary market) kemudian saham dapat diperjualbelikan di
bursa Efek, yang disebut sebagai pasar sekunder (secondary
1

market) yang bertujuan untuk menyelenggarakan perdagangan


saham yang sudah ada ditangan investor, sehingga investor
yang ingin menjual dan atau membeli sejumlah saham dapat
terlaksana. Harga saham pada saat IPO ditentukan berdasarkan
kesepakatan bersama antara perusahaan emiten (perusahaan
yang melakukan IPO) dengan underwriter (penjamin emisi) yang
ditunjuk oleh perusahaan emiten, sedangkan harga saham di
pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar (berdasarkan
permintaan & penawaran).
Motivasi bagi perusahaan yang melakukan go public, di
antaranya yang umum adalah untuk pendanaan pertumbuhan
perusahaan. Menurut Kim dalam (Daljono, 2000) terdapat dua
alasan perusahaan melakukan IPO, yakni: karena pemilik lama
ingin mendiversifikasikan portofolionya, karena perusahaan tidak
memiliki alternatif sumber dana yang lain untuk membiayai
proyek investasinya. Apapun motivasi go public, perusahaan
menginginkan dana yang terkumpul dari IPO dapat maksimum
maka

perusahaan

tersebut

menyerahkan

masalah

yang

berkaitan dengan IPO kepada underwriter. Penjamin emisi atau


underwriter

sebagai

pihak

yang

bertanggung

jawab

atas

penjualan saham perdana suatu perusahaan yang penjamin


emisinya

memiliki

reputasi

yang

baik.

Sehingga

terdapat

pengaruh reputasi underwriter dengan tingkat underpricing,


2

karena

underwriter

yang

bereputasi

baik

akan

beran

menanggung resiko dari kualitas penjaminnya, sehingga reputasi


underwriter yang baik akan mengurangi tingkat underpricing.
Fenomena underpricing terjadi di pasar modal berbagai
negara diantaranya Amerika Serikat, Inggris, Australia, Afrika
Selatan, China, Malaysia dan Indonesia. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) dan situs
www.idx.co.id. fenomena underpricing yang terjadi di Indonesia,
dapat diketahui dari 226 IPO dari tahun 1997 sampai dengan
2010, sebanyak 186 IPO atau sebesar 82,30% memberikan
return awal (initial return) yang positif. Banyaknya fenomena
underpricing yang terjadi menunjukkan bahwa harga saham
pada saat penawaran perdana secara merata dapat dikatakan
murah (Jogiyanto, 2007).
Underpricing merupakan suatu fenomena di mana
penentuan harga saham di pasar perdana lebih rendah dibanding
harga saham di pasar sekunder pada saham yang sama. Hasil
penelitian (Chastina Yolana dan Dwi Martani, 2005) bahwa di
Indonesia,

terdapat

variabel

variabel

yang

mempengaruhi

fenomena Underpricing pada penawaran Saham Perdana di BEJ


tahun 1994 2001. (Trisnaningsih, 2005) melakukan penelitian
terhadap

faktor

faktor

yang

mempengaruhi

tingkat

underpricing pada perusahaan yang go public yang di proksikan


3

ke dalam reputasi underwriter, financial leverage, dan return on


assets, yang hasilnya dari ketiga faktor tersebut berpengaruh
signifikan terhadap underpricing.
Penelitian yang dilakukan (Fatmawati, 2009)
menyimpulkan

bahwa

reputasi

underwriter

dan

financial

leverage berpengaruh terhadap underpricing. Sedangkan return


on assets tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing.
Dalam perkembangannya, penelitian tentang faktor faktor yang
mempengaruhi tingkat underpricing telah banyak dilakukan.
Uniknya, beberapa penelitian dengan topik yang sama justru
menemukan hasil yang tidak sama. Dengan kata lain , konflik
temuan antara penelitian dengan objek yang sama masih belum
ditemukan. Menurut (Fuller et al, 1987) dalam (Setianingrum dan
Suwito, 2008) menyebutkan bahwa penentuan harga saham
perdana

ditentukan

oleh

kesepakatan

antara

emiten

dan

underwriter karena tidak ada ukuran yang dapat dijadikan dasar


pertimbangan,

selain

itu

saham

tersebut

belum

pernah

diperdagangkan di pasar. Menurut (Ediningsih, 2007) fenomena


underpricing yang terjadi pada hampir setiap pasar modal,
menguntungkan investor karena mereka mendapatkan abnormal
return tetapi tidak menguntungkan bagi emiten karena emiten
kemudian tidak mendapatkan dana dalam jumlah yang optimal.

Padahal disisi lain, salah satu tujuan menjual saham adalah


meningkatkan atau menambah kas perusahaan.
Underpricing disebabkan oleh adanya asimetri informasi
(Beatty

dan

Ritter,

1986

dalam

Yasa,

2008).

Didalam

menentukan harga, pihak penentu harga sangat memperhatikan


informasi perusahaan. Apabila diantara mereka tidak memiliki
informasi yang lengkap tentang perusahaan, maka akan terjadi
perbedaan harga. Perbedaan harga di kedua pasar tersebut
mestinya dapat dihindarkan apabila penentu harga dikedua
pasar

tersebut

memiliki

informasi

yang

sama

terhadap

perusahaan yang go public. Pemilik lama dan manajemen


merupakan pihak yang memiliki informasi secara lengkap
tentang perusahaannya, sedangkan investor tidak memiliki
informasi secara lengkap.
Damayanti (2007) melakukan kajian lebih lanjut tentang
faktor faktor yang mempengaruhi underpricing yaitu reputasi
undewriter, financial leverage, dan return on assets. Hasil
penelitiannya
underwriter

menunjukkan
dan

return

on

bahwa
assets

secara

parsial

berpengaruh

reputasi
terhadap

underpricing, sedangkan financial leverage tidak berpengaruh


terhadap underpricing. Artinya reputasi underwriter dan return
on

assets

dapat

dipertimbangkan

untuk

menilai

tingkat

underpricing saham perdana, sedangkan financial leverage tidak


dapat

dipertimbangkan

untuk

menilai

tingkat

underpricing

saham perdana.
ROA merupakan suatu rasio penting yang dapat dipergunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan untuk
mendapat laba. ROA yang semakin besar berarti bahwa perusahaan tersebut dapat
memanfaatkan seluruh asetnya dalam memperoleh laba sehingga tingkat
underpricing yang diharapkan akan rendah. Penelitian yang dilakukan Mansur
(2002), Aini (2009), Yasa (2008), Handayani (2008), dan Suyatmin & Sujadi
(2006) menyatakan variabel ROA berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat
underpricing. Sedangkan Setianingrum (2005) menyatakan variabel ROA
berpengaruh positif terhadap tingkat underpricing.
Perusahaan yang berskala besar umumnya lebih dikenal
oleh masyarakat daripada perusahaan dengan skala kecil. Karena
lebih dikenal maka informasi mengenai perusahaan skala besar
lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan skala kecil. Bila informasi
ditangan investor banyak maka tingkat ketidakpastian investor akan masa depan
perusahaan dapat diketahui. Dengan demikian perusahaan yang berskala besar
mempunyai tingkat underpricing yang lebih rendah dari perusahaan berskala
kecil. Penelitian yang dilakukan Suyatmin & Sujadi (2006), Aini (2009), dan Yasa
(2008) menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap
tingkat underpricing. Mansur (2002), Sulistio (2005), dan wardhani (2002) juga

menyatakan variabel ukuran perusahaan berpengaruh secara negatif signifikan


terhadap tingkat underpricing tetapi hasil penelitian menunjukkan variabel ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing. Perusahaan dengan
skala usaha yang besar dan tingkat pertumbuhan yang tinggi diharapkan akan
memberikan tingkat keuntungan yang tinggi maka akan menawarkan saham
dengan nilai besar. Demikian pula sebaliknya, perusahaan kecil yang baru berdiri
dengan tingkat pertumbuhan usaha yang relatif kecil, maka akan menawarakan
saham dengan nilai kecil. Dengan demikan semakin besar prosentase saham yang
ditawarkan kapada masyarakat maka tingkat ketidakpastiannya akan semakin
kecil, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat underpricing saham
(Handayani, 2008).
Dari berbagai penelitian diatas dapat dijelaskan ketidakkonsistenan hasil
penelitian sehingga masih perlu dilakukan penelitian kembali terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi underpricing. Berdasarkan uraian tersebut, maka
penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai faktorfaktor apa saja yang
mempengaruhi underpricing saham, khususnya pada perusahaan yang melakukan
penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Periode waktu
penelitian yang digunakan adalah tahun 2006-2010. Sesuai dengan latar belakang
yang telah dikemukakan, maka penulis mengambil judul Analisis Faktor-faktor
yang mempengaruhi Underpricing pada saat IPO di Bursa Efek Indonesia periode
2012-2015

1.2 RUMUSAN MASALAH


Permasalahan dalam penelitian underpricing ini adalah untuk
mengetahui
underpricing,

faktor
yang

faktor

dinyatakan

yang

mempengaruhi

dalam

pertanyaan

tingkat
sebagai

berikut:
1. Apakah reputasi underwriter, financial leverage, ukuran
perusahaan, reputasi auditor, dan return on assets (ROA)
secara simultan berpengaruh terhadap underpricing ?
2. Apakah reputasi underwriter berpengaruh terhadap tingkat
underpricing pada perusahaan yang go public di Bursa Efek
Indonesia ?
3. Apakah financial leverage berpengaruh terhadap tingkat
underpricing pada perusahaan yang go public di Bursa Efek
Indonesia ?
4. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tingkat
underpricing pada perusahaan yang go public di Bursa Efek
Indonesia ?
5. Apakah reputasi auditor berpengaruh terhadap tingkat
underpricing pada perusahaan yang go public di Bursa Efek
Indonesia ?
6. Apakah Profitabilitas

Perusahaan

(ROA)

berpengaruh

terhadap tingkat underpricing pada perusahaan yang go


public di Bursa Efek Indonesia ?
8

1.3 Tujuan Penelitian


1. Menganalisis

pengaruh

reputasi

underwriter,

financial

leverage, ukuran perusahaan, reputasi auditor, dan return


on assets (ROA) secara simultan berpengaruh terhadap
tingkat underpricing pada perusahaan yang go public di
Bursa Efek Indonesia.
2. Menganalisis

pengaruh

reputasi

underwriter

terhadap

tingkat underpricing pada perusahaan yang go public di


Bursa Efek Indonesia.
3. Menganalisis pengaruh financial leverage terhadap tingkat
underpricing pada perusahaan yang go public di Bursa Efek
Indonesia.
4. Menganalisis

pengaruh

ukuran

perusahaan

terhadap

tingkat underpricing pada perusahaan yang go public

di

Bursa Efek Indonesia.


5. Menganalisis

pengaruh

reputasi

auditor

perusahaan

terhadap tingkat underpricing pada perusahaan yang akan


go public di Bursa Efek Indonesia.
6. Menganalisis pengaruh profitabilitas perusahaan (ROA)
terhadap terhadap tingkat underpricing pada perusahaan
yang akan go public di Bursa Efek Indonesia
1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini mencoba membuktikan masalah-masalah


yang timbul khususnya yang terjadi di pasar modal indonesia.
Hasil akhir dari analisis empiris ini diharapkan:
1. Bagi

emiten

dan

calon

emiten,

untuk

mendapatkan

pengetahuan yang bermanfaat dalam menentukan harga


yang tepat dalam penawaran saham perdana, sehingga
perusahaan akan memperoleh modal dengan biaya yang
relatif murah.
2. Bagi investor dan calon investor, dapat dijadikan dasar
pertimbangan dalam mengambil keputusan berinvestasi
dengan membeli saham perdana.
3. Bagi kalangan akademis, diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan dijadikan acuan untuk penelitian serupa
di masa yang akan datang. Bagi peneliti, diharapkan dapat
membantu

untuk

menambah

ilmu

pengetahuan

baik

secara teori maupun praktek khususnya mengenai faktor


faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing pada
perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia.

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering)
Perusahaan yang membutuhkan dana dapat melakukan
penerbitan surat berharga seperti saham (stock), obligasi (bond),
dan sekuritas lainnya. Surat berharga yang baru dijual dapat
berupa penawaran perdana ke publik (initial public offering atau
IPO) atau tambahan surat berharga baru jika perusahaan sudah
go public. Initial Public Offering (IPO) merupakan kegiatan yang
dilakukan perusahaan dalam rangka penawaran umum penjualan
saham perdana (Ang, 1997). Setelah saham dijual di pasar
perdana kemudian saham tersebut didaftarkan di pasar sekunder

11

(listing). Dengan mendaftarkan saham tersebut di bursa, saham


tersebut mulai dapat diperdagangkan di bursa efek bersama
dengan efek yang lain.
Perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana
sering juga dikenal dengan go public. Menurut Jogiyanto (2007),
manfaat

dari

kemudahan

melakukan

go

meningkatkan

public

modal

diantaranya

di

masa

adalah:

mendatang,

meningkatkan likuiditas bagi pemegang saham dan nilai pasar


perusahaan

diketahui.

Disamping

manfaat

yang

diperoleh

perusahaan melalui go public, terdapat beberapa kerugian go


public,

diantaranya

adalah:

biaya

laporan

meningkat,

pengungkapan (disclosure) informasi kepada publik maupun


pesaing, dan ketakutan untuk diambil alih. Initial public offering
atau sering disebut go public adalah kegiatan penawaran saham
atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang
go public) kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur
oleh UU pasar modal dan peraturan pelaksanaannya (Sunariah,
2006),

perusahaan

publik

harus

memenuhi

beberapa

kesanggupan, yaitu :
1. Keharusan untuk keterbukaan (full disclosure).
Indikator pasar modal yang sehat adalah transparansi atau keterbukaan.
Sebagai perusahaan publik yang sahamnya telah dimiliki oleh masyarakat,
harus menyadari keterbukaan sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, emiten harus memenuhi persyaratan
12

disclosure dalam berbagai aspek sesuai dengan kebutuhan pemegang


saham dan masyarakat serta perturan yang berlaku.
2. Keharusan untuk mengikuti peraturan-peraturan pasar modal mengenai
kewajiban pelaporan.
Setelah perusahaan go public dan mencatatkan efeknya di bursa, maka
emiten sebagai perusahaan publik, wajib menyampaikan laporan secara
rutin maupun laporan lain jika ada kejadian kepada BAPEPAM dan BEJ.
Seluruh laporan yang disampaikan oleh emiten kepada bursa secepatnya
akan dipublikasikan oleh bursa kepada masyarakat pemodal melalui
pengumuman dilantai bursa maupun melalui papan informasi. Hal ini
penting, karena sebagian investor tidak memiliki akses informasi langsung
kepada emiten. Untuk mengetahui kinerja perusahaan, investor sangat
tergantung pada informasi tersebut dan kewajiban pelaporan dapat
membantu penyediaan informasi sehingga informasi dapat sampai secara
tepat waktu dan tepat guna kepada investor.
3. Gaya manajemen yang berubah dari informal ke formal.
Sebelum go public manajemen tidak mempunyai kewajiban untuk
menghasilkan laporan apapun. Tetapi sesudah go public mempunyai
komunikasi dengan pihak luar, misalnya Bapepam, akuntan publik,dan
stakeholder. Hubungan-hubungan tersebut merupakan hubungan formal
yang dilakukan kepada pihak luar, dan aturan-aturan yang berlaku
merupakan aturan yang dapat digunakan oleh semua pihak yang
membutuhkan.
4. Kewajiban membayar deviden.
Investor membeli saham karena mengharapkan ada keuntungan atau
deviden yang dibagi tiap periode dan perusahaan harus memenuhi

13

kewajiban ini secara teratur dan konstan. Jika tidak, maka akan
menurunkan kredibilitas perusahaan.
5. Senantiasa berusaha untuk meningkatkan

tingkat

pertumbuhan

perusahaan.
Perusahaan harus menunjukkan kemampuannya untuk bertahan dalam
dunia persaingan sehingga harus bekerja keras untuk memperoleh itu. Hal
ini merupakan salah satu kewajiban perusahaan kepada investor yang telah
menanamkan modalnya.
Terdapat beberapa alasan perusahaan berupaya memperoleh dana dengan
melakukan go public di pasar modal. Menurut Suyatmin (2003), alasan-alasan
perusahaan menawarkan sahamnya di pasar modal adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan akan dana untuk melunasi hutang baik jangka pendek maupun
jangka panjang sehingga mengurangi beban bunga.
2. Meningkatkan modal kerja.
3. Membiayai perluasan perusahaan (pembangunan pabrik baru, peningkatan
kapasitas produksi)
4. Memperuas jaringan pemasaran dan distribusi.
5. Meningkatkan teknologi produksi.
6. Membayar sarana penunjang (pabrik, perawatan kantor, dll)
2.2 Underpricing
Istilah

underpricing

digunakan

untuk

menggambarkan

perbedaan harga antara harga penawaran saham di pasar primer


dan harga saham di pasar sekunder pada hari pertama (Beatty,
1989).

Menurut

Hanafi

(2004),

underpricing

merupakan

fenomena yang sering dijumpai dalam IPO. Ada kecenderungan


bahwa harga penawaran di pasar perdana selalu lebih rendah
dibandingkan dengan harga penutupan pada hari pertama
14

diperdagangkan di pasar sekunder. Sedangkan overpricing yang


disebut juga underpricing negatif, merupakan kondisi dimana
harga penawaran perdana lebih tinggi daripada harga penutupan
hari pertama di pasar sekunder.
Suatu penjelasan mengenai fenomena underpricing adalah
adanya asimetri informasi. (De Lorenzo dan Fabrizio, 2001)
menyatakan hampir semua penelitian terdahulu menjelaskan
terjadinya underpricing sebagai akibat dari adanya asimetri
dalam distribusi informasi antara pelaku IPO yaitu perusahaan,
underwriter,

dan

investor.

Bagi

perusahaan

underpricing

dapat

merugikan

emiten

dikumpulkan

tidak

maksimal.

Namun,

karena

(emiten),
dana

underpricing

yang
dapat

dijadikan strategi pemasaran untuk meningkatkan minat investor


berinvestasi dalam saham IPO dengan memberikan initial return
yang

tinggi.

kemungkinan

(Kim

dan

terjadinya

Shin,

2001)

underpricing

menyatakan

bahwa

disebabkan

karena

kesengajaan underwriter untuk menetapkan harga penawaran


jauh dibawah harga pasar untuk meminimalkan kerugian yang
harus ditanggung atas saham yang tidak terjual.
Underpricing saham adalah suatu keadaan dimana harga saham yang
diperdagangkan di pasar perdana lebih rendah dibandingkan ketika di pasar
sekunder (Sumarso, 2003 dalam Syahputra, 2008). Underpricing saham juga
dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana efek yang dijual di bawah nilai

15

likuidasinya atau nilai pasar yang seharusnya diterima oleh pemegang saham
(Ang, 1997). Menurut Brigham (2001), underpricing dapat dikatakan sebagai
keadaan dimana saham memberikan return positif pada transaksi pasar sekunder
setelah penawaran perdana. Selisih harga inilah yang dikenal sebagai Initial
Return (IR) atau positif return bagi investor yaitu nilai positif return yang
diperoleh dari penawaran perdana mulai dari saat dibeli di pasar primer sampai
pertama kali didaftarkan di pasar sekunder (Jogiyanto, 2007). Harga penawaran
saham di pasar perdana adalah hasil kesepakatan antara emiten dengan
underwriter. Setelah melakukan Penawaran perdana, saham diperjual-belikan di
pasar sekunder dimana harga saham ditentukan oleh kuatnya penawaran dan
permintaan akan saham. Presentase selisih harga saham di pasar sekunder
dibandingkan dengan harga saham pada Penawaran Perdana menjadi ukuran
besarnya initial return. Apabila harga saham di pasar sekunder pada hari pertama
perdagangan saham secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan harga
penawaran di pasar perdana maka saham mengalami underpricing (Sulistio,
2005).
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang harga saham IPO yang
mengalami Underpricing, diantaranya :
a. Teori Sinyal (Signalling Theory)
Menurut Rahmawati (2007), penggunaan sinyal positif secara efektif dapat
mengurangi tingkat ketidakpastian yang dihadapi investor, sehingga
investor dapat membedakan kualitas perusahaan yang baik dan buruk.
Morris (1987) dalam Rahmawati (2007) menggambarkan teori Signaling
sebagai berikut; penjual (underwriter dan emiten) di pasar mempunyai

16

informasi yang lebih baik dibanding pembeli (investor). Pembeli yang


tidak mempunyai informasi mengenai produk penjual akan menilai produk
tersebut sesuai persepsi mereka. Akibatnya penjual dengan kualitas tinggi
akan mengalami kerugian karena harga jualnya rendah. Seandainya
pembeli mengetahui kualitas dari produk tersebut maka harga jualnya
dapat lebih tinggi dan penjual akan tidak mengalami kerugian. Allen dan
Faulhaber (1989) mengasumsikan bahwa perusahaan memiliki informasi
mengenai kualitas dan prospek perusahaannya yang tidak diketahui oleh
investor luar. Perusahaan dengan tingkat ekspektasi keuntungan yang baik
akan berusaha menunjukan kualitas perusahaannya yang lebih baik dengan
melakukan underpricing dan memberikan informasi mengenai besarnya
jumlah saham yang ditahan oleh perusahaan. Harga penawaran yang
underprice dianggap oleh eksternal investor sebagai sinyal yang dapat
dipercaya mengenai kualitas perusahaan dikarenakan tidak semua
perusahaan sanggup untuk menanggung biaya underpricing. Implikasi
empiris dari model penelitian Allen dan Faulhaber (1989) adalah
perusahaan yang menggunakan underpricing sebagai sinyal untuk
menunjukan kualitas perusahaan hanya akan menjual sebagian kecil
sahamnya pada saat penawaran perdana. Hal ini dilakukan untuk
menghindari biaya underpricing yang terlalu tinggi.
b. Teori IPO
Harga IPO awalnya ditentukan oleh perusahaan dengan perhitungannya
sendiri karena informasi perusahaan hanya dimiliki oleh perusahaan
tersebut. Namun kemudian harga IPO ditentukan bersama anatara

17

perusahaan (emiten) dengan penjamin emisinya, yang menjadikan harga


saham menjadi harga kesepakatan antara emiten dan underwriter. Pada
intinya teori IPO sebenarnya membahas underpricing saham saat IPO.
Yang mana underpricing dapat dilihat dari pendekatan yaitu pendekatan
permintaan dan penawaran atau bisa juga disebut pendekatan initial return
(Manurung, 2012).
2.3 Reputasi Penjamin Emisi (Underwriter)
Underwriter merupakan perusahaan swasta atau BUMN
(pihak

luar)

yang

menjembatani

kepentingan

emiten

dan

investor yakni menjadi penanggung jawab atas terjualnya efek


emiten kepada investor. Underwriter membuat kontrak dengan
emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan
emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek
yang tidak terjual. Peranan underwriter diduga berpengaruh
terhadap tinggi rendahnya tingkat underpricing karena tinggi
rendahnya harga perdana saham yang akan dibeli investor
tergantung kesepakatan antara penjamin emisi dengan emiten.
Penelitian Yolana dan Martini (2005) menyatakan bahwa
peran reputasi underwriter dapat dipakai sebagai sinyal untuk
mengurangi ketidakpastian yang tidak dapat diungkapkan oleh
informasi yang terdapat dalam prospektus dan memberi sinyal
bahwa

informasi

privat

dari

emiten

mengenai

prospek

perusahaan dimasa mendatang tidaklah menyesatkan. Bukti

18

empiris menunjukkan adanya pengaruh reputasi underwriter


terhadap underpricing dibuktikan oleh penelitian Safitri (2013),
reputasi

underwriter

berpengaruh

signifikan

terhadap

underpricing. Underwriter yang memiliki reputasi tinggi akan


berani memberikan harga yang tinggi pula sebagai konsekuensi
dari kualitas penjaminnya.
2.4 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan menjadi penting ketika perusahaan
melakukan go public.Perusahaan yang berskala besar umumnya
lebih dikenal oleh masyarakat daripada perusahaan dengan skala
kecil

sehingga

informasi

yang

investor

dapatkan

pada

perusahaan yang berskala besar semakin tinggi pula dan tingkat


ketidakpastian dimasa yang akan datang semakin rendah
(Suyatmin dan Sujadi, 2006) Menurut penelitian Fitri dan
Armansyah (2010) ukuran perusahaan dilihat dari total aset
perusahaan mampu memberikan sinyal bahwa perusahaan
memiliki aset yang besar akan memiliki prospek yang baik.

2.5 Financial Laverage


Financial leverage menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar
hutangnya dengan equity yang dimilikinya (Tambunan, 2007). Menurut Kim et al.

19

(1993), secara teoritis, financial leverage menunjukkan risiko suatu perusahaan


dan kondisi ketidakpastian. Dengan demikian financial leverage menunjukan
risiko yang dihadapi oleh perusahaan yang berkaitan dengan utang yang dimiliki
perusahaan. Apabila financial leverage tinggi, berarti risiko suatu perusahaan
tinggi sehingga para investor akan mempertimbangkan hal ini dalam melakukan
keputusan investasi (Trisnawati, 1998). Semakin besar financial leverage suatu
perusahaan, akan menimbulkan ketidakpastian harga saham perdana yang besar
pula, yang pada akhirnya akan mempengaruhi underpricing. Keadaan seperti ini
mengakibatkan penjamin emisi tidak mau menjual saham perusahaan emiten
dengan harga tinggi, karena risiko yang dimiliki oleh perusahaan emiten cukup
tinggi. Semakin besar financial leverage-nya maka semakin tinggi tingkat
underpricing yang terjadi. Firth dan Smith (1992) menjelaskan bahwa tingkat
kewajiban tinggi menjadikan pihak manajemen perusahaan menjadi lebih sulit
dalam membuat prediksi jalannya perusahaan ke depan. Financial leverage diukur
dengan persentase dari total hutang terhadap ekuitas perusahaan pada saat
perusahaan melakukan penawaran perdana.
2.6 Reputasi Auditor
Auditor memegang peranan yang penting dalam proses go public, yaitu
sebagai pihak yang ditunjuk oleh perusahaan, yang melakukan pemeriksaan
laporan keuangan perusahaan sebagai calon emiten. Auditor yang berkualitas
akan dihargai dipasaran dalam bentuk peningkatan permintaan jasa audit dan
auditor yang memiliki reputasi yang tinggi maka akan mempertahankan
reputasinya dengan memberikan kualitas audit yang tinggi pula. Atas kualitas

20

pengauditannya yang tinggi, auditor akan dihargai dalam bentuk premium harga
oleh klien. Penggunaan adviser yang profesional (auditor dan underwriter yang
mempunyai reputasi tinggi) dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap
kualitas perusahaan emiten, Holland dan Harton (1993) dalam Daljono (2000).
Dengan memakai adviser yang profesional dan berkualitas, akan mengurangi
kesempatan emiten untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang tidak
akurat ke pasar.
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan
oleh investor atau calon investor dan underwriter untuk menilai perusahaan yang
akan go public. Salah satu persyaratan dalam proses go public adalah laporan
keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik (Keputusan Menteri
Keuangan RI No.859 /KMK.01/1987). Laporan keuangan yang telah diaudit akan
memberikan tingkat kepercayaan yang lebih besar kepada pemakainya. Investor
membutuhkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor yang
berkualifikasi (Rosyati dan Sebeni, 2002).
2.7 Return On Assets (ROA)
ROA merupakan suatu rasio penting yang dapat dipergunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan (asset
yang dimilikinya) untuk mendapatkan laba. ROA menjadi salah satu
pertimbangan investor di dalam melakukan investasi terhadap saham-saham di
lantai bursa menurut Imam Ghozali dan Mudrik Al Mansur (2002).
Return on assets merupakan salah satu rasio keuangan yang menunjukkan
kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan asset yang

21

dimiliki perusahaan tersebut (Hartono, 2005). Para investor tidak memperhatikan


ROA yang disajikan dalam prospektus, tetapi mungkin mereka memperhatikan
ROA untuk beberapa tahun sebelum perusahaan melakukan IPO (Daljono, 2000).
Variabel ini diukur dengan rasio net income terhadap total asset.
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian

terdahulu

mengenai

faktor-faktor

yang

mempengaruhi tingkat underpricing telah banyak dilakukan.


Berikut ini beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk
menguji

pengaruh

beberapa

variabel

terhadap

tingkat

underpricing.
Suyatmin dan Sujadi (2006) yang menggunakan teknik analisis regresi
berganda

untuk

menjelaskan

terjadinya

fenomena

underpricing

dengan

menggunakan variabel-variabel seperti umur perusahaan, reputasi auditor, reputasi


penjamin emisi, jenis industri, laba per saham (EPS), ukuran penawaran, current
ratio, return on investment (ROI) dan financial leverage. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa variabel current ratio berpengaruh negatif signifikan
terhadap underpricing dengan nilai signifikan 0,0002, dan variabel auditor juga
berpengaruh terhadap underpricing dengan nilai signifikan 0,0000. Sedangkan
untuk variabel umur perusahaan, reputasi penjamin emisi, jenis industri, dan
return on investment (ROI) berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing
pada tingkat signifikansi 5 % dan variabel laba per saham (EPS), ukuran
penawaran, dan financial leverage tidak berpengaruh terhadap underpricing.

22

Penelitian yang dilakukan Gerianta Wirawan Yasa (2008) dengan


menggunakan variabel umur perusahaan, prosentase saham yang ditawarkan ke
publik, profitabilitas perusahaan, financial leverage, solvability ratio, ukuran
perusahaan, kepemilikan pemerintah, reputasi penjamin emisi, dan reputasi
auditor. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda dan dapat
disimpulkan bahwa variabel reputasi penjamin emisi dan profitabilitas perusahaan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap underpricing sedangkan variabel
umur perusahaan, prosentase saham yang ditawarkan ke publik, financial
leverage, solvability ratio, ukuran perusahaan, kepemilikan pemerintah, dan
reputasi auditor tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
underpricing.
Handayani (2008) melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
underpricing pada penawaran umum perdana (studi kasus pada perusahaan yang
go public di BEJ tahun 2000-2006). Variabel yang digunakan yakni debt to equity
(DER), return on asset (ROA), earning per share (EPS), umur perusahaan, ukuran
perusahaan dan prosentase penawaran saham yang ditawarkan ke masyarakat.
Penelitian ini menyatakan bahwa DER, ROA, ukuran perusahaan dan prosentase
saham yang ditawarkan ke masyarakat tidak berpengaruh terhadap underpricing.
Penelitian ini juga menjelaskan bahwa EPS dan DER berpengaruh negatif
terhadap underpricing, sedangkan ROA, ukuran perusahaan, umur perusahaan dan
prosentase yang ditawarkan ke masyarakat berpengaruh positif terhadap
underpricing.

23

Penelitian yang dilakukan Nurjanti Takarini dan Kustini (2007) dengan


menggunakan variabel reputasi underwriter, stock offering, stock retention, dan
listing time. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda dan
dapat disimpulkan bahwa reputasi underwriter berpengaruh signifikan negatif
terhadap underpricing dengan nilai signifikansi 0,026, Listing time berpengaruh
signifikan negatif terhadap underpricing dengan nilai signifikansi 0,001,
sedangkan stock offering, stock retention tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat underpricing.
Penelitian yang dilakukan Ekadjaja dan The (2009) dengan menggunakan
variabel reputasi auditor, reputasi underwriter, umur perusahaan, ukuran
perusahaan, dan finacial leverage. Penelitian ini menggunakan teknik analisis
regresi linier berganda dapat disimpulkan bahwa secara parsial reputasi auditor,
reputasi underwriter, financial leverage, dan umur perusahaan tidak mempunyai
pengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing, sedangkan ukuran perusahaan
secara

parsial

mempunyai

pengaruh

yang

signifikan

terhadap

tingkat

underpricing serta menunjukkan bahwa reputasi auditor, reputasi underwriter,


umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan financial leverage secara simultan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat underpricing.

Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu

24

Nama
Peneliti
Suyatmin
dan
Sujadi
(2006)

Gerianta
Wirawan
dan Yasa
(2008)

Judul
Penelitian
Faktorfaktor yang
mempengar
uhi
underpricin
g pada
Penawaran
Umum
Perdana di
BEI

Penyebab
Underpricin
g Pada
Penawaran
Saham
Perdana di
Bursa Efek
Indonesia.

Variabel
Penelitian
Dependen:
Underpricing
Independen:
Umur perusahaan,
Reputasi auditor,
Reputasi penjamin
emisi, jenis
industri, laba per
saham (EPS),
ukuran
penawaran,
current ratio,
return on
investment (ROI)
dan financial
leverage.

Dependen:
Underpricing
Independen:
Umur perusahaan,
prosentase
saham yang
ditawarkan ke
publik,
profitabilitas
perusahaan,
financial leverage,
solvability ratio,
ukuran perusahaan,
kepemilikan
pemerintah,
reputasi penjamin

Hasil Penelitian
Variabel current ratio
berpengaruh negatif
signifikan terhadap
underpricing dan
variabel auditor juga
berpengaruh terhadap
underpricing. Sedangkan
untuk variabel umur
perusahaan, reputasi
penjamin emisi, jenis
industri, dan return on
investment (ROI)
berpengaruh positif
signifikan terhadap
underpricing dan
variabel laba per saham
(EPS), ukuran
penawaran, dan financial
leverage tidak
berpengaruh terhadap
underpricing.
Variabel reputasi
penjamin emisi dan
profitabilitas perusahaan
memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap
underpricing
sedangkanvariabel umur
perusahaan, prosentase
saham yang ditawarkan
ke publik,
financial leverage,
solvability ratio, ukuran
perusahaan, kepemilikan
pemerintah, dan reputasi
auditor tidak memiliki
pengaruh yang signifikan

25

emisi, dan
reputasi auditor.

terhadap tingkat
underpricing.
lanjutan...

Nama
Peneliti
Sri Retno
Handaya
ni (2008)

Judul
Penelitian
Analisis
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Underpricing
Pada
Penawaran
Umum
Perdana
(Studi Kasus
Pada
Perusahaan
Keuangan
yang Go
Publik di
Bursa Efek
Jakarta Tahun
2000-2006).

Variabel
Penelitian
Dependen:
Underpricing
Independen:
Debt to Equity
Rasio, Return On
Assets, Earning
per Share, Umur
perusahaan,
Ukuran
Perusahaan, dan
Prosentase
Penawaran Saham.

Nurjanti
Takarini
dan
Kustini
(2007)

Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Underpricing
Pada
Penawaran
Saham
Perdana (IPO)
pada
Perusahaan
yang GoPublic di BEJ

Dependen:
Underpricing
Independen:
Reputasi
underwriter,
Stock
offering,stock
retention,dan
listing time

Hasil Penelitian
EPS berpengaruh negatif
terhadap underpricing,
sedangkan Debt to
Equity Rasio, Return On
Assets, Umur
perusahaan, Ukuran
Perusahaan, dan
Prosentase Penawaran
Saham tidak berpengaruh
terhadap tingkat
underpricing.

Reputasi underwriter
berpengaruh signifikan
negatif terhadap
underpricing. Listing
time berpengaruh
signifikan negatif
terhadap underpricing,
sedangkan stock offering,
tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan
terhadap tingkat
underpricing.

26

lanjutan...
Nama
Peneliti

Judul
Penelitian

Variabel
Penelitian

Hasil Penelitian

27

Ekadjaja
dan The
(2009)

Yolana dan
Martini
(2005)

Analisis
Faktorfaktor
penyebab
Underpricin
g Saham
Perdana
pada
perusahaan
trading
yang
terdaftar di
BEJ tahun
2000-2007.

Dependen :
Underpricing
Independen:
Reputasi
Auditor,
reputasi
underwriter,
umur
perusahaan,
ukuran
perusahaan,
financial
leverage

Variabelvariabel
yang
Mempengar
uhi
Fenomena
Underpricin
g Pada
Penawaran
Saham
Perdana Di
BEJ Tahun
1994-2001

Variabel
dependen:
underpricing
Variabel
independen:
Reputasi
underwriter,
jenis industri,
ROE, kurs,
skala
perusahaan

Secara parsial
reputasi auditor,
reputasi
underwriter, umur
perusahaan, dan
financial leverage
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
underpricing,
sedangkan ukuran
perusahaan secara
parsial mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap
tingkat underpricing
serta menunjukkan
bahwa reputasi
auditor, reputasi
underwriter, umur
perusahaan, ukuran
perusahaan, dan
financial leverage
secara simultan
mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap
tingkat
underpricing.
Terdapat pengaruh secara
silmutan antara variabel
independen yaitu reputasi
penjamin emisi, rata-rata
kurs, skala perusahaan,
ROE, dan jenis industri
terbukti terhadap variabel
dependen yaitu
underpricing. Keempat
variabel independen (ratarata kurs, skala
perusahaan, ROE, jenis
industri) berhasil

28

membuktikan secara
parsial mempengaruhi
underpricing. sedangkan
variabel reputasi penjamin
emisi tidak terbukti
mempengaruhi
underpricing.

Sumber : dari berbagai jurnal


2.9 Hipotesis
Hipotesis pada dasarnya adalah suatu anggapan yang
mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pemecahan
persoalan

maupun

dasar

penelitian

lebih

lanjut.

Hipotesis

penelitian dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan


jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Terdapat
beberapa teori yang mendukung adanya pengaruh terhadap
tingkat underpricing, yang pertama teori asimetri informasi yang
merupakan keadaan dimana terjadi ketidaksesuaian informasi,
dimana emiten dan uderwriter memiliki informasi yang lebih
banyak mengenai keadaan perusahaan dibandingkan dengan
informasi

yang

diperoleh

investor.

Untuk

itu

diperlukan

underwriter yang bereputasi baik atau berkualitas baik untuk


dapat menjamin bahwa saham perusahaan tersebut berprospek
baik, reputasi underwriter yang baik dianggap akan menutupi
terbatasnya informasi yang diperoleh investor. Selanjutnya teori
signalling yang memberi sinyal kepada para calon investor

29

bahwa kondisi perusahaan cukup baik dan prospek bagus, sinyal


tersebut diperlihatkan melalui lama berdirinya perusahaan,
kekayaan atau asset dan rasio-rasio profitabilitas yang dimiliki
perusahaan.
Hasil penelitian sebelumnya membuktikan bahwa reputasi
underwriter berpengaruh terhadap underpricing (Nurjanti Takarini
dan Kustini, 2007), financial leverage berpengaruh terhadap
underpricing (Yasa, 2008), ukuran perusahaan berpengaruh
terhadap underpricing (Ekadjaja dan The, 2009), reputasi auditor
berpengaruh terhadap underpricing (Suyatmin dan Sudjadi,
2006),

return

underpricing.

on
Hasil

assets

(ROA)

penelitian

berpengaruh

Ekadjaja

dan

The

terhadap
(2009)

menunjukkan bahwa reputasi auditor, reputasi underwriter,


financial leverage, ukuran perusahaan dan umur perusahaan
secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
underpricing. Berdasarkan uraian diatas, maka untuk penelitian
ini penulis akan mengambil hipotesis sebagai berikut :
H1 : Reputasi underwriter, financial leverage, ukuran perusahaan,
reputasi auditor, dan return on asset (ROA) secara simultan
berpengaru terhadap tingkat underpricing.
1. Pengaruh

reputasi

underwriter

terhadap

tingkat

underpricing

30

Peranan underwriter diduga berpengaruh terhadap


tinggi

rendahnya

tingkat

underpricing

karena

tinggi

rendahnya harga perdana saham yang akan dibeli investor


tergantung kesepakatan antara penjamin emisi dengan
emiten. Underwriter adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten
untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau
tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual. Berhubung
penentuan harga perdana saham ditentukan oleh emiten dan underwriter
sebagai penjamin emisi, sudah selayaknya kalau underwriter tersebut
mempunyai peran yang besar dalam menentukan harga perdana saham.
Oleh karena itu, underwriter sebagai pihak luar yang menjembatani
kepentingan emiten dan investor diduga berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya tingkat underpriced (Nurhidayati dan Nur Indriantoro, 1998).
Menurut Ghozali dan Mudrik Al Mansur (2002) bahwa reputasi
underwriter signifikan mempengaruhi fenomena underpricing dengan arah
koefisien korelasi negatif. Namun menurut Yolana dan Dwi Martani
(2005) bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
reputasi penjamin emisi dengan underpricing. Berdasarkan uraian diatas,
maka untuk penelitian ini penulis akan mengambil hipotesis sebagai
berikut.
H2 : Reputasi underwriter berpengaruh terhadap tingkat underpricing
2. Pengaruh

financial

leverage

terhadap

tingkat

underpricing

31

Kemampuan perusahaan didalam membayar hutang dengan equity


yang dimiliki merupakan financial leverage. Apabila financial leverage
tinggi, menunjukkan risiko suatu perusahaan yang tinggi pula. Para
investor

dalam

melakukan

keputusan

investasi,

tentu

akan

mempertimbangkan informasi financial leverage sehingga menghindarkan


penilaian harga saham perdana terlalu tinggi yang menyebabkan terjadinya
underpricing. Irniawan dan Payamta (2004), Sulistio (2005), dan
Trianingsih (2005) menemukan bukti empiris dalam penelitiannya bahwa
financial leverage berpengaruh signifikan positif terhadap underpricing
perusahaan yang melakukan IPO. Atas dasar hasil penelitian tersebut,
maka penulis akan mengambil hipotesis sebagai berikut :
H3 : Financial Leverage berpengaruh terhadap tingkat underpricing
3. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap tingkat underpricing
Ukuran perusahaan dapat dijadikan proksi ketidakpastian. Perusahaan
yang berskala besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat daripada
perusahaan dengan skala kecil sehingga informasi yang investor dapatkan
pada perusahaan yang berskala besar semakin tinggi pula dan tingkat
ketidakpastian dimasa yang akan datang semakin rendah (Suyatmin dan
Sujadi, 2006) Ukuran perusahaan dapat diukur menggunakan Total Assets
perusahaan tersebut. Menurut para peneliti terdahulu, Suyatmin&Sujadi
(2006), Aini (2009), dan Yasa (2008) menyatakan bahwa SIZE
berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing. Karena tingkat
ketidakpastian yang rendah maka berpengaruh tingkat risiko perusahaan

32

berskala besar dalam jangka panjang akan kecil juga. Oleh karena itu
investor dapat mengambil keputusan dari ukuran perusahaan karena
memiliki informasi yang tinggi sehingga tingkat underpricing menjadi
kecil. Berdasarkan uraian diatas, maka untuk penelitian ini penulis akan
mengambil hipotesis sebagai berikut :
H4 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tingkat underpricing
4. Pengaruh reputasi auditor terhadap tingkat underpricing
Perusahaan yang akan melakukan IPO akan memilih Kantor
Akuntan Publik (KAP) yang memiliki reputasi baik (Rosyati dan Arifin
Sebeni, 2002). Karena reputasi auditor berpengaruh pada kredibilitas
laporan keuangan ketika suatu perusahaan go public. Menurut Daljono
(2000) reputasi auditor, umur perusahaan, persentase saham yang
ditawarkan pada publik, profitabilitas perusahaan yang diwakili ROA, dan
solvability ratio, terbukti tidak signifikan mempengaruhi initial return.
Sedangkan menurut Sulistio (2005) bahwa tidak terdapat pengaruh antara
reputasi auditor terhadap initial return. Berdasarkan uraian diatas, maka
untuk penelitian ini penulis akan mengambil hipotesis sebagai berikut :
H5 : Reputasi Auditor berpengaruh terhadap tingkat underpricing
5. Pengaruh return on assets (ROA) terhadap tingkat underpricing
ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas untuk mengetahui
tingkat pengembalian saham atas harta yang dimiliki oleh perusahaan.
ROA

digunakan

untuk

mengukur

efektifitas

perusahaan

dalam

menghasilkan keuntungan dengan cara memanfaatkan aktiva yang

33

dimilikinya. Menurut penelitian terdahulu, antara lain Mansur (2002), Aini


(2009), Yasa (2008), dan Suyatmin&Sujadi (2006) mengatakan bahwa
ROA

berpengaruh

negatif

terhadap

tingkat

underpricing.

ROA

berpengaruh negatif terhadap underpricing karena ROA (Return On


Assets) merupakan salah satu ukuran profitabilitas perusahaan, maka
semakin

tinggi

ROA perusahaan

akan

semakin

rendah

tingkat

underpricing karena investor akan menilai kinerja perusahaan lebih baik


dan bersedia membeli saham perdananya dengan harga yang lebih tinggi.
Calon

investor

akan

mempertimbangkan

prosentase

profitabilitas

perusahaan sebelum menentukan keputusan investasinya sehingga nilai


ketidakpastiaannya semakin rendah yang juga akan menurunkan nilai
underpricing perusahaan tersebut (Yasa, 2008). Berdasarkan uraian diatas,
maka untuk penelitian ini penulis akan mengambil hipotesis sebagai
berikut :
H6 : ROA berpengaruh terhadap tingkat underpricing
2.10 Kerangka Analisis
Variabel-variabel

yang

diduga

berpengaruh

terhadap

underpricing antara lain adalah reputasi underwriter, financial


leerage, ukuran perusahaan, reputasi auditor, dan return on
assets (ROA) secara parsial dan simultan dapat mempengaruhi
tingkat underpricing pada perusahaan yang melakukan initial
public offering (IPO) pada periode tahun 2012 sampai 2015.

34

Skematis

kerangka

berpikir

dalam

penelitian

ini

dapat

digambarkan sebagai berikut :

variabel independen

Reputasi underwriter

H2

financial leverage

H3
variabel dependen
Ukuran perusahaan

reputasi auditor

Underpricing

H4

H1

35

H5
ROA

H6
Gambar 2.1 Kerangka Analisis

BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis

penelitian

ini

adalah

deskriptif

kuantitatif,

yaitu

penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau


data kualitatif yang diangkakan menjadi suatu analisis secara
sistematis. Data kuantitatif pada penelitian ini adalah data harga
saham penawaran perdana dan harga penutupan hari pertama di

36

pasar sekunder pada saat initial public offering, tahun berdiri


perusahaan dan tahun melakukan IPO, data perusahaan yang
menerbitkan laporan keuangan, data nama perusahaan dan
nama underwriter dari perusahaan yang melakukan IPO dari
tahun 2010-2013.
3.2 Definisi Operasional Variabel
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari
variabel

dependen

(Y)

yaitu

underpricing,

dan

variabel

independen (X) yaitu reputasi underwriter, financial leverage,


reputasi

auditor,

memperjelas

ukuran

pengertian

perusahaan,
yang

dan

terkandung

ROA.
dalam

Untuk
variabel-

variabel penelitian tersebut, maka berikut ini akan dijelasklan


definisi

operasional

yang

berhubungan

dengan

variabel

penelitian, yaitu:
1. Underpricing (Y)
Underpricing adalah suatu kondisi dimana penentuan harga saham saat IPO
secara signifikan lebih rendah dibanding dengan harga saham yang terjadi di
pasar sekunder dihari pertama

yang dicerminkan dari initial return yaitu

selisih lebih antara harga saham di pasar sekunder dengan harga perdana di
pasar primer.
Closing Price- Offering Price
Initial return = x 100%
Offerings Price
2. Reputasi penjamin emisi / underwriter (X )
1

37

Pengukuran

variabel

reputasi

underwriter

menggunakan

variabel dummy. dengan memberikan nilai 1 untuk underwriter


yang bereputasi tinggi serta nilai 0 untuk sebaliknya. Standar
pengukuran reputasi underwriter yang bereputasi tinggi berdasarkan
perangkingan yang terdapat di IDX Fact Book berdasarkan big five
total value underwriter (Sulistio, 2005).

3. Fiancial Leverage (X2)


Variabel ini diukur dengan DER (debt to equity ratio), yaitu
rasio total hutang terhadap equity yang dimiliki perusahaan.
Pengukuran

variabel

ini

juga

telah

dipergunakan

oleh

Trisnawati (1998), Daljono (2000). Persamaan yang digunakan


adalah sebagai berikut.
Total Hutang
DER =
Modal Sendiri
4. Ukuran Perusahaan (X3)
Untuk mengukur besarnya skala atau ukuran dari perusahaan
adalah dengan melihat total assets dari laporan keuangan
perusahaan tahun terakhir sebelum perusahaan tersebut
melakukan IPO di BEI (Handayani, 2008).
5. Reputasi Auditor (X4)
Auditor sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal
berfungsi melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan
perusahaan yang akan melakukan go public. Reputasi auditor
akan berpengaruh pada kredibilitas laporan keuangan ketika
perusahaan melakukan IPO, sehingga hasil pengujian auditor
ini sangat dibutuhkan oleh para investor untuk pengambilan

38

keputusan investasi. Reputasi auditor merupakan variabel


dummy dengan memberikan nilai 1 untuk auditor yang
bereputasi baik serta nilai 0 untuk sebaliknya. Standar
pengukuran reputasi auditor yang baik berdasarkan KAP yang
menjadi partner dari auditor The Big Four (Sulistio, 2005).
6. Return On Assets (ROA) (X5)
menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa yang akan
datang (Suyatmin dan Sujadi, 2006). Variabel ini merupakan prosentase laba
bersih perusahaan setelah pajak dengan total asset perusahaan. Rumus ROA
menurut Ang (2007) adalah sebagai berikut:
Laba bersih setelah pajak
ROA = x 100%
Total Assets
3.3

Metode Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dilihat

dari sumbernya, peneliti menggunakan jenis data sekunder


dengan metode dokumen dan metode studi pustaka.

Metode dokumentasi adalah pengumpulan data yang


diambil dari kejadian
kejadian yang berisi pandangan serta pemikiran-pemikiran
manusia dimasa lalu yang ditulis secara sadar untuk tujuan
komunikasi dan keterangan. Data yang digunakan dalam
penelitian ini dikumpulkan dengan mempelajari

dan

menggunakan

IDX,

dokumen

yang

bersumber

dari

Saham.Ok, duniainvestasi.com.

39

3.3.1 Jenis Data dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam
bentuk

yang

sudah

jadi,

sudah

dilakukan,

sudah

dikumpulkan, dan diolah oleh pihak lain, biasanya sudah


dalam bentuk publikasi (Supranto, 1998). Data yang digunakan
antara lain:
1. Data nama-nama perusahaan yang melakukan IPO selama periode
penelitian 2012 sampai 2015 yang diperoleh dari BEI.
2. Data harga penawaran perdana masing-masing perusahaan yang
diperoleh dari BEI tahun 2012 hingga 2015.
3. Data harga penutupan masing-masing perusahaan di hari pertama di
pasar sekunder yang diperoleh dari BEI.
4. Data keuangan dan rasio masing-masing perusahaan yang diperoleh
dari

Indonesia

capital

www.sahamok.com dan

Market

Director,

www.idx.com,

www.duniainvestasi.com dari tahun 2012

hingga 2015.

3.4

Populasi dan Sampel


Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan menggunakan


pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian atau masalah
penelitian yang digunakan (Ferdinand, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada

40

periode 2012-2015. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel pada


penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sampel merupakan perusahaan-perusahaan yang melakukan Initial Public
Offering dan listing di BEI periode tahun 2012-2015.
2. Tanggal listing di BEI dan harga penawaran perdana tersedia (offering
3.
4.
5.
6.

price)
Data harga penutupan tersedia (Closing Price).
Tersedianya laporan keuangan satu tahun sebelum IPO.
Saham perusahaan tersebut mengalami underpricing.
Tersedia nama underwriter yang menjamin saham perusahaan dan tersedia
tahun berdiri perusahaan melakukan IPO.

Tabel 3.1
Sampel
Keterangan
Jumlah perusahaan
Perusahaan yang melakukan IPO
91
periode 2012-2015
Sampel dikeluarkan karena
(11)
overpricing
Sampel dikeluarkan karena tidak
(3)
mengalami underpricing (harga tetap)
Sampel dikeluarkan karena data tidak
0
lengkap
Perusahaan yang terpilih menjadi
77
sampel
Sumber : duniainvestasi, sahamOK, IDX, Fact Book 2012-2015

41

3.5 Metode Analisis Data


Untuk menganalisis pengaruh perubahan variable independen terhadap
dependen baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersamasama, maka
digunakan regresi berganda (Multiple Regression). Pemilihan teknik analisis ini
sesuai dengan beberapa penelitian yang dilakukan oleh Mansur (2002), Aini
(2009), Yasa (2008), Handayani (2008), Suyatmin&Sujadi (2006), dan Sulistio
(2005) yang juga menggunakan teknik analisis linier berganda. Teknik analisis
regresi dipilih untuk digunakan dalam penelitian ini karena teknik ini dapat
menyimpulkan secara langsung mengenai pengaruh dari masing-masing variable
bebas yang digunakan secara parsial. Regresi berganda adalah teknik untuk
menjelaskan keterkaitan antara variable terikat (Y) dengan beberapa variable
bebas (X) (Sunyoto, 2012).
3.5.1 Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel terikat dan variabel bebas keduanya memiliki distribusi normal atau
tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau
mendekati normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal,
dan ploting data akan dibandingkan dengan dengan garis diagonal. Jika distribusi
data adalah normal, maka garis yang menghubungkan data sesungguhnya akan
mengikuti garis diagonalnya (Ghozali 2006).
Penelitian ini menggunakan uji non-parametrik Kolmogorov- Smirnov (K
S) untuk mengetahui signifikansi data yang terdistribusi normal disertai dengan

42

normal-probability plot (P.P plot) dan grafik histogram sebagai pendukung


kesimpulan pengujian. Dalam uji Kolmogorov-Smirnov, suatu data dikatakan
normal jika asymptotic significance lebih dari 0,05 (Ghozali 2006). Dasar
pengambilan keputusan dalam uji K-S adalah sebagai berikut:
a. Apabila probabilitas nilai Z uji K-S tidak signifikan < 0,05, secara
statistic maka Ho ditolak, yang berarti data terdistribusi tidak normal.
b. Apabila probabilitas nilai Z uji K-S signifikan > 0,05, secara statistic
maka Ho diterima, yang berarti data terdistribusi normal.
Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis:
Ho : Data residual berdistribusi normal
Ha : Data residual tidak berdistribusi normal
2. Uji Multikolinearitas
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan korelasi antar variabel
variabel independent yang akan digunakan dalam persamaan regresi atau dengan
menghitung nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factors). Uji
multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2006). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel variabel independen. Jika
variabel-variabel saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.
Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel
bebas adalah nol ( Ghozali, 2006 ). Menurut Ghozali ( 2006), untuk mendeteksi
ada atau tidaknya multikolinearitas didalam model regresi adalah sebagai berikut :

43

1. Nilai R yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris


sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel bebas banyak
yang tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat.
2. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas. Jika antar variabel
bebas ada korelasi yang cukup tinggi (diatas 0,90) maka hal ini
merupakan indikasi adanya multikolinearitas.
3. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan Variance
Inflation Factor (VIF). Batas toleransi value adalah 0,10 dan VIF adalah
10. Apabila nilai tolerance value kurang dari 0,10 atau VIF lebih besar
dari 10 maka terjadi multikolinearitas. Tujuan uji multikolinearitas
adalah untuk mengetahui apakah tiap tiap variabel independent saling
berhubungan secara linear atau tidak.
3. Uji Heterokesdatisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap
maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas
(Ghozali, 2006). Model regresi yang baik adalah yang terjadi homoskedastisitas
atau tidak terjadi heteroskedastisias. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel
terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID), yaitu dengan deteksi ada tidaknya
pola tertentu pada grafik scaterplot antara SRESID dan ZPRED. Dasar analisisnya
adalah sebagai berikut:

44

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur

(bergelombang,

melebar

kemudian

menyempit),

maka

mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.


2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah
angka 0 dan sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Kemudian uji
heterokedastisitas juga dapat dilakukan dengan Uji Heteroskedastisitas
bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika
variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap
maka

disebut

homoskedastisitas

dan

jika

berbeda

disebut

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang terjadi


homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisias.
4. Uji Autokolerasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada
periode t-1 ( sebelumnya ). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan
pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Pengujian
autokorelasi ini dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW-test).
Menurut Ghozali (2006), pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi
ada empat pedoman yaitu :

45

1. Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4du),
maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada
autokorelasi.
2. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl),
maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada
autokorelasi positif.
3. Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi
lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negative.
4. Bila nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau
DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat
disimpulkan.

3.5.2 Analisis Regresi Berganda


Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui
pengaruh variabel variabel independen pada variabel dependen.
Persamaan regresi ini digunakan untuk menguji pengaruh dari
reputasi underwriter, financial leverage, ukuran perusahaan,
reputasi

auditor,

dan

ROA

terhadap

tingkat

underpricing.

Persamaan regresi yang digunakan adalah :


Y = + 11 + 22 + 33 + 44 + 55 + e
Keterangan :
Y: Underpricing
: Konstanta
X1 : Reputasi underwriter
1 : Koefisien regresi underwriter
X2 : Financial Leverage
2 : Koefisien regresi Financial Leverage
X3 : Ukuran perusahaan
3 : Koefisien regresi ukuran perusahaan
X4 : Reputasi Auditor
46

4 : Koefisien regresi reputasi auditor


X5 : ROA
5 : Koefisien regresi return on assets (ROA)
e : Standar Error
3.5.3 Pengujian Hipotesis
1. Uji Simultan / Uji F
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara
bersama-sama terhadap variabel dependen dari suatu persamaan regresi (Ghozali,
2006). Hipotesis nol yang dikemukakan dalam pengujian ini adalah bahwa semua
variable independen yang dipergunakan dalam model persamaan regresi serentak
tidak berpengaruh terhadap variable dependen jika nilai signifikansi lebih besar
dari 0,05. Maka pedoman yang digunakan adalah jika nilai signifikan lebih kecil
maka kesimpulan yang diambil adalah menolak hipotesis nol yang berarti
koefisien signifikan secara statistic (Ghozali, 2006). Pengambilan keputusan
didasarkan pada nilai probabilitas yang didapatkan dari hasil pengolahan data
melalui program SPSS Statistik Parametrik (Santoso 2004) sebagai berikut:
a. Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima.
b. Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak.
Nilai probabilitas dari uji F dapat dilihat pada hasil pengolahan dari
program SPSS pada tabel ANOVA kolom sig atau significance.
2. Uji Parsial / Uji t
Uji t digunakan untuk menguji seberapa jauh pengaruh variabel independen
secara individual terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Seperti halnya
dengan uji hipotesis secara simultan, pengambilan keputusan uji hipotesis secara
parsial juga didasarkan pada nilai probabilitas yang didapatkan dari hasil
pengolahan data melalui program SPSS Statistik Parametrik (Santoso 2004)
sebagai berikut:
a. Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima.
b. Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak.

47

Pada uji t, nilai probabilitas dapat dilihat pada hasil pengolahan dari
program SPSS pada tabel coefficients kolom sig atau significance.
3.5.4 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R) dari hasil regresi berganda menunjukkan
seberapa besar variabel dependen bisa dijelaskan oleh variabel-variabel
independennya (Santoso 2004). Dalam penelitian ini menggunakan regresi linier
berganda maka masing-masing variabel independent yaitu reputasi underwriter,
Return On Assets, ukuran perusahaan, financial leverage,dan reputasi auditor
secara parsial dan secara simultan mempengaruhi variabel dependen yaitu
underpricing yang dinyatakan dengan R untuk menyatakan koefisien determinasi
atau seberapa besar pengaruh variable reputasi underwriter, Return On Assets,
ukuran perusahaan, financial leverage,dan reputasi auditor terhadap tingkat
underpricing.

48

DAFTAR PUSTAKA.
Ang, Robert. 1997. Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Mediasoft Indonesia.
Anonim. IDX Fact Book 1997 2010. Jakarta: Research Division Bursa Efek
Indonesia.
Anonim. 2011. Indonesian Capital Market Directory 2010. Jakarta: Institute for
Economics and Financial Research.
Beatty, R.P. 1989. Auditor Reputation and The Pricing of IPO. The Accounting
Review. Vol LXIV No 4. p 693-707.
Brown, Stephen J. and Warner, Jerold B. 1980. Measuring Security Pric
Performance. Journal of Financial Economics 8. p. 205-258. . 1985.
Using Daily Stock
Returns (The Case of Event Studies). Journal of
Financial Economics 14. p. 3-31.
Brigham, Eugene dan Joel Houston, 2001, Manajemen Keuangan, Edisi
Kedelapan buku 1, Jakarta Erlangga (terjemahan).
Carter, Richard and Manaster, Steven. 1990. Initial Public Offering and
Underwriter Reputation. Journal of Financial. Vol 45. p 1045-1067.
Cook, John P. and Officer, Dennis T. 1996. Is Underpricing a Signal of Quality in
Second Initial Public Offerings?. Quarterly Journal of Business and
Economics. Vol. 35 No.1. pp 67-78.
Daljono. 2000. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Initial Return Saham
yang Listing di BEJ Tahun 1990-1997. Makalah Seminar, Seminar
Nasional
Akuntansi III. Depok.
Dianingsih, Harum I. 2003. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Underpricing pada Penawaran Saham Perdana (IPO): Studi Kasus pada
Perusahaan Go Publik yang Terdaftar di PT Bursa Efek Jakarta Tahun
1997 2001. Jurnal Ilmiah Analisis Persoalan Ekonomi Terapan, Vol 6.
Ekadjaja, Agustin dan Wendy The, 2009, Analisis Atas Faktor-faktor Penyebab
Underpricing Saham Perdana pada Perusahaan Trading yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta Tahun 2000-2007, Jurnal Akuntansi, Vol 9, No, 2,111
130.

49

Gerianta, Wirawan Yasa. 2008. Penyebab Underpricing Pada Penawaran Saham


Perdana di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, Vol 3 No.
2.
Gumanti, Tatang Ari . 2005. Value Relevance of Accounting Information and The
Pricing of Indonesian Initial Public Offerings. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia. Vol. 8, No. 3, September 2005. Hal. 250-265.
Hanafi, M. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE.
Holland, K.M. and Horton J.G. 1993. Initial Public Offerings on The Unlisted
Securities Market: The Impact of Profesional Advisor. Accounting and
Bussiness Research. Vol. 24. No. 93. p 19-34.
How, Janice C.Y., Izan H.Y., and Monroe Gary S. 1995. Differential Information
and
The Underpricing of Initial Public Offerings: Australian Evidence.
Journal of
Accounting and Finance. May. p 87-105.
Islam, Md. Aminul., Ali, Ruhani dan Ahmad, Zamri. 2010. An Empirical
Investigation of the Underpricing of Initial Public Offerings in the
Chittagong
Stock Exchange. International Journal of Economics and
Finance. Vol. 2, No. 4. p. 36-46.
Jogiyanto. 2007. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi ke-6. Yogyakarta:
BPFE.
Kim, Keneth, A. and Hyun Shan Shin. 2001. The Underpricing of Seasoned
Equity Offerings: 1983-1998. Available from: URL: http://www.ssrn.com.
Rosyati dan Sebeni, Arifin. 2002. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruh
Underpricing Saham pada Perusahaan Go Publik di Bursa Efek Jakarta
(Tahun 1997 2000). Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi
V. 286-297.
Sandhiaji, Bram Nugroho. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Underpricing pada Penawaran Umum Perdana (IPO) Periode
Tahun 1996-2002 (tesis). Semarang: Universitas Diponegoro.
Sugiyono. 2007. Metoda Penelitian Bisnis. Cetakan ke-10. Bandung: Alfabeta.
Tambunan, Andi Porman. 2007. Menilai Harga Saham Wajar. Cetakan ke-7.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Wulandari, Rini, 2010, Analisis Variabel-variabel yang Mempengaruhi Tingkat
Underpricing pada penawaran Saham Perdana di BEI tahun 2005-2008,
Skripsi S1, Fakultas Ekonomi Universtitas Sebelas Maret.

50

Trisnawati, Rina. 1999. Pengaruh Informasi Prospektus Pada Return Saham di


Pasar Perdana. Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi II.
Malang.
Yolana, Chastina dan Martani, Dwi. 2005. Variabel-Variabel yang Mempengaruhi
Fenomena Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di BEJ Tahun
1994-2001. Makalah Seminar, Seminar Nasional Akuntansi VIII. Solo.
www.idx.co.id
www.duniainvestasi.com
www.sahamok.com

51

You might also like