You are on page 1of 37

PRESENTASI KASUS

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSPI PROF.Dr. SULIANTI SAROSO

IDENTITAS MAHASISWA
Nama

: Deasy Adri Susanto, S.Ked

Nim

: 406111007

Pembimbing : dr. Ernie, Sp.A


Periode

: 8 Oktober 2012 15 Desember 2012

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An Reni Nurhaeni

Umur

: 6 bulan

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl. Mangga Dua VIII RT 012/005 Ancol Pademangan


Jakarta Utara

Agama

: Islam

Pendidikan

: Belum sekolah.

Tanggal Masuk

: 5 November 2012

Tanggal keluar: 9 November 2012


ANAMNESA
Diambil dari : Alloanamnesa (Orang tua pasien)
Keluhan Utama:
Demam naik turun sejak 3 hari SMRS
Keluhan tambahan :
Batuk tidak berdahak sudah 3 hari (sebelumnya 3 minggu batuk berdahak), sesak,
belum BAB sejak 3 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Demam naik turun, terus menerus, tidak menggigil sejak 3 hari SMRS.

Batuk tidak berdahak sudah 3 hari (sebelumnya batuk berdahak 3 minggu) dan
merasa sesak pada nafasnya.

Belum BAB sejak 3 hari SMRS (2/11/12).

Tidak mual, tidak muntah, tidak ada bintik-bintik merah di kulit, tidak ada
mimisan maupun gusi berdarah.

Tidak pergi keluar kota dan daerah pantai dalam 2 bulan terakhir, tidak ada
hewan unggas yang mati mendadak di lingkungan tempat tinggal pasien.

Tidak pernah mengeluh adanya keringat malam, penurunan berat badan.

Ibu pasien menyangkal adanya kontak dengan pasien flek paru, disekitar
rumah pasien tidak ada yang sakit demam berdarah dan merupakan daerah
yang padat penduduk.

Pasien post rawat dengan diagnosa BP (keluar tanggal 19/10/12)

Terdapat benjolan pada umbilicus sejak lahir.

Riwayat BAK : lancar sama seperti sebelum sakit, kurang lebih 4-5 kali sehari,
warna kuning jernih, tidak ada darah, tidak tampak nyeri saat buang air kecil

Riwayat Penyakit Dahulu :

Kejang

: disangkal.

Asma

: disangkal.

Alergi makanan

: disangkal.

Alergi obat

: disangkal.

Penyakit paru

: disangkal.

Riwayat Keluarga :
Pasien anak pertama. Ayah dan ibu pasien sehat. Ayah bekerja sebagai karyawan
swasta dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Ayah pasien pernah menjalani pengobatan
TB paru dan telah selesai dan dinyatakan sembuh 1 tahun sebelum pasien lahir.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran:
Selama hamil, ibu pasien rajin memeriksakan dirinya ke bidan, tidak pernah sakit
sewaktu hamil dan tidak mengkunsumsi obat-obatan tertentu. Pasien lahir cukup

bulan, sectio caesaria dengan indikasi lilitan tali pusat, langsung menangis, kulit
berwarna kemerahan, ada benjolan pada umbilicus pasien.
Berat badan lahir : 3200 g
Panjang badan lahir : 48 cm
Riwayat Imunisasi :
Pasien mendapatkan imunisasi yang lengkap.
BCG

: 1x umur 1 bulan

DPT

: 2x umur 1 bulan,4 bulan

Hepatitis B

: 3x umur 1 bulan,2 bulan dan 4 bulan

Polio

: 2x umur 1 bulan,4 bulan

Campak

:-

Riwayat Tumbuh kembang :

Riwayat Pertumbuhan:
Menurut ibunya, berat badan pasien tidak terlalu banyak bertambah sejak lahir
tetapi tinggi pasien terus meningkat sejak lahir sampai sekarang ( ibu pasien
rajin membawa pasien ke puskesmas untuk ditimbang dan diukur tinggi
badannya)

Riwayat Perkembangan Pasien


Tengkurap

: 3 bulan

Duduk

: 5 bulan

Merangkak

: Belum merangkak

Berdiri sendiri : Belum dapat berdiri


Riwayat Makanan

0-5 bulan

: ASI sekehendak pasien selama 10-15 menit pada kedua

payudara secara bergantian.

6 bulan - sekarang : ASI, Bubur susu Cerelac 2x sehari, cara membuat 1


sendok makan diencerkan dengan air matang secukupnya.

III. Pemeriksaan Fisik


A. Status Praesent

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang.

Kesadaran

: Compos Mentis.

Dispneu

:+

Pucat

:-

Sianosis

:-

Ikterik

:-

B. Tanda-tanda Vital
Frekuensi nadi : 130 x/menit
Suhu

: 38,2 C

Pernafasan

: 57 x/menit

C. Data Antropometri

D.

Berat badan

: 5,1 kg

Panjang badan

: 62 cm

Status gizi

: Kesan: kurang (menurut CDC 2000)

Lingkar kepala

: 41 cm

Status Regional
Kepala

: Bentuk normal, ukuran normal, tidak teraba benjolan.

Rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut. Kulit kepala tidak
ada kelainan, ubun-ubun besar normal.
Mata

: Palpebra superior dan inferior, dextra dan sinistra tidak

cekung, tidak oedem, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
bulat, isokor, refleks cahaya +/+
Telinga

: Bentuk normal, kedua liang telinga lapang, tidak ada sekret,

serumen -/-, membran timpani utuh, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tarik aurikel
-/-, KGB pre-retro-infra aurikuler (-)
Hidung

: Bentuk normal, septum deviasi -/- , sekret -/-, pernafasan

cuping hidung +
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang

Mulut

: Perioral sianosis -, bibir kering -, lidah kotor -.

Leher

: Trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, KGB

submandibula, supra-infra klavikula tidak teraba membesar


Jantung

Inspeksi

: Pulsasi iktus kordis tidak tampak.

Palpasi

: Pulsasi iktus kordis teraba pada sela iga IV midclavikula line


sinistra

Perkusi

: Redup

Auskultasi

: BJ I II normal, murmur -, gallop -.

Paru

Inspeksi

: Simetris dalam keadaan diam dan pergerakan napas,


terdapat retraksi intercostal, subcostal, epigastic

Palpasi

: Vokal Fremitus kanan dan kiri sama kuat.

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru.

Auskultasi.

: Vesikuler, ronkhi +/+, whezing -/-

Abdomen

Inspeksi

: Rata, terdapat benjolan pada umbilicus

Palpasi

: Supel, nyeri tekan epigastrium -, hepar dan lien tidak


teraba membesar

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising Usus (+) normal

Ekstremitas : Superior dan inferior, dekstra dan sinistra tidak oedem, tidak
ada deformitas, tidak sianosis, akral hangat
Genitalia

: Tidak tampak kelainan, bentuk dan ukuran normal

Kulit

: Turgor baik, tidak pucat, tidak ikterik

Tulang belakang : Gibbus -, Skoliosis -, Lordosis -, Kifosis E.

Status neurologis
Rangsangan Meningeal

: -

Refleks Fisiologis

Biseps

: +/+, Normal

Triceps

: +/+, Normal

Lutut

: +/+, Normal

Tendon Achilles

: +/+, Normal

Refleks Patologis
IV.

: -

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 5 November 2012 :
Hematologi

Nilai

Nilai normal

Leukosit

18,7

4,5 11,5 ribu/uL

Eritrosit

3,78

4,0 5,2 juta/uL

Hb

9,8

11,5 15,5 g/dL

Ht

28

35 45 %

Trombosit

552

150 450 ribu/uL

MCV

74

79 99 fL

MCH

26

27 31 pq

MCHC

35

33 37 g/dL

LED

0 20 mm

Basofil

01%

Eosinofil

24%

Batang

35%

Segmen

37

50-70 %

Limfosit

58

20 40 %

Monosit

28%

Hitung Jenis

Pemeriksaan Kultur darah pada 5 November 2012:


Hasil : hasil biakan Klebsiella pneumoniae tidak tumbuh
Pemeriksaan CRP tanggal 6 November 2012:
CRP : (+) titer 12 mg/l
Pemeriksaan Faeces tanggal 8 November 2012 :

Warna

: Kuning

Konsistensi

: Lunak

Lendir

:-

Darah

:-

Sisa pencernaan

:-

Lemak

:+

Karbohidrat

:-

Serat-serat

:-

Leukosit

:0-1

Eritrosit

:0

Parasit

:-

Telur cacing

:-

Jamur

:-

Pemeriksaan Urine tanggal 8 November 2012 :


Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Berat Jenis

1,005

1,003 1,035

PH

7,5

4,5 8,0

Lekosit Esterase

Negatif

Nitrit

Negatif

Albumin

Negatif

Glukosa

Negatif

Keton

Negatif

Urobilinogen

<1

Bilirubin

Negatif

Darah (blood)

Negatif

Eritrosit

0 - 1 / LPB

Lekosit

1 3 / LPB

Silinder

0 1 / LPK

Epitel

Bakteri

Kristal

Lain-lain

Urine Lengkap

Sedimen Mikroskopis

Makroskopis

Warna

Kuning

Kejernihan

Agak Keruh

Pemeriksaan Radiologis tanggal 8 Oktober 2012:

V.

Cor besar normal

Infiltrat paracardial kanan kiri

Hilus normal

Sinus dan diafragma baik, cor dalam batas normal

Pulmo : corakan bronkhovaskular kasar

Tulang dan soft tissue baik

Kesan : Bronkopnemonia
Diagnosa Kerja :
Bronkopneumonia + Batuk Kronik Berulang ec TB paru + Hernia
Umbilicalis + Malnutrisi

VI. Diferential Diagnosa


Bronkopneumonia
TBC Paru
Bronkiolitis
VII. Rencana Diagnostik
Test Mantoux
Rontgen Foto thorax AP
Lab Darah DL, Kultur dan Resistensi
VIII. Penatalaksaan
O2 bila sesak

1-2 liter/menit

IVFD KaEn 3B

15 tts / menit

Ceftriaxone

1 x 400 mg IV

Sanmol

3 x 0,5 cc (po)

IX. Prognosa

1.

Ad vitam

2.

Ad fungsional

: Bonam

3.

Ad sanational

: Bonam

X.

: Bonam

Perkembangan Pasien Selama Perawatan

Tanggal 6 November 2012 pukul 08.00:


S: demam sudah mulai turun (hari ke 4). Batuk sudah mulai jarang. Dahak -. Sesak
sudah tidak ada. Minum ASI + banyak.
O:

KU : Tampak sakit sedang, CM


Suhu: 37,40C Nadi: 118x/menit RR: 40x/menit
Kepala: Mata: CA -/-, SI -/-, pupil isokor, RC +/+
Mulut: tidak kering, lidah tidak kotor,faring tidak hiperemis
Hidung: sekret -/-, NCH Telinga: serumen -/Leher: tidak ditemukan pembesaran kelenjar
Thorax: cor: BJ murni reguler
pulmo: VBS ki=ka, ronkhi +/+, wheezing -/-, retraksi intercostal +/+
Abdomen: datar, supel, NT -, BU +, H/L tt, ada benjolan pada umbilicus
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2

A: BP + Suspek TB paru
P : IVFD KaEN 3B

15 tts / menit

Ceftriaxone

1 x 400 mg IV

Sanmol

3 x 0,5 cc PO

Tanggal 7 November 2012 pukul 07.30:


S: demam semalam naik turun. Batuk jarang. Dahak -. Sesak timbul kembali. Minum
ASI + banyak. Makan cerelac +. BAB semalam 1x ampas semua. BAK normal.
O: KU : Tampak sakit sedang, CM
Suhu: 37,30C Nadi: 152x/menit RR: 56x/menit
Kepala: Mata: CA -/-, SI -/-, pupil isokor, RC +/+
Mulut: tidak kering, lidah tidak kotor,faring tidak hiperemis
Hidung: sekret -/-, NCH
Telinga: serumen -/Leher: tidak ditemukan pembesaran kelenjar

Thorax: cor: BJ murni reguler


pulmo: VBS ki=ka, ronkhi +/+, wheezing -/-, retraksi intercostal +/+
Abdomen: datar, supel, NT -, BU +, H/L tt, ada benjolan pada umbilicus
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
A: BP + Suspek TB paru
P : IVFD KaEN 3B

15 tts / menit

Ceftriaxone 1 x 400 mg IV
Sanmol

3 x 0,5 cc PO

Tanggal 8 November 2012 pukul 08.00:


S: demam sudah tidak ada. Batuk jarang. Dahak -. Sesak sudah tidak ada. Minum
ASI + banyak. Makan makanan dari RS. BAB pagi ini -. BAK normal.
O: KU : Tampak sakit sedang, CM
Suhu: 36,90C Nadi: 140x/menit RR: 32x/menit
Kepala: Mata: CA -/-, SI -/-, pupil isokor, RC +/+
Mulut: tidak kering, lidah tidak kotor,faring tidak hiperemis
Hidung: sekret -/-, NCH Telinga: serumen -/Leher: tidak ditemukan pembesaran kelenjar
Thorax: cor: BJ murni reguler
pulmo: VBS kiri=kanan, ronkhi +/+, wheezing -/-, retraksi
intercostal +/+
Abdomen: datar, supel, NT -, BU +, H/L tt, ada benjolan pada umbilicus
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
A

BP telah perbaikan + Batuk Kronik Berulang ec Suspek TB paru

P : IVFD KaEN 3B

15 tts / menit

Ceftriaxone

1 x 400 mg IV

Tanggal 9 November 2012 pukul 08.00:


S: demam sudah tidak ada. Batuk jarang. Dahak -. Sesak sudah tidak ada. Minum
ASI + banyak. Makan makanan dari RS. BAB normal. BAK normal.
O: KU : Tampak sakit sedang, CM
Suhu: 36,50C Nadi: 120x/menit RR: 40x/menit

Kepala: Mata: CA -/-, SI -/-, pupil isokor, RC +/+


Mulut: tidak kering, lidah tidak kotor,faring tidak hiperemis
Hidung: sekret -/-, NCH Telinga: serumen -/Leher: tidak ditemukan pembesaran kelenjar
Thorax: cor: BJ murni reguler
pulmo: VBS kiri=kanan, ronkhi +/+, wheezing -/-, retraksi
intercostal +/+
Abdomen: datar, supel, NT -, BU +, H/L tt, ada benjolan pada umbilicus
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
A: BP perbaikan + Batuk Kronik Berulang ec Suspek TB paru
P : IVFD KaEN 3B

15 tts / menit

Ceftriaxone

1 x 400 mg IV

Rifampisin

75 mg

INH

50 mg

Pirazinamide

100 mg

Boleh pulang

Rencana Terapi pada saat Pulang

Lanjutkan terapi OAT Rifampisin 75 mg, INH 50 mg, Pirazinamide 100 mg.
Masing-masing dibuat puyer.

XI.

Resume
Telah diperiksa seorang anak perempuan umur 6 bulan dengan
keluhan demam naik turun selama 3 hari SMRS, terus menerus, tidak
menggigil. Pasien juga mengalami batuk sejak 3 hari yang lalu, sebelumnya
pasien pernah menderita batuk berdahak selama 3 minggu, pasien merasa
sesak pada nafasnya. Pasien belum BAB 3 hari SMRS, riwayat susah BAB
sejak lahir. Pasien tidak mual, tidak muntah, tidak ada bintik-bintik merah di
kulit, tidak ada mimisan maupun gusi berdarah, tidak pergi keluar kota dan
daerah pantai dalam 2 bulan terakhir, tidak ada hewan unggas yang mati
mendadak di lingkungan tempat tinggal pasien. Pasien tidak pernah mengeluh

adanya keringat malam, penurunan berat badan. Pasien menyangkal adanya


kontak dengan pasien flek paru, disekitar rumah pasien tidak ada yang sakit
demam berdarah dan merupakan daerah yang padat penduduk. Pasien post
rawat dengan diagnosa BP (keluar tanggal 19/10/12). Terdapat benjolan pada
umbilicus sejak lahir.
BAK lancar sama seperti sebelum sakit, kurang lebih 4-5 kali sehari, warna
kuning jernih, tidak ada darah, tidak tampak nyeri saat buang air kecil.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan:

Keadaan umum

: tampak sakit sedang, compos mentis

Nadi

: 118 x/menit, reguler

Suhu

: 37,4 C

Pernapasan

: 40 x/menit

Kepala:

Mata: CA -/-, SI -/-, pupil isokor, RC +/+

Mulut: tidak kering, lidah tidak kotor,faring tidak hiperemis

Hidung: sekret -/-, NCH -

Telinga: serumen -/-

Leher: tidak ditemukan pembesaran kelenjar

Thorax:

cor: BJ murni reguler

pulmo: VBS kiri=kanan, ronkhi +/+, wheezing -/-, retraksi intercostal


+/+

Abdomen: datar, supel, NT -, BU +, H/L tt, ada benjolan pada umbilicus

Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2

Hasil laboratorium dan radiologi yang penting :


Leukosit

: 18.700/mm3

Eritrosit

: 3,78 juta /L

Hb

: 9,8 g/dl

Ht

: 28 %

Trombosit

: 552.000/L

LED

: 5 mm

CRP

: positif (+) titer 12 mg/l

Analisis faeses : lendir -, darah -, lemak +, leukosit 0 - 1, eritrosit 0


Radiologi

: corakan bronkhovaskuler kasar ( BP )

Diagnosis akhir : BP + Batuk kronik berulang ec TB paru + hernia umbilicalis +


malnutrisi
Perkembangan pasien selama perawatan : Panas (-), Diare (-), batuk (+), sesak (-),
NCH (-), retraksi (+), ronkhi (+/+) berkurang, pilek (-),
Keadaan pasien saat pulang : perbaikan.

ANALISIS KASUS
Bronkopneumonia
Dasar Diagnosa

Demam sejak 3 hari SMRS demam naik turun dan terus. Pasien juga
mengeluh adanya batuk , napas sesak.
Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan:
Frekuensi nadi

: 130x / menit

Suhu

: 38,2 C

Pernafasan

: 57 x/menit

Paru-paru

Inspeksi

: bentuk normal, simetris dalam diam dan

pergerakan nafas. Retraksi intercostal, subcostal dan


epigastrium

Palapsi

: Vokal Fremitus kanan dan kiri sama kuat.

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru.

Auskutasi : Vesikuler, ronkhi+/+, whezing -/-.

Pada pemeriksaan Radiologis ditemukan:


Corakan bronkhovaskular kasar
Infiltrat paracardial kanan kiri
Hilus normal, Sinus, diafragma, cor baik.
Bronkhopneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Anak dengan daya
tahan tubuh terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak mampu
mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang mempengaruhi adalah
daya tahan tubuh yang menurun, misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP),

penyakit menahun, faktor iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi,
pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna. Dalam kasus ini hal tersebut
sesuai dengan keadaan pasien, karena pasien menderita KEP sedang.
Bronkhopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari.

Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40 0C dan

mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak tampak sangat gelisah,
dispneu, pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan
sianosis hidung dan mulut. Dapat ditemukan juga gangguan GI Tract dan napsu
makan yang menurun. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada
auskultasi terdengar ronkhi basah nyaring halus atau sedang. Pada pasien ini hal-hal
yang disebutkan diatas ada, yaitu suhu tubuh yang meningkat, dispneu, pernapasan
cuping hidung, napas cepat dan dangkal (RR : 57x/mnt), tetapi tidak ditemukan
sianosis pada pasien ini. Pada pemeriksaan fisik paru ditemukan ronkhi pada kedua
paru. Dan pasien ini juga terdapat penurunan napsu makan.
Pemeriksaan rontgen paru pada bronkhopneumonia menunjukkan bercakbercak infiltrat yang didapatkan pada satu atau beberapa lobus dan adanya konsolidasi
pada satu atau beberapa lobus. Hasil rontgen paru pasien ini pun menunjukkan hal
yang sama, yaitu tampak corakan bronkhovaskular kasar, dimana hilus normal,
tampak infiltrat paracardial kanan dan kiri.
Untuk penatalaksanaan bronkhopneumonia tergantung umur penderita dan
gejala klinis yang ada. Pada kasus yang tidak berat, tidak perlu dirawat. Namun pada
neonatal atau pneumonia kongenital mengancam jiwa, karena itu harus dirawat di
rumah sakit.
Pemberian antibiotik selama 14 hari

Pada neonatus (<2 bulan) diberikan ampisilin i.v 100 mg/kgbb/hari dibagi

4 dosis dan gentamisin i.v 5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis.


Pada bayi/anak (>2 bulan) diberikan ampicilin i.v 200mg/kgbb/hari dibagi
4 dosis dan chloramphenicol i.v 75 mg/kbgg/hari dibagi 4 dosis sebagai
lini pertama. Atau diberikan ceftiaxone i.v 50 mg/kgbb/kali dalam 1 dosis
pemberian per hari dengan maksimal dosis tunggal 2 gram.

Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan
oksigen. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glukose 5% dan NaCl 0,9%
dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 meq/500 ml botol infus.
Pada pasien ini diberikan :

- Ceftriaxone 1 x 400 mg IV
Batuk kronik berulang ec TB paru
Dasar Diagnosis:

Ayah os pernah pengobatan TB paru

Nafsu makan kurang, Berat badan sulit naik

Batuk kronik lebih dari 3 minggu

Pada penderita ini, diagnosis tuberkulosis ditegakkan dengan sistem skoring


berdasarkan manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang yang mana sistem skoring
penderita berjumlah 6. Hasil tersebut menunjukkan anak dapat didiagnosa TB karena
skoring > 6.

Tabel Sistem Skoring Diagnosis Tuberkulosis Anak


Parameter

Kontak TB

tidak
jelas

Uji Tuberkulin
(Mantoux)

negatif

Berat badan/
keadaan gizi

BB/TB < 90%


atau
BB/U < 80%

Demam yang
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik
Pembesaran
kelenjar limfe
kolli, aksila,
inguinal

2 minggu

3 minggu
1 cm,
jumlah > 1,
tidak nyeri

2
laporan
keluarga,
BTA (-)/
tidak tahu/
BTA tidak
jelas
-

klinis gizi
buruk atau
BB/TB < 70%
atau
BB/U < 60%
-

3
BTA (+)

Sko
r
3

Positif
( 10 mm atau
5 mm pada
keadaan
imunosupresif)
-

1
0

Pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
Foto toraks

ada
pembengkakan

normal/
kelainan
tidak
jelas

gambaran
sugestif TB

TOTAL SKOR

Hernia Umbilicalis
Dasar Diagnosis

Ada benjolan di umbilicus pasien sejak lahir makin membesar saat pasien
menangis dan tidak nyeri.

Malnutrisi
Dasar diagnosis BB/U 5,1/7,2 x 100% = 70,83 % (kurang)
TB/U 62/65 x 100% = 95,38% (baik)
BB/TB 5,1/6,3 x 100% = 80,95% (baik)

Kesan: Menurut CDC 2000, anak perempuan berusia 6 bulan seharusnya


memiliki berat badan antara 6,6 7,8 kg dan tinggi badan antara 63 67
cm. Sehingga pada pasien ini dikatakan memiliki status gizi kurang atau
malnutrisi.

TINJAUAN PUSTAKA
BRONKHOPNEUMONIA
Pendahuluan
Pneumonia merupakan infeksi saluran nafas bagian bawah yang dapat
disebabkan oleh berbagai etiologi dengan tanda penyakit yang paling menonjol adalah
akibat dari peradangan parenkim paru. Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan
yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencangkup
bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat. Istilah pneumonia lazim dipakai bila
peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan penyebab tersering,
sedangkan

istilah

pneumonitis

Bronchopneumonia

merupakan

sering

dipakai

inflamasi

yang

untuk

proses

terpusat

pada

non

infeksi.

bronkiolus.

Bronkopneumonia merupakan suatu proses inflamasi yang melibatkan multiple lobus


dari paru.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, namun
beberapa diantaranya dapat pula disebabkan oleh non infeksius, seperti teraspirasi
makanan atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon; atau karena reaksi
hipersensitivitas.
Pada infant dan anak kurang dari 5 tahun, penyebab infeksi traktus
respiratorius bawah yang dominan adalah virus. Puncak rata-rata pneumonia virus
menyerang anak umur 2-3 tahun, berbeda pada bronchiolitis puncak rata-rata
menyerang anak umur 1 tahun.
Klasifikasi
Pneumonia diklasifikasikan sebagai berikut :
Atas dasar letak anatomi dari pneumonia, dibagi menjadi : Pneumonia lobaris
(Pneumonia), Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia) dan Pneumonia
interstitialis (Bronchiolitis).
Atas dasar etiologi : pneumonia virus, pneumonia bakteri, pneumonia jamur
dan aspirasi pneumonia
Atas dasar gejala klinis : pneumonia tipikal dan pneumonia atipikal
Atas dasar cara mendapatkannya: pneumonia yang didapat di masyarakat
(Community Acquired Pneumonia / CAP) dan pneumonia yang didapat di
rumah sakit (Hospital Aquired Pneumonia / HAP )

Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai etiologi dan bersifat individual. Penyebab
paling umum dari pneumonia merupakan kombinasi dari Streptococcus pneumoniae
dengan respiratory syncytial virus (RSV) atau Mycoplasma pneumoniae.
Penyebab umum Pneumonia berdasarkan umur :
Umur
Neonatus

Bakterial
Group B Streptococci,

Viral
CMV, herpes virus

coliform bacteria
4-16 minggu

S.aureus, H.influenzae,
S.pneumoniae

Lain-lain
Mycoplasma hominis,
Ureaplasma urealyticum

CMV, RSV

Chlamydia trachomatis,
Ureaplasma urealyticum

< 5 tahun

S.pneumoniae, S.aureus

RSV, adenovirus,
influenza virus A,B

> 5 tahun

S.pneumoniae

influenza virus A,B

Mycoplasma
pneumoniae

Patogenesis
Patogenesis pneumonia mencangkup interaksi antara mikroorganisme
penyebab yang masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan napas, aliran darah, aspirasi benda
asing, atau transplasental selama persalinan pada neonatus. Pada bagian saluran napas
bawah, kuman menghadapi daya tahan tubuh berupa sistem pertahanan mukosilier,
daya tahan selular makrofag alveolar, limfosit bronkial, dan neutrofil. Juga daya tahan
humoral IgA dan IgG dari sekresi bronkial.
Terjadinya pneumonia tergantung kepada virulensi mikroorganisme, tingkat
kemudahan dan luasnya daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh.
Hampir semua mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia. Pada anak bakteri
yang lazim menyebabkan pneumonia adalah S.pneumoniae, H.influenzae, S.aureus,
Mycoplasma pneumoniae, M.tuberculosis. Pada anak dengan gangguan imun
Pneumocystis carinii; pada neonatus group B beta-haemolytic streptococci,
Chlamydia dan lain-lain. Virus penyebab pneumonia termasuk: influenzae, parainfluenzae, adenovirus dan respiratory syncytial virus. Pembedaan pneumonia virus
dan bakteri secara klinis sulit. Infeksi virus pada traktus respiratorius dapat
berpredisposisi menjadi infeksi bakterial sekunder dengan merusak mekanisme
pertahanan tubuh yang normal, mengubah sekresi dan memodifikasi flora bakteri.
Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak
kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya umur.
Faktor predisposisi pneumonia adalah: aspirasi, gangguan imun, septisemia,
malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, kontaminasi perinatal, dan
gangguan klirens mukus / sekresi pada cystic fibrosis, benda asing atau disfungsi
silier.

Biasanya bakteri penyebab terhirup ke paru-paru melalui saluran nafas. Mulamula terjadi edema karena reaksi jaringan, ini mempermudah proliferasi dan
penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi yaitu terjadinya serbukan sel polimorfonuklear, fibrin, eritrosit, cairan
edema dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium Hepatisasi
Merah. Selanjutnya terjadi deposisi fibrin ke permukaan pleura, terdapat fibrin dan
lekosit polimorfonuklear di alveoli, terjadilah proses fagositosis yang cepat. Stadium
ini disebut Stadium Hepatisasi Kelabu. Akhirnya, jumlah sel makrofag meningkat di
alveoli, sel akan degenerasi dan fibrin menipis, kuman dan debris menghilang.
Stadium ini disebut Stadium Resolusi.
Manifestasi klinis
Bronkopneumonia merupakan bagian dari pneumonia, biasanya didahului oleh
peradangan saluran nafas bagian atas seperti batuk, pilek selama beberapa hari disertai
kenaikan suhu tubuh yang tiba-tiba. Batuknya mula-mula kering kemudian produktif.
Anak umumnya gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan
cuping hidung. Bila keadaan terus berlanjut akan terdapat sianosis di sekitar mulut
dan hidung. Peningkatan nafas dibarengi dengan retraksi dari intercostal, subkostal,
dan suprasternal, dan penggunaan otot pernafasan aksesorius. Batuk biasanya tidak
ditemukan pada awal penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari. Pada
stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisis, tetapi dengan
adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut
dan hidung, harus dipikirkan kemungkinan pneumonia.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisis tergantung daripada luas
daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang. Bila
sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar
keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium
resolusi, ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi
sesudah 2-3 minggu.
Gejala klinis antara pneumonia virus dan bakteri kadang dapat dibedakan,
meski perbedaan tersebut tidak selalu jelas pada setiap pasien. Pada keduanya dapat
ditemukan takipnea, batuk dan retraksi. Pneumonia virus lebih banyak didapatkan
batuk, wheezing, atau stidor, dan demam lebih menonjol pada pneumonia bakterial.

Sedangkan pada pneumonia bakterial biasanya batuk, demam tinggi, dyspnea, dan
pada auskultasi adanya konsolidasi paru ( penurunan suara napas, pada perkusi
terdengar redup).
Diagnosis
Berdasarkan pedoman menurut WHO (2009) :
1. Pneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral & tidak sanggup minum
rawat RS & beri antibiotik
2. Pneumonia berat : ada retraksi, sianosis (-) , msh sanggup minum rawat RS
& beri antibiotik
3. Pneumonia : retraksi (-) , tapi nafas cepat yaitu
> 60x / menit pada bayi < 2 bln
> 50x / menit pada anak 2 bln-1 thn
>40x / menit pada anak 1-5 thn
tidak perlu dirawat, cukup antibiotik oral.
4. Bukan pneumonia : hanya batuk saja tanpa tanda & Gangguan di atas tidak
perlu dirawat & tidak perlu antibiotik.
Secara umum, pemeriksaan leukosit dapat digunakan membedakan antara
pneumonia virus dan pneumonia bakteri. Pada pneumonia virus, leukosit dapat
normal atau meningkat (biasanya tidak lebih dari 20.000/mm3) dengan predominan
limfosit. Sedangkan pada pneumonia bakterial, terjadi peningkatan leukosit antara
15.000 40.000/mm3 dan predominan granulosit.
Pada foto rontgen dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di
seluruh lapangan paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya
sebanding dengan derajat klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang
gambaran radiologisnya lebih berat daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang
dapat dijumpai :
o Konsolidasi pada satu atau lebih lobus pada pneumonia lobaris
o Penebalan pleura pada pleuritis
o Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, pneumomediastinum pneumothoraks, abses, pneumatokel atau perikarditis.
Juga dari biakan kuman yang berasal dari biopsi paru atau aspirasi nasal.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah : leukositosis, dapat juga leukopenia yang menandakan
prognosa buruk. Dapat ditemukan anemia ringan / sedang
2. Pemerikssaan radiologis :
- bercak konsolidasi merata pada BP
- bercak konsolidasi 1 lobus pd pneumonia Lobaris
- gambaran BP difus/infiltrat interstitialis pd pneumonia stafilokok
3. Pemeriksaan cairan pleura
4. Pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring,
bilasan bronkus atau sputum, darah, aspirasi trakea, pungsi pleura, aspirasi
paru

Penatalaksanaan
Management dari pneumonia tergantung umur penderita dan gejala klinis yang
ada. Pada kasus yang tidak berat, tidak perlu dirawat. Namun pada neonatal atau
pneumonia kongenital mengancam jiwa, karena itu harus dirawat di rumah sakit.
Pemberian antibiotik selama 14 hari

Pada neonatus (<2 bulan) diberikan ampisilin i.v 100 mg/kgbb/hari dibagi

4 dosis dan gentamisin i.v 5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis.


Pada bayi/anak (>2 bulan) diberikan ampicilin i.v 200mg/kgbb/hari dibagi
4 dosis dan chloramphenicol i.v 75 mg/kbgg/hari dibagi 4 dosis sebagai
lini pertama. Atau diberikan ceftiaxone i.v 50 mg/kgbb/kali dalam 1 dosis
pemberian per hari dengan maksimal dosis tunggal 2 gram.

Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan
oksigen. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glukose 5% dan NaCl 0,9%
dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 meq/500 ml botol infus.
Pemilihan Antibiotik berdasarkan etiologi:

Streptokokus & Stafilokokus


o Penisillin G 50000 unit/hari iv atau Penicillin Prokain 600.000
U/kali/hari im atau Ampicillin 100 mg/kgBB/hari atau Seftriakson
75-200 mg/kgBB/hari

M. pneumonia
o Eritromisin 15 mg/kgBB/hari atau derivatnya

H. influenzae, Klebsiella
o Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari atau Sefalosporin

Indikasi dirawat meliputi :


-

moderate sampai severe respiratory distress

gagal pada pengobatan antibiotik oral

tidak sanggup menelan antibiotik oral oleh karena muntah

konsolidasi lobaris yang lebih dari satu lobus

immunosupresi

empyema

abses atau pneumotocele

penyakit underlying kardiopulmoner ( seperti hipertensi pulmoner )

Komplikasi
Dengan menggunakan antibiotika dalam pengobatan, maka komplikasi
pneumonia bakterial telah jarang ditemukan. Komplikasi yang mungkin terjadi seperti
empiema, pneumothoraks atau abses paru sering terjadi pada fase akut pneumonia
yang disebabkan oleh staphylococcus. Sementara H.influenzae sering menyebabkan
pleural effusi. Komplikasi lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis,
peritonitis lebih jarang ditemukan.
Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan
yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

TB PARU
Definisi

Tuberkulosis

merupakan

infeksi

yang

disebabkan

oleh

kuman

TB

(Mycobacterium Tuberculosis), yang disebut juga basil tahan asam. Sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Epidemiologi
Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang
kembali muncul dan menjadi masalah terutama di negara maju. Salah satu diantaranya
adalah TB. World health organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk
dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis, dengan angka tertinggi di
Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya
di negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan
salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara
berkembang maupun di negara maju.
Patogenesis
Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah
melewati barier mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus,
kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik,
sehingga tidak terjadi respon imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus
lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang
sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya
menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat
tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer).
Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional,
yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan
jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal.

Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks


primer.
Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek
primer secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya komplek
primer inilah, infeksi TB primer terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap
uji tuberkulin.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat
mengalami salah satu hal sebagai berikut, mengalami resolusi secara sempurna, atau
membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan
enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi,
tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru.
Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Komplek primer dapat juga mengalami komplikasi yang disebabkan oleh
fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar
dan menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis pengkejuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal
yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi akan membesar karena reaksi
inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu yaitu obstruksi parsial
pada bronkus akibat tekanan eksternal yang akan menimbulkan hiperinflasi di segmen
distal paru. Dapat juga terjadi obstruksi total yang menyebabkan atelektasis.
Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi
penyebaran secara hematogen dan limfogen. Pada penyebaran limfogen kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk komplek primer. Sedangkan pada
penyebaran hematogen, kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke
seluruh tubuh dan disebut penyakit sistemik. Penyebaran hematogen sering tersamar
(occult hematogenic spread) sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB
kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju
adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik terutama apek paru atau lobus atas
paru. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni
kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya,
kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi reaktivasi jika daya tahan
tubuh pejamu turun.

Diagnosis
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan menemukan M.TB pada pemeriksaan
sputum atau bilasan lambung, cairan cerebrospinal, cairan pleura atau pada biopsi
jaringan. Jumlah kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada
dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe
hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu tingkat kerusakan parenkim paru
tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila
jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml dahak.
Kesulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan. Pada anak,
walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan
bilasan lambung yang diambil melalui NGT. Dahak yang representatif untuk
dilakukan pemeriksaan mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna
hijau kekuningan dengan volume 3-5 ml.
Karena alasan di atas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis
dan radiologis yang keduanya seringkali tidak spesifik. Kadang-kadang TB anak
ditemukan karena adanya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan
berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin positif,
dan foto paru yang mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang
menyatakan anak telah sakit TB.
Selain itu, manifestasi klinis TB sangat bervariasi tergantung padaa beberapa
faktor yaitu jumlah kuman, virulensi kuman dan daya tahan tubuh host. Manifestasi
klinis TB dibagi 2 yaitu manifestasi klinis dan manifestasi spesifik organ. Yang
termasuk manifestasi klinis antara lain; 1) deman lebih dari 2 minggu dengan
penyebab yang tidak jelas yang dapat disertai keringat malam hari, 2) nafsu makan
tidak ada (anoreksia) yang dapat disertai penurunan berat badan, 3) batuk lama lebih
dari 3 minggu, 4) malaise dan 5) diare persisten yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare. Sedangkan yang termasuk manifestasi spesifik organ antara
lain; 1) TB kelenjar superfisial yang paling banyak mengenai kelenjar kolli, 2)
Tuberkulosis otak dan saraf (menigitis Tb dan tuberkuloma), 3) tuberkulosis skeletal
(spondilitis, gonisitis), 4) tuberkulosis kulit (skrodulodermal).
Kesulitan dalam mendiagnosis TB anak karena gejalanya tidak khas, dibuatlah
sistem skoring yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.
Pembobotan tertinggi ada pada uji tuberkulin dan adanya kontak TB dengan BTA

positif, karena berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di


sekitarnya.
Berikut tabel sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB
Parameter
Kontak TB

1
-

Tidak

2
Laporan

jelas

3
BTA (+)

keluarga, BTA
(-), tidak

Uji tuberkulin

Negatif

tahu/tidak jelas
-

Positif (10 mm,


atau 5 mm pada
keadaan

Berat badan/keadaan gizi

BB/TB <90%

Klinis

gizi

atau

buruk

BB/TB

<80%

<70%

atau

BB/U < 60%


-

BB/U

Demam tanpa sebab yang

2 minggu

jelas
Batuk
Pembesaran

3 minggu
1 cm, jumlah

kelenjar

limfe

koli, aksila, inguinal


Pembengkakan

tulang/sendi

>1,
-

panggul, lutut, falang


Foto rontgen toraks

imunosupresi)
-

tidak

nyeri
Ada
pembengkaka

Normal/

n
Kesan TB

Tidak jelas

Keterangan : anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6, ( skor maksimal 13).


Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang
kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB
(telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular
terhadap TB), maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini
terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel
inflamasi di daerah suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat
menentukan tingkat aktivitas dan beratnya proses penyakit.

Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT232TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan
dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi
yang timbul, bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi
untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter
transversal indurasi diukur dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan
dalani milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0
mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negative. Secara umum, hasil uji tuberkulin
dengan diameter indurasi > 10 mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan
penyebabnya.
Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 1015 mm
dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah,
tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCGnya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi >15
mm, hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah. Pada keadaan
tertentu, yaitu tertekannya sistem imun (imunokompromais), maka cut off-point hasil
positif yang digunakan adalah 5 mm.
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:
1. Infeksi TB alamiah
a. infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)
b. infeksi TB dan sakit TB
c. TB yang telah sembuh.
2. lmunisasi BCG (infeksi TB buatan).
3. Infeksi mikobakterium atipik.
Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut:
1. Tidak ada infeksi TB.
2. Dalam masa inkubasi infeksi TB.
3. Anergi.
2. Radiologis
Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB
dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto toraks yang normal (tidak
terdetek secara radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan

pemeriksaan penunjang lain mendukung. Secara umum gambaran radiologis yang


sugestif TB adalah : pembesaran kelenjar hilus dengan/tanpa infiltrate, konsolidasi
segmental, milier, kalsifikasi dengan infiltrate, atelektasis, infiltrate, efusi pleura,
tuberkuloma.
3. Mikrobiologis
Diagnosis pasti TB ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pemeriksaan
mikrobiologis. pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari dua macam:
pemeriksaan mikrobiologis apusan langsung untuk BTA dan pemeriksaan biakan
kuman M. tubercuosis
Tatalaksana
Beberapa hal penting dalam penatalaksanaan TB anak adalah:

Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan dalam


monoterapi

Pemberian gizi yang kuat

Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan.


Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan
profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan
profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer atau anak
yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder)).
Paduan Obat Terapi TB Anak
Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam
waktu relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif
(2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan (4 bulan kecuali pada TB berat).
Pemberian paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan
untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat
jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya kekambuhan. OAT diberikan setiap hari dengan paduan obat yaitu
rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Pada fase intensif diberikan rifampisin,
isoniazid dan pirazinamid. Sedangkan pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan
isoniazid. Untuk kasus TB tertentu yaitu : TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB,
TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid

(prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi 3 dosis. Lama pemberian
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan taffering off dalam
jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid adalah untuk mengurangi proses
inflamasi dan mencegah terjadinya perlekatan jaringan.
Berikut tabel dosis OAT yang biasa digunakan.
Nama obat

Dosis

harian

Dosis

Efek samping

(mg/kgBB/hari)

maksimal

Isoniazid

5-15

(mg/hari)
300

Hepatitis,

Rifampisin

10-20

600

hipersensitivitas
Gastrointestinal,
hepatitis,

neuritis
reaksi

perifer,
kulit,

trombositopenia,

peningkatan enzim hati, cairan


Pirazinamid

15-30

2000

tubuh berwarna oranye kemerahan.


Toksisitas
hepar,
artralgia,

Etambutol

15-20

1250

gastrointestinal
Neuritis optik, ketajaman mata
berkurang, buta warna merah hijau,

Streptomisin

15-40

1000

hipersensitivitas, gastriintestinal
Ototoksik, nefrotoksik

HERNIA UMBILIKALIS
Definisi
Hernia umbilikalis merupakan defek dinding abdomen persis dipusatumbilikus,
berupa herniasi utuh yang hanya tertutup peritoneum dan kulit yangterdapat waktu
lahir. Omentum dan usus dapat mesuk ke dalam kantong hernia, khususnya bila bayi
menangis.
Kulit kantong hernia tidak pernah ruptur dan sangat jarang terjadi inkarserasi.
Umumnya hernia umbilikalis dapat menutup spontan tanpa pembedahan setelah bayi

berumur 2-3 tahun. Hernia yang tetap ada sampai umur 5 tahun umumnya
memerlukan tindakan bedah, meskipun jarang ditemukan terjadinya komplikasi pada
hernia umbilikalis.
Etiologi
Hernia umbilikalis pada bayi dan anak terjadi karena defek fasia di daerah umbilikus
dan manifestasinya terjadi setelah lahir. Waktu lahir pada fasia terdapat celah yang
hanya dilalui tali pusat. Setelah pengikatan, puntung tali pusat sembuhdengan
granulasi dan epitelisasi terjadi dari pinggir kulit sekitarnya.Waktu lahir banyak bayi
dengan hernia umbilikalis karena defek yang tidak menutup sempurna dan linea alba
tetap terpisah. Pada bayi prematur defek ini lebih sering ditemukan. Defek ini cukup
besar untuk dilalui peritoneum; bila tekanan intraabdomen meninggi, peritoneum dan
kulit akan menonjol dan berdekatan. Penampang defek kurang 1 cm, 95% dapat
sembuh spontan, bila defek lebih 1,5cm jarang menutup spontan. Defek kurang 1 cm
waktu lahir dapa tmenutup spontan pada umur 1-2 tahun. Pada kebanyakan kasus,
cincin hernia mengecil setelah umur beberapa tahun, hernia hilang spontan dan jarang
sekali residif. Penutupan defek terjadi perlahan-lahan kira-kira 18% setiap bulan. Bila
defek lebih besar, penutupan lebih lama dan beberapa hernia tidak hilang spontan.
Hernia yang besar dapat menimbulkan gangguan pada anak sehingga perlu operasi
lebih cepat.
Epidemiologi
Hernia ini terdapat pada kira-kira 20% bayi dan angka ini berbeda lebih tinggilagi
pada bayi prematur. Tidak ada perbedaan angka kejadian pada bayi laki-laki dan
perempuan. Di amerika, insiden hernia umbilikalis 8 kali lebih sering padabayi kulit
hitam dibanding bayi kulit putih.
Gejala Klinis
Hernia umbilikalis merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang
masuk melalui cincin umbilikus akibat peninggian tekanan intraabdomen, biasanya
ketika bayi menangis. Hernia umumnya tidak menimbulkan nyeri dan sangat jarang
terjadi inkaserasi. Diagnosis tidak sukar yaitu dengan adanya defek pada umbilikus.
Diagnosis banding bila ada defek supraumbilikus dekat dengan defek umbilikus
dengan penonjolan lernak preperitonial yang dirasakan tidak enak.

Tatalaksana
Strepping dengan plester di atas hernia dengan ataupun tanpa uang logamyang
dipertahankan selama 10 - 20 hari dan di ulang sampai 6 - 1 tahun, hal inidapat
mempercepat penyembuhan namun masih kontroversi Indikasi dilakukan tindakan
bedah:
1. Bila diameter cincin hernia < 1 cm pada umur 1 tahun, hernia mungkin sekali
akan menutup spontan. Sebaiknya ditunggu sampai pasien berumur 3 tahun.
2. Bila diameter cincin hernia > 1 cm pada umur 1 tahun, kemungkinan menutup
spontan kurang, tetapi tidak ada salahnya bila ditunggu hingga umur 3 tahun
3. Bila diameter cincin hernia 2 cm atau lebih, penutupan spontan hampir pastitidak
akan terjadi, pembedahan dapat dilakukan pada setiap saat dalam tahun ke-2 atau
ke-3.
Tindakan bedah dalam praktek
1. Bila diameter cincin hernia 1 cm atau kurang pada waktu pemeriksaan,
herniamenutup spontan dapat diharapkan dan pembedahan mungkin tidak
diperlukan.
2. Bila diameter cincin hernia 2 cm atau lebih pada waktu pemeriksaan, kecil
kemungkinan hernia menutup secara spontan, pembedahan dapat dilakukan setiap saat
setelah pasien berumur 3 - 6 bulan; dengan catatan pembedahan (prosedur mayo)
dilakukan secara baik sehingga kekhawatiran residif tidak terjadi.
Komplikasi
Hernia umbilikalis jarang mengalami inkarserasi. Kalau terjadi, kerusakan usus lebih
cepat dibanding pada hernia inguinal karena cincin umbilikus kurang elastis
dibanding hernia inguinal. Reposisi spontan seperti hernia inguinal tidak dianjurkan.
Pada beberapa kasus yang mengalami inkarserasi, dalam kantong terdapat usus tidak
mengalami nekrosis, hanya ada satu kasus dengan nekrosis omentum.

MALNUTRISI
Definisi

Malnutrisi adalah suatu keadaan di mana tubuh mengalami gangguan dalam


penggunaan zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas. Malnutrisi
dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan maupun adanya gangguan
terhadap absorbsi, pencernaan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh. Selain itu,
malnutrisi bisa disebabkan apabila asupan kalori yang berlebih dari kebutuhan harian,
dan mengakibatkan penyimpangan energi dalam bentuk bertambahnya jaringan
adiposa. Masalah nutrisi yang terjadi pada anak antara lain malnutrisi kurang energi
protein (kwashiorkor, marasmus, marasmik-kwashiorkor), malnutrisi vitamin,
mineral, dan obesitas.
Etiologi
KEP adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau
kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain. Penyebab KEP dapat
dibagi kepada dua penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder.
Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein
maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi
karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan
kehilangan protein maupun energi dari tubuh (Kleigmen et al, 2007). Secara klinis,
KEP dapat dibagikan kepada tiga tipe yaitu, kwashiorkor, marasmus, dan marasmikkwashiorkor.
Patofisiologi
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam
makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan
biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut
malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada
umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya
pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti
diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi
kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan
nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan meningkatnya kehilangan
nutrisi. Makanan yang tidak adekuat akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan
makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan

melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan
protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif,
kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD 3SD), maka
terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/decompensated malnutrition). Pada kondisi ini
penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada
saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau
kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan
terjadilah marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition). Dengan demikian
pada KEP dapat terjadi gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin
serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan
berbagai sintesis enzim.

Gejala Klinis
Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu:

Kwashiorkor, ditandai dengan: edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh,


wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti
rambut jagung, mudah dicabut dan rontok, cengeng, rewel dan apatis,
pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak merah ke coklatan di
kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai

penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.


Marasmus, ditandai dengan: sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit,
wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak
sumkutan minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai

penyakit infeksi dan diare.


Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan
marasmus.

Diagnosis

Klinik: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta


penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda

malnutrisi dan berbagai defisiensi vitamin)


Laboratorik: terutama Hb, albumin, serum ferritin
Anthropometrik: BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan
menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat

badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi

badan)
Analisis diet

Klasifikasi:

KEP ringan
KEP sedang
KEP berat

: > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CD


: > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
: >70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC).

Diagnosis Banding
Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmikkwashiorkor perlu dibedakan dengan:
-

Sindroma nefrotik

Sirosis hepatis

Payah jantung kongestif

Pellagra infantil

Penatalaksanaan KEP
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit:
1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan
kegawatan)
o Penanganan hipoglikemi
o Penanganan hipotermi
o Penanganan dehidrasi
o Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
o Pengobatan infeksi
o Pemberian makanan
o Fasilitasi tumbuh kejar
o Koreksi defisiensi nutrisi mikro
o Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
o Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
2. Pengobatan penyakit penyerta
o Defisiensi vitamin A

Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan
14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan
klinis diberikan vit. A dengan dosis :

umur > 1 tahun


: 200.000 SI/kali
umur 6 12 bulan : 100.000 SI/kali
umur 0 5 bulan : 50.000 SI/kali

Bila ada ulkus dimata diberikan:

Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-

3 jam selama 7-10 hari


Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari
Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
o Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya: hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit
mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering
disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.
Tatalaksana:

kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KMnO4 (K-

permanganat) 1% selama 10 menit


beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
usahakan agar daerah perineum tetap kering
umumnya terdapat defisiensi seng (Zn): beri preparat Zn

peroral.
o Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat
antihelmintik lain.
o Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan
umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan
mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya
diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri:
Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
o Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux
(seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin
TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.
3. Tindakan kegawatan

Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit
membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan
membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan
pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya
overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
o Berikan larutan Dekstrosa 5%: NaCl 0.9% (1:1) atau larutan
Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB
dalam satu jam pertama.
o Evaluasi setelah 1 jam:
o Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan
pernapasan) dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi.
Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya,
kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per
oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya
mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).
o Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik.
Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam
dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara
perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian

formula (F-75/pengganti).
Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila:
o Hb < 4 g/dl
o Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal
jantung
Transfusi darah:
o Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
o Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk
transfusi dengan jumlah yang sama.
o Beri furosemid 1 mg/kgBB secara IV pada saat transfusi
dimulai.
o Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria,
syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb
tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian
darah.

Daftar Pustaka
1. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson B. Nelson textbook of Pediatrics, 17th ed.
Philadelphia: WB Saunders, 2004
2. Latief A, dkk. Diagnosis Fisis pada Anak Edisi Kedua. Jakarta : PT Sagung
Seto
3. Staf pengajar FKUI. Buku Kuliah IKA 3. Cetakan ke empat. Jakarta: BPFKUI,
1985.
4. Setyanto Budi,D., 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Ed.1 . Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta
5. WHO Indonesia. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Alih bahasa: Tim Adaptasi
Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
6. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan
Medis IDAI Jilid 1. Jakarta

You might also like