Professional Documents
Culture Documents
APENDICITIS
A. Definisi Apendicitis
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai caring. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparatomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup
tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur
(Cecily & Linda, 2001).
Apendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendikis). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah,
usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan
menonjol dari bagian awal usus besar atau sektum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar
kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus
lainya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang mengandung kelenjar yang
senantiasa mengeluarkan lender (Manjoer, 2000).
Apendicitis merupakan peradangan pada usus buntu / apediks (Schwartz, 2000).
B. Appendictomy
Appendictomy adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan segera
mungkin untuk menurunkan resiko perforasi (Smeltzer Suzanne,C., 2000).
C. Klasifikasi
Menurut Cecily & Linda (2000) klasifikasi appendicitis terbagi atas 2, yaitu :
1 Appendicitis akut, dibagi atas :
a Appendicitis akut fokalis atau segmental, yaitu setelah sembuh akan timbul
striktur local.
b Appendicitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Apendisitis kronis, dibagi atas :
a Appendicitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur
b
local.
Appendicitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya jarang
ditemukan.
D. Etiologi
Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh:
1
Benda asing
Bakteri
Tumor apendiks
Makanan
E. Patofisiologi
Penyebab utama appendicitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh
hiperplasia dari limfoid merupakan penyebab terbanyak, adanya fekalit dalam lumen
appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid).
Obstruksi appendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung,
makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks
oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium visceral. Oleh karena itu
persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan
sebagai rasa sakit disekitar umbilicus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul
gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritonium pariental setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit
dikanan bawah, kemudian ini disebut dengan appendicitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul allergen dan ini disebut dengan
appendicitis gangrenosa. Bila dinding appendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan
appendicitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi appendiks
yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa local, keadaan ini disebut sebagai
appendicitis abses. Pada anak-anak karena omentum masih pendek dan tipis, appendiks
yang relatife lebih panjang, dinding appendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh
yang masih kurang, demikianjuga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh
darah, maka perforasi terjadi lebih sepat. Bila appendicitis ilfiltrat ini menyembuh dan
kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendicitis kronis
(Elizabeth, 2001).
F. Tanda Dan Gejala
Tanda gejala yang muncul menurut Brunner & Suddart, (2007), yaitu :
1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
2. Mual, muntah
3. Anoreksia, malaise
terlokalisir
4. Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau
nafas dalam
6
7
Keamanan : demam
Pernapasan
Tachipnea
Pernapasan dangkal
(Brunner & Suddart, 1997)
B Penatalaksanaan Medis
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedhan dilakukan
Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
(Brunner & Suddart, 1997)
C Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1 Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama,
perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria:
Penyembuhan luka berjalan baik
Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
Tekanan darah >90/60 mmHg
Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal
Abdomen lunak, tidak ada distensi
Bising usus 5-34 x/menit
Intervensi:
1
Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi
hebat
Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya
3
4
5
6
Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah
Kriteria hasil:
Persepsi subyektif tentang nyeri menurun
Tampak rileks
Pasien dapat istirahat dengan cukup
Intervensi:
a
Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
c
d
DAFTAR PUSTAKA
1 Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC
2 Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama.
Edisi 4. Jakarta. EGC
3 Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
4 Doenges, Marylinn E. (2000). Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Klien. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
5 Bruner dan Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8,
EGC. Jakarta.
6 Cecily L.Betz & Linda A. Sowdwn. (2001). Buku saku Keperawatan Pediatri.
Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
7 Elizabeth J. Corwin. (2001). Buku saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
8 Manjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Media Aesculspius.
Jakarta.
9 Schwartz, Seymour. (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. Jakarta.