You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

2.1 Kasus (Masalah Utama)


Perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar dan penglihatan
2.2 Proses Terjadinya Masalah
2.2.1

Pengertian
Halusinasi adalah ketidakmampuan klien menilai dan merespon pada realitas,

klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat
membedakan lamunan dan kenyataan, klien tidak mampu memberikan respon secara
akurat sehingga terlihat berlaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan
(Keliat,2006).
Halusinasi adalah pengalaman tanpa ransang external (Cook dan Fontaine, 1987).
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan
gangguan jiwa dari seluruh pasien diantaranya mengalami halusinasi.Gangguan jiwa
lain yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan maniak
degresif dan aterium.
2.2.2 Etiologi
Perubahan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik,sterss berat
yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri (Townsend, M.C,
1998). Menurut Carpetino, L.J (1998) isolasi sosial merupakan keadaan dimana
individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk
meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat
kontak. Sedangkan menurut Rawlins, R.P dan Heacock, P.E (1998), isolasi sosial
menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan
orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan
dalam berpikir, berperasaan. Berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.

2.2.3 Rentang Respon


Respon adaptif

Respon maladaptif

Pikiran logis

- pikiran kadang
Menyimpang
- ilusi
- emosial berlebih
dengan pengalaman
kurang
- perilaku ganjil
- menarik diri

- kelainan pikiran

Persepsi akurat
Emosi konsisten

Perilaku sesuai
- ketidakteraturan
Hubungan sosial
- isolasi sosial
Harmonis
Keterangan
a Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma norma sosial

- halusinasi
- ketidakmampuan
emosi

budaya yang berlaku dengan kata lain individu terebut dalam batas normal jika
menghadapi sesuatu akan dapat memecahkan masalah tersebut.
a) Pikiran logis dalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c) Emosi konsisten merupakan manifestasi perasaan yang konsisten atau efek
keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak
lama.
d) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas yang
wajar.
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dangan orang lain dan
b

lingkungan.
Respon psikososial meliputi :
a) Proses pikir terganggu
b) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang yang benarbenar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra
c) Emosi berlebihan atau kurang
d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas untuk
menghindari interaksi dengan orang lain
e) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang

lain, menghindari hubungan dengan orang lain


Respon malada[tif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya serta lingkungan, adapun
respon maladaptif ini meliputi :
a) Kelainan pikiran adalah kenmyataan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
sosial

b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal


yang tidak realita atau tidak ada
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
d) Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur
e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang
negatif mengancam
2.2.4 Klasifikasi halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi, Stuart dan Larara 1908 membagi halusinasi menjadi 7
jenis yaitu :

Halusinasi Pendengaran
Karakteristinya meliputi mendengar suara-suara atau kebisingan, paling
sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai katakata yang jelas berbicara tentang klien bahkan sampai ke percakapan lengkap
antara 2 orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh melakukan
sesuatu yang kadang-kadang dapat membahayakan.

Halusinasi Penglihatan
Karakteristiknya meliputi stimulus visual dalam bentuk kuatan cahaya,
gambar geometrik, gambar kartoon, bayangan yang rumit atau kompleks,
bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

Halusinasi Penghidu
Karakteristiknya meliputi membaui bau tertentu seperti bau darah,
kemenyan atau faeces yang umumnya tidak menyenangkan.

Halusinasi Pengcapan
Merasa mengecap, seperti rasa darah, urine, dan faeces

Halusinasi Derabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan berupa stimulus yang jelas, rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang.

Halusinasi Cenesthehe

Dimana klien merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembentukan urine.
7

Halusinasi Kinestetic
Merasakan pergerakan sementara, berdiri tanpa bergerak

2.2.5

Proses terjadinya halusinasi

Halusinasi berkembang menjadi 4 fase (Habes, dkk, 1902):


1

Fase pertama (conforting)

Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stres, perasaan yang terpisah, kesepian
klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan
untuk menglilangkan kecemasan dan stres. Cara ini menolong untuk sementara.
2

Fase kedua (condeming)

Pencemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan


eksternal. Klien berada pada tingkat Listening pada halusinasi. Pemikian
internal menjadi menonjol. Gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas. Klien takut apabila orang lain mendengar dan klien tidak
mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau
tempat lain.
2

Fase Ketiga
Halusinasi menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman yang
sementara.

Fase Keempat (conquerting)


Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien mungkin berada

dalam dunia yang menakutkan dalam waktu yang singkat, beberapa jam atau
selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
2.2.6Faktor Presipitasi
1. Faktor Predisposisi
Kaji faktor predisposisi yang pada munculnya biologi seperti pada halusinasi antara
lain :Faktor genetis
a. Faktor neurobiologi
b. Faktor neurotransiniter
c. Teori virus
d. Psikologi
2. Faktor Presipitasi
Kaji gejala-gejala pencetus neurobiologis meliputi :
a. Kesehatan

: nutrisi kurang, kurang tidur, kelelahan, infeksi, obat ssp, hambatan

untuk menjangkau pelayanan kesehatan.


b. Lingkungan : lingkungan yang memasuki, masalah di rumah tangga, sosial,
tekanan kerja, kurangnya dukungan sosial, kehilangan kebebasan hidup.
c. Sikap/ prilaku merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa merasa gagal,
kehilangan rendah diri, merasa malang, perilaku agresif, perilaku kekerasan,
ketidakadekuatan pengobatan
1) Perilaku :
a. Citra tubuh yaitu Menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh
tertentu, Menolak bercermin, Tidak mau mendiskusikan keterbatasan
atau cacat tubuh, Menolak usaha rehabilitasi, Usaha pengobatan mandiri
yang tidak tepat, Menyangkal cacat tubuh.
b. Harga diri rendah di antaranya Mengkritik diri atau orang lain,
Produktivitas menurun, Gangguan berhubungan, Keteganggan peran,
Pesimis menghadapi hidup, Keluhan fisik, Penolakan kemampuan diri,
Pandangan hidup bertentangan, Destruktif kepada diri, Menarik diri

secara sosial, Penyalahgunaan zat, Menarik diri dari realitas, Khawatir,


Merasa diri paling penting, Distruktif pada orang lain, Merasa tidak
mampu, Merasa bersalah, Mudah tersinggung/marah, Perasaan negatif
terhadap tubuh.
c. Keracunan identitas di antaranya Tidak ada kode moral, Kepribadian
yang bertentangan, Hubungan interpersonal yang ekploitatif, Perasaan
hampa, Perasaan mengambang tentang diri, Kehancuran gender, Tingkat
ansietas tinggi, Tidak mampu empati pada orang lain, Masalah estimasi.
d.

depersonalisasi meliputi afektif : Kehidupan identitas, Perasaan terpisah


dari diri, Perasaan tidak realistis, Rasa terisolasi yang kuat, Kurang rasa
berkesinambungan, Tidak mampu mencari kesenangan. Perseptual :
Halusinasi dengar dan lihat, Bingung tentang seksualitas diri, Sulit
membedakan diri dari orang lain, Gangguan citra tubuh, Dunia seperti
dalam mimpi. Kognitif : Bingung, Disorientasi waktu, Gangguan
berpikir, Gangguan daya ingat, Gangguan penilaian, Kepribadian ganda.

2.2.7Mekanisme koping
Kaji mekanisme koping yang sering digunakan klien, meliputi :
d. Regresi

: menjadi malas beraktifitas sehari-hari

e. Proyeksi

: mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.

f.

Menarik Diri : sulit mempercayai orang lain dan dengan stimulus internal

g. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.


Ketahui tentang halusinasi klien meliputi :
Isi halusinasi yang dialami klien
Waktu dan frekuensi halusinasi
Situasi pencetus halusinasi
Respon klien tentang halusinasinya

2.3 Tahapan Proses Keperawatan


A. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan (Etiologi)

Perubahan sesuai persepsi halusinasi (masalah


utama)

Isolasi Sosial menarik diri (Etiologi)

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

B.

Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu di Kaji

Dari pohon masalah diatas maka dapat disimpulkan bahwa masalah keperawatan
yang terdapat pada klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi adalah
sebagai berikut:
a) Gangguan sensori persepsi halusinasi
b) Isolasi sosial
c) Resiko perilaku kekerasan
2.4 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien halusinasi :
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Perubahan sensori persepsi halusinasi
3. Isolasi sosial
2.5. Rencana Tindakan
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi adalah sebagai berikut :
Tujuan umum:
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
Tujuan khusus:
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan :
a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.

f)

Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien


Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan interaksi
selanjutnya.
TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi

dan frekuensi timbulnya halusinasi.

b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.

Intervensi
2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
Rasional :
Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling percaya juga dapat
memutuskan halusinasinya.
2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara dan tertawa tanpa
stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional:
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat dalam melakukan
intervensi.
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
a) Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara yang di dengar.
b) Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
c) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak
mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa menuduh/menghakimi).
d) Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti dia.
e) Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Rasional :
Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari faktor timbulnya
halusinasi.
2.4 Diskusikan dengan klien tentang :
a) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
b) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika sendiri,
jengkel, sedih)
Rasional :

Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya halusinasi mempermudah


tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.
2.5 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih,
tenang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Rasional :
Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.
TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya

dilakukan untuk mengendalikan

halusinasinya.
b) Klien dapat menyebutkan cara baru.
c) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yangtelah didiskusikan dengan
klien.
d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi.
e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
Intervensi
3.1 Identifikasi bersama klien tindakan

yang

dilakukan jika

terjadi halusinasi (tidur,

marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)


Rasional :
Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut.
3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
Rasional :
Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
3.4 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :
a. Katakan : Saya tidak mau dengar kau pada saat halusinasi muncul.
b. Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang lain untuk bercakapcakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.
c Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
d Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
Rasional:
Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
3.5 Bantu

klien

memilih

cara

dan

melatih

cara

untuk memutus halusinasi secara

bertahap, misalnya dengan :


a)
b)
c)
d)
e)

Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Quran.


Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong royong).
Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
Mencari teman untuk ngobrol.

Rasional :
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih salah satu cara
untuk mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri klien.
3.6 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah dipilih.
3.7 Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita dan stimulasi
persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas akibat halusinasi.
TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
Kriteria evaluasi
a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan
halusinasi.
Intervensi
4.1 Membina hubungan saling percaya dengan

menyebutkan

nama, tujuan pertemuan

dengan sopan dan ramah.


Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan interaksi
selanjutnya.
4.2 Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga. Untuk mendapatkan bantuan
keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
4.3 Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :
a)
b)
c)
d)

Pengertian halusinasi
Gejala halusinasi yang dialami klien.
Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.
Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah, misalnya : beri kegiatan,

jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.


e) Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan menambah pengetahuan
keluarga cara merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah halusinasi.
TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

Kriteria evaluasi
a) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat.
b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.
e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
Intervensi
5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi serta manfaat minum
obat.
Rasional :
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien melaksanakan
program pengobatan.
5.2 Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
Rasional :
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
5.3 Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek samping obat yang
dirasakan.

Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah minum
obat.
5.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
Rasional :
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat, benar
waktunya, benar caranya, benar pasiennya).
Rasional :
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien untuk pengobatan
dapat ditingkatkan secara bertahap.
VI. Implementasi
a

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan pada Pasien


SP 1 : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama:
menghardik halusinasi

Identifikasi jenis halusinasi Klien


Identifikasi isi halusinasi Klien

Identifikasi waktu halusinasi Klien


Identifikasi frekuensi halusinasi Klien
Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
Identifikasi respons Klien terhadap halusinasi
Ajarkan Klien menghardik halusinasi
Anjurkan Klien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian

SP 2 : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-cakap dengan


orang lain

Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien


Latih Klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan

orang lain
Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 3 : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga: melaksanakan aktivitas


terjadwal

Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien


Latih Klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan

yang biasa dilakukan Klien di rumah)


Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 4 : Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien


Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
Menganjurkan Klien mendemonstrasikan cara control yang sudah diajarkan
Menganjurkan Klien memilih salah satu cara control halusinasi yang sesuai

Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan pada keluarga


SP 1: Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasiyang dialami
pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi.

Diskusikan masalah yang dirasakn keluarga dalam merawat Klien


Jelaskan pengertian tanda dan gejala, dan jenis halusinasi yang dialami Klien

serta proses terjadinya


Jelaskan dan latih cara-cara merawat Klien halusinasi
Latih keluarga melakukan cara merawat Klien halusinasi secara langsung
Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum obat

SP 2 : Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien

Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien


dengan halusinasi langsung dihadapan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Boyd,

M.A

&

Nihart,

M.A,

1998. Psychiatric

Nursing

cotemporary

Practice, Edisi9th. Philadelphis: Lippincott Raven Publisrs,.


Carpenito, L.J, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8, Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 1997. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Kusuma,

W.1997. Dari A

sampai

Kedaruratan

Psiciatric

dalam

Praktek,

Edisi I.Jakarta: Profesional Books.


Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi
I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Rawlins, R.P & Heacock, PE. 1998. Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing, Edisi
1. Toronto: the C.V Mosby Company.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Edisi 3, EGC,
Jakarta.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).Jakarta: EGC.
Townsend,

M.C. 1998. Buku

Saku

Diagnosa

Psikiatri (terjemahan), Edisi 3. Jakarta: EGC.

Keperawatan

Pada

Keperawatan

You might also like