You are on page 1of 37

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

A DENGAN INTRA
OPERASI APENDIKTOMI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Perioperatif
Dosen Mata Ajar : Rudi Haryono, S.Kep.,Ns

KELAS 3A
Anisah Devi Shintarini

(2520142427)

Wenni Wira Wijayanti

(2520142468)

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan berkatNya yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Apendiktomi. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Maria Rudi Haryono,
S.Kep.,Ns selaku dosen mata kuliah Keperawatan Perioperatif yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.
Kami mengucapkan terimaksih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
dukungan dan bimbingan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini. Dalam
pembuatan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat membangun sehingga
makalah ini menjadi lebih baik dan dapat bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta ,

September 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Appendiksitis merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing).
Kira- kira 7%

populasi akan mengalami appendiksitis pada waktu yang

bersamaan dalam hidup mereka. Pria cenderung terkena appendiksitis


dibanding wanita. Appendikitis lebih sering menyerang pada usia 10- 30
tahun (Haryono,2012).
Tindakan pengobatan terhadap apendiks dapat dilakukan dengan cara
operasi pembedahan. Pada operasi apendiks dilakukan dengan cara
apendiktomi yang merupakan suatu tindakan pembedahan membuang
apendiks yang terkena penyakit. Tindakan operasi apendiktomi merupakan
tindakan yang dilakukan untuk mencegah komplikasi, dan obstruksi pada
apendiks lebih lanjut (Riyadi,2010)
Melihat adanya resiko komplikasi dan obstruksi dari apendiks tersebut
penulis tertarik untuk membahas tentang asuhan keperawatan pada klien yang
menderita appendiksitis mulai dari pre, intra dan post operasi apendiktomi dan
dapat mengaplikasikannya dalam memberikan asuhan keperawatan
B. Tujuan
Tujuan penulisan meliputi tujuan umum dan tujuan khusus:
1. Tujuan Umum:
Meperoleh hasil laporan dari asuhan keperawatan pre, intra dan post pada
klien yang menderita apendiksitis yang dilakukan operasi apendiktomi
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep dasar teori Asuhan Keperawatan
Apendikitis dengan klien yang dilakukan Apendiktomi
b. Mampu menjelaskan persiapan pasien, alat, tim medis, dan prosedur
Apendiktomi
c. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pre, intra, dan post
apendiktomi pada klien yang dilakukan Apendiktomi

d. Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan pre, intra dan


post apendiktomi pada klien yang dilakukan Apendiktomi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Apendiksitis
1. Definisi
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira- kira 10
cm 94 inci, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Appendiks
berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum.
Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks
cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi (Riyadi,2010).
Apendiksitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Pria lebih cenderung terkena
appendiksitis dibanding wnita. Appendiksitis menyerang pada usia 10-30
tahun (Haryono,2012).
2. Etiologi
a. Inflamasi akut pada appendik dan edema
b. Ulserasi pada mukosa
c. Obstruksi pada colon oleh fecalit (feses yang keras)
d. Pemberian barium
e. Berbagai macam penyakit cacing
f. Tumor atau benda asing
g. Striktur karena fibrosis pada dinding usus
(Riyadi,2010)
3. Tanda dan Gejala
a. Nyeri tekan lepas kuadran kanan bawah
b. Demam ringan
c. Mual muntah
d. Anoreksia

e. Spasme otot abdomen, mengakibatkan tungkai sulit untuk diluruskan


f. Konstipasi atau diare
(Riyadi,2010)
4. Patofisiologi
Apendik belum diketahui fungsinya, merupakan bagian dari sekum.
Peradangan pada apendik dapat terjadi karena adanya ulserasi dinding

mukosa dinding mukosa atau obstruksi lumen (biasanya oleh fecalit/ feses
yang keras). Penyumbatan pengeluaran sekret mukus mengakibatkan
perlengketan, infeksi dan terhambatnya aliran darah.

Bila proses ini

berlangsung

apendik

terus

menerus

organ

disekitarinding

terjadi

perlengketan dan akan menjadi abses (kronik). Apabila prosess infeksi


sangat

cepat

dapat

menyebabkan

peritonitis.

Obstruksi

apendik

menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung , makin lama


mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding apendiks
oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Mukus yang
terkumpul

lalu

terinfeksi

oleh

bakteri

menjadi

nanah,

kemudian

menimbulkan gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,


peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut
appendiksitis supuratif akut. (Riyadi, 2010)

5. Pathways
Idiopati

Makan tidak teratur

Massa keras feses


Obstruksi lumen

Kerja fisik yang keras

Suplayi airan darah menurun dan


Mukosa terkikis

Perforasi
Abses
Peritonitis

Peradangan pada appendik

Distensi Abdomen

Nyeri
Menekan gaster
Appendiktomi

Pembantasan intake cairan

Peningkatan produksi
HCL

Insisi bedah

Nyeri

Mual Muntah

Resiko terjadi Infeksi

Resiko kurang volume cairan


(Riyadi,2010)

6.

Komplikasi
a. Perforasi apendiks
b. Peritonitis
c. Dehidrasi
d. Sepsis
e. Elektrolit darah tidak seimbang
f. Pneumoni
(Riyadi,2010)

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
1) Psoas Sign
2) Obturator Sign
b. Pemeriksaan Medis

1) Pemeriksaan Laboraturium
Terjadi leukositosis ringan (10.000- 20.000/ml) dengan peningkatan
jumlah netrofil
2) Pemeriksaan Radiologi
3) USG
(Riyadi,2010)
B. Apendiktomi
1. Definisi
Apendiktomi adalah suatu prosedur operasi untuk memotong dan
membuang appendiks. Sebagian besar prosedur ini dilakukan dalam kondisi
darurat untuk mengatasi radang usus buntu atau disebut apendisitis
(Muttaqin, 2009).
2. Tujuan
Mengangkat jaringan appendiks yang mengalami peradangan (Muttaqin,
2009).

3. Aktivitas Keperawatan Pada Fase Intra Operasi


Aktivitas Keperawatan yang dilakuka selama tahap intra operasi
Berdasarkan (Majid,2011) meliputi 4 hal yaitu:
a. Safety Management
Tidakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien
selama prosedur pembedahan. Tidakan yang dilakukan untuk jaminan
keamanan diantaranya
1) Pengaturan Posisi Pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan
pada

pasien

dan

memudahkan

pembedahan.

Oprasi

berbeda

membutuhkan posisi yang berbeda pula


a) Supinasi (dorsal recumbent):
Herniotomi, laparotomi, eksplorasi, appendiktomi, masektomi,
maupun rekseksi usus
b) Pronasi:
Operasi pada daerah punggung dan spinal, misal: lamninektomi
c) Trendelenbrug:
Menempatkan bagian usus diiatas abdomen, sering digunakan
untuk operasi pada daerah abdomen bawah atau pelvis
d) Litotomi:
Posisi ini mengekspose area perineal dan rektal, biasanya
digunkan untuk operasi vagina, dilatasi,kuretase, dan pembedahan
rektal seperti hemoroidektomi
e) Lateral:
Digunakan untuk operasi ginjal, dada, pinggul
2) Monitoring Fisiologi
Monitoring fisiologi yang dilakukan oleh perawat meliputi:
a) Memantau keseimbangan cairan
Penghitungan balance cairan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan cairan pasien
b) Memantau Kardiopulmonal
Pemantauan kardiopulmonal harus dilakukan continue meliputi
fungsi pernafasan, nadi, tekanan darah, saturasi oksigen, dan
pendarahan
3) Monitoring dan dukungan psikologis
a) Memberikan dukungan emosional pada paien

b) Berdiri di dekabt pasien dan memberikan sentuhan selama


prosedur induksi
c) Mengkaji status emosional pasien
d) Mengkomunikasikan status emosional pasien kepada tim medis
(jika ada perubahan)
4) Pengaturan dan koordinasi nurssing care
Tindakan yang dilkukan pasien dalam mengatur dan koordinasi asuhan
keperawatan adalah:
a) Mengelola keamnan fisik
b) Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
4. Persiapan di Kamar operasi
a. Validasi: perawat melakukan konfirmasi kebenaran identitas pasien
sebagai dasar untuk mencocokan prosedur jenis pembedahan yang akan
dilakukan
b. Kelengkapan administrasi: Status rekam medik, data- data penunjang
(hasil laboraturium, radiologi, CT Scan, dan informed consent)
c. Kelengkapan alat dan sarana
d. Transfusi darah (cek kesamaan golongan darah dan rhesus pasien
dengan donor)
(Muttaqin, 2009)
5. Persiapan Perawat
Berdasarkan (Majid,2011) adalah:
a. Operator, perawat, instrument, dan asisten operator melakukan cuci
tangan dengan air mengalir, hibiscrub dan disikat selama 3-5 menit
b. Menggunakan gown steril yang sudah disiapkan oleh circulating nurse
c. Memakai gloving (sarung tangan) dibantu perawat instrument
d. Circulating nurse membuka bungkus instrument dengan tidak
menyentuh bagian yang steril dan diterima oleh scrub nurse
e. Memasang slop meja mayo, serta diperlak dan dialasi dengan duk steril
f. Memasang mes dan kanul suction
g. Menyiapkan betadine 10% dan alcohol 70% didalam kom dibantu
h.
i.
j.
k.

circulating nurse
Setelah itu mendesinfeksi dan drapping (memasang duk steril)
Mendekatkan meja instrument/mayo
Menyambung dan memfiksasi selang suction, elektrik couter
Instrument operasi dan scrub nurse telah siap

6. Persiapan Bahan Alat Habis Pakai

Berdasarkan (Majid,2011) adalah:


a. AMHP dan AMBHP
1) Alcohol 70%
2) Mess no 20
3) Hipavix
4) Sik no 3/0
5) Plain no 0
6) Betadine 10 %
7) Sarung tangan
8) Kassa depres
9) Dermalon no 3/0
10) Botol kecil
11) NaCl
12) Sufratulle
13) SILK no 2/0
14) Chromic no 0
15) Formalin
b. AMPH Anestesi
1) Transfusi set
2) Abocath no 18
3) EKG elektroda
4) N2O
5) Spinal Needle
6) Sevorane
7) O2
8) Cairan RL
9) Cairan infus
10) Lidodex
11) Tri way
12) Spuit 3 cc, 5 cc, 10 cc
13) ET no 7
14) N2O
15) Lidocain
16) Obat pre medikasi, indikasi, dan lain- lain sesuai kebutuhan
7. Persiapan Instrument
Berdasarkan (Majid,2011) adalah:
a. Alat
1) Duk klem 5 buah
2) Pinset cirurgis 2 buah
3) Pinset anatomis 2 buah
4) Gunting jaringan 1 buah
5) Gunting benang 1 buah
6) Pean 10 buah

7) Kocher 4 buah
8) Steel deep 2 buah
9) Ovarium klem 1 buah
10) Needledoft 2 buah
11) Lagen beck 2 buah
12) Needle holder 3 buah
13) Klem ellis 1 buah
14) Bengkok 1 buah
15) Scapel mess no 4 1 buah
b. Linen Operasi
1) Baju operasi 3 buah
2) Duk steril 5 buah
3) Duk besar lubang 1 buah
4) Slup meja 1 buah
5) Perlak 1 buah
c. Ruang Operasi
Berdasarkan (Majid,2011) adalah:
1) Lampu penerangan ruangan yang cukup, dilengkapi dengan lampu
cadangan yang dapat segera menyala apabila aliran listrik terhenti
2) Suhu 20- 28 C, kelembapan >50 %
3) Titik keluar listrik (electric outlet) yang dibumikan (grounded)
4) Tempat cuci tangan dan kelengkapannya
5) Jam dinding
6) Meja operasi
7) Suction
8) Elektro cauter dan negative plat
9) Mesin anestesi
10) Tempat sampah infeksius
11) Tempat sampah medis tajam
12) Tempat instrument kotor (habis pakai)
13) Bak berisi desinfektan (salfon) untuk merendam instrument setelah
operasi
14) Ember tertutup untuk tempat linen kotor

8. Prosedur Operasi
Berdasarkan (Majid,2011) adalah:
a. Dilakukan desinfeksi didaerah yang akan dilakukan incisi

b. Desinfeksi yang pertama menggunakan kassa alcohol 70% dengan cara


mengoleskan dari titik dalam ke luar atau secara seculer dan dilakukan
berulang- ulang
c. Kemudian desinfeksi menggunakan betadin 10% dengan cara seperti
pada huruf b
d. Dilakukan drapping pada daerah pubis sampai menutupi daerah
ekstermitas bawah
e. Drapping kedua dari abdomen atas sampai menutup bagian ekstermitas
atas
f. Drapping ketiga pada daerah abdomen bagian samping kanan, dan
bagian sudut dipasang duk klem
g. Drapping keempat pada daerah abdomen bagian samping kiri dan
bagian sudutnya dipasang duk klem
h. Drapping terakhir yaitu menggunakan duk lubang besar yang menutupi
seluruh tubuh pasien kecuali bagian yang akan dioperasi
i. Sebelum melakukan operasi operator memimpin berdoa
j. Operasi dimulai dengan incisi melalui titik Mc. Burney searah garis
layer 4-5 cm
k. Mengatasi pendarahan dengan cara diklem menggunakan pean dan
dicauter
l. Incisi diperdalam lapis demi lapis sampai fasia
m. Setelah sampai fasia incisi diperdalam sampai otot dan peritonium
n. Sampai peritonium lalu dibuka dengan menggunakan gunting jaringan,
dan ambil steel depper cari appendik
o. Bila operasi apendikdi retro cecal, terlebih dahulu dibebaskan
menggunakan klem dan digunting selanjutnya dijahit ikat dengan silk
2/0
p. Setelah apendik terbebas dilakukan tindakan apendiktomi
q. Dilakukan kontrol pendarahan dengan steel depper. Steel depper yang
dipakai dalam abdomen yang berhubungan dengan usus dipakai kassa
yang dibasahi NaCl
r. Sebelumnya keempat sisi peritonium dipegang

dengan koher,

dilanjutkan control pendarahan setelah dinyatakan pendarahan tidak ada


peritonium dijahit dengan chromic O, dilanjutkan otot dan fasia
s. Sebelum menjahit sub kutis dilakukan desinfeksi dengan kassa betadin
t. Menjahit sub kutis menggunakan plain no 0

u. Jahitan kulit terakhir menggunakan benang dermalon/sik no 3/0


v. Luka incisi dan sekitarnya dibersihkan dengan kassa NaCl dengan luka
diberi betadin lalu dikeringkan dengan kassa
w. Luka incisi diberi sufratulle, ditutup dengan kassa kering lalu diplester
dengan menggunakan hipavix, operasi selesai, pasien dirapikan kembali
9. Komplikasi Intra Operasi
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu- waktu selama tindakan
pembedahan. Komplikasi yang paling sering muncul berdasar (Majid,2011)
adalah:
a. Hipotensi
Hipotensi yang terjadi selama pendarahan biasanya dilakukan dengan
pemberian obat- obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi
diinginkan untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan tujuan
menurunkan

jumlah

pendarahan

pada

bagian

yang

dioperasi.

Kewaspadaan perawat untuk memantau kondisi fisiologis pasien,


terudama fungsi kardiovaskuler agar hipotensi yang tidak diinginkan
tidak muncul atau jka hipotensi yang bersifat malhipotensi bisa segera
ditangani.
b. Hipotermi
Hipotermi adalah kondisi tubuh dibawah 36,6 C (normal: 36,6- 37,5 C).
Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja terjadi akibat suhu rendah
diruang operasi (25- 26 C, infus denga cairan yang dingin, inhalasi gassgas dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot menurun,
usia lanjut, atau obat- obatan yang digunakan. Untuk menghindari
hipotermi tidak dinginkan adalah dengan mengatur suhu ruangan operasi
25- 26 C, cairan intervena dan irigrasi dibuat pada suhu 37 C., gaun dan
selimut operasi pasien yang basah harus segera diganti, penggunaan topi
operasi untuk mencegah hipotermi. Pencegahan ini dilakukan dari periode
intar operasi hingga pasca operasi.
c. Hipertermi malignan

Hipertermi malignan merupakan ganguan otot yang disebabkan agen


anastestik. Ketika diinduksi agen anastetik kalsium didalam sarkoplasma
akan dilepas ke membran luar yang menyebabkan terjadinya kontraksi.
Secara normal, tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk
mengembalikan kalsium didalam kantong sarkoplasma. Sehingga otototot akan kembali relaksasi. Namun pada pasien hipertermi malignan,
mekanisme ini tidak terjadi sehingga otot terus berkontraksi dan tubuh
mengalami hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi kerusakan pada
sistem saraf pusat
Untuk menghindari mka diberikan oksigen 100%, natrium dantrolen,
natrium bikarbonat, dan agen relaksan otot dan lakukan monitoring tandatanda vital, EKG, elektrolit, analisa gas darah
10. Data Fokus
a. Dilakukan pembedahan incisi 4-5 cm diabdomen sebelah kanan bawah
b. Dipasang selang drainase diabdomen sebelah kanan bawah

11. Evaluasi
a. Tim operasi tetap menjaga kesterilan dan keamanan pasien
b. Selama operasi catat:
1) Oksigenasi
2) Jumlah urin
3) Pendarahan

C. Konsep Asuhan Keperawatan


Proses Keperawatan adalah metode Asuhan Keperawatan yang ilmiah,
sistematis, dinamis dan terus-menerus serta berkesinambungan dalam rangka
pemecahan masalah kesehatan pasien dimulai dari Pengkajian (Pengumpulan
Data, Analisis Data dan Penentuan Masalah) Diagnosis Keperawatan,
Pelaksanaan dan Penilaian Tindakan Keperawatan (evaluasi).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis
untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang

di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan.
Tahap ini mencakup tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, analisis data dan
penentuan masalah kesehatan serta keperawatan.
a. Pengumpulan Data atau Identitas atau biodata
1) Identitas klien, mencakup nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, nomor medik, status, diagnosa medis, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan alamat.
2) Identitas penanggung jawab, meliputi nama, umur, pekerjaan, agama,
hubungan dengan klien dan alamat.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan keluhan pasien yang bersifat subyektif pada saat
dikaji. Biasanya keluhan utama yang dirasakan klien adalah nyeri daerah luka
amputasi, alasan masuk perawatan mengambarkan tentang hal-hal yang
menjadikan pasien di bawa ke rumah sakit dan dirawat.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini dengan menggunakan IPPA, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi. Teknik-teknik ini digunakan sebagai bingkai kerja yang
menfokuskan

pada

indera

penglihatan,

pendengaran,

sentuhan

dan

penciuman.Pemeriksaan fisik meliputi:


a. Keadaan umum:Kaji tingkat kesadaran GCS kehilangan sensasi, susunan
saraf dikaji Nevrus I-XII gangguan penlihatan, gangguan ingatan Mengkaji
tanda-tanda vital.
b. Kesadaran: Bisa composmentis sampai mengalami penurunan kesadaran
kehilangan sensasi, susunan saraf dikaji I-XII gangguan penglihatan,
gangguan ingatan, tonus otot menurun dan kehilangan reflek tonus, BB
biasanya mengalami penurunan, tanda-tanda vital biasanya melebihi batas
normal.
c. Vital sign: untuk mengetahui tanda-tanda vital mislanya suhu,tekanan
darah,nadi,pernapasan.dan sebagainya.
4. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga,
atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan

yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan


intervensi yang menjadi tanggung gugat perawat.
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada tahap intra operasi berdasar
(Majid,2011):
a. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
b. Resiko cidera berhubungan dengan kondisi lingkungan eksternal misal
struktur lingkungan, pemajanan peralatan, instrumentasi dan penggunaan
obat- obat anastesi.
5. Intervensi Keperawatan
Semua rencana tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
beralih dari status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam
hasil yang di harapkan.
Menurut (Majid,2011)
a. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
1) Gunakan pakaian khusus ruang operasi
2) Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3) Pertahankan prinsip asptik dan antiseptik
4) Monitor TTV
5) Buang sisa/bekas kassa yang terkontaminasi pada tempat tertentu
didalam ruang operasi
b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan faktor resiko perdarahan
aktif
1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2) Monitor status hidarasi (kelembaban membran mukosa nadi adekuat
3)
4)
5)
6)

tekanan darah ortostatik)


Monitor TTV
Berikan cairan IV sesuai suhu ruangan
Atur kemungkinan tranfusi
Inspeksi kondisi luka

Menurut (M. Clevo dan Margaret, 2012)


c. Resiko cidera berhubungan dengan kondisi lingkungan eksternal misal
struktur lingkungan, pemajanan peralatan, instrumentasi dan penggunaan
obat- obat anastesi.
1) Lepaskan perhiasan pada praoperasi
2) Periksa identitas klien, pastikan secara verbal nama, dan nama dokter.
3) Hitung jumlah instrumen yang digunakan
4) Amankan pasien dimaja operasi dengan sabuk pengaman pada paha
sesuai indikasi

5) Pantau keadaan fisiologis pasien selama pembedahan

BAB III
PROSES KEPERAWATAN
Klien Tn. A dengan diagnosa medis appendiksitis datang di ruang operasi untuk
melakukan operasi appendiktomi pada 19 September 2016. Klien terpasang infus
RL 20 tpm ditangan kiri, terpasaang oksigenasi nasal kanul 3 litter/menit dan
diarea genetalia terpasang cateter. Pemeriksaan fisik diperoleh hasil TD: 110/80
mmHg, RR: 23x/ Menit, N: 100x/ Menit, S: 36,4 C, GCS: 3, muka nampak pucat
membran mukosa kering, Ketika klien dioperasi banyaknya perdarahan pada
kassa 400 cc dan luka insisi pada abdomen bawah sepanjang 6 cm. Pada rekam
medis klien sudah dilengkapi surat persetujuan operasi dan anastesi dari keluarga
klien, laporan hasil pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah, dan USG,
premedikasi ceftriaxone 1x 1 gr,ranitidine 2x 50 mg, infus RL 20 tpm,
Pemeriksaan Darah (14 September 2016)
PEMERIKSAAN
Hemoglobin
LED
Leukosit
Hitungan Jenis
Eosinofil
Basofil
Segment Neutrofil
Limfosit
Monosit
Hematokrit
Eritrosit
RDW
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
MPV
PDW

HASIL
9,8
30
12.000

SATUAN
g/ dL
mm/jam
ul

NILAI RUJUKAN
11,7- 15,5
< 20
5000- 10.000

0,4
0,2
63,7
25,7
10,0
30,5
4,33
12,4
70,4
22,6
32,0
399,000
9,9
10,3

%
%
%
%
%
%
Juta/ mmk
%
fL
Pg
g/dL
Ribu/mmk
fL
fL

2- 4
01
50- 70
18- 42
2- 8
35,0- 49,0
4,20- 5,40
11,5- 14,5
80,0- 94,0
26,0- 32,0
32,0- 36,0
150- 450
7,2- 11,1
9,0- 13,0

Pemeriksaan USG (15 September 2016)

Uterus: ukuran normal, posisi anteversi. Tampak endometrial line menebal.


Mc.Burney: Tidak tampak struktur tubuler blunt end yang mengesankan
appendixedematous, tidak tampak fat stranding/dilatasi caecum, nyeri tekan
probe (+) diR.Mc.Burney dan suprapubic.Tampak lesi heterogen batas tidak
tegas disertai struktur menyerupai GS didextro-craniolateral uterus diameter +1,2
cm. Dengan color Doppler tidak jelas gambaran ring of fire. Tampak echo airan
bebas di fossa hepatorenal,splenorenal, perivesical dan cavum douglass

A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Identitas Diri Klien
a. Nama
: Tn.A
b. Usia
: 22 th
c. Jenis kelamin
: Laki- laki
d. Alamat
: Siluk I, Selopamioro, Imogiri, Bantul
e. Suku Bangsa
: Jawa
f. Status Pernikahan
: Belum Menikah
g. Agama
: Islam
h. Pendidikan
: S1
i. Pekerjaan
: Mahasiswa
j. Diagnosa Medik
: Apendiksitis
k. Tanggal masuk

: 14 September 2016

l. Tanggal Pengkajian

: 19 September 2016

2. Penanggung jawab
a. Nama
b. Usia
c. Jenis kelamin
d. Pekerjaan
e. Hubungan dengan klien
3. Tanda- tanda Vital
a. Tekanan Darah
b. Respirasi
c. Nadi
d. Suhu

: Ny S
: 50 th
: Perempuan
:: Ibu

: 120/80 mmHg
: 23x/ Menit
: 110x/ Menit
: 36,5 C

4. Status Keadaan Umum


a. Keadaan
: Tidak Sadar
b. Kesadaran
: Apatis
c. GCS
:3
E :1
M :1
V :1
5. Status Nutrisi
a. Berat Badan
: 69 kg
b. Tinggi Badan
: 176 cm

c. IMT

: BB(kg)/ TB(m)

= 69kg/ (1,76)m
= 69 kg/ 3,0976= 22,27 (Normal)

6. Pengobatan Premedikasi
a. Ceftriaxone (Antibiotik)
Dosis: 1x 1 gr
b. Ranitidine (Obat Sakit Perut)
Dosis: 2x 50 mg
c. Infus RL 20 tpm terpasang ditangan kiri sejak tanggal 14 September 2016
7. Hasil Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah (14 September 2016)
PEMERIKSAAN
Hemoglobin
LED
Leukosit
Hitungan Jenis
Eosinofil
Basofil
Segment Neutrofil
Limfosit
Monosit
Hematokrit
Eritrosit
RDW
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
MPV
PDW

HASIL
9,8
30
12.000

SATUAN
g/ dL
mm/jam
ul

NILAI RUJUKAN
11,7- 15,5
< 20
5000- 10.000

0,4
0,2
63,7
25,7
10,0
30,5
4,33
12,4
70,4
22,6
32,0
399,000
9,9
10,3

%
%
%
%
%
%
Juta/ mmk
%
fL
Pg
g/dL
Ribu/mmk
fL
fL

2- 4
01
50- 70
18- 42
2- 8
35,0- 49,0
4,20- 5,40
11,5- 14,5
80,0- 94,0
26,0- 32,0
32,0- 36,0
150- 450
7,2- 11,1
9,0- 13,0

b. Pemeriksaan USG (15 September 2016)


Uterus: ukuran normal, posisi anteversi. Tampak endometrial line
menebal. Mc.Burney: Tidak tampak struktur tubuler blunt end yang
mengesankan appendixedematous, tidak tampak fat stranding/dilatasi
caecum, nyeri tekan probe (+) diR.Mc.Burney dan suprapubic.Tampak
lesi heterogen batas tidak tegas disertai struktur menyerupai GS didextrocraniolateral uterus diameter +1,2 cm. Dengan color Doppler tidak jelas

gambaran

ring

of

fire.

Tampak

echo

airan

bebas

di

fossa

hepatorenal,splenorenal, perivesical dan cavum douglass


8. Planning
a. Tanggal dilakukan anestesi: 19 September 2016
b. Jenis anastesi:
General Anestesi
c. Jenis pembedahan: Appendiktomi
d. Lama operasi: 11.30- 12.15
e. Lama anastesi:10.00- 11.30
f. Medikasi anestesi General
1) Midazolam : 3 mg (IV)
2) Fentanyl
: 100 mcg (IV)
3) Propofol
: 150 mg (IV)
4) Rocuronium ; 30 mg (IV)
g. Terpasang oksigen nasal kanul 3 litter/menit
h. Terpasang Cateter
i. Terpasang infus RL di tangan kiri
9. Diagnosa Keperawatan
Intra Operasi:
a. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif : operasi appdiks.
b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan faktor resiko
perdarahan aktif
c. Resiko cedera berhubungan dengan pemajanan peralatan dan instrument,
penggunaan obat

10. Analisa Data


No
a. DS : -

Data

Problem
Resiko Infeksi.

DO :

Tindakan

Etiologi
invasif :

operasi

appendiktomi

Terdapat

instrument

bedah

dekat dangan klien


Posisi klien yang terlentang
dengan kepala di hiperekstensi
saat di operasi
Penggunaan obat anastesi

b.

Resiko deficit volume cairan


Ds: Do:
Tampak terlihat
pembedahan appdiks
Wajah tampak pucat.

Faktor resiko perdarahan aktif.

Membran mukosa : kering


Jumlah perdarahan : 400
mL dikasa dan suction
N : 100 x/menit
TD: 110/80 mmhg
S: 36,4 C
RR: 23x/ menit
c. Ds : -

Resiko cedera

Do :

Proses pembedahan: instrument


bedah, obat anastesi

Tampak

terlihat

pembedahan appendik
Terdapat luka sayatan 6
cm

TD: 110/90 mmhg


N : 90 x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36,5 C

11. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO
a.

DIAGNOSA
Resiko

infeksi

NOC

NIC

berhubungan

dengan tindakan invasif : operasi

Setelah dilakukan tindakan Management Resiko Infeksi


keperawatan selama 1 x 45

app.

menit diharapkan klien tidak


mengalami

resiko

untuk cuci tangan

infeksi

dengan kriteria hasil : Klien

Gunakan sabun anti mikrobia

bebas dari tanda dan gejala

Cuci tangan setiap sebelum


dan

infeksi

sesudah

tindakan

keperawatan

Vital sign dalam batas

normal
TD : 120/80 mmHg

Gunakan baju, sarung tangan


sebagai alat pelindung

Pertahankan
aseptik

RR : 15-20 x/menit.

lingkungan
selama

proses

pembedahan
N : 80-100 x/menit

Berikan terapi antibiotik bila


perlu

S : 36,5 C -37C

Monitor

tanda

dan

gejala

infeksi

Ispeksi kondisi luka / insisi


bedah

b.

Resiko

defisit

volume

cairan

berhubungan dengan faktor resiko


perdarahan aktif.

Monitor tanda-tanda vital.

Setelah dilakukan tindakan Fliud Management


keperawatan selama 1 x 45
menit diharapkan klien tidak

Monitor status hidrasi

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Proses keperawatan
Setelah dilakukan studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan selama
2 jam mulai pada tanggal 19 September 2016 didapatkan hasil pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas dan perencanaan
pelaksanaan.
Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai asuhan keperawatan yang
diberikan kepada Tn.A dengan Appendicitis Intra Operasi Appendiktomi di ruang
operasi RS X Yogyakarta. Dimana asuhan keperawatan tersebut terdapat
persamaan dan perbedaan, ini disebabkan karena sifat manusia yang unik. Yang
mempunyai bio, psiko, sosial, dan spiritual yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya.
Berikut ini akan diuraikan asuhan keperawatan pada pasien Intra Operasi
Apendiktomi sesuai dengan tiap fase proses keperawatan yang meliputi :
pengkajian, diagnnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
keperawatan.
1. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 19 September 2016 pada Tn. A ada
beberapa persamaan dan kesenjangan antara data yang ada diteori dengan
kasus
a. Data yang ada di teori dan ada dikasus
Dari tanda dan gejala menurut (Riyadi,2010) yaitu pasien dengan
appendiksitis ditemukan tanda nyeri tekan lepas kuadran kanan bawah
pada abdomen kanan, hal ini juga ditemukan dalam periksaan penunjang
USG pada kasus: tampak endometrial line menebal. Mc.Burney: Tidak
tampak

struktur

tubuler

blunt

end

yang

mengesankan

appendixedematous, tidak tampak fat stranding/dilatasi caecum, nyeri


tekan probe (+) diR.Mc.Burney dan suprapubic
b. Data yang ada di teori tetapi tidak ada di kasus

Menurut (Majid,2011) ada 3 komplikasi yang dapat muncul pada fase


intra operasi:
1) Hipotensi
2) Hipotermi
3) Hipertermi Malignan
a. Hipotensi
Hipotensi yang terjadi selama pendarahan biasanya dilakukan
dengan pemberian obat- obatan tertentu (hipotensi di induksi).
Hipotensi diinginkan untuk menurunkan tekanan darah pasien
dengan tujuan menurunkan jumlah pendarahan pada bagian yang
dioperasi. Kewaspadaan perawat untuk memantau kondisi
fisiologis pasien, terudama fungsi kardiovaskuler agar hipotensi
yang tidak diinginkan tidak muncul atau jka hipotensi yang
bersifat malhipotensi bisa segera ditangan (Majid,2011).
Hipotensi tidak muncul pada kasus, dibuktikan dari data
pemeriksaan fisik ketika intra operasi pada tanggal 2016 tekanan
darah pasien: 120/80 mmHg, 110/80 mmhg, 110/90 mmhg hal ini
dikarenakan pada pasien tidak diberikan obat untuk menurunkan
tekanan darah
b. Hipotermi
Hipotermi adalah kondisi tubuh dibawah 36,6 C (normal: 36,637,5 C). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja terjadi
akibat suhu rendah diruang operasi (25- 26 C, infus denga cairan
yang dingin, inhalasi gass- gas dingin, kavitas atau luka terbuka
pada tubuh, aktivitas otot menurun, usia lanjut, atau obat- obatan
yang digunakan. Untuk menghindari hipotermi tidak dinginkan
adalah dengan mengatur suhu ruangan operasi 25- 26 C, cairan
intervena dan irigrasi dibuat pada suhu 37 C., gaun dan selimut
operasi pasien yang basah harus segera diganti, penggunaan topi
operasi untuk mencegah hipotermi. Pencegahan ini dilakukan dari
periode intar operasi hingga pasca operasi (Majid,2011)

Hipotermi tidak muncul pada kasus, dibuktikan dari data


pemeriksaan fisik ketika intra operasi pada tanggal 19 September
2016 suhu pasien: 36,5 C, 36,4 C dan 36,5 C
c. Hipertermi
Hipertermi malignan merupakan ganguan otot yang disebabkan
agen anastestik. Ketika diinduksi agen anastetik kalsium didalam
sarkoplasma akan dilepas ke membran luar yang menyebabkan
terjadinya kontraksi. Secara normal, tubuh akan melakukan
mekanisme pemompaan untuk mengembalikan kalsium didalam
kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi.
Namun pada pasien hipertermi malignan, mekanisme ini tidak
terjadi sehingga otot terus berkontraksi dan tubuh mengalami
hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi kerusakan pada sistem
saraf pusat
Untuk menghindari maka diberikan oksigen 100%, natrium
dantrolen, natrium bikarbonat, dan agen relaksan otot dan lakukan
monitoring tanda- tanda vital, EKG, elektrolit, analisa gas darah
(Majid,2011).
Hipertermi tidak muncul pada kasus, dibuktikan dari data
pemeriksaan fisik ketika intra operasi pada tanggal 19 September
2016 suhu pasien: 36,5 C, 36,4 C dan 36,5 C hal ini dikarenakan
pada saat pasien dioperasi diberikan oksigenasi nasal kanul 3
liter/menit
c. Data yang tidak ada diteori tetapi ada dikasus
Tidak ada
2. Diagnosa
a. Diagnosa yang ada di teori dan ada di kasus
Menurut (Majid,2011) ada diagnosa keperawatan yang dapat muncul
pada fase intra operasi:
1) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif : operasi
appendik

2) Resiko cidera berhubungan dengan pemajanan peralatandan


instrumen, penggunaan obat anastesi
a) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif :
operasi appendik
Resiko infeksi merupakan suatu keadaan dimana terdapat
resikko terjadinya infeksi karena virus, jamur, bakteri,
protozoa, atau parasit lain, sumber eksternal,sumber eksogen
dan endogen (NANDA,2015).
Faktor resiko :
Prosedur inasif
Penurunan hemoglobin
Gangguan integritaas kulit
Gangguan peristaltik
Diagnosa resiko infeksi mucul pada kasus sesuai dengan
teori diagnosa keperawatan berdasarkan (Majid,2011), hal
ini dibuktikan dengan pemeriksaan darah dimana leukosit
dalam rentan 12.000 ul dimana nilainya diatas dari nilai
rujukan pada pemeriksaan darah 5.000- 10.000 ul dari hasil
tersebut dapat memberi rsiko lebih terpajan oleh infeksi
yang didapat dari tindakkan prosedur infeksi
b.

Resiko

cidera

berhubungan

dengan

pemajanan

peralatandan instrumen, penggunaan obat anastesi


Resiko cidera adalah suatu koondisi individu yang beresiko
untuk mengalami cidera sebagai akibat dari kondisi
lingkunngan yang berhubungan dengan sumber-sumber
adaptif dan pertahanan (NANDA,2015).
Faktor resiko :
Gangguan sensori atau persepsi akibat anastesia
Mobilitas
Disorientasi
Diagnosa resiko cidera mucul pada kasus sesuai dengan
teori diagnosa keperawatan berdasarkan (Majid,2011), hal
ini dibuktikan dari pemberian obat anastesi general
Midazola : 3 mg (IV), Fentanyl : 100 mcg (IV), Propofol :

150 mg (IV), Rocuronium : 30 mg (IV) yang diberikan pada


pasien pada saat operasi yang membuat pasien tidak sadar,
dan penggunaan alat- alat bedah yang digunkan oleh tim
medis

b. Diagnosa yang ada diteori tetapi tidak ada di kasus


Tidak ada
c. Diagnosa yang tidak ada di teori tetapi ada di kasus
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan faktor resiko
perdarahan aktif
Resiko perdarahan merupakan rentan mengalami penuuruan volume
darah yang dapat mengganggu kesehatan (NANDA,2015).
Faktor resiko:
Resiko kehilangan volume cairann aktif
Trauma.
Diagnosa resiko defisit volume cairan mucul pada kasus tetapi pada
teori diagnosa keperawtaan berdasarkan mucul pada kasus sesuai
dengan teori diagnosa keperawatan berdasarkan (Majid,2011), hal ini
dibuktikan dari pemeriksaan darah nilai hemoglobin pada pasien 9,8
g/dL dimana hasil ini lebih rendah dari nilai rujukan 11,7- 15,5 g/dL,
jumlah pendarahan pada kassa saat dilakukan operasi sebesar 400 cc.
Dari data yang didapat tersebut memunculkan resiko yang lebih besar
pasien mengalami pendarahan pada saat menjalani operasi
3. Intervensi
a. Intervensi yang ada di teori dan ada dikasus
Berdasarkan teori (Majid,2011)
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif : operasi
appendik
a) Gunakan pakaian khusus ruang operasi
b) Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan
c) Pertahankan prinsip asptik dan antiseptik
d) Monitor TTV
e) Buang sisa/bekas kassa yang terkontaminasi pada tempat
tertentu didalam ruang operasi

Berdasarkan teori (M. Clevo dan Margaret, 2012)


3) Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan faktor resiko
perdarahan aktif
a) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

b) Monitor status hidarasi (kelembaban membran mukosa nadi


adekuat tekanan darah ortostatik)
c) Monitor TTV
d) Berikan cairan IV sesuai suhu ruangan
e) Atur kemungkinan tranfusi
f) Inspeksi kondisi luka
b. Intervensi yang ada diteori tetapi tidak ada di kasus
Tidak ada
c. Intervensi yang tidak ada di teori tetapi ada dikasus
Tidak ada

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan membuang apendiks yang
terkena penyakit. Tindakan operasi apendiktomi merupakan tindakan yang
dilakukan untuk mencegah komplikasi, dan obstruksi pada apendiks lebih lanjut.
Tindakan pengobatan terhadap apendiks dapat dilakukan dengan cara operasi
pembedahan. Pada operasi apendiks dilakukan dengan cara apendiktomi yang
merupakan suatu tindakan pembedahan membuang apendiks yang terkena
penyakit.
Dari asuhan keperawatan intra operasi yang dilakukan kepada Tn. A pada
tanggal 19 September 2016, penyusun dapat mengambil berbagai hal mengenai
diagnosa, dan tindakan keperawatan yang sering muncul pada fase intra operasi
sehingga dapat mejadikan sebagi pedoman dalam asuhan keperawatan intra
operasi
B. Saran
Makalah ini semoga berguna bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa
diharapkan

dapat

memahami

konsep

dasar

penyakit

apendiksitis

dan

penatalaksanaannya yang dapat berguna untuk orang disekitar kita. Namun,


manusia tidak ada yang sempurna

oleh karena itu, kritik dan saran sangat

diperlukan guna memperbaiki makalah ini. Bagi masyarakat diharapkan dapat


memanfaatkan makalah ini untuk menambah pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA
Haryono, Rudi. 2012.Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta:
Gosyen Publising
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification, 20152017. 10nd ed. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC
Majid, Abdul, Judha, Mohamad, dan Istianah, Umi. 2011. Keperawatan Perioperatif.
Yogyakarta: Gosyen Publising
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif:Konsep, Proses, Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika
Rendi, M. Clevo dan TH, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Jakarta: Salemba Medika

You might also like