Professional Documents
Culture Documents
IDENTITAS MAHASISWA
Nama
Nim
: 406111007
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An Reni Nurhaeni
Umur
: 6 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
Agama
: Islam
Pendidikan
: Belum sekolah.
Tanggal Masuk
: 5 November 2012
Demam naik turun, terus menerus, tidak menggigil sejak 3 hari SMRS.
Batuk tidak berdahak sudah 3 hari (sebelumnya batuk berdahak 3 minggu) dan
merasa sesak pada nafasnya.
Tidak mual, tidak muntah, tidak ada bintik-bintik merah di kulit, tidak ada
mimisan maupun gusi berdarah.
Tidak pergi keluar kota dan daerah pantai dalam 2 bulan terakhir, tidak ada
hewan unggas yang mati mendadak di lingkungan tempat tinggal pasien.
Ibu pasien menyangkal adanya kontak dengan pasien flek paru, disekitar
rumah pasien tidak ada yang sakit demam berdarah dan merupakan daerah
yang padat penduduk.
Riwayat BAK : lancar sama seperti sebelum sakit, kurang lebih 4-5 kali sehari,
warna kuning jernih, tidak ada darah, tidak tampak nyeri saat buang air kecil
Kejang
: disangkal.
Asma
: disangkal.
Alergi makanan
: disangkal.
Alergi obat
: disangkal.
Penyakit paru
: disangkal.
Riwayat Keluarga :
Pasien anak pertama. Ayah dan ibu pasien sehat. Ayah bekerja sebagai karyawan
swasta dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Ayah pasien pernah menjalani pengobatan
TB paru dan telah selesai dan dinyatakan sembuh 1 tahun sebelum pasien lahir.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran:
Selama hamil, ibu pasien rajin memeriksakan dirinya ke bidan, tidak pernah sakit
sewaktu hamil dan tidak mengkunsumsi obat-obatan tertentu. Pasien lahir cukup
bulan, sectio caesaria dengan indikasi lilitan tali pusat, langsung menangis, kulit
berwarna kemerahan, ada benjolan pada umbilicus pasien.
Berat badan lahir : 3200 g
Panjang badan lahir : 48 cm
Riwayat Imunisasi :
Pasien mendapatkan imunisasi yang lengkap.
BCG
: 1x umur 1 bulan
DPT
Hepatitis B
Polio
Campak
:-
Riwayat Pertumbuhan:
Menurut ibunya, berat badan pasien tidak terlalu banyak bertambah sejak lahir
tetapi tinggi pasien terus meningkat sejak lahir sampai sekarang ( ibu pasien
rajin membawa pasien ke puskesmas untuk ditimbang dan diukur tinggi
badannya)
: 3 bulan
Duduk
: 5 bulan
Merangkak
: Belum merangkak
0-5 bulan
Kesadaran
: Compos Mentis.
Dispneu
:+
Pucat
:-
Sianosis
:-
Ikterik
:-
B. Tanda-tanda Vital
Frekuensi nadi : 130 x/menit
Suhu
: 38,2 C
Pernafasan
: 57 x/menit
C. Data Antropometri
D.
Berat badan
: 5,1 kg
Panjang badan
: 62 cm
Status gizi
Lingkar kepala
: 41 cm
Status Regional
Kepala
Rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut. Kulit kepala tidak
ada kelainan, ubun-ubun besar normal.
Mata
cekung, tidak oedem, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
bulat, isokor, refleks cahaya +/+
Telinga
serumen -/-, membran timpani utuh, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tarik aurikel
-/-, KGB pre-retro-infra aurikuler (-)
Hidung
cuping hidung +
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang
Mulut
Leher
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Redup
Auskultasi
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi.
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Ekstremitas : Superior dan inferior, dekstra dan sinistra tidak oedem, tidak
ada deformitas, tidak sianosis, akral hangat
Genitalia
Kulit
Status neurologis
Rangsangan Meningeal
: -
Refleks Fisiologis
Biseps
: +/+, Normal
Triceps
: +/+, Normal
Lutut
: +/+, Normal
Tendon Achilles
: +/+, Normal
Refleks Patologis
IV.
: -
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 5 November 2012 :
Hematologi
Nilai
Nilai normal
Leukosit
18,7
Eritrosit
3,78
Hb
9,8
Ht
28
35 45 %
Trombosit
552
MCV
74
79 99 fL
MCH
26
27 31 pq
MCHC
35
33 37 g/dL
LED
0 20 mm
Basofil
01%
Eosinofil
24%
Batang
35%
Segmen
37
50-70 %
Limfosit
58
20 40 %
Monosit
28%
Hitung Jenis
Warna
: Kuning
Konsistensi
: Lunak
Lendir
:-
Darah
:-
Sisa pencernaan
:-
Lemak
:+
Karbohidrat
:-
Serat-serat
:-
Leukosit
:0-1
Eritrosit
:0
Parasit
:-
Telur cacing
:-
Jamur
:-
Hasil
Nilai Normal
Berat Jenis
1,005
1,003 1,035
PH
7,5
4,5 8,0
Lekosit Esterase
Negatif
Nitrit
Negatif
Albumin
Negatif
Glukosa
Negatif
Keton
Negatif
Urobilinogen
<1
Bilirubin
Negatif
Darah (blood)
Negatif
Eritrosit
0 - 1 / LPB
Lekosit
1 3 / LPB
Silinder
0 1 / LPK
Epitel
Bakteri
Kristal
Lain-lain
Urine Lengkap
Sedimen Mikroskopis
Makroskopis
Warna
Kuning
Kejernihan
Agak Keruh
V.
Hilus normal
Kesan : Bronkopnemonia
Diagnosa Kerja :
Bronkopneumonia + Batuk Kronik Berulang ec TB paru + Hernia
Umbilicalis + Malnutrisi
1-2 liter/menit
IVFD KaEn 3B
15 tts / menit
Ceftriaxone
1 x 400 mg IV
Sanmol
3 x 0,5 cc (po)
IX. Prognosa
1.
Ad vitam
2.
Ad fungsional
: Bonam
3.
Ad sanational
: Bonam
X.
: Bonam
A: BP + Suspek TB paru
P : IVFD KaEN 3B
15 tts / menit
Ceftriaxone
1 x 400 mg IV
Sanmol
3 x 0,5 cc PO
15 tts / menit
Ceftriaxone 1 x 400 mg IV
Sanmol
3 x 0,5 cc PO
P : IVFD KaEN 3B
15 tts / menit
Ceftriaxone
1 x 400 mg IV
15 tts / menit
Ceftriaxone
1 x 400 mg IV
Rifampisin
75 mg
INH
50 mg
Pirazinamide
100 mg
Boleh pulang
Lanjutkan terapi OAT Rifampisin 75 mg, INH 50 mg, Pirazinamide 100 mg.
Masing-masing dibuat puyer.
XI.
Resume
Telah diperiksa seorang anak perempuan umur 6 bulan dengan
keluhan demam naik turun selama 3 hari SMRS, terus menerus, tidak
menggigil. Pasien juga mengalami batuk sejak 3 hari yang lalu, sebelumnya
pasien pernah menderita batuk berdahak selama 3 minggu, pasien merasa
sesak pada nafasnya. Pasien belum BAB 3 hari SMRS, riwayat susah BAB
sejak lahir. Pasien tidak mual, tidak muntah, tidak ada bintik-bintik merah di
kulit, tidak ada mimisan maupun gusi berdarah, tidak pergi keluar kota dan
daerah pantai dalam 2 bulan terakhir, tidak ada hewan unggas yang mati
mendadak di lingkungan tempat tinggal pasien. Pasien tidak pernah mengeluh
Keadaan umum
Nadi
Suhu
: 37,4 C
Pernapasan
: 40 x/menit
Kepala:
Thorax:
: 18.700/mm3
Eritrosit
: 3,78 juta /L
Hb
: 9,8 g/dl
Ht
: 28 %
Trombosit
: 552.000/L
LED
: 5 mm
CRP
ANALISIS KASUS
Bronkopneumonia
Dasar Diagnosa
Demam sejak 3 hari SMRS demam naik turun dan terus. Pasien juga
mengeluh adanya batuk , napas sesak.
Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan:
Frekuensi nadi
: 130x / menit
Suhu
: 38,2 C
Pernafasan
: 57 x/menit
Paru-paru
Inspeksi
Palapsi
Perkusi
penyakit menahun, faktor iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi,
pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna. Dalam kasus ini hal tersebut
sesuai dengan keadaan pasien, karena pasien menderita KEP sedang.
Bronkhopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari.
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak tampak sangat gelisah,
dispneu, pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan
sianosis hidung dan mulut. Dapat ditemukan juga gangguan GI Tract dan napsu
makan yang menurun. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada
auskultasi terdengar ronkhi basah nyaring halus atau sedang. Pada pasien ini hal-hal
yang disebutkan diatas ada, yaitu suhu tubuh yang meningkat, dispneu, pernapasan
cuping hidung, napas cepat dan dangkal (RR : 57x/mnt), tetapi tidak ditemukan
sianosis pada pasien ini. Pada pemeriksaan fisik paru ditemukan ronkhi pada kedua
paru. Dan pasien ini juga terdapat penurunan napsu makan.
Pemeriksaan rontgen paru pada bronkhopneumonia menunjukkan bercakbercak infiltrat yang didapatkan pada satu atau beberapa lobus dan adanya konsolidasi
pada satu atau beberapa lobus. Hasil rontgen paru pasien ini pun menunjukkan hal
yang sama, yaitu tampak corakan bronkhovaskular kasar, dimana hilus normal,
tampak infiltrat paracardial kanan dan kiri.
Untuk penatalaksanaan bronkhopneumonia tergantung umur penderita dan
gejala klinis yang ada. Pada kasus yang tidak berat, tidak perlu dirawat. Namun pada
neonatal atau pneumonia kongenital mengancam jiwa, karena itu harus dirawat di
rumah sakit.
Pemberian antibiotik selama 14 hari
Pada neonatus (<2 bulan) diberikan ampisilin i.v 100 mg/kgbb/hari dibagi
Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan
oksigen. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glukose 5% dan NaCl 0,9%
dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 meq/500 ml botol infus.
Pada pasien ini diberikan :
- Ceftriaxone 1 x 400 mg IV
Batuk kronik berulang ec TB paru
Dasar Diagnosis:
Kontak TB
tidak
jelas
Uji Tuberkulin
(Mantoux)
negatif
Berat badan/
keadaan gizi
Demam yang
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik
Pembesaran
kelenjar limfe
kolli, aksila,
inguinal
2 minggu
3 minggu
1 cm,
jumlah > 1,
tidak nyeri
2
laporan
keluarga,
BTA (-)/
tidak tahu/
BTA tidak
jelas
-
klinis gizi
buruk atau
BB/TB < 70%
atau
BB/U < 60%
-
3
BTA (+)
Sko
r
3
Positif
( 10 mm atau
5 mm pada
keadaan
imunosupresif)
-
1
0
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
Foto toraks
ada
pembengkakan
normal/
kelainan
tidak
jelas
gambaran
sugestif TB
TOTAL SKOR
Hernia Umbilicalis
Dasar Diagnosis
Ada benjolan di umbilicus pasien sejak lahir makin membesar saat pasien
menangis dan tidak nyeri.
Malnutrisi
Dasar diagnosis BB/U 5,1/7,2 x 100% = 70,83 % (kurang)
TB/U 62/65 x 100% = 95,38% (baik)
BB/TB 5,1/6,3 x 100% = 80,95% (baik)
TINJAUAN PUSTAKA
BRONKHOPNEUMONIA
Pendahuluan
Pneumonia merupakan infeksi saluran nafas bagian bawah yang dapat
disebabkan oleh berbagai etiologi dengan tanda penyakit yang paling menonjol adalah
akibat dari peradangan parenkim paru. Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan
yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencangkup
bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat. Istilah pneumonia lazim dipakai bila
peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan penyebab tersering,
sedangkan
istilah
pneumonitis
Bronchopneumonia
merupakan
sering
dipakai
inflamasi
yang
untuk
proses
terpusat
pada
non
infeksi.
bronkiolus.
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai etiologi dan bersifat individual. Penyebab
paling umum dari pneumonia merupakan kombinasi dari Streptococcus pneumoniae
dengan respiratory syncytial virus (RSV) atau Mycoplasma pneumoniae.
Penyebab umum Pneumonia berdasarkan umur :
Umur
Neonatus
Bakterial
Group B Streptococci,
Viral
CMV, herpes virus
coliform bacteria
4-16 minggu
S.aureus, H.influenzae,
S.pneumoniae
Lain-lain
Mycoplasma hominis,
Ureaplasma urealyticum
CMV, RSV
Chlamydia trachomatis,
Ureaplasma urealyticum
< 5 tahun
S.pneumoniae, S.aureus
RSV, adenovirus,
influenza virus A,B
> 5 tahun
S.pneumoniae
Mycoplasma
pneumoniae
Patogenesis
Patogenesis pneumonia mencangkup interaksi antara mikroorganisme
penyebab yang masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan napas, aliran darah, aspirasi benda
asing, atau transplasental selama persalinan pada neonatus. Pada bagian saluran napas
bawah, kuman menghadapi daya tahan tubuh berupa sistem pertahanan mukosilier,
daya tahan selular makrofag alveolar, limfosit bronkial, dan neutrofil. Juga daya tahan
humoral IgA dan IgG dari sekresi bronkial.
Terjadinya pneumonia tergantung kepada virulensi mikroorganisme, tingkat
kemudahan dan luasnya daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh.
Hampir semua mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia. Pada anak bakteri
yang lazim menyebabkan pneumonia adalah S.pneumoniae, H.influenzae, S.aureus,
Mycoplasma pneumoniae, M.tuberculosis. Pada anak dengan gangguan imun
Pneumocystis carinii; pada neonatus group B beta-haemolytic streptococci,
Chlamydia dan lain-lain. Virus penyebab pneumonia termasuk: influenzae, parainfluenzae, adenovirus dan respiratory syncytial virus. Pembedaan pneumonia virus
dan bakteri secara klinis sulit. Infeksi virus pada traktus respiratorius dapat
berpredisposisi menjadi infeksi bakterial sekunder dengan merusak mekanisme
pertahanan tubuh yang normal, mengubah sekresi dan memodifikasi flora bakteri.
Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak
kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya umur.
Faktor predisposisi pneumonia adalah: aspirasi, gangguan imun, septisemia,
malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, kontaminasi perinatal, dan
gangguan klirens mukus / sekresi pada cystic fibrosis, benda asing atau disfungsi
silier.
Biasanya bakteri penyebab terhirup ke paru-paru melalui saluran nafas. Mulamula terjadi edema karena reaksi jaringan, ini mempermudah proliferasi dan
penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi yaitu terjadinya serbukan sel polimorfonuklear, fibrin, eritrosit, cairan
edema dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium Hepatisasi
Merah. Selanjutnya terjadi deposisi fibrin ke permukaan pleura, terdapat fibrin dan
lekosit polimorfonuklear di alveoli, terjadilah proses fagositosis yang cepat. Stadium
ini disebut Stadium Hepatisasi Kelabu. Akhirnya, jumlah sel makrofag meningkat di
alveoli, sel akan degenerasi dan fibrin menipis, kuman dan debris menghilang.
Stadium ini disebut Stadium Resolusi.
Manifestasi klinis
Bronkopneumonia merupakan bagian dari pneumonia, biasanya didahului oleh
peradangan saluran nafas bagian atas seperti batuk, pilek selama beberapa hari disertai
kenaikan suhu tubuh yang tiba-tiba. Batuknya mula-mula kering kemudian produktif.
Anak umumnya gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan
cuping hidung. Bila keadaan terus berlanjut akan terdapat sianosis di sekitar mulut
dan hidung. Peningkatan nafas dibarengi dengan retraksi dari intercostal, subkostal,
dan suprasternal, dan penggunaan otot pernafasan aksesorius. Batuk biasanya tidak
ditemukan pada awal penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari. Pada
stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisis, tetapi dengan
adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut
dan hidung, harus dipikirkan kemungkinan pneumonia.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisis tergantung daripada luas
daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang. Bila
sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar
keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium
resolusi, ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi
sesudah 2-3 minggu.
Gejala klinis antara pneumonia virus dan bakteri kadang dapat dibedakan,
meski perbedaan tersebut tidak selalu jelas pada setiap pasien. Pada keduanya dapat
ditemukan takipnea, batuk dan retraksi. Pneumonia virus lebih banyak didapatkan
batuk, wheezing, atau stidor, dan demam lebih menonjol pada pneumonia bakterial.
Sedangkan pada pneumonia bakterial biasanya batuk, demam tinggi, dyspnea, dan
pada auskultasi adanya konsolidasi paru ( penurunan suara napas, pada perkusi
terdengar redup).
Diagnosis
Berdasarkan pedoman menurut WHO (2009) :
1. Pneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral & tidak sanggup minum
rawat RS & beri antibiotik
2. Pneumonia berat : ada retraksi, sianosis (-) , msh sanggup minum rawat RS
& beri antibiotik
3. Pneumonia : retraksi (-) , tapi nafas cepat yaitu
> 60x / menit pada bayi < 2 bln
> 50x / menit pada anak 2 bln-1 thn
>40x / menit pada anak 1-5 thn
tidak perlu dirawat, cukup antibiotik oral.
4. Bukan pneumonia : hanya batuk saja tanpa tanda & Gangguan di atas tidak
perlu dirawat & tidak perlu antibiotik.
Secara umum, pemeriksaan leukosit dapat digunakan membedakan antara
pneumonia virus dan pneumonia bakteri. Pada pneumonia virus, leukosit dapat
normal atau meningkat (biasanya tidak lebih dari 20.000/mm3) dengan predominan
limfosit. Sedangkan pada pneumonia bakterial, terjadi peningkatan leukosit antara
15.000 40.000/mm3 dan predominan granulosit.
Pada foto rontgen dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di
seluruh lapangan paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya
sebanding dengan derajat klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang
gambaran radiologisnya lebih berat daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang
dapat dijumpai :
o Konsolidasi pada satu atau lebih lobus pada pneumonia lobaris
o Penebalan pleura pada pleuritis
o Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, pneumomediastinum pneumothoraks, abses, pneumatokel atau perikarditis.
Juga dari biakan kuman yang berasal dari biopsi paru atau aspirasi nasal.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah : leukositosis, dapat juga leukopenia yang menandakan
prognosa buruk. Dapat ditemukan anemia ringan / sedang
2. Pemerikssaan radiologis :
- bercak konsolidasi merata pada BP
- bercak konsolidasi 1 lobus pd pneumonia Lobaris
- gambaran BP difus/infiltrat interstitialis pd pneumonia stafilokok
3. Pemeriksaan cairan pleura
4. Pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring,
bilasan bronkus atau sputum, darah, aspirasi trakea, pungsi pleura, aspirasi
paru
Penatalaksanaan
Management dari pneumonia tergantung umur penderita dan gejala klinis yang
ada. Pada kasus yang tidak berat, tidak perlu dirawat. Namun pada neonatal atau
pneumonia kongenital mengancam jiwa, karena itu harus dirawat di rumah sakit.
Pemberian antibiotik selama 14 hari
Pada neonatus (<2 bulan) diberikan ampisilin i.v 100 mg/kgbb/hari dibagi
Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan
oksigen. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glukose 5% dan NaCl 0,9%
dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 meq/500 ml botol infus.
Pemilihan Antibiotik berdasarkan etiologi:
M. pneumonia
o Eritromisin 15 mg/kgBB/hari atau derivatnya
H. influenzae, Klebsiella
o Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari atau Sefalosporin
immunosupresi
empyema
Komplikasi
Dengan menggunakan antibiotika dalam pengobatan, maka komplikasi
pneumonia bakterial telah jarang ditemukan. Komplikasi yang mungkin terjadi seperti
empiema, pneumothoraks atau abses paru sering terjadi pada fase akut pneumonia
yang disebabkan oleh staphylococcus. Sementara H.influenzae sering menyebabkan
pleural effusi. Komplikasi lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis,
peritonitis lebih jarang ditemukan.
Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan
yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
TB PARU
Definisi
Tuberkulosis
merupakan
infeksi
yang
disebabkan
oleh
kuman
TB
(Mycobacterium Tuberculosis), yang disebut juga basil tahan asam. Sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Epidemiologi
Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang
kembali muncul dan menjadi masalah terutama di negara maju. Salah satu diantaranya
adalah TB. World health organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk
dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis, dengan angka tertinggi di
Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya
di negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan
salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara
berkembang maupun di negara maju.
Patogenesis
Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah
melewati barier mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus,
kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik,
sehingga tidak terjadi respon imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus
lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang
sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya
menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat
tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer).
Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional,
yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan
jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal.
Diagnosis
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan menemukan M.TB pada pemeriksaan
sputum atau bilasan lambung, cairan cerebrospinal, cairan pleura atau pada biopsi
jaringan. Jumlah kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada
dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe
hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu tingkat kerusakan parenkim paru
tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila
jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml dahak.
Kesulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan. Pada anak,
walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan
bilasan lambung yang diambil melalui NGT. Dahak yang representatif untuk
dilakukan pemeriksaan mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna
hijau kekuningan dengan volume 3-5 ml.
Karena alasan di atas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis
dan radiologis yang keduanya seringkali tidak spesifik. Kadang-kadang TB anak
ditemukan karena adanya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan
berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin positif,
dan foto paru yang mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang
menyatakan anak telah sakit TB.
Selain itu, manifestasi klinis TB sangat bervariasi tergantung padaa beberapa
faktor yaitu jumlah kuman, virulensi kuman dan daya tahan tubuh host. Manifestasi
klinis TB dibagi 2 yaitu manifestasi klinis dan manifestasi spesifik organ. Yang
termasuk manifestasi klinis antara lain; 1) deman lebih dari 2 minggu dengan
penyebab yang tidak jelas yang dapat disertai keringat malam hari, 2) nafsu makan
tidak ada (anoreksia) yang dapat disertai penurunan berat badan, 3) batuk lama lebih
dari 3 minggu, 4) malaise dan 5) diare persisten yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare. Sedangkan yang termasuk manifestasi spesifik organ antara
lain; 1) TB kelenjar superfisial yang paling banyak mengenai kelenjar kolli, 2)
Tuberkulosis otak dan saraf (menigitis Tb dan tuberkuloma), 3) tuberkulosis skeletal
(spondilitis, gonisitis), 4) tuberkulosis kulit (skrodulodermal).
Kesulitan dalam mendiagnosis TB anak karena gejalanya tidak khas, dibuatlah
sistem skoring yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.
Pembobotan tertinggi ada pada uji tuberkulin dan adanya kontak TB dengan BTA
1
-
Tidak
2
Laporan
jelas
3
BTA (+)
keluarga, BTA
(-), tidak
Uji tuberkulin
Negatif
tahu/tidak jelas
-
BB/TB <90%
Klinis
gizi
atau
buruk
BB/TB
<80%
<70%
atau
BB/U
2 minggu
jelas
Batuk
Pembesaran
3 minggu
1 cm, jumlah
kelenjar
limfe
tulang/sendi
>1,
-
imunosupresi)
-
tidak
nyeri
Ada
pembengkaka
Normal/
n
Kesan TB
Tidak jelas
Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT232TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan
dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi
yang timbul, bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi
untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter
transversal indurasi diukur dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan
dalani milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0
mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negative. Secara umum, hasil uji tuberkulin
dengan diameter indurasi > 10 mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan
penyebabnya.
Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 1015 mm
dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah,
tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCGnya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi >15
mm, hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah. Pada keadaan
tertentu, yaitu tertekannya sistem imun (imunokompromais), maka cut off-point hasil
positif yang digunakan adalah 5 mm.
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:
1. Infeksi TB alamiah
a. infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)
b. infeksi TB dan sakit TB
c. TB yang telah sembuh.
2. lmunisasi BCG (infeksi TB buatan).
3. Infeksi mikobakterium atipik.
Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut:
1. Tidak ada infeksi TB.
2. Dalam masa inkubasi infeksi TB.
3. Anergi.
2. Radiologis
Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB
dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto toraks yang normal (tidak
terdetek secara radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan
(prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi 3 dosis. Lama pemberian
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan taffering off dalam
jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid adalah untuk mengurangi proses
inflamasi dan mencegah terjadinya perlekatan jaringan.
Berikut tabel dosis OAT yang biasa digunakan.
Nama obat
Dosis
harian
Dosis
Efek samping
(mg/kgBB/hari)
maksimal
Isoniazid
5-15
(mg/hari)
300
Hepatitis,
Rifampisin
10-20
600
hipersensitivitas
Gastrointestinal,
hepatitis,
neuritis
reaksi
perifer,
kulit,
trombositopenia,
15-30
2000
Etambutol
15-20
1250
gastrointestinal
Neuritis optik, ketajaman mata
berkurang, buta warna merah hijau,
Streptomisin
15-40
1000
hipersensitivitas, gastriintestinal
Ototoksik, nefrotoksik
HERNIA UMBILIKALIS
Definisi
Hernia umbilikalis merupakan defek dinding abdomen persis dipusatumbilikus,
berupa herniasi utuh yang hanya tertutup peritoneum dan kulit yangterdapat waktu
lahir. Omentum dan usus dapat mesuk ke dalam kantong hernia, khususnya bila bayi
menangis.
Kulit kantong hernia tidak pernah ruptur dan sangat jarang terjadi inkarserasi.
Umumnya hernia umbilikalis dapat menutup spontan tanpa pembedahan setelah bayi
berumur 2-3 tahun. Hernia yang tetap ada sampai umur 5 tahun umumnya
memerlukan tindakan bedah, meskipun jarang ditemukan terjadinya komplikasi pada
hernia umbilikalis.
Etiologi
Hernia umbilikalis pada bayi dan anak terjadi karena defek fasia di daerah umbilikus
dan manifestasinya terjadi setelah lahir. Waktu lahir pada fasia terdapat celah yang
hanya dilalui tali pusat. Setelah pengikatan, puntung tali pusat sembuhdengan
granulasi dan epitelisasi terjadi dari pinggir kulit sekitarnya.Waktu lahir banyak bayi
dengan hernia umbilikalis karena defek yang tidak menutup sempurna dan linea alba
tetap terpisah. Pada bayi prematur defek ini lebih sering ditemukan. Defek ini cukup
besar untuk dilalui peritoneum; bila tekanan intraabdomen meninggi, peritoneum dan
kulit akan menonjol dan berdekatan. Penampang defek kurang 1 cm, 95% dapat
sembuh spontan, bila defek lebih 1,5cm jarang menutup spontan. Defek kurang 1 cm
waktu lahir dapa tmenutup spontan pada umur 1-2 tahun. Pada kebanyakan kasus,
cincin hernia mengecil setelah umur beberapa tahun, hernia hilang spontan dan jarang
sekali residif. Penutupan defek terjadi perlahan-lahan kira-kira 18% setiap bulan. Bila
defek lebih besar, penutupan lebih lama dan beberapa hernia tidak hilang spontan.
Hernia yang besar dapat menimbulkan gangguan pada anak sehingga perlu operasi
lebih cepat.
Epidemiologi
Hernia ini terdapat pada kira-kira 20% bayi dan angka ini berbeda lebih tinggilagi
pada bayi prematur. Tidak ada perbedaan angka kejadian pada bayi laki-laki dan
perempuan. Di amerika, insiden hernia umbilikalis 8 kali lebih sering padabayi kulit
hitam dibanding bayi kulit putih.
Gejala Klinis
Hernia umbilikalis merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang
masuk melalui cincin umbilikus akibat peninggian tekanan intraabdomen, biasanya
ketika bayi menangis. Hernia umumnya tidak menimbulkan nyeri dan sangat jarang
terjadi inkaserasi. Diagnosis tidak sukar yaitu dengan adanya defek pada umbilikus.
Diagnosis banding bila ada defek supraumbilikus dekat dengan defek umbilikus
dengan penonjolan lernak preperitonial yang dirasakan tidak enak.
Tatalaksana
Strepping dengan plester di atas hernia dengan ataupun tanpa uang logamyang
dipertahankan selama 10 - 20 hari dan di ulang sampai 6 - 1 tahun, hal inidapat
mempercepat penyembuhan namun masih kontroversi Indikasi dilakukan tindakan
bedah:
1. Bila diameter cincin hernia < 1 cm pada umur 1 tahun, hernia mungkin sekali
akan menutup spontan. Sebaiknya ditunggu sampai pasien berumur 3 tahun.
2. Bila diameter cincin hernia > 1 cm pada umur 1 tahun, kemungkinan menutup
spontan kurang, tetapi tidak ada salahnya bila ditunggu hingga umur 3 tahun
3. Bila diameter cincin hernia 2 cm atau lebih, penutupan spontan hampir pastitidak
akan terjadi, pembedahan dapat dilakukan pada setiap saat dalam tahun ke-2 atau
ke-3.
Tindakan bedah dalam praktek
1. Bila diameter cincin hernia 1 cm atau kurang pada waktu pemeriksaan,
herniamenutup spontan dapat diharapkan dan pembedahan mungkin tidak
diperlukan.
2. Bila diameter cincin hernia 2 cm atau lebih pada waktu pemeriksaan, kecil
kemungkinan hernia menutup secara spontan, pembedahan dapat dilakukan setiap saat
setelah pasien berumur 3 - 6 bulan; dengan catatan pembedahan (prosedur mayo)
dilakukan secara baik sehingga kekhawatiran residif tidak terjadi.
Komplikasi
Hernia umbilikalis jarang mengalami inkarserasi. Kalau terjadi, kerusakan usus lebih
cepat dibanding pada hernia inguinal karena cincin umbilikus kurang elastis
dibanding hernia inguinal. Reposisi spontan seperti hernia inguinal tidak dianjurkan.
Pada beberapa kasus yang mengalami inkarserasi, dalam kantong terdapat usus tidak
mengalami nekrosis, hanya ada satu kasus dengan nekrosis omentum.
MALNUTRISI
Definisi
melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan
protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif,
kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD 3SD), maka
terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/decompensated malnutrition). Pada kondisi ini
penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada
saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau
kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan
terjadilah marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition). Dengan demikian
pada KEP dapat terjadi gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin
serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan
berbagai sintesis enzim.
Gejala Klinis
Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu:
Diagnosis
badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi
badan)
Analisis diet
Klasifikasi:
KEP ringan
KEP sedang
KEP berat
Diagnosis Banding
Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmikkwashiorkor perlu dibedakan dengan:
-
Sindroma nefrotik
Sirosis hepatis
Pellagra infantil
Penatalaksanaan KEP
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit:
1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan
kegawatan)
o Penanganan hipoglikemi
o Penanganan hipotermi
o Penanganan dehidrasi
o Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
o Pengobatan infeksi
o Pemberian makanan
o Fasilitasi tumbuh kejar
o Koreksi defisiensi nutrisi mikro
o Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
o Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
2. Pengobatan penyakit penyerta
o Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan
14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan
klinis diberikan vit. A dengan dosis :
peroral.
o Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat
antihelmintik lain.
o Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan
umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan
mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya
diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri:
Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
o Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux
(seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin
TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.
3. Tindakan kegawatan
Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit
membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan
membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan
pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya
overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
o Berikan larutan Dekstrosa 5%: NaCl 0.9% (1:1) atau larutan
Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB
dalam satu jam pertama.
o Evaluasi setelah 1 jam:
o Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan
pernapasan) dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi.
Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya,
kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per
oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya
mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).
o Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik.
Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam
dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara
perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian
formula (F-75/pengganti).
Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila:
o Hb < 4 g/dl
o Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal
jantung
Transfusi darah:
o Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
o Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk
transfusi dengan jumlah yang sama.
o Beri furosemid 1 mg/kgBB secara IV pada saat transfusi
dimulai.
o Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria,
syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb
tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian
darah.
Daftar Pustaka
1. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson B. Nelson textbook of Pediatrics, 17th ed.
Philadelphia: WB Saunders, 2004
2. Latief A, dkk. Diagnosis Fisis pada Anak Edisi Kedua. Jakarta : PT Sagung
Seto
3. Staf pengajar FKUI. Buku Kuliah IKA 3. Cetakan ke empat. Jakarta: BPFKUI,
1985.
4. Setyanto Budi,D., 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Ed.1 . Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta
5. WHO Indonesia. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Alih bahasa: Tim Adaptasi
Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
6. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan
Medis IDAI Jilid 1. Jakarta