Professional Documents
Culture Documents
Untuk Penyuluh
Calon Penyuluh yang masih kuliah di STPP Malang
Senin, 18 November 2013
Latar Belakang
Tanaman padi adalah tanaman pangan yang digunakan sebagai bahan makanan
utama hampir 90 persen penduduk Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa beras
merupakan bahan makanan pokok utama dan sangat dominan di Indonesia yang
memiliki kedudukan sangat penting dan telah menjadi komoditas strategis.
Jumlah penduduk Indonesia pada saat ini yang mencapai lebih dari 220 juta
orang dengan tingkat konsumsi beras 135 kg per kapita per tahun, maka ketersediaan
beras memegang peranan penting bagi ketahanan pangan. Dalam penyediaan beras,
Indonesia masih menghadapi beberapa kendala yang berkaitan dengan terbatasnya
kapasitas produksi nasional yang disebabkan oleh: konversi lahan pertanian ke non
pertanian, menurunnya kualitas dan kesuburan tanah, terbatas dan tidak pastinya
ketersediaan air irigasi akibat perubahan iklim dan persaingan pemanfaatan sumber
daya air, serta tidak pastinya pola hujan akibat perubahan iklim global.
Untuk memenuhi kebutuhan beras Nasional salah satu cara pemerintah adalah
melakukan impor. Oleh karena itu berbagai upaya memenuhi kebutuhan beras dari
produksi padi dalam negeri dan menekan serta menghilangkan impor beras adalah
melalui ekstensifikasi dan intensifikasi lahan tanaman padi dengan penerapan inovasi
teknologi budidaya padi.
Inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produksi padi salah satunya
dengan pendekatan teknologi System of Rice Intensification (SRI). SRI merupakan
suatu teknik budidaya padi dengan memanfaatkan teknik pengelolaan tanaman, tanah,
air dan unsur hara.
Melalui teknologi SRI diharapkan mampu meningkatkan produktivitas tanaman
padi 50 persen bahkan mampu mencapai 100 persen. Selain itu, teknik budidaya padi
SRI merupakan sistem pertanian yang ramah lingkungan karena mengutamakan
penggunaan bahan organik sehingga mampu mendukung terhadap pemulihan kondisi
lahan yang cenderung mengalami penurunan fungsi lahan.
Setelah mempelajari Teknologi Budidaya Padi SRI ini Mahasiswa diharapkan
dapat:
1. Memahami Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI;
2. Memahami Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI;
SRI, kependekan dari System of Rice Intensification adalah salah satu inovasi
metode budidaya padi yang diperkenalkan pada tahun 1983 di Madagaskar oleh pastor
sekaligus agrikulturis asal Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang telah bertugas di
Madagaskar sejak 1961. Hasil metode SRI sangat memuaskan dimana pada beberapa
tanah tidak subur dengan produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI
memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 15
ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan
B.
1.
2.
3.
panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani.
Rumusan Masalah
Dalam hal ini penulis akan mencoba untuk membahas tentang Teknologi
Budidaya Padi dengan Metode SRI yaitu sebagai berikut :
Bagaimana Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI?
Bagaimana Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI?
Bagaimana Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode SRI?
C.
Tujuan Penelitian
Pada dasarnya bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang tentunya
mempunyai tujuan yang ingin dicapai, begitupun dengan penulisan Paper ilmiah ini.
Untuk lebih jelasnya, penulisan makalah ini mempunyai tujuan yang ingin
dicapainya, tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Penulis ingin mengetahui, bagaimanakah Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI ?
2. Penulis ingin mengetahui, Bagimanakah Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI?
3. Penulis ingin mengetahui, Bagaimanakah Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode
SRI
D. Manfaat
BAB II
PRINSIP, TEKNIK DAN KEUNGGULAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI
DENGAN METODE SRI (System of Rice Intensification)
bahkan lebih. (6) Ramah lingkungan, secara bertahap penggunaan pupuk kimia akan
dikurangi dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang
dan MOL), begitu juga penggunaan pestisida.
B. Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI
1. Penyiapan dan Pengolahan Lahan
Proses awal pengolahan lahan adalah dengan dibajak untuk membalikkan tanah
dan memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan juga menghancurkan gulma
setelah sebelumnya lahan digenangi air selama beberapa hari agar tanahnya menjadi
lunak. Setelah pembajakan pertama lahan sawah dibiarkan tergenang beberapa hari
dan kemudian dilakukan pembajakan kedua. Kedalaman dari pelumpuran lahan turut
menentukan pertumbuhan tanaman dan sebaiknya kedalaman pelumpuran tersebut
setidaknya mencapai 30 cm. Selain itu juga dilakukan perbaikan pematang sawah agar
lahan sawah tidak bocor dan tidak ditumbuhi tanaman liar dan untuk menghindari tikus
bersarang di pematang sawah.
Pupuk organik (kompos/kandang) sebagai pupuk dasar dapat ditebarkan
sebelum
pekerjaan
penggaruan
sehingga
pada
saat
digaru
pupuk
organik
(kompos/kandang) dapat bercampur dengan tanah sawah atau juga dapat ditebar
setelah proses pembajakan, sehingga pupuk organik (kompos/kandang) dapat
tercampur dengan tanah sawah secara merata dan tidak terbuang terbawa aliran air.
Penggaruan selain untuk makin memperhalus butiran tanah sehingga menjadi lumpur
juga sekaligus bertujuan untuk meratakan lahan.
Jumlah penggunaan pupuk organik sebagai pupuk dasar yang ideal adalah
sebanyak 1 kg untuk setiap 1 m2 luas lahan atau sebanyak 10 ton per hektar. Hal ini
berkaitan bahwa kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem
konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman.
Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik dapat berkurang
disesuaikan dengan kebutuhan.
Perataan lahan merupakan proses yang sangat penting karena lahan harus
benar-benar rata dan datar sehingga akan memudahkan dalam pengaturan air nantinya
sesuai dengan keperluan. Selanjutnya area penanaman padi parit keliling dan
melintang petak atau dibuat dalam baris-baris atau petakan yang dipisahkan dengan
jalur pengairan/parit dengan lebar petakan sekitar 2 m untuk memudahkan dan
meratakan rembesan air ke seluruh area tanaman padi dan membuang kelebihan air.
Dapat juga letak dan jumlah parit pembuang disesuaikan dengan bentuk dan ukuran
petak, serta dimensi saluran irigasi.
2. Persiapan Benih
Untuk mendapatkan benih yang bermutu baik atau bernas, harus terlebih dahulu
diadakan pengujian benih. Pengujian benih dilakukan dengan cara penyeleksian
menggunakan larutan air garam dengan langkah sebagai berikut:
1). Masukkan air bersih ke dalam ember/panci, kemudian berikan garam dan aduk
sampai larut.
2). Masukkan telur ayam/itik/bebek yang mentah ke dalam larutan garam ini. Jika telur
belum mengapung maka perlu penambahan garam kembali. Pemberian garam
dianggap cukup apabila posisi telur mengapung pada permukaan larutan garam karena
berat jenisnya menjadi lebih rendah daripada air garam.
3). Masukkan benih padi yang akan diuji ke dalam ember/panci yang berisi larutan
garam. Aduk benih padi selama kira-kira satu menit.
4). Pisahkan benih yang mengambang dengan yang tenggelam. Benih yang tenggelam
adalah benih yang bermutu baik atau bernas.
5). Benih yang baik atau bernas ini, kemudian dicuci dengan air biasa sampai bersih.
Dengan indikasi bila digigit, benih sudah tidak terasa garam.
Benih yang telah diuji tersebut, kemudian direndam dengan menggunakan air
biasa. Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan sekam gabah sehingga dapat
mempercepat benih untuk berkecambah. Perendaman dilakukan selama 24 sampai 48
jam.
Benih yang telah direndam kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam karung
yang berpori-pori atau wadah tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk
ke dalam benih padi, dan kemudian disimpan di tempatyang lembab. Penganginan
dilakukan selama 24 jam.
3. Persemaian Benih
Persemaian dengan metode SRI dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
persemaian pada lahan dan persemaian dengan media tempat. Persemaian pada lahan
adalah persemaian yang langsung dilakukan di lahan pertanian, seperti pada sistem
konvensional. Sedangkan persemaian dengan media tempat yaitu persemaian yang
4. Penanaman
Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan penyaplakan dengan memakai
caplak agar jarak tanam pada areal persawahan menjadi lurus dan rapi sehingga
mudah untuk disiang. Caplak berfungsi sebagai penggaris dengan jarak tertentu.
Variasi jarak tanam diantaranya: jarak tanam 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 35 x 35 cm, atau
jarak tertentu lainnya. Penyaplakan dilakukan seeara memanjang dan melebar dimana
setiap pertemuan garis dari hasil penggarisan dengan caplak adalah tempat untuk
penanaman 1 bibit padi.
Bibit ditanam pada umur muda yaitu berumur 7 12 hari setelah semai (hss)
atau ketika bibit masih berdaun 2 helai. Pengambilan bibit pada persemaian di lahan
sawah dilakukan dengan hati-hati dengan cara diambil dengan media tanam (tanah)
dengan ketebalan sekitar 10 cm. Pengambilan bibit pada persemaian tidak dianjurkan
dengan cara dicabut/ditarik kemudian diikat dan ditumpuk. Kemudian kumpulan bibit
tersebut ditempatkan dalam suatu wadah seperti pelepah pisang, potongan bambu atau
lainnya untuk memudahkan memindahkan ke tempat penanaman. Pemindahan dan
penanaman harus dilakukan secepat mungkin dalam waktu kurang dari 30 menit untuk
menghindari trauma dan shok. Sedangkan bibit yang ditanam menggunakan wadah
akan lebih mudah membawanya ke tempat penanaman.
Bibit padi ditanam tunggal atau satu bibit perlubang. Penanaman harus dangkal
dengan kedalaman 1 1,5 cm serta bentuk perakaran saat penanaman horizontal
seperti huruf L dengan kondisi tanah sawah saat penanaman tidak tergenang air.
5. Penyiangan
Penyiangan (gosrok/matun) dilakukan dengan mempergunakan alat penyiang
seperti gasrok, landak atau rotary weeder atau dengan alat jenis apapun dengan tujuan
untuk membasmi gulma dan sekaligus penggemburan tanah. Penyiangan dengan
gasrok atau mempergunakan rotary weeder, selain dapat mencabut rumput, juga dapat
menggemburkan tanah di celah-celah tanaman padi. Penggemburan tanah bertujuan
agar tercipta kondisi aerob di dalam tanah yang dapat berpengaruh baik bagi akar-akar
tanaman padi yang ada di dalam tanah.
Penyiangan dilakukan minimal 3 kali. Penyiangan pertama dilakukan pada saat
tanaman berumur 10 hari setelah tanam (HST) dan selanjutnya penyiangan kedua
dilakukan pada saat tanaman berumur 20 HST. Penyiangan ketiga pada umur 30 HST
dan penyiangan keempat pada umur 40 HST.
6. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk mempertahankan status hara dalam tanah,
menyediakan dan menambahkan unsur hara secara seimbang bagi pertumbuhan atau
perkembangan tanaman, serta meningkatkan produktivitas tanaman. Pemupukan untuk
menambahkan unsur hara dapat dilakukan dengan penyemprotan pupuk organik cair
(POC) atau dapat juga disebut dengan MOL (mikroorganisme lokal). Penyemprotan
MOL tidak hanya memberikan tambahan unsur hara ke dalam tanah, tetapi juga
menambahkan kelimpahan bakteri pengurai ke dalam tanah untuk mempercepat proses
dekomposisi bahan organik dan mengurai hara yang komplek menjadi lebih sederhana
agar lebih cepat diserap oleh tanaman. Selain itu, penyemprotan MOL sebainya di
arahkan ke tanah bukan ke tanaman.
Konsentrasi larutan dalam penyemprotan MOL diharapkan jangan terlalu pekat
untuk menghindari terjadinya proses dekomposisi yang berlebihan pada tanah yang
mengakibatkan akan menguningnya tanaman untuk sementara karena unsur N yang
ada dipergunakan oleh bakteri pengurai untuk aktivitasnya. Proses dekomposisi yang
berlebihan juga akan terjadi bila menggunakan pupuk kandang atau daun-daunan
segar secara langsung ke sawah tanpa proses pengkomposan terlebih dahulu sehingga
tidak baik bila diaplikasikan pada sawah yang sudah ada tanaman padinya. Tetapi
resiko penggunaan MOL atau POC yang berlebihan atau terlalu pekat tetap akan jauh
lebih ringan daripada penggunaan bahan kimia.
Interval
penyemprotan
MOL
dilakukan
setiap
10
hari
sekali,
dimana
penyemprotan MOL kaya kandungan N dapat dilakukan pada usia tanaman padi 10
40 hari setelah tanam (HST) tetapi penyemprotan MOL kaya N juga dapat dilakukan
kapanpun apabila diperlukan pada kondisi padi terlihat mengalami kahat/kekurangan N
dengan gejala daun menguning. Penyemprotan MOL yang kaya P dan K sebanyak 2
atau 3 kali saat tanaman padi sudah memasuki usia sekitar 60 HST untuk memperbaiki
kualitas pengisian gabah dengan interval penyemprotan setiap 10 hari.
Sehingga, penyemprotan dengan MOL dapat dilakukan sebagai berikut:
1). Penyemprotan I, dilakukan pada saat umur 10 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas dengan dosis 20 liter/ha.
2). Penyemprotan II, dilakukan pada saat umur 20 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas, dengan dosis 30 liter/ha.
3). Penyemprotan III, dilakukan pada saat umur 30 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari urine sapi, rebung atau keong mas, dengan dosis 30 liter/ha.
4). Penyemprotan IV, dilakukan pada saat umur 40 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari batang pisang, dengan dosis 30 liter/ha.
5). Penyemprotan V, dilakukan pada saat umur 50 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari serabut kelapa, dengan dosis 30 liter/ha.
6). Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 60 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau nasi dengan dosis 30 liter/ha.
7). Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 70 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau nasi, dengan dosis 30 liter/ha.
8). Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 80 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari terasi, dengan dosis 30 liter/ha.
7. Pengelolaan Air
Pola pengaturan air dengan pendekatan teknologi SRI adalah dengan pengairan
berselang atau intermitten. Pengairan berselang adalah pengaturan kondisi lahan
dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian sesuai fase pertumbuhan
tanaman dan kondisi lahan.
Pengairan berselang dapat menghemat pemakaian air antara 15 30 persen tanpa
menurunkan hasil panen.
Proses pengelolaan air dengan pengairan berselang dapat dilakukan sebagai
berikut:
1). Tanam bibit dalam kondisi sawah macak-macak (ketinggian genangan 0,5 cm).
2). Pergiliran air dilakukan selang 3 5 hari, tinggi genangan pada hari pertama
maksimal 3 cm dan lahan sawah diairi lagi pada hari ke 5. Cara pengairan ini
berlangsung sampai fase anakan maksimal.
3). Petakan sawah digenangi mulai dari kondisi macak-macak (0,5 cm) hingga tinggi
genangan 3 cm secara terus-menerus mulai dari fase pembentukan malai/fase
berbunga sampai pengisian biji.
4). Pada saat melakukan pemupukan atau penyemprotan MOL kondisi sawah tidak
tergenang.
5). Sekitar 10 15 hari sebelum panen, sawah dikeringkan.
6). Pengecekan kondisi air dapat menggunakan alat sederhana yaitu pipa dari paralon
yang sisi-sisinya dilubangi atau bahan lain yang ditanam ditanah. Petakan sawah diari
apabila permukaan air berada pada pada kedalaman lebih dari -15.
Tabel 1. Teknik pengairan berselang.
Umur Tanaman
(hst)
0
3 30
35 90
Tinggi Genangan
95 - 105
0 0,5
03
03
10, 20, 30, 40, 50, Saat pemupukan kondisi sawah tidak tergenang/
60, 70, 80
(cm)
macak-macak
0 0,5
Pengamatan
Visual.
Pengamatan
visual
dilakukan
dengan
cara
melihat
kenampakan padi pada hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan visual, umur
panen optimal padi dicapai apabila 90 sampai 95 persen butir gabah pada malai padi
sudah berwarna kuning atau kuning keemasan serta malai berumur 30 35 hari setelah
berbunga merata. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah
berkualitas baik sehingga menghasilkan rendemen giling yang tinggi.
2). Pengamatan Teoritis. Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi
varietas padi dan mengukur kadar air dengan moisture tester. Berdasarkan deskripsi
varietas padi, umur panen padi yang tepat adalah 30 sampai 35 hari setelah berbunga
merata atau antara 135 sampai 145 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur
panen optimum dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22 23 persen pada musim
kemarau, dan antara 24 26 persen pada musim penghujan.
Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan
alat dan mesin panen yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi dan
ergonomis, serta menerapkan sistem panen yang tepat. Ketidaktepatan dalam
melakukan pemanenan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan
mutu hasil yang rendah. Pada tahap ini, kehilangan hasil dapat mencapai 9,52 persen
apabila pemanen padi dilakukan secara tidak tepat.
Tanaman hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan
air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan
sampai tanah retak (irigasi terputus)
2.Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg per hektar. Tidak memerlukan biaya
pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang,
dll.
3.Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 12 hari setelah semai, dan waktu panen
akan lebih awal
4.Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton per hektar
5.Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan
mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan mikro-organisme lokal),
begitu juga penggunaan pestisida.
Tabel 1. Perbanding metode SRI dengan sistem konvensional
No
Komponen
Sistem Konvensional
1 Kebutuhan benih
30-40 Kg/Ha
5-7 Kg/Ha
2 Pengujian Benih
Tidak dilakukan
Dilakukan pengujian
3 Umur persemaian
20-30 HSS
7-10 HSS
4 Pengolaham tanah
5 Jumlah Tanaman/lubang
Rata-rata 5 pohon
1 pohon/lubang
Tidak teratur
Terus digenangi
8 Pemupukan
9 Penyiangan
Diarahkan pada
pemberantasan gulma
50-60%
60-70%
7 Pengairan
10 Rendemen
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah mengadakan pembahasan diatas, maka di sini penulis dapat menarik
kesimpulan, diantaranya adalah :
Teknik
Budidaya
Padi
dengan
of
Rice
Intensification) harus sesuai dengan apa yang sudah digambarkan dan tidak boleh
menyimpang agar bisa mendapatkan hasil produksi yang diharapkan yang nantinya
dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
3) Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice Intensification) memiliki banyak
keunggulan dibandingkan dengan metode konvensional yang masih banyak digunakan
oleh para petani pada umumnya, dengan Metode SRI sangat mengunutngkan Petani
karena produksi Padi bisa meningkat sampai 10 Ton/Ha, selain itu karena tidak
mempergunakan
pupuk
dan
pestisida
kimia
maka
tanah
menjadi
gembur,
Saran
Adapun saran saran yang ingin penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
begitu meningkatnya
hasil
Pangan
secara
DAFTAR PUSTAKA
Entun Santosa, 2005. Rice organic farming is a programme for strengtenning food security in
sustainable rural development, Makalah disampaikan pada seminar Internasinal
Kamboja ROF.
Kuswara dan Alik Sutaryat, 2003. Dasar Gagasan dan Praktek Tanam Padi Metode SRI (System
of Rice Intencification). Kelompok Studi Petani (KSP). Ciamis
Mutakin, J. 2005. Kehilangan Hasil Padi Sawah Akibat Kompetisi Gulma pada Kondisi SRI
(Systen of Rice Intencification). Tesis. Pascasarjana. Unpad Bandung
Sampurna Untuk Indonesia, 2008. SRI Sytem Rice intensification, Pasuruan
Arsip Blog
2014 (1)
2013(10)
11/17
o
- 11/24 (3)
M
akalah Budidaya Padi
Sistem SRI (System
of Rice I...
5
Langkah Model
Agribisnis Berbasis
Sistem LEISA
o
o
M
akalah Perbanyakan
Vegetatif Buatan
01/20
- 01/27 (4)
01/13
- 01/20 (3)
Template PT Keren Sekali. Gambar template oleh molotovcoketail. Diberdayakan oleh Blogger.