You are on page 1of 13

HAND SANITIZER

1. TUJUAN
Tujuan percobaan ini adalah agar mampu mengaplikasikan formulasi yang
telah dibuat yang tepat untuk sediaan gel Hand Sanitizer dan dapat mengevaluasi
sediaan gel Hand Sanitizer untuk mengetahui stabilitasnya.
2. PRINSIP
Menguji stabiltas Formula yang telah di buat berdasarkan pH menggunakan
pH meter dan pH universal, viskositas menggunakan viskometer, serta uji
organoleptis menggunakan panca indra .
3. TEORI
Gel pembersih tangan merupakan gel yang memiliki kemampuan sebagai
antibakteri dalam menghambat hingga membunuh bakteri (Retnosari dan
Isardiatuti 2006). Banyak dari gel ini berasal dari bahan beralkohol atau etanol
yang dicampurkan bersama dengan bahan pengental, missal karbomer, gliserin,
dan menjadikannya serupa jelly, gel atau busa yang memudahkan penggunaan
dan menghindari perasaan kering karena penggunaan alkohol. Gel sanitasi ini
menjadi alternatif yang nyaman bagi orang tua yang tidak sempat berulang kali
untuk mencuci tangan mereka saat harus merawat anak mereka yang sakit.
Walaupun mencuci tangan dengan sabun dan air efektif untuk mengurangi
penyebaran sebagian besar infeksi namun untuk melakukannya dibutuhkan
westafel dan air.
Sesuai perkembangan zaman, telah dikembangkan juga gel pembersih
tangan non alcohol. Akan tetapi jika tangan benar-benar dalam keadaan kotor,
baik oleh darah, tanah, ataupun lainnya, maka penggunaan air dan sabun untuk
mencuci tangan lebih disarankan karena gel pencuci tangan baik yang berbahan
dasar alcohol maupun non alcohol walaupun efektif membunuh kuman, gel ini
tidak membersihkan tangan ataupun material organic lainnya.
Alkohol banyak digunakan sebagai antiseptik atau disinfektan untuk infeksi
permukaan dan kulit yang bersih, tetapi tidak untuk luka. Alcohol sebagai
disinfektan mempunyai aktivitas bakterisidal, bekerja terhadap jenis bakteri,
tetapi tidak terhadap virus dan jamur. Akan tetapi alcohol merupakan pelarut

organic sehingga dapat melarutkan lapisan lemak dan sebum pada kulit, dimana
lapisan tersebut berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi mikroorganisme
(Retnosari dan Isadiartuti 2006).
Bakteri banyak ditemukan disekitar manusia, misal tangan manusia yang
banyak berinteraksi dengan dunia luar. Terdapat berbagai jenis bakteri yang ada
ditangan manusia. Adapun bakteri yang umum ditemukan pada tangan
diantaranya adalah Staphylococcus Aureus, E. Colli, Salmonella, Vibrio
Cholerae, dan Shigella (BSN Medical 2009).
Bakteri Staphylococcus Aureus memiliki potensi untuk menyebabkan
penyakit yang didapat pada tubuh manusia melalui saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan infeksi melalui kulit. Bahan makanan yang disiapkan dengan
kontak tangan langsung tanpa proses mencuci tangan, sangat berpotensi
terkontaminasi Staphylococcus Aureus.
Bakteri E.Colli dapat menyebabkan berbagai penyakit dan infeksi terhadap
saluran pencernaan pada manusia, diantaranya adalah enterotoksigenik,
enteropatogenik, enteroagregatif dan lain-lain.
Bakteri Shigella dapat menyebabkan infeksi berbagai saluran pencernaan.
Shigella biasa berada pada air yang terkontaminasi bahkan yang terlihat jernih
sekalipun. Untuk membunuh koloni bakteri ini, diperlukan lagi bantuan sabun
antiseptic pada proses mencuci tangan (Todar 2004 dalam Rostinawati 2009).
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli,
merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu
cairan. Menurut

Formularium

Nasional,

gel

adalah

sediaan

bermassa

lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik
atau makromolekul

senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling

terserap oleh cairan.


Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat yang
terdiri dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang
terkecil atau molekul organic yang besar dan saling diresapi cairan.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Gel sistem dua fase
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar ,
massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma

misalnya magma

bentonit. Baik gel

maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk

semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan.Sediaan harus


dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.
2. Gel sistem fase tunggal
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam
suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul
makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari
makromolekul sintetik misalnya karboner atau dari gom alam misanya
tragakan.
Kegunaan sediaan gel menurut Lund,1994 di bagi menjadi empat seperti:
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral,
dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari
gelatin dan untuk bentuk sediaan obat longacting yang diinjeksikan secara
intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi
tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan
cairan oral, dan basis suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,
termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan
rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril)
atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).
Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah
inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain. Pemilihan bahan
pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama
penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau
daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau
selama penggunaan topical.
1. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang
diharapkan.
2. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau
BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau
digunakan.
3. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga
pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh
3

polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang
akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan
tersebut akan membentuk gel.
4. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh
pemanasan disebut thermogelation.
Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni (disperse system,
vol 2 hal 497):
1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat
mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan
gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar
polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen
gel berkurang.
2. Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.
Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada
waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk
massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan
fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel.
Adanya

perubahan

pada

ketegaran

gel

akan mengakibatkan jarak

antar matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju


permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.
3. Efek suhu
Efek suhu
melalui

mempengaruhi

struktur

gel.

Gel

dapat

terbentuk

penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi

setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC,


terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada
peningkatan

suhu

larutan

tersebut

membentuk

gel. Fenomena

pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan


disebut thermogelation.
4. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap

pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu
hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel
dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian

tekanan

geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah


konsentrasi

ion

kalsium

yang

disebabkan

karena

terjadinya

pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut.
5. Elastisitas dan rigiditas
Sifat ini merupakan
karakteristik
dari gel gelatin
agar
dan
nitroselulosa, selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi
peningkatan

elastisitas

dengan peningkatan

konsentrasi

pembentuk

gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi


dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam
tergantung dari komponen pembentuk gel.
6. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang
terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan
menunjukkan jalan aliran non newton yang dikarakterisasi oleh penurunan
viskositas dan peningkatan laju aliran.

4. BAHAN DAN ALAT


4.1 Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan adalah etanol sebagai zat aktif, HPMC,
propilenglikol, gliserin, dan aqua destilata.
4.2 Alat yang digunakan
Adapun alat yang digunakan adalah beaker glass, batang pengaduk, pH
meter, Viscometer Brookfield, timbangan analitik, gelas ukur, botol bening
untuk evaluasi dan botol bening 400 mL untuk kemasan.
5. FORMULA DAN PROSEDUR
5.1 Prosedur Kerja Pembuatan Hand Sanitizer
Pertama tama disiapkan alat dan bahan untuk menunjang suatu
pembuatan gel hand sanitizer, lalu ditimbang bahan-bahan yang akan
digunakan dan dikalibrasi botol, setelah itu kembangkan HPMC dalam air
panas. Ca,purkan gliserin, propilenglikol dan sedikit air, kemudian
dipanaskan pada suhu 50- 90C, masukan dalam HPMC aduk ad homogen.
Ditambahkan etanol sedikit demi sedikit sambil diaduk, kemudian
ditambahkan aqua destilata sampai batas kalibrasi. Sediaan yang telah
dibuat kemudian dilakukan evaluasi selama 96 jam.
5.2 Prosedur Kerja Evaluasi sediaan Hand Sanitizer
1. Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau,
warna, dan tekstur sediaan yang diamati selama 96 jam.
2. Viskositas
Viskositas diukur dengan menggunakan bantuan

viscometer

Brookfield. Bahan handsanitizer dimasukkan ke dalam beaker gelas dan


ujung viskometer dimasukkan ke dalam sediaan dan diukur nilai
viskositasnya. Pengukuran dilakukan dengan 3x pengujian.
3. pH
Sebanyak 5 gram gel dilarutkan dengan aquades hingga 50 ml (larutan
sampel gel 10% b/v). Elektroda pada pH meter dicuci terlebih dahulu
dengan aquades selanjutnya di kalibrasi pada larutan standart pH 4 dan pH
7. Elektroda yang telah dikalibrasi dicelupkan ke sampel dan diketahui
angka yang ditunjukkan pada pH meter
6. DATA PERCOBAAN
6.1 Data Preformulasi
Tabel 6.1 data preformulasi

Nama bahan baku


Etanol 70%
HPMC
Propilenglikol
Gliserin
Oleum Rose
Aquadest

Jumlah
30%
3%
0,5%
1%
3 tetes
Ad 400 mL

Fungsi
Zat aktif
Pengental/gellying agent
Humektan
Humektan
Pengaroma

6.2 Data Evaluasi Sediaan


Tabel 6.2 Data evaluasi sediaan Hand Sanitizer
No
1
1

Pengujian

Langsung

24 jam

48 jam

96 jam

Merah

Merah

Merah

Merah

Bau
kekentalan
Endapan

muda
Rose
+
Jernih

muda
Rose
+++
Jernih

muda
Rose
++
Jernih

muda
Rose
+
Jernih

Viskositas

100

260

120

(poise)

poise

poise

180
poise

poise

4
4,78

4
4,80

4
4,43

4
4,08

Homogen

Homogen

29 dtk

28 dtk

Organoleptis
Warna

2
2
3

pH
Universal
pH meter

Homogenitas
Waktu kering

Homogen Homogen
30 dtk

32 dtk

6.3 Grafik

Viskositas
300
250
200

Viskositas

150
100
50
0
0 jam

24 jam

48 jam

96 jam

Grafik 6.3.1 pengaruh waktu terhadap viskositas

pH
5
4.8
4.6

pH

4.4
4.2
4
3.8
0 jam

24 jam

48 jam

96 jam

Grafik 6.3.2 pengaruh waktu terhadap pH

7. PEMBAHASAN
Gel pembersih tangan merupakan gel yang memiliki kemampuan sebagai
antibakteri dalam menghambat hingga membunuh bakteri (Retnosari dan
Isardiatuti 2006). Banyak dari gel ini berasal dari bahan beralkohol atau etanol
yang dicampurkan bersama dengan bahan pengental, missal karbomer, gliserin,
dan menjadikannya serupa jelly, gel atau busa yang memudahkan penggunaan
dan menghindari perasaan kering karena penggunaan alkohol.
7.1 Aspek Farmakologi
Alkohol banyak digunakan sebagai antiseptik atau disinfektan untuk
infeksi permukaan dan kulit yang bersih, tetapi tidak untuk luka. Alcohol
sebagai disinfektan mempunyai aktivitas bakterisidal, bekerja terhadap jenis
bakteri, tetapi tidak terhadap virus dan jamur. Akan tetapi alcohol
merupakan pelarut organic sehingga dapat melarutkan lapisan lemak dan
sebum pada kulit, dimana lapisan tersebut berfungsi sebagai pelindung
terhadap infeksi mikroorganisme (Retnosari dan Isadiartuti 2006).
Bakteri banyak ditemukan disekitar manusia, misal tangan manusia yang
banyak berinteraksi dengan dunia luar. Terdapat berbagai jenis bakteri yang
ada ditangan manusia. Adapun bakteri yang umum ditemukan pada tangan
diantaranya adalah Staphylococcus Aureus, E. Colli, Salmonella, Vibrio
Cholerae, dan Shigella (BSN Medical 2009).
7.2 Alasan Pemilihan Bahan Tambahan
Alkohol dipilih sebagai zat aktif utama dalam pembuatan gel hand
sanitizer ini karena alkohol banyak digunakan sebagai antiseptik atau
disinfektan untuk infeksi permukaan dan kulit yang bersih, tetapi tidak
untuk luka. Alcohol sebagai disinfektan mempunyai aktivitas bakterisidal,
bekerja terhadap jenis bakteri, tetapi tidak terhadap virus dan jamur.
HPMC dipilih karena kelarutannya yang mudah larut dalam air dan akan
mengental pada peningkatan suhu larutan. HPMC akan membentuk gel
yang netral, jernih, tidak berwarna, berasa dan akan stabil pada pH 3-11.
Dengan rentang pH tersebut, HPMC tidak akan mengiritasi kulit sehingga
nyaman untuk digunakan.
Propilenglikol dan gliserin merupakan formulasi sediaan farmasi yang
digunakan secara luas dalam sediaan formulasi farmasi. Propilenglikol
merupakan pelarut yang baik dan dapat melarutkan berbagai macam

senyawa. Propilenglikol dan gliserin digunakan sebagai humektan untuk


bahan dasar pembuatan hand sanitizer ini karena zat-zat tersebut dapat
mengikat air sehingga sediaan yang dibuat selalu basah dan tidak cepat
mongering diudara bebas.
7.3 Diskusi
Pada formulasi hand sanitizer yang dibuat memiliki warna dan bau yang
stabil, tetapi tidak pada pengukuran viskositas dan pH. Warna danbau yang
dibuat pada hari pertama hingga hari ke empat sama sekali tidak berubah.
Tentu saja ini tidak dapat langsung dikatakan bahwa formulasi yang dibuat
memiliki stabilitas yang baik. Karena stabilitas yang baik itu tidak hanya
dilihat pada pengujian organoleptis saja tetapi dilihat dari segala aspek.
Menurunnya nilai viskositas dikarnakan rheologi dari gel hand sanitizer
tersebut memiliki aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan
aliran non newton yang memiliki karakter penurunan viskositas dan
peningkatan laju aliran. Sehingga dengan adanya pengocokan yang semakin
banyak maka nilai viskositasnya semakin turun. Hal ini terlihat pada grafik
viskositas dimana hari pertama nilai viskositasnya rendah hal ini bisa di
karenakan suhu sediaan yang masih hangat saat di evaluasi sehingga sediaan
masih cair, setelah pembuatan sediaan di buat 24 jam kemudian menunjukan
kenaikan viskositas dikarenakan belum banyaknya pengocokan yang berasal
dari spindel viskometer pada sampel yang di gunakan untuk evaluasi serta
sediaan sudah mulai dingin dan menunjukan kekentalan yang sebenarnya,
sehingga nilai viskositasnya tinggi, sedangkan pada hari berikutnya
viskositas terus menurun di karenakan adanya pengocokan berulang dari
viskometer pada saat mengukur viskositas dari sediaan yang sama untuk uji
evaluasi, masalah lain yang dapat menyebabkan turunnya nilai viskositas
adalah faktor lingkungan, adanya cahaya dan kelembaban udara dimana
kemasan atau wadah tidak di tutup dengan baik sehingga gel hand sanitizer
menyerap uap air dari luar. Namun sediaan masih memberikan bentuk yang
kental tidak terlalu cair sehingga masih nyaman untuk digunakan. Penurunan
pun terjadi pada nilai pH, penurunan nilai pH ini menandakan adanya reaksi
atau penguraian dalam sediaan, pH yang asam (pH=4) ini juga
mempengaruhi

viskositas

dimana

jika

pH

semakin

asam

makan

10

viskositasnya akan semakin menurun. Namun perubahan pH ini masih dapat


di terima karena masih masuk dalam rentang pH kulit dimana nilai pH kulit
berkisar 4-5,5. Sehingga dilihat dari semua aspek evaluasi sediaan gel hand
sanitizer yang di buat memiliki nilai stabilitas yang cukup tinggi.
8. Kesimpulan
Sediaan hand sanitizer yang dibuat memiliki stabilitas yang cukup baik untuk
di gunakan. Karena memberikan hasil yang baik pada evaluasi organoleptis serta
pH yang dapat di terima oleh kulit (4), serta viskositas yang cukup baik dan
nyaman untuk digunakan.

11

DAFTAR PUSTAKA
Lahman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III. UI
Press : Jakarta
Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen kesehatan
RI: Jakarta
Dirjen POM, (1995), Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen kesehatan
RI: Jakarta
Martin, W., (1971), Dispending of Medication 7th edition, Marck Publishing
Company: USA
Parrot, Eugene L., (1968), Pharmaceutical Technology, Burgess Publishing
Company: Iowa.
Boylen, James, (1994), Encyclopedia of Pharmaceutical Technology Volume
9, Maral Deck Inc : New York.
Rowe, R.C., Sheckey, P.J., and Quinn, M.E., 2009, Handbook of
Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association.

12

LAMPIRAN
1. Perhitungan Bahan
1.1 Per Unit
Etanol 30% dalam 400ml
Volume kemasan
= 400 mL
30 mL
Etanol
= 100 ml

x 400 mL

= 120mL

HPMC

3
100 ml

x 400 mL

= 12 Gram

Propilenglikol

0,5 mL
100 ml

x 400 mL

= 2 mL

Gliserin

Aqua dest
1.2 Per Batch
Etanol
HPMC
Propilenglikol
Gliserin
Aqua dest

1 mL
100 ml

x 400 mL

= 4 mL

= ad 400 mL
= 120mL
X2
= 12 g
X2
= 2mL
X2
= 4mL
X2
= ad 800 mL

= 240 mL
= 24 g
= 4 mL
= 8 mL

13

You might also like