You are on page 1of 11

AR 224 Arsitektur Pra-Modern

ARSITEKTUR INDIA
Peradaban Lembah Sungai Indus
Disusun Oleh :
Rizki Irwandi

21-2012-070

Dede Andri

21-2012-088

Farezanda

21-2012-018

Dosen :
Osadha W

Jurusan Teknik Arsitektur


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Bandung
2016

PERADABAN AWAL BANGSA INDIA

Secara geografis, wilayah India merupakan suatu jazirah dari benua Asia. Letak India
seakan-akan terpisah dari daratan Asia. Hal ini disebabkan oleh pegunungan Himalaya di
sebelah utara India. Oleh karena posisi wilayahnya menyendiri dari daerah Asia yang lain,
maka India sering disebut anak benua Asia.
Di utara India terdapat Pegunungan Himalaya yang menjulang tinggi. Pegunungan
Himalaya menjadi pemisah antara India dan daerah lain di Asia. Di bagian Barat
pegunungan Himalaya terdapat celah yang disebut Celah Kaiber. Celah Kaiber inilah yang
dilalui oleh masyarakat India untuk melakukan aktivitas hubungan dengan daerah-daerah
lain di Asia. Melalui celah itu, bangsa-bangsa lain memasuki wilayah India, seperti bangsa
arya dan Iskandar Zulkarnaen. Di India terdapat berbagai bahasa, di antaranya yang
terpenting yaitu sebagai berikut.
Bahasa Munda atau bahasa Kolari. Bahasa ini terdapat di Kashmir. Bahasa Dravida,
mempunyai 14 macam, seperti Tamil, Telugu, Kinare, Malayam, Gondhi, dan Berahui.
Bahasa Indo-Jerman, mempunyai bahasa daerah sembilan belas macam, salah satunya
adalah bahasa Sanskerta dan Prakreta. Bahasa Hindustani. Bahasa ini muncul di Delhi dan
merupakan percampuran antara bahasa Arab, Parsi, dan Sanskerta. Bahasa ini disebut pula
bahasa Urdu.
Di tengah-tengah daerah India terdapat pegunungan Windya. Pegunungan ini
membagi India menjadi dua bagian, India Utara dan India Selatan. Pada daerah India
bagian Utara, mengalir sungai Shindu (Indus), Gangga, Yamuna, dan Brahmaputera.
Daerah itu merupakan daerah subur sehingga sangat padat penduduknya. India bagian
Selatan sangat berbeda keadaannya dengan India bagian Utara. Daerahnya terdiri dari
bukit-bukit dan gunung-gunung yang kering dan tandus. Daratan tinggi di India bagian
Selatan diberi nama Dataran Tinggi Dekkan. Dataran Tinggi Dekkan kurang mendapat hujan
sehingga daerahnya terdiri atas padang rumput safana yang amat luas.

Dalam sejarahnya, India memiliki dua peradaban kuno, yaitu peradaban lembah
sungai Indus (Shindu) dan peradaban lembah sungai Gangga. Kedua peradaban ini menjadi
bukti penting keberadaan bangsa India sebagai salah satu pemilik kebudayaan tertua yang
sangat ternama di dunia.

PERADABAN LEMBAH SUNGAI INDUS (SHINDU)


1. Pusat Peradaban
Peradaban lembah Sungai Indus berlangsung pada 2800 SM hingga 1800 SM.
Peradaban kuno ini ada di sepanjang Sungai Indus dan Sungai Ghaggar-Hakra
(sekarang letaknya di Pakistan dan India bagian barat). Sungai Indus sendiri merupakan
sungai yang panjangnya 2.900 kilometer. Airnya berasal dari mata air di Tibet, dan
mengalir melalui Pegunungan Himalaya. Sisa peradaban Sungai Indus bisa dilihat dari
peninggalannya yang sangat mengagumkan, yaitu kota Mohenjodaro dan Harappa.
Peradaban Sungai Indus juga dikenal dengan peradaban Sungai Sarasvati. Sebab,
dahulu mengalir Sungai Sarasvati di dekat Sungai Indus, tapi diperkirakan mengering
pada akhir 1900 SM. Kota Mohenjodaro dan Harrapa dihuni oleh bangsa Dravida, yang
memiliki ciri fisik bertubuh pendek, hidung pesek, kulit hitam, dan rambut keriting hitam.
Bangsa inilah pendukung utama peradaban lembah Sungai Indus.
Bangsa Dravida bermatapencaharian utama sebagai petani gandum dan kapas. Hal
ini dibuktikan dengan temuan arkeologis berupa cangkul, kapak, dan patung dewi
kesuburan. Selain sebagai petani, bangsa Dravida juga berjiwa pedagang. Mereka
melakukan kontak perdagangan dengan bangsa Sumeria yang ada di Mesopotamia.
Seorang arkeolog Inggris, Sir John Marshal, merupakan orang yang berhasil meneliti
peradaban ini.
Mohenjo-Daro yang ditemukan di daerah Shindu (sekarang wilayah Negara
Pakistan) diperkirakan pernah dijadikan sebagai ibukota lembah Shindu bagian utara.
Sedangkan Harappa yang terletak di daerah Punjab, dekat sungai Ravi, diperkirakan
sebuah ibukota dari lembah sungai Shindu bagian selatan.
Ini adalah bekas ibukota dua negara merdeka pada jaman peradaban sungai India
antara tahun 2350-1750 sebelum masehi, penelitian menghasilkan perhitungan, dua kota
masing-masing terdapat sekitar 30 hingga 40 ribu penduduk, lebih banyak dibanding
penduduk kota London yang paling besar pada abad pertengahan.
Masyarakat yang bermukim di kedua kota kuno ini diketahui telah mengenal
sistem saluran air bawah tanah yang sempurna dengan menggunakan bata. Dari buktibukti arkeologi, penduduk Mohenjodaro dan Harappa sudah mengenal adat istiadat. Di
sana ditemukan benda-benda sebagai azimat. Benda tersebut diduga dimanfaatkan
sebagai kalung. Ada pula ditemukan benda semacam materai yang berbahan tanah liat.
Benda-benda tersebut terdapat tulisan-tulisan pendek dalam huruf piktograf (tulisan yang
bentuknya mirip gambar).
Puing-puing menunjukkan Mohenjodaro dan Harappa merupakan sebuah kota yang
mempunyai rancangan bangunan di sekeliling ruang lingkup tertentu, kurang lebih
menggunakan bahan yang sama, segalanya sangat teratur, bahwa pada 3000 SM,
orang-orang membangun kota dengan skala yang sedemikian memperlihatkan tingginya
peradaban mereka.

Jalan-jalannya lurus sehingga membentuk blok-blok pemukiman berbentuk segi


empat. Sudah ada sistem pembuangan sampah dan air limbah. Inilah kota pertama yang
menujukan tanda-tanda pembangunan yang berencana.
Kedua kota ini hilang pada tahun 1750 sebelum masehi, kira-kira dalam waktu 1000
tahun kebelakang, didaerah aliran sungai India tidak pernah ada lagi kota yang demikian
megahnya, namun pada 500 tahun lampau, ketika bangsa Arya datang menginvasi,
kebudayaan Harappa sudah merosot.
2. Tata Kota
A. Kota Mohenjadaro
Mohenjo Daro merupakan sebuah kawasan reruntuhan-kota peninggalan
kebudayaan Hindustan (bersama dengan kota Harappa) yang berada di bagian selatan
Lembah Sungai Indus, distrik Larkana, propinsi Sind, Pakistan. Diperkirakan, kota ini
dibangun dan dihuni dalam masa waktu yang bersamaan dengan pembangunan kotakota di peradaban Mesir Kuno, Mesopotamia, dan Yunani Kuno.
Diperkirakan Mohenjo Daro dibangun sekitar 2600 tahun sebelum masehi. Untuk
dapat meneliti peradaban di kota Mohenjo Daro ini dilakukan penggalian dalam skala
besar yang dimulai pada tahun 1922 sampai 1927 yang dilakukan oleh R. D. Banarjee
beserta timnya dan dilanjutkan oleh M. S. Vats dan K. N. Dikshit dibawah pengarahan Sir
John Marshall, seorang ahli survey arkeologi. Pada tahun 1927-1931, E. J. H. MacKay
melanjutkan penggalian sebelumnya dan pada tahun 1950, Sir Mortimer Wheeler juga
melakukan penggalian, tetapi dalam skala kecil. Keseluruhan penggalian yang dilakukan
itu mencapai satu per tiga dari seluruh lokasi kota Mohenjo Daro dan dikenal oleh
masyarakat dunia dengan sistem tata kota memukau, sementara dua pertiga
bagian wilayah reruntuhan kota masih tertimbun oleh tanah.
Kota Mohenjo Daro sering disebut sebagai "Metropolis Kuno di Lembah Indus"
karena merupakan kota terbesar (sekitar 100 hektar) di wilayah peradaban Hindustan
pada tahun 2600-an SM.
Kota ini bukanlah sebuah pusat kerajaan karena tidak ditemukannya makam ataupun
bekas istana Raja di kota Mohenjo Daro. Yang ada adalah kuburan dari kalangan elit
kota. Ada kemungkinan bahwa kota Mohenjo Daro merupakan sebuah pusat administratif
dari wilayah di dalam sebuah kerajaan.
Sedangkan arti dari kata "Mohenjo Daro" sendiri adalah "Bukit orang mati". Nama ini
diberikan karena letak kota yang berupa bukit-bukit dan saat ini hanya berupa reruntuhan
seperti sebuah kota mati.
Sistem Tata Kota

Kota Mohenjo Daro dapat dikatakan telah memiliki kebudayaan tinggi dalam bidang
arsitektur karena adanya penataan massa bangunan kota yang sangat rapi dan teratur.
Penataan massa bangunan yang diterapkan dalam kota Mahenjo Daro adalah konsep
organisasi grid. Jalan yang ada berupa saling tegak lurus dan berjajar sehingga
membentuk blok-blok tapak (berupa kotak-kotak) yang digunakan sebagai tempat
pendirian bangunan. Konsep ini dapat dilihat pada penataan kawasan perumahan
modern maupun apartemen yang tiap rumah tertata sangat rapi dan berada di jalur lurus.
Fasilitas Kota
Secara garis besar, Kota Mohenjo Daro dibagi menjadi dua bagian berdasarkan
fungsinya. Bagian timur kota (disebut Lower Town) merupakan wilayah yang digunakan
sebagai perumahan penduduk. Sedangkan bagian lain dari kota (disebut Citadel)
merupakan sebuah kawasan pusat kota Mohenjo Daro.
Pada bagian Lower Town (letaknya rendah), terdapat sistem jaringan jalan yang
membentang dari utara hingga selatan dan timur hingga barat. Jalanan ini membagi
beberapa petak tanah menjadi blok-blok (kotak-kotak) yang merupakan tempat
perumahan penduduk berada. Keadaan ini menjadikan kota Mohenjo Daro sangat rapi
dan teratur sehingga mudah dalam melakukan pengawasan.

Perumahan di Mohenjo Daro memiliki tipe yang berbeda-beda, ada yang berukuran
besar dan ada pula yang berukuran kecil sesuai dengan kebutuhan dan status sosial
pemiliknya. Para ahli menyatakan bahwa beberapa rumah yang ada, dahulunya
merupakan bangunan dua lantai dengan tangga yang terbuat dari batu bata. Setiap
rumah memiliki ruang pemandian dan sistem drainase yang teratur.
Sumber air bersih yang ada di Mohenjo Daro adalah berupa sumur di dalam ruangan
rumah yang pengaliran ke ruangan lain menggunakan pipa berbahan tanah liat.
Sedangkan sarana pembuangan air kotor menggunakan saluran air yang berada di tepi
jalan perumahan. Saluran ini terhubung dengan rumah penduduk sehingga air kotor dari
sisa penggunaan di dalam rumah dapat langsung mengalir ke saluran air kota.

Sedangkan bagian Citadel (disebut pula sebagai kuil kota - letaknya lebih tinggi dari
Lower Town) yang merupakan pusat kota terdapat beberapa fasilitas perkotaan.
Beberapa fasilitas tersebut adalah:
-The Great Bath
Berupa bangunan yang menyerupai kolam berukuran 12 x 7 (dalam meter) dengan
material berupa batu bata. Kedalaman kolam ini sekitar 2,4 meter dengan tangga yang
terbuat dari batu bata untuk turun hingga dasar kolam. Di sekitarnya berupa beranda
dengan alas batu bata. Beberapa pendapat menyatakan bahwa bangunan kolam ini
digunakan sebagai tempat melakukan ritual keagamaan berupa pemandian (pensucian
badan). Pendapat ini didukung dengan penemuan artefak berupa batuan yang mirip dengan
batu gosok untuk mandi.

Dalam kepercayaan Hindu, ritual pemandian seperti ini merupakan salah satu ritual
untuk pensucian jiwa dan raga pengikutnya. Kemungkinan besar, ritual pemandian yang
dilakukan di The Great Bath merupakan sebuah tradisi dari agama Hindu.

-The Granary
Merupakan bangunan yang digunakan oleh penduduk kota Mohenjo Daro sebagai
tempat penyimpanan hasil pangan (hasil panen) yang digunakan untuk mensuplai
kebutuhan penduduk.
-Assembly Halls
Sebuah bangunan dengan area terbuka yang cukup luas (seperti lapangan).
Sistem Konstruksi
Bahan bangunan yang digunakan pada perumahan penduduk maupun bangunan
fasilitas kota terbagi menjadi dua jenis, yakni batu bata lumpur (mud bricks) dan batu
bata kayu (wood bricks). Batu bata lumpur (mud bricks) terbuat dari lumpur endapan
yang banyak terdapat di lembah sungai Indus. Sedangkan batu bata kayu (wood
bricks) terbuat dari kayu yang dikeringkan dengan cara dibakar. Daya tahan batu bata
yang digunakan di Mohenjo Daro memiliki keawetan yang lebih baik dan lebih lama
dibanding batu bata yang digunakan oleh penduduk Mesopotamia.
Sedangkan material yang digunakan sebagai penutup atap adalah pohon kayu yang
disusun menjadi atap datar.
Benda-Benda yang Ditemukan
Benda-benda yang ditemukan di kota Mohenjo Daro antara lain: huruf, bangunan,
perhiasan, alat rumah tangga, permainan anak-anak yang sudah dihiasi berbagai seni
gambar dan seni ukir yang indah, mereka telah mengenal biantang: gajah, unta, kerbau,
anjing. Berdasarkan benda-benda yang ditemukan di Mohenjodaro, maka dapat
disimpulkan bahwa peradaban Lembah Sungai Indus di Mohenjodaro sudah sangat
tinggi.
B. Kota Harappa
Harappa adalah sebuah kota kuno yang berada di bantaran Sungai Ravi, propinsi
Punjabi, timur laut Pakistan. Letaknya berada di 35 km sebelah tenggara kota Sahiwal.
Menurut penelitian dengan cara penentuan usia karbon yang dilakukan para arkeolog, kota
Harappa dibangun dan dihuni antara tahun 3300 hingga 1600 sebelum masehi dengan luas
kota + 25 km persegi. Pada masa kejayaannya itu, 40.000 orang menjadi penduduk kota
Harappa, sebuah jumlah penduduk yang sangat besar pada masa itu. Bahkan, bisa
dikatakan dengan jumlah penduduk sebesar itu, pupulasi kota ini lebih banyak dibanding
populasi penduduk kota London pada abad pertengahan.

Munculnya peradaban Harappa lebih awal dibanding kitab Veda,saat itu bangsa Arya
belum sampai India, yakni sekitar tahun 2500 SM. Bangsa Troya mendirikan kota Harappa
dan Mohenjondaro serta kota megah lainnya didaerah aliran sungai India. Kota modernnya
terletak di sebelah kota kuno ini, yang dihuni antara tahun 3300 hingga 1600 SM. Di kota ini
banyak ditemukan relik dari masa Budaya Indus, yang juga terkenal sebagai budaya
Harappa. Harappa memiliki lay-out kota yang sangat canggih, hingga tahun 1500 SM ketika
bangsa Arya mulai bercampur dengan penduduk asli.
Kondisi Kota
Kota Harappa dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan fungsi masing-masing, yakni
bagian pemerintahan dan bagian administratif. Bagian pemerintahan adalah area dimana
terdapat kantor pemerintahan kota. Adanya pagar tembok yang tinggi di sekeliling
gedung tinggi merupakan simbol kekuasaan dan kewibawaan Raja (atau pemimpin kota).
Bagian ini terpisah dan memiliki jarak cukup jauh terhadap bagian administratif.
Sedangkan bagian administratif digunakan sebagai permukiman penduduk kota
Harappa. Bagian ini memiliki yang ada saling bersilangan membentuk kotak-kotak
kosong di tengahnya. Di kedua sisi jalan,, terdapat banyak sekali rumah tempat tinggal,
toko, dan tempat pembuatan tembikar. Jarak antar-bangunan sangat dekat shingga tata
kota terlihat sangat padat. Saluran air kota yang digunakan sebagai pembuangan air
dibangun di bawah tanah dengan menggunakan bahan batu bata.
Kota Harappa hilang menjadi kota mati sekitar tahun 1750 SM. Beberapa faktor yang
mengakibatkan penduduknya meninggalkan kota Harappa diperkirakan adalah adanya
invansi yang dilakukan oleh bangsa Arya ke daerah peradaban Hindustan pada sekitar
tahun itu. Pada tahun itu hingga 1000 tahun setelahnya, tidak ada pembangunan kota
dengan peradaban tinggi lagi di wilayah tersebut.
Puing-puing bekas bangunan yang masih berada di kota Harappa tampak sangat
teratur dalam penataannya. Puing-puing tersebut terbuat dari bahan yang sama, yakni
batu bata tanah liat. Kondisi masa lalu memperlihatkan bahwa sistem sangat maju

dengan adanya teknik penataan kota seperti masa sekarang, yakni adanya pola jalan
raya dan adanya saluran air bawah tanah.
Penggalian Kota
Penemuan kota Harappa bersamaan dengan penemuan kota lain di kawasan
peradaban Lembah Hindustan berawal pada tahun 1870-an oleh peneliti dari Inggris.
Pada
awal
abad
ke-20, Sir
John
Marshall (arkeolog
berkebangsaan
Inggris) menggali dan meneliti kembali kota Harappa dan kota Mohenjo Daro. Dari hasil
penelitian, dapat diambil teori bahwa kedua kota tersebut memiliki tingkat aktifitas
penduduk yang tinggi dengan jumlah penduduk sekitar 30.000 hingga 40.000 jiwa.
Hingga saat ini, penggalian dan penelitian yang dilakukan para arkeolog terhadap
kota-kota di kawasan peradaban Lembah Hindustan masih terus dilanjutkan. Bahkan,
ada penemuan kota baru di sekitar aliran sungai kuno yang lain. Awal tahun 1980-an,
pemerintah Amerika dan Pakistan membentuk Lembaga Arkeologi Amerika-Pakistan
yang bertujuan untuk meningkatkan penelitian terhadap kawasan tersebut.
Benda-Benda yang Ditemukan
Benda-benda yang ditemukan: arca-arca, patung (terra cotta) yang diukir seperti
bentuk wanita telanjang dengan dada terbuka. Ukiran itu memberi makna bahwa ibu
merupaka sumber kehidupan; alat dapur dari tanah liat, periuk belanga, pembakaran dari
batu keras (masih kuat sampai sekarang); sebuah patung pohon disamping dewa
(gambaran kesucian pohon bodhi tempat Sidharta menerima wahyu) beberapa ratus
tahun kemudian; arca-arca yang melukiskan lembu yang menyerang harimau; lembu
yang bertanduk, sebagai gambaran bahwa mereka sangat mensucikan binatang. Hal ini
tampak ketika masyarakat India mensucikan sapi sampai sekarang.
3. Sistem Pertanian dan Pengairan
Daerah Lembah Sungai Indus merupakan daerah yang subur. Pertanian menjadi
mata pencaharian utama masyarakat India. Pada perkembangan selanjutnya,
masyarakat telah berhasil menyalurkan air yang mengalir dari Lembah Sungai Indus
sampai jauh ke daerah pedalaman.
Pembuatan saluran irigasi dan pembangunan daerah-daerah pertanian menunjukkan
bahwa masyarakat Lembah Sungai Indus telah memiliki peradaban yang tinggi. Hasilhasil pertanian yang utama adalah padi, gandum, gula/tebu, kapas, teh, dan lain-lain.
4. Sanitasi (Kesehatan)
Masyarakat Mohenjodaro dan Harappa telah memperhatikan sanitasi (kesehatan)
lingkungannya. Teknik-teknik atau cara-cara pembangunan rumah yang telah
memperhatikan faktor-faktor kesehatan dan kebersihan lingkungan yaitu rumah mereka
sudah dilengkapi oleh jendela yang langsung mendapat oksigen bebas.
5. Teknologi
Masyarakat Lembah Sungai Indus sudah memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi,
Kemampuan mereka dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan budaya yang
ditemukan, seperti bangunan Kota Mohenjodaro dan Harappa, berbagai macam patung,
perhiasan emas, perak, dan berbagai macam meterai dengan lukisannya yang bermutu
tinggi dan alat-alat peperangan seperti tombak, pedang, dan anak panah.

6. Pemerintahan
Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Maurya antara lain sebagai berikut :
A. Candragupta Maurya
Setelah berhasil menguasai Persia, pasukan Iskandar Zulkarnaen melanjutkan
ekspansi dan menduduki India pada tahun 327 SM melalui Celah Kaibar di Pegunungan
Himalaya. Pendudukan yang dilakukan oleh pasukan Iskandar Zulkarnaen hanya sampai
di daerah Punjab. Pada tahun 324 SM muncul gerakan di bawah Candragupta. Setelah
Iskandar Zulkarnaen meninggal tahun 322 SM, pasukannya berhasil diusir dari daerah
Punjab dan selanjutnya berdirilah Kerajaan Maurya dengan ibu kota di Pattaliputra.
Candragupta Maurya menjadi raja pertama Kerajaan Maurya. Pada masa
pemerintahannya, daerah kekuasaan Kerajaan Maurya diperluas ke arah timur, sehingga
sebagian besar daerah India bagian utara menjadi bagian dari kekuasaannya. Dalam
waktu singkat, wilayah Kerajaan Maurya sudah mencapai daerah yang sangat luas, yaitu
daerah Kashmir di sebelah barat dan Lembah Sungai Gangga di sebelah timur.
B. Ashoka
Ashoka memerintah kerajaan Maurya dari tahun 268-282 SM. Ashoka merupakan
cucu dari Candragupta Maurya. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Maurya
mengalami masa yang gemilang. Kalingga dan Dekkan berhasil dikuasainya. Namun,
setelah ia menyaksikan korban bencana perang yang maha dahsyat di Kalingga, timbul
penyesalan dan tidak lagi melakukan peperangan.
Mula-mula Ashoka beragama Hindu, tetapi kemudian menjadi pengikut agama
Buddha. Sejak saat itu Ashoka menjadikan agama Buddha sebagai agama resmi negara.
Setelah Ashoka meninggal, kerajaan terpecah-belah menjadi kerajaan kecil. Peperangan
sering terjadi dan baru pada abad ke-4 M muncul seorang raja yang berhasil
mempersatukan kerajaan yang terpecah belah itu. Maka berdirilah Kerajaan Gupta
dengan Candragupta I sebagai rajanya.
7. Kepercayaan
Sistem kepercayaan masyarakat Lembah Sungai Indus bersifat politeisme atau
memuja banyak dewa. Dewa-dewa tersebut misalnya dewa kesuburan dan kemakmuran
(Dewi Ibu).
Masyarakat lembah Sungai Indus juga menyembah binatang-binatang seperti buaya
dan gajah serta menyembah pohon seperti pohon pipal (beringin). Pemujaan tersebut
dimaksudkan sebagai tanda terima kasih terhadap kehidupan yang dinikmatinya, berupa
kesejahteraan dan perdamaian.
8. Faktor penyebab kemunduran Lembah Sungai Indus
Beberapa teori menyatakan bahwa jatuhnya peradaban Mohenjodaro- Harappa
disebabkan karena adanya kekeringan yang diakibatkan oleh musim kering yang amat
hebat serta lama. Atau mungkin juga disebabkan karena bencana alam berupa gempa
bumi ataupun gunung meletus, mengingat letaknya yang berada di bawah kaki gunung.
Wabah penyakit juga bisa dijadikan salah satu alasan punahnya peradaban
Mohenjodaro-Harappa. Tetapi, satu hal yang amat memungkinkan menjadi penyebab
runtuhnya peradaban Mohenjodaro-Harappa ialah adanya serangan dari luar. Diduga,
serangan ini berasal dari bangsa Arya. Mereka menyerbu, lalu memusnahkan seluruh
kebudayaan bangsa yang berbicara bahasa Dravida ini. Hal ini sesuai dengan yang

disebutkan pada kitab Weda. Di dalam kitab itu, disebutkan bahwa bangsa yang
dikalahkan itu ialah Dasyu atau yang tidak berhidung. Dugaan tersebut didasarkan atas
anggapan bahwa orang-orang yang mereka taklukkan adalah orang-orang yang tidak
suka berperang. Hal ini bisa dilihat dari teknologi persenjataan yang kurang baik,
misalnya dari kualitas ujung tombak maupun pedang mereka. Bukti-bukti yang lain
adalah adanya kumpulan tulang belulang manusia yang terdiri atas anak-anak dan
wanita yang berserakan di sebuah ruangan besar dan di tangga-tangga yang menuju
tempat pemandian umum ataupun jalanan umum. Bentuk dan sikap fisik yang
menggeliat, mengindikasikan adanya serangan, apalagi jika melihat adanya bagian
tulang leher yang terbawa ke bagian kepala, ketika kepala itu terlepas dari tubuh. Sejak
1500 SM, peradaban Mohenjodaro-Harappa runtuh, tidak lama setelah bangsa Arya itu
memasuki wilayah India lewat Iran. Sejak saat itu, dimulailah masa baru dalam
perkembangan kebudayaan India di bagian utara.

You might also like