You are on page 1of 17

Dari Penyuluh, Oleh Penyuluh dan

Untuk Penyuluh
Calon Penyuluh yang masih kuliah di STPP Malang
Senin, 18 November 2013

Makalah Budidaya Padi Sistem SRI (System of Rice


Intensification)
BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Tanaman padi adalah tanaman pangan yang digunakan sebagai bahan makanan
utama hampir 90 persen penduduk Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa beras
merupakan bahan makanan pokok utama dan sangat dominan di Indonesia yang
memiliki kedudukan sangat penting dan telah menjadi komoditas strategis.
Jumlah penduduk Indonesia pada saat ini yang mencapai lebih dari 220 juta
orang dengan tingkat konsumsi beras 135 kg per kapita per tahun, maka ketersediaan
beras memegang peranan penting bagi ketahanan pangan. Dalam penyediaan beras,
Indonesia masih menghadapi beberapa kendala yang berkaitan dengan terbatasnya
kapasitas produksi nasional yang disebabkan oleh: konversi lahan pertanian ke non
pertanian, menurunnya kualitas dan kesuburan tanah, terbatas dan tidak pastinya
ketersediaan air irigasi akibat perubahan iklim dan persaingan pemanfaatan sumber
daya air, serta tidak pastinya pola hujan akibat perubahan iklim global.
Untuk memenuhi kebutuhan beras Nasional salah satu cara pemerintah adalah
melakukan impor. Oleh karena itu berbagai upaya memenuhi kebutuhan beras dari
produksi padi dalam negeri dan menekan serta menghilangkan impor beras adalah
melalui ekstensifikasi dan intensifikasi lahan tanaman padi dengan penerapan inovasi
teknologi budidaya padi.
Inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produksi padi salah satunya
dengan pendekatan teknologi System of Rice Intensification (SRI). SRI merupakan

suatu teknik budidaya padi dengan memanfaatkan teknik pengelolaan tanaman, tanah,
air dan unsur hara.
Melalui teknologi SRI diharapkan mampu meningkatkan produktivitas tanaman
padi 50 persen bahkan mampu mencapai 100 persen. Selain itu, teknik budidaya padi
SRI merupakan sistem pertanian yang ramah lingkungan karena mengutamakan
penggunaan bahan organik sehingga mampu mendukung terhadap pemulihan kondisi
lahan yang cenderung mengalami penurunan fungsi lahan.
Setelah mempelajari Teknologi Budidaya Padi SRI ini Mahasiswa diharapkan
dapat:
1. Memahami Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI;
2. Memahami Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI;
SRI, kependekan dari System of Rice Intensification adalah salah satu inovasi
metode budidaya padi yang diperkenalkan pada tahun 1983 di Madagaskar oleh pastor
sekaligus agrikulturis asal Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang telah bertugas di
Madagaskar sejak 1961. Hasil metode SRI sangat memuaskan dimana pada beberapa
tanah tidak subur dengan produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI
memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 15
ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan
B.
1.
2.
3.

panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani.
Rumusan Masalah
Dalam hal ini penulis akan mencoba untuk membahas tentang Teknologi
Budidaya Padi dengan Metode SRI yaitu sebagai berikut :
Bagaimana Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI?
Bagaimana Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI?
Bagaimana Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode SRI?

C.

Tujuan Penelitian
Pada dasarnya bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang tentunya
mempunyai tujuan yang ingin dicapai, begitupun dengan penulisan Paper ilmiah ini.
Untuk lebih jelasnya, penulisan makalah ini mempunyai tujuan yang ingin
dicapainya, tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Penulis ingin mengetahui, bagaimanakah Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI ?
2. Penulis ingin mengetahui, Bagimanakah Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI?
3. Penulis ingin mengetahui, Bagaimanakah Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode
SRI
D. Manfaat

Paper yang disusun penulis memiliki beberapa manfaat, antara lain :


Pertama, Untuk mendorong peningkatan pengetahuan mahasiswa dengan
mengetahui Teknik Budidaya Padi dengan menggunakan Metode SRI.
Kedua, untuk merubah pola pikir, sikap dari Mahasiswa agar bagaimana bisa belajar
bersama-sama berbagi informasi antara mahasiswa dengan petani dan belajar untuk
memecahkan masalah.
Ketiga, tentu saja untuk menumbuhkan minat Mahasiswa untuk bisa melakukan
Teknologi Budidaya Padi yang baik agar kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan juga
akan meningkat.

BAB II
PRINSIP, TEKNIK DAN KEUNGGULAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI
DENGAN METODE SRI (System of Rice Intensification)

A. Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice Intensification)


Pemilihan metode budidaya padi secara SRI bisa menghasilkan produk akhir
berupa beras yang memiliki kualitas tinggi sebagai beras sehat karena dilakukan
secara organik. Melalui metode ini diharapkan kelestarian lingkungan dapat tetap
terjaga dengan baik, demikian juga dengan produk akhir yang dihasilkan, yang
notabene lebih sehat bagi konsumen karena terbebas dari paparan zat kimia
berbahaya.
Adapun Prinsip-prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI adalah sebagai
berikut :
1. Tanam bibit muda berusia antara 7 12 hari setelah semai (HSS) ketika bibit masih
berdaun 2 (dua) helai. Penggunaan bibit muda berkaitan dengan bahwa penggunaan
bibit padi yang berumur 5 15 HSS menghasilkan pertumbuhan tanaman lebih cepat
karena daya jelajah akar lebih jauh sehingga perkembangan akar menjadi maksimal
pada akhirnya kebutuhan nutrisi tanaman tercukupi. Selain itu, penggunaan bibit
berumur 10 hari, akan menghasilkan jumlah anakan maksimal 30 50 batang dalam
setiap rumpunnya.
2. Tanam tunggal atau tanam bibit satu lubang satu bibit.
Penggunaan satu bibit per lubang tanam bermanfaat untuk mengurangi kompetisi serta
meningkatkan potensi anakan produktif per rumpun.

3. Jarak tanam lebar.


Jarak tanam yang lebar dengan lebar, yaitu: 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 40 x 40 cm atau
bahkan lebih. Penggunaan jarak tanam lebar bertujuan untuk meningkatkan jumlah
anakan produktif. Penggunaan jarak tanam yang cukup lebar didasarkan pada
kebutuhan makanan bagi tanaman, mendorong pertumbuhan akar secara maksimal,
dan memaksimalkan sinar matahari yang masuk secara optimal. Selain itu, dengan
menggunakan jarak tanam yang cukup, tanaman dapat tumbuh berkembang dengan
baik dan menghasilkan produksi secara baik pula.
4. Pindah tanam harus segera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar
akar tidak putus dan ditanam dangkal.
5. Sistem pengairan intermitten atau sistem pengairan berselang.
Pengairan teknik berselang, yaitu air di areal pertanaman diatur pada kondisi tergenang
dan kering secara bergantian dalam periode tertentu, dimana pemberian air maksimum
2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah. Padi merupakan
tanaman tumbuh optimal pada tanah yang lembab dan becek sebagai syarat tumbuh.
Untuk itu, tanaman padi sebenarnya tidak perlu air yang melimpah (penggenangan),
namun juga tidak dalam situasi tanah kering. Dengan pengaturan air yang baik, akan
terjaga aerasi tanah yang baik pula dimana aerasi yang baik adalah syarat tumbuh
yang baik bagi tanaman padi. Apabila sawah selalu digenangi air maka aerasi (siklus
udara dalam tanah) tidak masimal sehingga tanah menjadi asam.
6. Penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan diulang 2 - 3 kali dengan interval 10
hari.
7. Penggunaan pupuk organik dan pestisida organik.
Sedangkan keunggulan dari metode SRI, antara lain: (1) Dengan sistem pengairan
berselang, pemakaian air dapat dihemat hingga 50 persen. Selama pertumbuhan dari
mulai tanam sampai panen pemberian air maksimum 2 cm paling baik kondisi macakmacak sekitar 5 mm dan terdapat periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi
terputus). (2) Tanam bibit muda mampu mengurangi stres tanaman saat di
pindahtanam. (3) Hemat biaya, karena hanya membutuhkan benih sebanyak 5 kg/ha,
tidak membutuhkan biaya pencabutan bibit, tidak membutuhkan biaya pindah bibit,
meminimalkan tenaga tanam, dan lain-lain. (4) Hemat waktu, ditanam pada saat bibit
berumur muda yaitu 7 - 12 hari setelah semai sehingga waktu panen akan lebih awal.
(5) Produksi meningkat, bahkan di beberapa tempat mampu mencapai 11 ton/ha atau

bahkan lebih. (6) Ramah lingkungan, secara bertahap penggunaan pupuk kimia akan
dikurangi dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang
dan MOL), begitu juga penggunaan pestisida.
B. Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI
1. Penyiapan dan Pengolahan Lahan
Proses awal pengolahan lahan adalah dengan dibajak untuk membalikkan tanah
dan memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan juga menghancurkan gulma
setelah sebelumnya lahan digenangi air selama beberapa hari agar tanahnya menjadi
lunak. Setelah pembajakan pertama lahan sawah dibiarkan tergenang beberapa hari
dan kemudian dilakukan pembajakan kedua. Kedalaman dari pelumpuran lahan turut
menentukan pertumbuhan tanaman dan sebaiknya kedalaman pelumpuran tersebut
setidaknya mencapai 30 cm. Selain itu juga dilakukan perbaikan pematang sawah agar
lahan sawah tidak bocor dan tidak ditumbuhi tanaman liar dan untuk menghindari tikus
bersarang di pematang sawah.
Pupuk organik (kompos/kandang) sebagai pupuk dasar dapat ditebarkan
sebelum

pekerjaan

penggaruan

sehingga

pada

saat

digaru

pupuk

organik

(kompos/kandang) dapat bercampur dengan tanah sawah atau juga dapat ditebar
setelah proses pembajakan, sehingga pupuk organik (kompos/kandang) dapat
tercampur dengan tanah sawah secara merata dan tidak terbuang terbawa aliran air.
Penggaruan selain untuk makin memperhalus butiran tanah sehingga menjadi lumpur
juga sekaligus bertujuan untuk meratakan lahan.
Jumlah penggunaan pupuk organik sebagai pupuk dasar yang ideal adalah
sebanyak 1 kg untuk setiap 1 m2 luas lahan atau sebanyak 10 ton per hektar. Hal ini
berkaitan bahwa kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem
konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman.
Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik dapat berkurang
disesuaikan dengan kebutuhan.
Perataan lahan merupakan proses yang sangat penting karena lahan harus
benar-benar rata dan datar sehingga akan memudahkan dalam pengaturan air nantinya
sesuai dengan keperluan. Selanjutnya area penanaman padi parit keliling dan
melintang petak atau dibuat dalam baris-baris atau petakan yang dipisahkan dengan
jalur pengairan/parit dengan lebar petakan sekitar 2 m untuk memudahkan dan

meratakan rembesan air ke seluruh area tanaman padi dan membuang kelebihan air.
Dapat juga letak dan jumlah parit pembuang disesuaikan dengan bentuk dan ukuran
petak, serta dimensi saluran irigasi.
2. Persiapan Benih
Untuk mendapatkan benih yang bermutu baik atau bernas, harus terlebih dahulu
diadakan pengujian benih. Pengujian benih dilakukan dengan cara penyeleksian
menggunakan larutan air garam dengan langkah sebagai berikut:
1). Masukkan air bersih ke dalam ember/panci, kemudian berikan garam dan aduk
sampai larut.
2). Masukkan telur ayam/itik/bebek yang mentah ke dalam larutan garam ini. Jika telur
belum mengapung maka perlu penambahan garam kembali. Pemberian garam
dianggap cukup apabila posisi telur mengapung pada permukaan larutan garam karena
berat jenisnya menjadi lebih rendah daripada air garam.
3). Masukkan benih padi yang akan diuji ke dalam ember/panci yang berisi larutan
garam. Aduk benih padi selama kira-kira satu menit.
4). Pisahkan benih yang mengambang dengan yang tenggelam. Benih yang tenggelam
adalah benih yang bermutu baik atau bernas.
5). Benih yang baik atau bernas ini, kemudian dicuci dengan air biasa sampai bersih.
Dengan indikasi bila digigit, benih sudah tidak terasa garam.
Benih yang telah diuji tersebut, kemudian direndam dengan menggunakan air
biasa. Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan sekam gabah sehingga dapat
mempercepat benih untuk berkecambah. Perendaman dilakukan selama 24 sampai 48
jam.
Benih yang telah direndam kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam karung
yang berpori-pori atau wadah tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk
ke dalam benih padi, dan kemudian disimpan di tempatyang lembab. Penganginan
dilakukan selama 24 jam.
3. Persemaian Benih
Persemaian dengan metode SRI dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
persemaian pada lahan dan persemaian dengan media tempat. Persemaian pada lahan
adalah persemaian yang langsung dilakukan di lahan pertanian, seperti pada sistem
konvensional. Sedangkan persemaian dengan media tempat yaitu persemaian yang

menggunakan wadah berupa kotak/besek/wonca/pipiti yang ditempatkan di areal


terbuka untuk mendapatkan sinar matahari.
Pembuatan media persemaian dengan penggunaan wadah ini dimaksudkan
untuk memudahkan pengangkutan dan penyeleksian benih. Untuk lahan seluas satu
hektar dibutuhkan wadah persemaian dengan ukuran 20 cm x 20 cm sebanyak 400
500 buah. Kotak/besek/wonca/pipiti bisa juga diganti dengan wadah lain seperti
pelepah pisang atau belahan buluh bambu. Pembuatan media persemaian dengan
menggunakan wadah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1). Mencampur tanah dengan pupuk organik dengan perbandingan 1:1.
2). Sebelum wadah tempat pembibitan diisi dengan tanah yang sudah dicampur dengan
pupuk organik, terlebih dahulu dilapisi dengan daun pisang atau plastik dengan tujuan
untuk mempermudah pencabutan dan menjaga kelembaban tanah, kemudian tanah
dimasukkan dan disiram dengan air sehingga tanah menjadi lembab.
3). Tebarkan benih ke dalam wadah. Jumlah benih per wadah antara 300 350 biji.
4). Setelah benih ditabur, kemudian tutup benih dengan arang sekam sampai rata
menutupi benih.
5). Persemaian dapat diletakkan pada tempat-tempat tertentu yang aman dari
gangguan ayam atau binatang lain.
6). Selama masa persemaian, lakukan penyiraman setiap pagi dan sore apabila tidak
turun hujan agar media tetap lembab dan tanaman tetap segar.
Pada pembuatan media persemaian pada lahan, tanah untuk penyemaian tidak
menggunakan tanah sawah tetapi menggunakan tanah darat yang gembur yang
dicampur dengan pupuk organik/kompos dengan perbandingan 2:1 atau 1:1 dan dapat
juga ditambah abu bakar agar medianya semakin gembur sehingga benih mudah
diambil dari penyemaian untuk menghindari putusnya akar. Luas area untuk
penyemaian ideal adalah sekitar 20 m2 untuk setiap 5 kg benih.
Penyemaian yang dilakukan di sawah, tempat penyemaian dibuat menjadi
berupa guludan dengan ketinggian tanah sekitar 15 cm, lebar sekitar 125 cm dan
seluruh pinggirannya ditahan dengan papan, triplek atau batang pisang untuk
mencegah erosi. Benih yang sudah ditebar kemudian ditutup lagi dengan lapisan tipis
tanah atau kompos atau abu bakar untuk mempertahankan kelembabannya kemudian
ditutup lagi dengan jerami atau daun kelapa untuk menghindari dimakan burung dan
gangguan dari air hujan sampai tumbuh tunas dengan tinggi sekitar 1 cm.

4. Penanaman
Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan penyaplakan dengan memakai
caplak agar jarak tanam pada areal persawahan menjadi lurus dan rapi sehingga
mudah untuk disiang. Caplak berfungsi sebagai penggaris dengan jarak tertentu.
Variasi jarak tanam diantaranya: jarak tanam 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 35 x 35 cm, atau
jarak tertentu lainnya. Penyaplakan dilakukan seeara memanjang dan melebar dimana
setiap pertemuan garis dari hasil penggarisan dengan caplak adalah tempat untuk
penanaman 1 bibit padi.
Bibit ditanam pada umur muda yaitu berumur 7 12 hari setelah semai (hss)
atau ketika bibit masih berdaun 2 helai. Pengambilan bibit pada persemaian di lahan
sawah dilakukan dengan hati-hati dengan cara diambil dengan media tanam (tanah)
dengan ketebalan sekitar 10 cm. Pengambilan bibit pada persemaian tidak dianjurkan
dengan cara dicabut/ditarik kemudian diikat dan ditumpuk. Kemudian kumpulan bibit
tersebut ditempatkan dalam suatu wadah seperti pelepah pisang, potongan bambu atau
lainnya untuk memudahkan memindahkan ke tempat penanaman. Pemindahan dan
penanaman harus dilakukan secepat mungkin dalam waktu kurang dari 30 menit untuk
menghindari trauma dan shok. Sedangkan bibit yang ditanam menggunakan wadah
akan lebih mudah membawanya ke tempat penanaman.
Bibit padi ditanam tunggal atau satu bibit perlubang. Penanaman harus dangkal
dengan kedalaman 1 1,5 cm serta bentuk perakaran saat penanaman horizontal
seperti huruf L dengan kondisi tanah sawah saat penanaman tidak tergenang air.
5. Penyiangan
Penyiangan (gosrok/matun) dilakukan dengan mempergunakan alat penyiang
seperti gasrok, landak atau rotary weeder atau dengan alat jenis apapun dengan tujuan
untuk membasmi gulma dan sekaligus penggemburan tanah. Penyiangan dengan
gasrok atau mempergunakan rotary weeder, selain dapat mencabut rumput, juga dapat
menggemburkan tanah di celah-celah tanaman padi. Penggemburan tanah bertujuan
agar tercipta kondisi aerob di dalam tanah yang dapat berpengaruh baik bagi akar-akar
tanaman padi yang ada di dalam tanah.
Penyiangan dilakukan minimal 3 kali. Penyiangan pertama dilakukan pada saat
tanaman berumur 10 hari setelah tanam (HST) dan selanjutnya penyiangan kedua
dilakukan pada saat tanaman berumur 20 HST. Penyiangan ketiga pada umur 30 HST
dan penyiangan keempat pada umur 40 HST.

6. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk mempertahankan status hara dalam tanah,
menyediakan dan menambahkan unsur hara secara seimbang bagi pertumbuhan atau
perkembangan tanaman, serta meningkatkan produktivitas tanaman. Pemupukan untuk
menambahkan unsur hara dapat dilakukan dengan penyemprotan pupuk organik cair
(POC) atau dapat juga disebut dengan MOL (mikroorganisme lokal). Penyemprotan
MOL tidak hanya memberikan tambahan unsur hara ke dalam tanah, tetapi juga
menambahkan kelimpahan bakteri pengurai ke dalam tanah untuk mempercepat proses
dekomposisi bahan organik dan mengurai hara yang komplek menjadi lebih sederhana
agar lebih cepat diserap oleh tanaman. Selain itu, penyemprotan MOL sebainya di
arahkan ke tanah bukan ke tanaman.
Konsentrasi larutan dalam penyemprotan MOL diharapkan jangan terlalu pekat
untuk menghindari terjadinya proses dekomposisi yang berlebihan pada tanah yang
mengakibatkan akan menguningnya tanaman untuk sementara karena unsur N yang
ada dipergunakan oleh bakteri pengurai untuk aktivitasnya. Proses dekomposisi yang
berlebihan juga akan terjadi bila menggunakan pupuk kandang atau daun-daunan
segar secara langsung ke sawah tanpa proses pengkomposan terlebih dahulu sehingga
tidak baik bila diaplikasikan pada sawah yang sudah ada tanaman padinya. Tetapi
resiko penggunaan MOL atau POC yang berlebihan atau terlalu pekat tetap akan jauh
lebih ringan daripada penggunaan bahan kimia.
Interval

penyemprotan

MOL

dilakukan

setiap

10

hari

sekali,

dimana

penyemprotan MOL kaya kandungan N dapat dilakukan pada usia tanaman padi 10
40 hari setelah tanam (HST) tetapi penyemprotan MOL kaya N juga dapat dilakukan
kapanpun apabila diperlukan pada kondisi padi terlihat mengalami kahat/kekurangan N
dengan gejala daun menguning. Penyemprotan MOL yang kaya P dan K sebanyak 2
atau 3 kali saat tanaman padi sudah memasuki usia sekitar 60 HST untuk memperbaiki
kualitas pengisian gabah dengan interval penyemprotan setiap 10 hari.
Sehingga, penyemprotan dengan MOL dapat dilakukan sebagai berikut:
1). Penyemprotan I, dilakukan pada saat umur 10 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas dengan dosis 20 liter/ha.
2). Penyemprotan II, dilakukan pada saat umur 20 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas, dengan dosis 30 liter/ha.

3). Penyemprotan III, dilakukan pada saat umur 30 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari urine sapi, rebung atau keong mas, dengan dosis 30 liter/ha.
4). Penyemprotan IV, dilakukan pada saat umur 40 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari batang pisang, dengan dosis 30 liter/ha.
5). Penyemprotan V, dilakukan pada saat umur 50 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari serabut kelapa, dengan dosis 30 liter/ha.
6). Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 60 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau nasi dengan dosis 30 liter/ha.
7). Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 70 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau nasi, dengan dosis 30 liter/ha.
8). Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 80 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari terasi, dengan dosis 30 liter/ha.
7. Pengelolaan Air
Pola pengaturan air dengan pendekatan teknologi SRI adalah dengan pengairan
berselang atau intermitten. Pengairan berselang adalah pengaturan kondisi lahan
dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian sesuai fase pertumbuhan
tanaman dan kondisi lahan.
Pengairan berselang dapat menghemat pemakaian air antara 15 30 persen tanpa
menurunkan hasil panen.
Proses pengelolaan air dengan pengairan berselang dapat dilakukan sebagai
berikut:
1). Tanam bibit dalam kondisi sawah macak-macak (ketinggian genangan 0,5 cm).
2). Pergiliran air dilakukan selang 3 5 hari, tinggi genangan pada hari pertama
maksimal 3 cm dan lahan sawah diairi lagi pada hari ke 5. Cara pengairan ini
berlangsung sampai fase anakan maksimal.
3). Petakan sawah digenangi mulai dari kondisi macak-macak (0,5 cm) hingga tinggi
genangan 3 cm secara terus-menerus mulai dari fase pembentukan malai/fase
berbunga sampai pengisian biji.
4). Pada saat melakukan pemupukan atau penyemprotan MOL kondisi sawah tidak
tergenang.
5). Sekitar 10 15 hari sebelum panen, sawah dikeringkan.

6). Pengecekan kondisi air dapat menggunakan alat sederhana yaitu pipa dari paralon
yang sisi-sisinya dilubangi atau bahan lain yang ditanam ditanah. Petakan sawah diari
apabila permukaan air berada pada pada kedalaman lebih dari -15.
Tabel 1. Teknik pengairan berselang.
Umur Tanaman

Kondisi Tanaman dan Kondisi Pengairan

(hst)
0
3 30
35 90

Tinggi Genangan

Saat pindah tanam kondisi macak-macak

95 - 105

0 0,5

Pergiliran air dengan selang 3 5 hari dari fase

03

anakan aktif hingga anakan maksimum


Petak sawah digenangi secara terus menerus

03

dari fase berbunga hingga pengisian biji

10, 20, 30, 40, 50, Saat pemupukan kondisi sawah tidak tergenang/
60, 70, 80

(cm)

macak-macak

0 0,5

10 15 hari sebelum panen lahan sawah


dikeringkan

Keunggulan dari pengairan berselang, antara lain:


1) Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas;
2) Memberi kesempatan kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga dapat
berkembang lebih dalam;
3) Mencegah timbulnya keracunan besi;
4) Mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat
perkembangan akar;
5) Mengaktifkan jasad renik mikroba yang bermanfaat;
6) Mengurangi kerebahan tanaman;
7) Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan
gabah);
8) Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen;
9) Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah); dan
10) Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama
wereng coklat dan penggerek batang, serta mengurangi kerusakan tanaman padi
karena hama tikus.
8. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Pengendalian hama dan penyakit dengan pendekatan teknologi SRI dilakukan


dengan sistem pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT), yaitu usaha
pengelolaan OPT yang menggunakan beberapa cara pengendalian yang sesuai dalam
satu sistem kompatibel dengan memanfaatkan dan mengelola unsur-unsur dalam
agroekosistem (seperti: matahari, tanaman, mikroorganisme, air, oksigen, dan musuh
alami) sebagai alat pengendali hama dan penyakit tanaman. Sehingga, pengendalian
organisme pengganggu tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida
nabati, pestisida biologi, dan agensia hayati.
9. Pemanenan
Penanganan panen dan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan
yaitu: penentuan saat panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah,
pengumpulan padi di tempat perontokan, perontokan, pengeringan gabah, pengemasan
dan penyimpanan gabah, penggilingan, pengemasan dan penyimpanan beras.
Penentuan saat panen merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan pasca
panen padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat mengakibatkan
kehilangan hasil yang tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah. Penentuan saat
panen dapat dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis.
1).

Pengamatan

Visual.

Pengamatan

visual

dilakukan

dengan

cara

melihat

kenampakan padi pada hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan visual, umur
panen optimal padi dicapai apabila 90 sampai 95 persen butir gabah pada malai padi
sudah berwarna kuning atau kuning keemasan serta malai berumur 30 35 hari setelah
berbunga merata. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah
berkualitas baik sehingga menghasilkan rendemen giling yang tinggi.
2). Pengamatan Teoritis. Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi
varietas padi dan mengukur kadar air dengan moisture tester. Berdasarkan deskripsi
varietas padi, umur panen padi yang tepat adalah 30 sampai 35 hari setelah berbunga
merata atau antara 135 sampai 145 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur
panen optimum dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22 23 persen pada musim
kemarau, dan antara 24 26 persen pada musim penghujan.
Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan
alat dan mesin panen yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi dan
ergonomis, serta menerapkan sistem panen yang tepat. Ketidaktepatan dalam
melakukan pemanenan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan

mutu hasil yang rendah. Pada tahap ini, kehilangan hasil dapat mencapai 9,52 persen
apabila pemanen padi dilakukan secara tidak tepat.

C. Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode SRI


1.

Tanaman hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan
air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan
sampai tanah retak (irigasi terputus)
2.Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg per hektar. Tidak memerlukan biaya
pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang,
dll.
3.Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 12 hari setelah semai, dan waktu panen
akan lebih awal
4.Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton per hektar
5.Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan
mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan mikro-organisme lokal),
begitu juga penggunaan pestisida.
Tabel 1. Perbanding metode SRI dengan sistem konvensional
No

Komponen

Sistem Konvensional

Sistem SRI organik

1 Kebutuhan benih

30-40 Kg/Ha

5-7 Kg/Ha

2 Pengujian Benih

Tidak dilakukan

Dilakukan pengujian

3 Umur persemaian

20-30 HSS

7-10 HSS

4 Pengolaham tanah

2-3 kali (stuktur lumpur)

3 kali (struktur lumpur & rata)

5 Jumlah Tanaman/lubang

Rata-rata 5 pohon

1 pohon/lubang

6 Posisi akar waktu tanam

Tidak teratur

Posisi akar horizontal (L)

Terus digenangi

Tidak digenangi hanya lembab ,


Disesuaikan

8 Pemupukan

Mengutamakan pupuk kimia

kebutuhan hanya dengan pupuk


organic

9 Penyiangan

Diarahkan pada
pemberantasan gulma

Diarahkan pada pengelolaan


perakaran

50-60%

60-70%

7 Pengairan

10 Rendemen

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Setelah mengadakan pembahasan diatas, maka di sini penulis dapat menarik
kesimpulan, diantaranya adalah :

1) Penerapan Prinsip-prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice


Intensification)harus dilakukan dengan benar dan runtut agar mendapatkan hasil yang
maksimal dan dapat menghasilkan produksi sesuai dengan apa yang di harapkan.
2) Penggunaan

Teknik

Budidaya

Padi

dengan

Metode SRI (System

of

Rice

Intensification) harus sesuai dengan apa yang sudah digambarkan dan tidak boleh
menyimpang agar bisa mendapatkan hasil produksi yang diharapkan yang nantinya
dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
3) Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice Intensification) memiliki banyak
keunggulan dibandingkan dengan metode konvensional yang masih banyak digunakan
oleh para petani pada umumnya, dengan Metode SRI sangat mengunutngkan Petani
karena produksi Padi bisa meningkat sampai 10 Ton/Ha, selain itu karena tidak
mempergunakan

pupuk

dan

pestisida

kimia

maka

tanah

menjadi

gembur,

mikroorganisme meningkat dan ramah lingkungan. Oleh karena itu penerapan


Budidaya dengan Metode SRI perlu disosialisasikan dan dilaksanakan agar
kesejahteraan petani meningkat dan swasembada pangan Nasional tercapai.
B.

Saran
Adapun saran saran yang ingin penulis sampaikan adalah sebagai berikut :

1) Untuk mendukung Penerapan Metode SRI (System of Rice Intensification), perlu


adanya dukungan para Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, Penyuluh
Pertanian, juga Pelaku Utama dalam hal ini para Petani itu sendiri juga Para Pelaku
Usaha. Dengan

begitu meningkatnya

hasil

Pangan

secara

Nasional akan bisa

tercapai seperti apa yang di harapkan.


2) Petani diharapkan dapat menerapkan Budidaya Padi dengan metode SRI (System of
Rice Intensification) dengan menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan semua
pihak, dan diantara sesama petani dapat saling bertukar pengalaman dan mengetahui
tentang kekurangan kekurangan atau kelebihan kelebihan dari masing masing
petani tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Entun Santosa, 2005. Rice organic farming is a programme for strengtenning food security in
sustainable rural development, Makalah disampaikan pada seminar Internasinal
Kamboja ROF.
Kuswara dan Alik Sutaryat, 2003. Dasar Gagasan dan Praktek Tanam Padi Metode SRI (System
of Rice Intencification). Kelompok Studi Petani (KSP). Ciamis
Mutakin, J. 2005. Kehilangan Hasil Padi Sawah Akibat Kompetisi Gulma pada Kondisi SRI
(Systen of Rice Intencification). Tesis. Pascasarjana. Unpad Bandung
Sampurna Untuk Indonesia, 2008. SRI Sytem Rice intensification, Pasuruan

Diposkan oleh Dameydra Jaya di 23.30


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

2014 (1)

2013(10)
11/17

o
- 11/24 (3)

M
akalah Budidaya Padi
Sistem SRI (System
of Rice I...
5

Langkah Model
Agribisnis Berbasis
Sistem LEISA

o
o

M
akalah Perbanyakan
Vegetatif Buatan
01/20
- 01/27 (4)
01/13
- 01/20 (3)

Template PT Keren Sekali. Gambar template oleh molotovcoketail. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like