You are on page 1of 10

PENERAPAN KODE ETIK dan DISIPLIN APOTEKER

DALAM PRAKTEK
KEFARMASIAN DI ERA JKN
(Konferda IAI SULUT Agustus 2014)

Sebelum kita masuk kedalam pembahasan Kode Etik


dan Disiplin Apoteker , sebaiknya selintas kita lihat apa
point2 didalam Jaminan Kesehatan Nasional yang
berhubungan dengan Kode Etik dan Disiplin Apoteker.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang berbasis
Asuransi, tentu akan menganut konsep2 yang ada di
Asuransi Kesehatan secara umum. Pengendalian
yang ketat terhadap terapi akan menjadi salah satu
key succes factor konsep ini, termasuk
pengendalian terapi farmasi . Setiap RS,Klinik dan
Pukesmas, akan dituntut untuk melakukan terapi
yang efektif. Pelayanan Farmasi oleh instalasi farmasi
lebih diarahkan kepada efektifitas Farmakoterapi.
Upaya menekan medication errors akan menjadi
prioritas, karena penetapan tarif akan berdasarkan
Diagnosa Related Group (DRG) atau tarif rata2
terhadap diagnosa tertentu,atau dalam BPJS disebut
dgn Indonesian Case Based Group (INA CBG).
Begitu juga dalam Farmasi komunitas, Badan
Pengelolaan Jaminan Sosial (BPJS) akan melakukan
seleksi terhadap provider nya dengan pertimbangan
yang sama.
Dengan demikian, pelaksanaan JKN ini akan
mentransformasi semua lini sistem Pelayanan

Kesehatan , khususnya di bidang Farmasi,


transformasi ini akan terjadi mulai dari hulu (Fabrik)
sampai kepada Pelayanan (Farmasi Komunitas dan
Farmasi klinik).
Terkait dengan Perobahan2 yang akan terjadi diatas,
kalau Apoteker Indonesia tidak siap, maka pada
saatnya kebutuhan akan Apoteker tidak akan
diperlukan dalam sistem tersebut. Kenapa ? Karena
ternyata dengan adanya Apoteker, sasaran
mereka(BPJS) untuk melakukan pengendalian terapi
serta mengurangi medication error tidak tercapai.
Kita bersyukur bahwa saat ini IAI masih mampu
melobby Pemerintah untuk memberikan posisi yang
baik kepada Apoteker dalam sistem Kapitasi di JKN.
Ini dapat terlihat dari apa yang ada dalam PMK N0.192014. Meskipun posisi Apoteker disejajarkan dengan
Perawat,dimana poin untuk Apoteker 100,atau 2/3
Dokter, tapi menurut saya ini adalah langkah awal
yang baik.
Karena kalau dalam perjalanannya kita bisa
membuktikan bahwa keberadaan apoteker dalam JKN
ini mampu memberikan kontribusi positif yang besar,
tentu tidak mustahil buat kita untuk disesuaikan.
Namun ada pertanyaan yang harus dijawab.
Apakah Apoteker sudah siap melakukan
Transformasi ?
Menjawab pertanyaan tersebut, mari kita analisa
situasi dan kondisi profesi kita saat ini.

-Kita awali dengan bagaimana Profesi Apoteker di


negara lain.
Dinegara maju
(US,Europe,Aust,Singp,Cand,Japn,dll), Profesi
Apoteker (Farmasis) adalah Profesi yg memiliki
tingkat kepercayaan tinggi dari Masyarakat.
(Bisa dijadikan Jaminan oleh Bank)
Profesi Apoteker berdiri sejajar dgn Profesi
Kesehatan lainnya, sebagai Profesi yang sama2
peduli thdp Kesehatan Masyarakat. Mereka bekerja
sama dalam menangani masalah Kesehatan
Masyarakat, saling cross check utk
meminimalkan medication error.
Apoteker merupakan pilihan utama yang menarik
bagi masyarakat utk melakukan konseling
pengobatan.
Apoteker menjadi penyedia pelayanan
kesehatan yang akuntabel dalam terapi obat.
-Bagaimana dengan kondisi Profesi Apoteker
Indonesia?.

Sekitar 95 % Obat yg dikonsumsi masyarakat


Indonesia di Produksi oleh anak Bangsa dan
Apoteker punya peran penting didalamnya,namun
masyarakat tidak tahu bahwa Apoteker
berperan.
Ada +/- 25.000 Apotek di Indonesia,tapi kurang
dari 15 % yang dimiliki Apoteker.

Ada 2300 RS di Indonesia (Gov & Private), yang


membutuhkan Apoteker dalam Farmasi Klinis.
Ada 9650 Puskesmas, yang membutuhkan
Apoteker .
Ada 500 Izin PBF, yang membutuhkan peran
Apoteker dalam GDP.

Ada 70 PT Farmasi yang menghasilkan +/4000 an Apoteker/th.

Ada lebih dari 60.000 Apoteker.


Tapi, apakah appresiasi masyarakat kepada
Apoteker Indonesia sama dengan negara lain
tadi?.
-Sudah berapa banyakkah apoteker kita yang berperan
dalam mengurangi medication errors ?
- Sudah berapa banyakkah Apoteker kita yang
melakukan konsuling pengobatan ?
-Apakah kita sudah menjadi penyedia pelayanan
kesehatan yang akuntabel dalam terapi obat?
Kita harus jujur, bahwa masih banyak diantara kita
yang masih jauh dari kondisi ideal tersebut. Karena
bagaimana mungkin kita bisa memberikan pelayanan
farmasi yang komprehensif kalau kita jarang
berhadapan dengan pasien.
Kalau kita ingin tetap dihargai dan diappresiasi oleh
masyarakat dan Profesi Kesehatan lain, maka tidak ada
jalan kita harus ikut melakukan Transformasi, kita
harus Berobah.

Saat ini Pengurus Pusat IAI bersama dengan MEDAI


sudah bersepakat, bahwa kalau kita ingin anggota kita
tidak tergilas oleh perobahan yang ada, maka
Pelaksanaan Kode Etik akan dikawal lebih intensif,
selanjutya kita akan berlakukan Pedoman Disiplin
Apoteker .
Bicara Pedoman Disiplinini adalah hal yang baru
buat kita, baru disahkan dalam Rakernas bulan Juni yll,
maka pada kesempatan ini kami akan menyampaikan
butir2 dari Pedoman Disiplin tersebut.
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak
kompeten.
Penjelasan: Melakukan Praktek kefarmasian tidak
dengan standar praktek Profesi/standar
kompetensi yang benar,sehingga berpotensi
menimbulkan/mengakibatkan kerusakan,kerugian
pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek
kefarmasian yang menjadi tanggung jawabnya,
tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker
penggantidan/ atau Apoteker pendamping yang
sah.
3.Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga
kesehatan tertentu dan/ atau tenaga-tenaga
lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut.
4.Membuat keputusan profesional yang tidak
berpihak kepada kepentingan pasien/masyarakat.

5.Tidak memberikan informasi yang sesuai,relevan


dan up to date dengan cara yang mudah
dimengerti oleh pasien/masyarakat,sehingga
berpotensi menimbulkan kerusakan dan/ atau
kerugian pasien.
6.Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan
Standar Prosedur Operasional sebagai Pedoman
Kerja bagi seluruh personil di sarana
pekerjaan/pelayanan kefarmasian,sesuai dengan
kewenangannya.
7.Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin
mutu,keamanan,dan khasiat/manfaat kepada
pasien.
8.Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan
distribusi) obat dan/atau bahan baku obat, tanpa
prosedur yang berlaku,sehingga berpotensi
menimbulkan tidak terjaminnya mutu,khasiat obat.
9.Tidak menghitung dengan benar dosis obat,
sehingga dapat menimbulkan kerusakan atau
kerugian kepada pasien.
10.Melakukan penataan,penyimpanan obat tidak
sesuai standar, sehingga berpotensi menimbulkan
penurunan kualitas obat.
11.Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi
tingkat kesehatan fisik ataupun mental yang
sedang terganggu sehingga merugikan kualitas
pelayanan profesi.
12.Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian,
melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau

tidak melakukan yang seharusnya dilakukan,


sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya,
tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat
membahayakan pasien.
13.Melakukan pemeriksaan atau pengobatan
dalam pelaksanaan praktik swa-medikasi (self
medication) yang tidak sesuai dengan kaidah
pelayanan kefarmasian.
14.Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/
atau tidak etis, dan/atau tidak objektif kepada
yang membutuhkan.
15.Menolak atau menghentikan pelayanan
kefarmasian terhadap pasien tanpa alasan yang
layak dan sah.
16.Membuka rahasia kefarmasian kepada yang
tidak berhak.
17.Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18.Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan
farmasi yang tidak baik dan tidak benar
19.Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda
Registrasi Apoteker (STRA) atau Surat Izin Praktik
Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA)
dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.
20.Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat
bukti lainnya yang diperlukan MEDAI untuk
pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran
disiplin.

21.Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau


kelebihan kemampuan/pelayanan yang dimiliki,
baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau
menyesatkan.
22.Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan
kepada hasil pekerjaan yang diketahuinya secara benar
dan patut.

Kalau terjadi Pelanggaran Etik atau Disiplin


Apoteker, bagaimana prosedure penangganannya?
TATA CARA PENANGANAN PELANGGARAN
Sumber Pengaduan:
1. Pasien/Masyarakat.
2. Dokter /Tenaga Kesehatan lainnya.
3. Teman Sejawat.
4. Pengurus Cabang / Daerah
5. Instansi Pemerintah.
MEDAI Daerah,menerima Pengaduan Tertulis yang:
- Cukup Bukti
- Berisi Kronologi
- Tempat dan Waktu Kejadian.
Selanjutnya tugas MEDAI Daerah adalah:
Menelaah Pengaduan, kalau perlu melakukan
peninjauan lansung.

Dalam 20 hari kerja sudah dibuat


Keputusan,apakah Perkara akan diteruskan untuk
disidang atau tidak.
Kalau Tidak, MEDAI D harus menulis kepada
Pelapor dan PC/PD serta CC kpd MEDAI P.
Kalau Sidang, Maka Sekretaris MEDAI D menyiapkan
Sidang sesuai tata cara persidangan
Bagaimana kalau terlapor tidak datang?
Bilamana setelah 3 x Pemanggilan Terlapor tidak
hadir dalam sidang maka MEDAI D dapat
melakukan sidang inabsentia.
Selanjutnya hasil sidang di sampaikan kepada
Terlapor, PC/PD dan MEDAI P.
Bilkamana Tersangka tidak terima keputusan
MEDAI D, ybs dapat melakukan Banding ke MEDAI
Pusat.
Sebetulnya kalau semua Apoteker mau menjalankan
praktek profesi nya dengan baik dan benar serta
disiplin menjalankanya, maka itu berarti kita sudah
mengamalkan Kode Etik dan sudah terhindar dari
Pelanggaran Disiplin Apoteker.
Bilamana kita mengamalkan Kode Etik dan Pedoman
Disiplin, maka apresiasi masyarakan dan profesi
Kesehatan lain akan menigkat.
Bilamana sudah ada apresiasi masyarakatdan Profefesi
Kesehatan lainnya,maka itu artinya TRUST sudah
muncul terhadap Apoteker.

Bilamana Trust sudah muncul,maka masyarakat akan


membutuhkan Apoteker.
Kalau sudah menjadi kebutuhan maka kesejahteraan
Apoteker akan meningkat. Karena dalam sistem JKN
atau asuransi setiap profesi akan diberikan reward
sesuai dengan kontribusi nya dalam meningkatkan
efektifitas pelayanan kesehatan.
Sebagai kesimpulan dari tulisan ini adalah:
Tanpa pelaksanaan Kode Etik dan Disiplin
Apoteker yang baik dan benar maka Apoteker
akan ditinggalkan dalam sistem JKN, karena
tidak memberi mamfaat terhadap total sistem.
Semoga ini tidak pernah terjadi.
Wassalam,
Jakarta Agustus 2014
Sofiarman Tarmizi
Ketua MEDAI Pusat.

You might also like