Professional Documents
Culture Documents
4. Instansi vertikal adalah satuan organisasi pemerintah pusat yang berada di wilayah/ daerah,
seperti kantor wilayah (Kanwil) departemen dan kantor lembaga pemerintah nondepartemen.
5. Unsur pelaksana adalah satuan organisasi DWP yang menyelenggarakan fungsi sebagai
pelaksana kebijaksanaan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemimpin organisasi satu
tingkat di atasnya.
6. DWP Unit Kerja Instansi Pemerintah adalah DWP pada satuan organisasi pemerintah yang
mempunyai kedudukan, nama, dan tingkatan sesuai dengan struktur organisasi instansi
pemerintah yang bersangkutan.
BAB II
KEANGGOTAAN
Bagian Pertama
Anggota, Hak, Kewajiban, dan Larangan
Pasal 2
1. Anggota biasa adalah:
a. istri pegawai negeri sipil (PNS);
b. istri pensiunan dan janda pegawai negerisipil (PNS) yang tidak menyatakan dirinya
berkeberatan menjadi anggota;
c. istri pegawai badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD)
yang belum berstatus persero;
d. istri pensiunan dan janda pegawai BUMN dan BUMD yang belum berstatus persero yang
tidak menyatakan dirinya berkeberatan menjadi anggota;
e. istri kepala perwakilan Republik Indonesia (Rl) di luar negeri yang tidak menyatakan
dirinya berkeberatan menjadi anggota;
f.
istri walikota, istri wakil walikota, dan istri bupati, istri wakil bupati di Provinsi DKI Jakarta;
pensiunan PNS wanita yang menyatakan dirinya tidak berkeberatan menjadi anggota.
seorang ketua;
b. wakil ketua;
c. sekretaris;
d. bendahara;
e. tiga orang ketua bidang;
f.
pada Huruf (b), (c), (d), dan (e) dapat ditambah seorang atau lebih wakil dan anggota
pengurus sesuai dengan keperluan.
2. Pengurus DWP pada unsur pelaksana/unit kerja dapat dibentuk disesuaikan dengan situasi dan
kondisi, yang sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara.
3. Tugas dan wewenang pengurus DWP pada unsur pelaksana/unit kerja adalah:
a. menetapkan kebijaksanaan teknis organisasi berdasarkan hasil Musyawarah Nasional,
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan kebijaksanaan organisasi satu tingkat di
atasnya;
b. mengesahkan organisasi, pengurus, dan/atau ketua satu tingkat di bawahnya;
c. melaksanakan pembinaan organisasi pada unsur pelaksana dilingkungannya;
d. memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh unsur
pelaksana di lingkungannya;
e. melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan situasi dan kondisi;
f.
DWP Sekretariat Jenderal MPR; DWP Sekretariat Jenderal MA; DWP Kantor Wilayah
Departemen Agama Provinsi Bali; DWP Kantor Statistik Provinsi Sulawesi Selatan; DWP
Kabupaten Cilacap; DWP Kota Balikpapan; DWP Universitas Airlangga; DWP Universitas Sam
Ratulangi; DWP Kopertis Wilayah V.
2. Pengesahan nama organisasi yang baru dibentuk atau penggabungan dua atau lebih lembaga
pemerintah ditetapkan oleh pengurus satu tingkat di atasnya.
Pasal 13
1. Penggabungan organisasi DWP antar unit kerja di lingkungan instansi pemerintah dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan dari ketua satu tingkat di atasnya.
2. Khusus untuk unit kerja yang jumlah anggotanya sedikit dan dari instansi yang berbeda, tetapi
berada dalam satu wilayah dan sepakat untuk bergabung, secara organisatoris menjadi unsur
pelaksana DWP Kabupaten/DWP Kota yang bersangkutan.
BAB V
PENGGANTIAN PENGURUS ANTARWAKTU, PERTANGGUNGJAWABAN, PENGESAHAN, DAN
SERAH TERIMA
Bagian Pertama
Penggantian Pengurus Antarwaktu
Pasal 14
1. Jika ketua umum karena sesuatu hal tidak dapat melaksanakan tugasnya, digantikan oleh salah
seorang ketua, sebagai pelaksana tugas, berdasarkan keputusan Rapat Pengurus Paripurna
DWP Pusat.
2. Penggantian jabatan ketua umum sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini berlaku
sampai diselenggarakannya musyawarah nasional yang berikut.
3. Penggantian jabatan dalam lingkungan pengurus pusat, selain dimaksud dalam Ayat (1) pasal
ini, ditetapkan oleh ketua umum.
4. Penggantian jabatan ketua antarwaktu pada unsur pelaksana DWP ditetapkan melalui
kesepakatan pengurus/anggota secara demokratis dan berpedoman pada AD/ART.
5. Penggantian jabatan pengurus antarwaktu pada unsur pelaksana DWP ditetapkan oleh ketua.
Bagian Kedua
Pertanggungjawaban
Pasal 15
1. Dalam menjalankan tugasnya
a. Ketua Umum DWP bertanggung jawab kepada Musyawarah Nasional;
b. Ketua DWP Instansi Pemerintah Pusat bertanggung jawab kepada anggota dalam Rapat
Anggota;
c. Ketua DWP Provinsi bertanggung jawab kepada Musyawarah Provinsi;
d. Ketua DWP Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Musyawarah Kabupaten/Kota;
e. Ketua DWP unsur pelaksana/unit kerja bertanggung jawab kepada anggota dalam Rapat
Anggota.
2. Ketua unsur pelaksana DWP melaporkan kegiatan organisasi kepada pengurus satu tingkat di
atasnya, sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun.
Bagian Ketiga
Pengesahan dan Serah Terima
Pasal 16
1. Pengesahan Ketua Umum DWP ditetapkan dengan Keputusan Musyawarah Nasional.
2. Penggantian ketua umum diikuti dengan serah terima jabatan yang dituangkan dalam berita
acara dan ditandatangani oleh ketua umum yang lama dan yang baru.
3. Pengesahan pengurus pusat lainnya ditetap kan dengan keputusan ketua umum.
4. Pengesahan ketua unsur pelaksana/unit kerja DWP ditetapkan oleh ketua satu tingkat
diatasnya, termasuk penggantian ketua antarwaktu.
5. Pengesahan pengurus unsur pelaksana/unit kerja DWP, ditetapkan oleh ketua satu tingkat di
atasnya hanya satu kali selama masa bakti.
6. Jika terjadi penggantian pengurus antarwaktu pada unsur pelaksana/unit kerja pengesahannya
dilakukan oleh ketua DWP yang bersangkutan.
Pasal 17
Serah terima jabatan ketua unsur pelaksana/unit kerja dituangkan dalam berita acara dan
ditandatangani oleh ketua yang lama dan baru, serta disaksikan oleh penasihat.
BAB VI
DEWAN PENASIHAT DAN PENASIHAT
Bagian Pertama
Dewan Penasihat
Pasal 18
1. Dewan Penasihat DWP Pusat terdiri dari istri Ketua MPR, istri Ketua DPR, istri Ketua BPK, istri
Ketua MA, dan istri menteri.
2. Dewan Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini mempunyai tugas
memberikan saran dan pertimbangan, baik ketika diminta maupun tidak diminta, kepada
pengurus DWP Pusat.
Bagian Kedua
Penasihat
Pasal 19
1. Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua BPK, Ketua MA, menteri, kepala/ketua lembaga peme-rintah
nondepartemen, kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, gubernur/ wakil gubernur,
bupati/wakil bupati, walikota/ wakil walikota, pemimpin BUMN dan pemimpin BUMD yang
belum berstatus persero, pemimpin unit kerja instansi vertikal di daerah, camat. dan lurah
adalah Penasihat DWP instansi yang bersangkutan.
2. Sekretaris Daerah Provinsi, Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota selain menjadi Penasihat DWP
Sekretariat Daerah masing-masing; juga adalah Penasihat DWP Provinsi, DWP
Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
3. Istri Ketua MPR, istri Ketua DPR, istri Ketua BPK, istri Ketua MA, istri menteri, istri gubernur,
istri wakil gubernur, istri bupati/istri walikota, dan istri wakil bupati/istri wakil walikota adalah
Penasihat DWP instansi yang bersangkutan.
4. Istri pemimpin lembaga pemerintah nonde partemen, istri Kepala Perwakilan Rl di luar negeri,
istri Sekretaris Jenderal MPR, istri Sekretaris Jenderal DPR, istri Sekretaris Jenderal BPK, istri
Sekretaris Jenderal MA, yang tidak menjadi ketua adalah Penasihat DWP instansi yang
bersangkutan.
5. Istri pemimpin unit kerja instansi pemerintah di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, istri
camat, istri lurah, istri kepala desa, istri pemimpin BUMN, dan istri pemimpin BUMD yang
belum berstatus persero yang tidak menjadi ketua adalah sebagai Penasihat DWP instansi
yang bersangkutan.
6. Istri walikota dan istri bupati di Provinsi DKI Jakarta yang tidak menjadi ketua adalah sebagai
Penasihat DWP yang bersangkutan.
BAB VII
MUSYAWARAH, RAPAT, KUORUM, DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Bagian Pertama
Musyawarah Nasional
Pasal 20
1. Musyawarah Nasional (Munas) diselenggarakan oleh pengurus DWP Pusat.
2. Untuk menyelenggarakan munas, Ketua Umum DWP menetapkan panitia munas, yang
dibentuk selambat-lambatnya tiga bulan sebelum munas.
3. Peserta munas adalah:
a. pengurus DWP pusat;
b. utusan DWP Instansi Pemerintah Pusat;
c. utusan DWP Provinsi.
d. Peninjau ditentukan dan diundang oleh Panitia Musyawarah Nasional DWP.
4. Dalam hal dilaksanakannya Munas Luar Biasa, penyelenggaraan dan pesertanya adalah sama
seperti pada munas sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), (2), (3), dan (4) pasal ini.
5. Penanggung jawab munas adalah Ketua Umum yang sedang menjabat pada saat munas
diselenggarakan.
Bagian Kedua
Musyawarah Daerah
Pasal 21
1. Musyawarah daerah (Musda) dipersiapkan dan diselenggarakan oleh panitia yang ditetapkan
oleh Ketua DWP Provinsi atau Ketua DWP Kabupaten/Kota.
2. Peserta Musyawarah Provinsi adalah:
a. pengurus DWP Provinsi;
b. utusan DWP Instansi Pemerintah Provinsi;
c. utusan DWP Kabupaten/Kota.
3. Peserta Musyawarah Kabupaten/Kota adalah:
a. pengurus DWP Kabupaten/Kota;
b. utusan DWP instansi pemerintah kabupaten/kota;
c. utusan DWP Kecamatan.
4. Penanggung jawab Musyawarah Provinsi adalah Ketua DWP Provinsi yang sedang menjabat
pada saat musyawarah diselenggarakan.
Bagian Ketiga
Rapat
Pasal 22
Rapat DWP terdiri dari:
a. rapat anggota,
b. rapat kerja,
c. rapat pengurus, dan
d. rapat koordinasi.
Pasal 23
1. Rapat Anggota adalah pertemuan antara pengurus dan para anggota untuk membahas
masalah organisasi dan kegiatan dalam lingkungannya.
2. Rapat Anggota diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam enam bulan.
3. Jika jumlah anggota terlalu banyak, sehingga tidak memungkinkan untuk menghadirkan
seluruhnya, rapat anggota dapat dilakukan dengan cara perwakilan atau utusan.
4. Tata cara penentuan perwakiian dan utusan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) pasal ini
ditentukan lebih lanjut oleh masing-masing pengurus DWP yang bersangkutan.
Pasal 24
1. Rapat Kerja diselenggarakan oleh pengurus DWP Pusat, Pengurus DWP Instansi Pemerintah
Pusat, pengurus DWP Provinsi, dan pengurus DWP Kabupaten/Kota.
2. Rapat Kerja Nasional adalah rapat pengurus DWP Pusat dengan DWP Instansi Pemerintah
Pusat dan Provinsi diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam tiga tahun.
3. Rapat Kerja DWP Instansi Pemerintah Pusat adalah rapat pengurus DWP Instansi Pemerintah
Pusat dengan pengurus unit kerja dalam lingkungannya.
4. Rapaf Kerja DWP Provinsi adalah rapat pengurus DWP Provinsi dengan pengurus unsur
pelaksana DWP Provinsi.
5. Rapat Kerja DWP Kabupaten/Kota adalah rapat pengurus DWP Kabupaten/Kota dengan
pengurus unsur pelaksana DWP Kabupaten/Kota.
6. Rapat Kerja diselenggarakan untuk membahas, mengoordinasikan, serta mengintensifkan
pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan kebijaksanaan organisasi yang telah
ditetapkan.
Pasal 25
1. Rapat pengurus adalah pertemuan periodik antara pemimpin dan anggota pengurus untuk
membahas dan mengambil keputusan tentang masalah organisasi dan kegiatan dalam
lingkungannya.
2. Rapat pengurus diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam tiga bulan.
3. Rapat pengurus terdiri dari:
a. rapat pemimpin;
oleh
ketua
umum/ketua/
wakil
ketua,
dan
sekretaris
5. Rapat pengurus inti dihadiri oleh ketua umum/ketua/wakil ketua, sekretaris jenderal/sekretaris,
bendahara, dan para ketua bidang.
6. Rapat pengurus paripurna dihadiri oleh seluruh anggota pengurus.
Pasal 26
1. Rapat Koordinasi adalah rapat antara pengu rus dan dewan penasihat/penasihat dan pihak lain
pada sernua tingkat kepengurusan.
2. Rapat Koordinasi diiaksanakan jika ada:
a. kegiatan kerja sama dengan pihak lain,
b. kegiatan yang memerlukan keputusansegera dan bersifat strategis untuk kepentingan
organisasi.
Bagian Keempat
Kuorum
Pasal 27
1. Musyawarah Nasional, Musyawarah Nasional Luar Biasa. dan Musyawarah daerah adalah sah
jika dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari jumlah peserta yang
seharusnya hadir.
2. Jika kuorum sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini tidak terpenuhi, musyawarah
ditunda sesuai dengan kebijaksanaan pemimpin musyawarah.
3. Ketentuan pada Ayat (1) dan (2) pasal ini berlaku juga untuk rapat yang tercantum pada
Bagian Kelima
Pengambilan Keputusan
Pasal 28
1. Setiap keputusan diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat.
2. Jika cara tersebut pada Ayat (1) pasal ini tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara
terbanyak.
3. Keputusan melalui pemungutan suara adalah sah jika didukung oleh sekurang-kurangnya
setengah ditambah satu dari jumlah suara peserta yang hadir.
BAB VIII
KEUANGAN
Pasal 29
1. Keuangan DWP diperoleh dari:
a. iuran anggota;
b. sumbangan yang tidak mengikat;
c. usaha lain yang sah
2. Besarnya iuran, pembagian iuran anggota, dan pertanggungjawaban keuangan diatur
berdasarkan tata cara yang ditetapkan oleh pengurus DWP Pusat.
BAB IX
ATRIBUT
Pasal 30
1. Atribut DWP meliputi lambang, panji, vandel, bendera olah raga, papan nama, lencana, himne,
dan mars, serta pakaian seraaam.
2. Jenis, bentuk, ukuran, warna, dan cara penggunaan atribut sebagaimana dimaksud dalam Ayat
(1) pasal ini diatur lebih lanjut oleh pengurus DWP Pusat.
BAB X
TATA KERJA
Pasal 31
1. Tata kerja dan pelaksanaan program kerja DWP diatur dalam Pedoman Tata Kerja DWP dan
Pelaksanaan Program Kerja DWP yang dibuat oleh pengurus DWP Pusat.
2. Pengurus DWP pada semua tingkatan dalam melaksanakan kegiatannya mengacu Pedoman
Tata Kerja DWP dan Pedoman Pelaksanaan Program Kerja DWP.
BAB XI
LAIN-LAIN
Pasal 32
1. Perubahan Anggaran Rumah Tangga DWP ini dapat dilakukan oleh pengurus DWP Pusat jika
terdapat hal-hal yang dipandang perlu atau perkembangan keadaan yang mempengaruhi
organisasi DWP.
2. Jika suatu ketentuan dalam AD dan ART tidak jelas atau menimbulkan perbedaan tafsiran,
penyelesaiannya diputuskan oleh pengurus DWP Pusat.
3. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur lebih lanjut oleh
pengurus DWP Pusat.
BAB XII
PENUTUP
Pasal 33
Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Mei 2005
Ketua Umum.
ttd
Ny.Nila F. Moeloek