You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ vital bagi manusia. Penyakit ginjal
kronik (Chronic Kidney Disease/CKD) adalah gangguan fungsi
ginjal yang progresif dan ireversibel, dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Smeltzer,
Bare, Hinkle & Cheever, 2008). End Stage Renal Disease (ESRD)
merupakan tahap akhir dari CKD yang ditunjukkan dengan
ketidakmampuan ginjal dalam mempertahankan homeostasis tubuh
(Ignatavicius & Workman, 2006). Bila pasien berada pada tahap
ESRD, terapi pengganti ginjal menjadi satu-satunya pilihan untuk
mempertahankan fungsi tubuh (Le Mone & Burke, 2008). Saat ini,
hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak
dilakukan dan jumlahnya dari tahun ketahun terus meningkat (Ant,
2009 dalam Kompas, 2009).
Hemodialisa adalah

proses

pembersihan

darah

oleh

akumulasi sampah buangan (Nursalam, dkk., 2011). Tindakan


hemodialisis saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat,
namun masih banyak penderita mengalami masalah medis saat
menjalani hemodialisis. Pasien hemodialisis tergolong ke dalam
asuhan keperawatan kritis dengan pendekatan paliatif care, karena
tindakan ini hanya mencegah kecacatan organ berlanjut dan

memperlambat kematian, tetapi tidak menyembuhkan penyakit


ginjal (Smeltzer, 2008).
Komplikasi intradialisis merupakan kondisi abnormal yang
terjadi saat pasien menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering
terjadi

pada

penderita

yang

menjalani

hemodialisis adalah

gangguan hemodinamik (Landry dan Oliver, 2006). Gangguan


hemodinamik saat hemodialisis bisa berupa peningkatan tekanan
darah. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik (HID) atau
intradialytic hypertension (Agarwal, et al., 2010). Beberapa
penelitian

mendapatkan

bahwa

hipertensi

intradialisis

mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pasien yang menjalani


hemodialisa reguler. Mortalitas meningkat jika tekanan darah
intradialisis meningkat yaitu bila sistolik 180 mmHg dan diastolik
90 mmHg (Kandarini, 2012). Pada pasien yang mengalami
peningkatan tekanan darah sebesar 10 mmHg saat hemodialisa
didapatkan peningkatan risiko rawat inap di rumah sakit dan
kematian (Inrig, et al., 2009).
Data Internasional menyebutkan, sekitar 10 persen dari
populasi dunia menderita CKD dan diprediksi akan meningkat
hingga 17 persen pada dekade selanjutnya. Di Indonesia,
prevalensi penyakit ginjal terus meningkat setiap tahunnya. Hasil
studi epidemiologi PERNEFRI (Perhimpinan Nefrologi Indonesia)
tahun 2005 menunjukkan, sebanyak 12,5 persen dari masyarakat
diketahui mengalami penyakit ginjal kronik. Berdasarkan data
PERNEFRI, sampai tahun 2012 pasien yang mengalami atau

menderita penyakit ginjal tahap akhir mencapai 100 ribu pasien dan
diperkirakan akan terus bertambah. Penyakit ginjal kronik saat ini
telah diakui oleh badan PBB bidang kesehatan, WHO, sebagai
masalah kesehatan serius dunia (Septiani, 2015). Pada tahun 2011,
di Indonesia terdapat 15.353 pasien baru yang menjalani
hemodialisis dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan pasien yang
menjalani hemodialisis sebanyak 4.268 orang, sehingga secara
keseluruhan

terdapat

19.621

pasien

baru

yang

menjalani

hemodialisis (IRR, 2013).


Hipertensi intradialisis merupakan komplikasi yang cukup
dikenal dengan insidensi 5-15% pada pasien penyakit ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis rutin (Locatelli et al., 2010). Pada
penelitian kohort yang dilakukan di Amerika pada pasien penyakit
ginjal kronik yang menjalani hemodialisis didapatkan 12,2% pasien
mengalami hipertensi intradialisis (Inrig et al., 2009). Penelitian
yang dilakukan di Denpasar mendapatkan hasil yang berbeda yaitu
90,2% dari 51 pasien hemodialisis mengalami hipertensi (Agustriadi
et al., 2009)
Berdasarkan hasil studi dokumentasi yang dilakukan
peneliti di RSUD Provinsi NTB pada tanggal 7 Desember 2013
terdapat 144 pasien yang menjalani hemodialisa, terdapat 82
(57%) pasien yang mengalami peningkatan tekanan darah
selama menjalani hemodialisa dan peneliti tidak menemukan
data

tertulis

hemodialisis

tentang
mulai

komplikasi

jam

pertama

saat

pasien

sampai

jam

menjalani
terakhir.

Sedangkan berdasarkan hasil observasi dan wawancara


terhadap perawat dalam menangani pasien hemodialisa yang
mengalami hipertensi, perawat hanya berkolaborasi dengan
dokter dalam memberikan terapi farmakologis.
Banyak faktor yang diduga sebagai penyebab hipertensi
intradialisis seperti aktivasi renin angiotensin aldosteron system
(RAAS)

karena

diinduksi

oleh

hipovolemia

saat

dilakukan

ultrafiltrasi (UF), overaktif dari simpatis, variasi dari ion K + dan Ca2+
saat hemodialisa, viskositas darah yang meningkat karena
diinduksi oleh terapi eritropoeitin (EPO), fluid overload, peningkatan
cardiac output (COP), dan vasokonstriksi yang diinduksi oleh
endothelin-1 (ET-1) (Chazot and Jean, 2010). Menurut Chou et al.
(2006) yang melakukan penelitian terhadap 30 pasien yang prone
terhadap Hipertensi Intradialisis (HID) dan 30 orang kontrol,
didapatkan bahwa pada kelompok HID tidak didapatkan perubahan
yang bermakna dari kadar katekolamin, dan renin tetapi didapatkan
peningkatan dari resistensi vaskular sistemik dan penurunan
keseimbangan rasio nitric oxide dan endothelin-1 (NO/ET-1).
Komplikasi hipertensi intradialisis dapat terjadi selama
hemodialisis dan bisa berpengaruh pada komplikasi lain (Holley,
Bern & Post, 2007). Komplikasi ini dapat mengakibatkan timbulnya
masalah baru yang lebih kompleks antara lain ketidaknyamanan,
meningkatkan

stress

dan

mempengaruhi

kualitas

hidup,

memperburuk kondisi pasien bahkan menimbulkan kematian


(Jablonski, 2007). Komplikasi ini perlu diantisipasi, dikendalikan

serta diatasi agar kualitas hidup pasien tetap optimal dan kondisi
yang lebih buruk tidak terjadi. Sumber daya perawat, pelayanan
dan asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat berkaitan
dengan pencegahan dan pengendalian komplikasi yang terjadi
(Thomas, 2003).
Penatalaksanaan pada pasien hipertensi terbagi dalam dua
kategori yaitu pengobatan farmakologis dan non farmakologis.
Secara farmakologis salah satunya dengan memberikan obatobatan diuretika termasuk jenis thiazide (Sudoyo, dkk., 2006).
Terapi nonfarmakologis merupakan terapi tanpa menggunakan
obat-obatan sehingga tidak menimbulkan efek samping seperti
dengan menjalankan diet, menurunkan kegemukan, rajin olah raga,
tidak mengkonsumsi alkohol, tidak merokok, hindari stress dan
kontrol obat-obatan secara teratur. Selain upaya tersebut, penting
untuk

mempertimbangkan

terapi

komplementer

atau

terapi

pelengkap sebagai terapi nonfarmakologis. Terapi komplementer ini


antara lain adalah terapi herbal, relaksasi, latihan nafas, meditasi
dan terapi musik (Vitahealth,2006).
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan
mental dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme,
harmoni, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga
tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental
(Pusat Terapi Musik dan Gelombang Otak, 2011). Pemberian musik
dengan irama lambat akan mengurangi pelepasan katekolamin ke
dalam pembuluh darah, sehingga konsentrasi katekolamin dalam

plasma menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan tubuh mengalami


relaksasi, denyut jantung berkurang dan tekanan darah menjadi
turun (Yamamoto, et al., (2003), Hatem, et al., (2006) dalam Saing,
2007).
Belakangan

ini,

pembelajaran

dari

neuroimaging

menemukan korelasi saraf dari proses dan persepsi akan musik.


Rangsangan musik dapat mengaktivasi jalur-jalur spesifik di dalam
beberapa area otak, seperti sistem limbik yang berhubungan
dengan perilaku emosional. Dengan mendengarkan musik, sistem
limbik ini teraktivasi dan individu tersebut pun menjadi rileks. Saat
keadaan rileks inilah tekanan darah menurun. Selain itu, alunan
musik juga dapat menstimulasi tubuh untuk memproduksi molekul
yang disebut Nitric oxide (NO). Molekul ini bekerja pada tonus
pembuluh darah sehingga dapat mengurangi tekanan darah
(Kurniadi, 2014).
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka perlu
diupayakan penanggulangan dengan terapi musik, sehingga
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh terapi
musik terhadap penurunan tekanan darah pada pasien gagal ginjal
kronik yang mengalami hipertensi intradialisis (HID) di Ruang
Hemodialisa RSUD Provinsi NTB.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan

latar

belakang

tersebut,

maka

dapat

dirumuskan masalah penelitian yaitu: Apakah ada pengaruh terapi


musik terhadap penurunan tekanan darah pada pasien gagal ginjal

kronik yang mengalami hipertensi intradialisis (HID) di Ruang


Hemodialisa RSUD Provinsi NTB?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh terapi musik terhadap tekanan
darah pada pasien gagal ginjal kronik yang mengalami
hipertensi intradialisis (HID) di Ruang Hemodialisa RSUD
Provinsi NTB.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden gagal ginjal kronik
yang mengalami hipertensi intradialisis.
b. Mengidentifikasi tekanan darah responden gagal ginjal
kronik yang mengalami hipertensi intradialisis sebelum
diberikan intervensi terapi musik.
c. Mengidentifikasi tekanan darah responden gagal ginjal
kronik yang mengalami hipertensi intradialisis setelah
diberikan intervensi terapi musik.
d. Menganalisis perbedaan tekanan darah responden gagal
ginjal kronik yang mengalami hipertensi intradialisis sebelum
dan setelah diberikan intervensi terapi musik.
D. Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Hipotesa Alternative (Ha):
Ada pengaruh terapi musik terhadap tekanan darah pada
pasien

gagal

ginjal

kronik

yang

mengalami

hipertensi

intradialisis (HID) di Ruang Hemodialisa RSUD Provinsi NTB..


2. Hipotesa Nol (H0):

Tidak ada pengaruh terapi musik terhadap tekanan darah


pada pasien gagal ginjal kronik yang mengalami hipertensi
intradialisis (HID) di Ruang Hemodialisa RSUD Provinsi NTB..
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden
Komplikasi hipertensi intradialisis dapat dikendalikan oleh terapi
komplementer sebagai pendamping terapi farmakologis seperti
terapi musik yang tidak menimbulkan efek samping dan biaya
yang mahal.
2. Bagi Pelayanan Keperawatan
a. Penelitian ini akan memberikan manfaat kepada RSUD
Provinsi

NTB

khususnya

ruang

hemodialisa

dalam

mengembangkan dan menggunakan terapi komplementer


dengan terapi musik sebagai teknik relaksasi pada pasien
hipertensi,
komplementer
meningkatkan
proses

serta

diharapkan

yang

berupa

pemberian

penyembuhan

keberhasilan
terapi

terapi

musik

dapat

asuhan

keperawatan

dalam

sehingga

menurunkan

lama

perawatan dan menurunkan komplikasi pasien hipertensi di


rumah sakit.
b. Penelitian terkait permasalahan hemodialisis oleh perawat
penting untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan,
mengingat saat ini evidance-based practice masih kurang
dalam keperawatan nefrologi.
c. Rumah sakit dapat melengkapi

Standar

Operasional

Prosedur (SOP) penanganan komplikasi intradialisis seperti

hipertensi dengan terapi musik sebagai terapi komplementer


yang dapat dilakukan.
3. Bagi Ilmu Keperawatan
Memberikan masukan dalam penanganan pasien hipertensi
khususnya dalam pencegahan peningkatan tekanan darah dan
sebagai

terapi

mandiri

keperawatan

khususnya

dalam

pemberian terapi komplementer seperti terapi musik dalam


upaya menurunkan tekanan darah. Selain hal tersebut,
penelitian ini juga dapat menjadi bahan rujukan bagi mahasiswa
keperawatan yang akan meneliti dengan topik yang serupa.
4. Bagi Penelitian Keperawatan
Penelitian ini akan membantu memberikan landasan bagi
pengembangan penelitian tentang terapi musik. Selain itu, hasil
penelitian ini akan dapat dijadikan sebagai kerangka acuan
untuk penelitian selanjutnya serta memberikan informasi awal
bagi pengembangan penelitian serupa.

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer,S.C,. Bare,B.G., Hinkle,J.L & Cheever,K.H. 2008. Buku
Ajar

Keperawatan

Medikal

Bedah

Ed.

12.

Philadelpia:

Lippincott William & Wilkins.


Ignatavicius, D.D., & Workman, M.L. 2006. Medical Surgical
Nursing: Critical Thinking For Collaborative Care (5th ed). St. Louis:
Elsevier Saunders.
Le Mone, P., & Burke, K.M. 2008. Medical Surgical Nursing: Critical
Thinking In Client Care. 6th edition. New Jersey: Prentice Hall
Health.
Ant. 2009. Sebanyak 36 Juta Warga Dunia Meninggal Karena
Gagal

Ginjal.

[internet]

diakses

dari

http://www2.kompas.com/kompascetak/0705/05/Jabar/21565.htm. pada 10 Juli 2016 pukul 10.00


WITA.
Nursalam, dkk. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika.
Landry, D.W., and Oliver, J.A. 2006. Blood Pressure Instability
During Hemodialysis. Kid Int: 69, 171011.
Agarwal, R. et al., (2010). Intradialytic hypertension is a marker of
volume excess. Nephrol Dial Transplant, 25: 33553361.
Kandarini. 2012. Peranan Ultrafiltrasi Terhadap Intradialitik dan
Hubungannya dengan perubahan kadar : Endothelin-1, Asymmetric
Dimethaylarginin dan Nitric Oxide di RSUP Sanglah Denpasar.
Disertasi dipublikasikan, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Inrig, et al., 2009. Association of Blood Pressure Increases During
Hemodialysis With 2-Year Mortality in Incident Hemodialysis

Patients: A Secondary Analysis of the Dialysis Morbidity and


Mortality Wave 2 Study. NIH Public Access, 54(5): 881890.
United States Renal Data System (USRDS). 2011. Annual Data
Report: Atlas of Chronic Kidney Disease and End-Stage Renal
Disease in the United States, National Institutes of Health, National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, Bethesda,
MD, 2011.
Indonesian Renal Registry (IRR). 2013. 5th Report of Indonesian
Renal

Registry

2011.

Perhimpunan

Nefrologi

Indonesia

(PERNEFRI).
Locatelli, F., Pozzoni, P., Del Vecchio, L. 2010. Renal Replacement
Therapy in Patients with Diabetes and End-Stage Renal Disease.
Journal of the America Society of Nephrology. 15: 25- 9.
Agustriadi, O., et al. 2009. Hubungan Antara Perubahan Volume
Darah Relatif Dengan Episode Hipotensi Intradialitik Selama
Hemodialisis Pada Gagal Ginjal Kronik di RSUP Sanglah
Denpasar. Jurnal SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas
Udayana-RSUP Sanglah Denpasar, 10(2), 99109.

Chazot, C., and Jean, G. 2010. Intradialytic hypertension: It is time


to act. Nephron Clin Pract, 115:c182-88.
Chou, K.J., et al. 2006. Physiological changes during hemodialysis
in patients with intradialysis hypertension. Kid Int; 69: 18333
Sudoyo, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2. Jakarta: EGC.
Vitahealth. 2006. Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Terapi Musik dan Gelombang Otak. 2011. Terapi Musik
Untuk Melancarkan Pembuluh Darah.[internet] diakses dari:
http://www.terapimusik.com/darah _tinggi.htm
2016 pukul 10.30 WITA.

pada 10 July

Saing. 2007. Pengaruh musik klasik terhadap penurunan tekanan


darah. Tesis dipublikasikan, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Kurniadi,

Helmanu

dan

Ulfah

Nurrahmani.

2014.

STOP

Diabetes, Hipertensi, Kolesterol Tinggi, Jantung Koroner.


Yogyakarta: Istana Media.

Holley, J.F, Berns, J. S, & Post, T. W. 2007.

Acute

Complications During Hemodialysis. [internet] diakses dari


http://www.uptodate.com pada 10 July 2016 pukul 10.05 WITA.
Jablonski, A. 2007. The Multidimensional Cracteristics Of Smptoms
Rported By Patients On Hemodialysis. Nephrology Nursing Journal.
34 (1).29.

Septiani, Intan. 2015. Waspada, Penderita Penyakit Ginjal


Kronik Di Indonesia Diprediksi Terus Meningkat!. [internet]
diakses

dari

http://tabloidnova.com/Kesehatan/Umum/Waspada-PenderitaPenyakit-Ginjal-Kronik-Di-Indonesia-Diprediksi-TerusMeningkat pada 11 Juli 2016 pukul 14.14 WITA.

Merah: hipotensi dan hipertensi HID seminar hasil hasil Penelitian


Biru: disertasi
Hijau: Terapi musik post HD

Cari yaa:
Agarwal, R., and Light, R.P. 2010. Intradialytic Hypertension is a Marker of
Volume Excess. Nephrol Dial Transplant, 25(10): 335561.
Agarwal, R., and Weir, M.R. 2010. Dry-Weight: A Concept Revisyed in an
Effort to Avoid Medication-Directed Approaches for Blood Pressure
Control in Hemodialysis Patients. Clin J am Soc Nephrol, 5:1255-60.
Agarwal, R., Metiku, T., Tegegne, G., Light, R.P., Bunaye, Z., Bekele,
D.M., and Kelley, K. 2008. Diagnosing Hypertension by Intradialytic Blood
Pressure Recordings.

Inrig, J.K., Oddone, E.Z., Hasselblad, V., Gillespie, B., Patel, U.D.,
Reddan, D., Toto, R., Himmelfarb, J., Winchester, J.F., Stivelman, J.,
Lindsay, R.M., and Szczech, L.A. 2007. Association of intradialytic blood
pressure changes with hospitalization and mortality rates in prevalent
ESRD patients. Kid Int : 71; 45461.
Inrig, J.K., Patel, U.D., Toto, R.D., Szczech, L.A. 2009. AssLeeociation of
Blood Pressure Increases During Hemodialysis With 2-Year Mortality in
Incident Hemodialysis Patients: A Secondary Analysis of the Dialysis
Morbidity and Mortality Wave 2 Study. Am J Kidney Dis, November ; 54(5):
88190.
Inrig

JK.

2010a.

Cardiovascular

Intradialytic

Complication

Hypertension:
of

Hemodialysis.

Less-Recognized
Am

Kidney

Disease;55:580-89.
Inrig, JK. 2010b. Antihypertensive agents in hemodialysis patients; a
current perspective. Semin Dial;23:290-97.

Inrig, J.K., Buren, P.V., Kim, C.,Vongpatanasin, W., Povsic, T.J., Toto,
R.D., 2011. Intradialytic Hypertension and its Association with Endothelial
Cell Dysfunction. Clin J Am Soc Nephrol (8): 2016-24.
K/DOQI:

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Armiyati (2009), diperoleh hasil


bahwa hipertensi intradialisis dialami 80% pasien, dengan frekuensi
sebesar 55% dari keseluruhan prosedur hemodialisa yang diamati.
Frekuensi hipertensi intradialisis terbanyak dan rata-rata tekanan
darah tertinggi terjadi pada jam ke empat.

Kriteria penyakit gagal ginjal kronik sebagai berikut.


a. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural dan fungsional dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi: kelainan patologis,
terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests).
b. Laju filtrasi glomerulus (LFG) <60 ml/menit/1,73 m2 selama 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Suwitra, 2009).

You might also like