You are on page 1of 12

ANALISIS PELAKSANAAN PENANDAAN LOKASI OPERASI (MARKING)

DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL RSU DAERAH KABUPATEN


SUMEDANG

PROPIOSAL

OLEH
MOMON SUHERMAN

INSTALASI BEDAH SENTRAL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUMEDANG
TAHUN 2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Patient safety adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman, meliputi pengkajian resiko, identifikasi, danpengelolaan
hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dananalisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko (Depkes, 2006). Sasaran patient
safety merupakan salah satu poin untuk syarat akreditasi yang diterapkan di
semua rumah sakit. Pelaksanaan akreditasi tersebut dilakukan oleh Komisi
Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine LifeSaving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang
digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Perhimpunan
Rumah Sakit Indonesia (KKPRS-PERSI), dan Joint Commission International
(JCI).
Data WorldHealth Organization (WHO) menunjukkan bahwa selama
lebih dari satu abad perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari
perawatan kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta
operasi utama dilakukan di seluruh dunia, satu untuk setiap 25 orang hidup
(Haynes, et al, 2009).
Tempat pelaksanaan pembedahan disebut kamar operasi adalah tempat
dilaksanakannya pembedahan baik elektif maupun emergency yangmerupakan
bagian dari rumah sakit yang memiliki resiko terjadi insiden salah lokasi,
salah prosedur, salah pasien pada operasi. Diperkirakan di Amerika Serikat

kesalahan salah sisi, salah prosedur, dan salah pasien terjadi sekitar 1 dari
50.000-100.000 prosedur yang dilakukan, jika dirata-ratakan sekitar 15002500 insiden terjadi setiap tahunnya. Analisis kejadian sentinel oleh JCI yang
telah dilaporkan dari tahun 2005-2006 ditemukan lebih dari 13% laporan
kejadian tidak diharapkan dikarenakan salah sisi operasi. Analisis tahun 2005
pada 126 kasus salah sisi, salah prosedur, salah pasien didapatkan 76%
dikarenakan kesalahansisi, 11% salah prosedur dan 13% salah pasien,
(WHO,2009).Penelitian dari Siregar (2014)dengan total pasien operasi
345orang, didapatkan ada 134 responden yang harusdilakukan tindakan
marking pra bedah. Totaldilakukan pelaksanaan marking yakni dilakukanpada
33 responden (25,1%) dan tidak dilakukanmarking 101 orang (74,9%).
Penelitian Hidayat (2015) sejumlah 685 responden dengan hasil sebesar 28,7
% operasi ada penandaan dan 71,3 % tidak ada penandaan lokasi operasi.
Untuk mengurangi kesalahan sisi, salah prosedur, dan salah
pasien,maka dilakukan tindakan marking (penandaan operasi). Marking adalah
penandaan dengan menggunakan spidol khusus untuk sayatan yang akan
dituju saat pembedahan. Asal mula marking mendapat perhatian dimulai pada
era

1990

dimanaThe

Canadian

Orthopaedic

Assosiation

merekomendasikanmemakai spidol permanent untuk menandai daerah yang


akan diinsisitahun 1994 (WHO, 2008).
Di RSU Sumedang telah dilakukan sosialisasi pelaksanaan penandaan
operasi pra bedah. Dari mulainya awal ruang operasi sampai sekarang tidak
pernah ada kejadian salah lokasi operasi. Namun masalah pada pelaksanaan
penandaan operasi ialah masih ada beberapa dokter yang belum melaksanakan
penandaan operasi pra bedah sesuai dengan standar yang berlaku. Penting

kepada perawat baik perawat rawat jalan, rawat inap, maupun perawat ruang
operasi untuk mengecek ulang pelaksanaan penandaan operasi telah
dilaksanakan atau belum. Hal ini masih terus dilakukan sosialisasi agar
pelaksanaan penandaan operasi terus dilakukan dan dapat meningkatkan mutu
pelayanan ruang operasi. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan
penelitian terkait tentang bagaimana evaluasi pelaksanaan penandaan operasi
di ruang operasi RSU Sumedang. Peneliti memilih melakukan penelitian di
RSU Sumedang karena RSU Sumedang merupakan rumah sakit yang
mempunyai jadwal operasi yang banyak perharinya dan mempunyai fasilitas 6
kamar operasi yang melayani seluruh pasien jaminan dan umum. Berdasarkan
latar belakang tersebut diatas dan menyadari betapa pentingnya safe surgery
pada kasus tindakan bedah terutama penandaan operasi pada sign in dan
identifikasi pre operasi untuk penandaan sebelum tindakan bedah, maka perlu
dilakukan evaluasi untuk pelaksanaan penandaan operasi di RSU Sumedang.
1.2 Permasalahan
Pelaksanaan penandaan lokasi operasi di rsu sumedang belum seluruhnya
dilaksanakan oleh operator
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuam Umum
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pelaksanaan marking pra
1.3.2

bedah terkait dengan program patient safety


Tujuan Khusus
a. Pelaksanaan penandaan operasi di ruang operasi RSU Sumedang agar
berjalan dan berkembang sesuai dengan SPO.
b. Pelaksanaan penandaan operasi di ruang operasi RSU Sumedang
sesuai dengan kepastian ketepatan lokasi, ketepatan prosedur, dan
ketepatan pasien.

c. Tersedianya sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan


penandaan operasi yaitu logistik, SDM (Sumber Daya Manusia),
pasien, waktu dan biaya, serta SPO.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat bagi penulis
1.4.2

Manfaat bagi intitusi


Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan marking pra
bedah yang telah dilaksanakan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penyimpangan pada verifikasi (tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat


pasien operasi) akan dapat mengakibatkan pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedahan sisi tubuh yang salah. Penyebabnya karena miskomunikasi dan tidak

adanya informasi atau informasinya tidak benar, kurang/tidak melibatkan pasien


di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi
lokasi operasi. Selain itu pengkajian pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang
catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka
antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan
yang tidak terbaca (illegible handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktorfaktor kontribusi yang sering terjadi (Depkes RI, 2011).
Rumah sakit harus mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan
tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien. Elemen penilaian sasaran menurut
Depkes RI (2011) diantaranya rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas
dan dimengerti untuk indentifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam
proses penandaan. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain
untuk memverifikasi saat praoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan
fungsional. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur
Sebelum Insisi (Time Out) tepat sebelum dimulainya suatu prosedur atau
tindakan pembedahan.
Proses penandaan operasi sendiri ada beberapa tahap yaitu :
a. Kapan pelaksanaan penandaan operasi
Site marking dilaksanakan sebelum pasien dipindahkan ke ruang operasi.
Sebelum dilakukan pembiusan, pasien dalam keadaan sadar dan dapat
berkomunikasi. Penandaan lokasi operasi (marking) perlu melibatkan pasien dan
dapat dikenali. Tanda tersebut digunakan secara konsisten di rumah sakit dan
harus dibuat oleh operator yakni dokter yang akan melakukan tindakan

operasi,dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus
terlihat sampai saat akan disayat.
b. Pelaksana penandaan operasi
Yang berhak melakukan penandaan lokasi operasi adalah dokter operator
(pelaskana operasi), asisten dokter operator (pelaskana operasi), pihak yang diberi
pendelegasian (perawat bedah) yang mengikuti proses operasi (Panduan
Penandaan Area Operasi, 2014).
c. Cara pelaksanaan penandaan operasi
Dokter pelaksana operasi (operator) bertanggung jawab untuk memberikan
penjelasan dan informasi tentang penandaan operasi mengenai keuntungan dari
penandaan operasi agar tidak terjadi salah lokasi operasi. Dan diperlukan
partisipasi dari pasien dan keluarga pasien untuk bisa memberikan informasi
lengkap sebelum dilakukan operasi dengan efektif untuk keakuratan lokasi
operasi. Rumah sakit harus menyediakan informasi, menjelaskan tujuan dan
kepentingan yang jelas baik lisan oleh dokter pelaksana operator, ataupun tertulis
yang nantinya akan dimasukkan ke dalam rekam medis kepada pasien yang akan
melakukan operasi mengenai tindakan dan prosedur operasi. Untuk kasus operasi
anak, orang tua yang akan mendapatkan penjelasan mengenai prosedur operasi.
Untuk pasien dewasa dengan keterbatasan atau tidak dapat melakukan
komunikasi, keluarga terdekat yang bertanggung jawab.
d. Bentuk pelaksanaan penandaan operasi
Penandaan lokasi ini bisa menggunakan tanda centang namun bukan
silang karena dapat menimbulkan ambiguitas apakah tanda silang tersebut adalah
lokasi yang akan diinsisi atau yang tidak diinsisi. Selain penandaan lokasi operasi,
operator juga bisa memberikan inisial nama dokter yang membuat penandaan

lokasi tersebut. Atau dengan menggunakan simbol YES untuk area yang akan di
operasi.
Penandaan dilakukan sedekat mungkin dengan area yang akan dioperasi.
Kecuali hanya ada satu area yang akan dilakukan operasi. Bentuk penandaan
lokasi harus disepakati dari pihak rumah sakit dengan pihak lain yang terkait
sehingga secara profesional dan kedisiplinan, prosedur bentuk penandaan operasi
dapat diikuti oleh semua pihak yang terkait.
e. Tempat pelaksanaan penandaan operasi
Pada pembedahan yang bersifat elektif, penandaan operasiharus dilakukan
oleh dokter operator di ruang bangsal. Untuk kasus pembedahan yang bersifat
emergency dapat dilakukan di kamar operasi, di ruang pre operasi maupun di
dalam kamar bedah.
f. Alat yang digunakan untuk penandaan operasi
Penandaan operasidilakukan dengan spidol khusus yang permanen dengan
melingkari daerahyang akan dibedah. Diharapkan penandaan yangtelah dibuat
tidak cepat pudar dikarenakan dalam proses pembedahan nanti akan
dilakukandesinfeksi yang memungkinkan tanda markingmenjadi pudar bahkan
hilang.
g. Bagian mana yang perlu dilakukan penandaan operasidan yang tidak perlu
dilakukan penandaan operasi.
Bagian organ mana yang perlu dilakukan penandaan adalah semua tempat
yang melibatkan insisi kulit dan lateralisasi harus ditandai. Bila operasi dilakukan
di sekitar orifisium maka penandaan dilakukan disebelahnya dengan tanda panah.
Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi(laterality),
multiple struktur (jari tangan, jarikaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang).

Bagian yang tidak perlu dilakukan penandaan operasi yaitu Prosedur endoskopi,
Kasus emergency (darurat), Cateterisasi jantung, Prosedur yang mendekati atau
melalui garis midline tubuh : SC, histerektomi, tyroidektomi, laparotomi,
Pencabutan gigi atau operasi gigi, Operasi pada membran mukosa, Perineum,
Ovarium, Kulit yang rusak atau luka infeksius, Operasi pada bayi dan neonatus
atau pada kelahiran prematur, Pada lokasi-lokasi intraorgan seperti mata dan organ
THT maka penandaan dilakukan pada daerah yang mendekati organ berupa tanda
panah.

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian gabungan (mixed methods)


antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Desain penelitian ini

menggunakan model Sequential Explanatory, yakni model penelitian ini dilakukan


dengan cara mengumpulkan data dan menganalisis data kuantitatif pada tahap
pertama,kemudian melakukan pengumpulan data dan menganalisis data kualitatif
pada tahap kedua, selanjutnya menganalisis data secara keseluruhan untuk
kemudian diambil kesimpulan dari analisis data tersebut. Metode kuantitatif
digunakan untuk mencari informasi yang terukur mengenai pelaksanaan
penandaan operasi (site marking) di ruang operasi RSU Daerah Kabupaten
Sumedang dan metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan informasi
mengenai evaluasi pelaksanaan penandaan operasi di ruang operasi RSU Daerah
Kabupaten Sumedang.
Subjek pada penelitian ini adalah dokter spesialis pelaksana operasi
(operator), kepala ruang operasi, pasien pre operatif, dan Direktur Pelayanan
Medis di RSU Daerah Kabupaten Sumedang. Objek penelitian ini adalah
pelaksanaan penandaan operasi di ruang operasi RSU Daerah Kabupaten
Sumedang.
Definisi operasional dalam penelitian ini ada 6 yaitu jenis operasi,
pelaksana penandaan operasi, cara pelaksanaan penandaan operasi, bentuk
penandaan operasi, tempat pelaksanaan penandaan operasi, alat yang digunakan
untuk penandaan operasi. Teknik pengumpulan data dengan observasi,
wawancara, dan dokumen.
Penelitian dilakukan dengan dua tahap yaitu kuantitaif kemudian diikuti
dengan kualitatif. Populasi dan sampel kuantitatif menggunakan consecutive
sampling dengan alokasi waktu pengumpulan sampel dalam waktu 30 hari pada
bulan Februari-Maret 2016. Jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 62 sampel.
Pengumpulan

data

dengan

menggunakan

checklist

observasi.

Peneliti

mengobservasi pasien dari persiapan ruang operasi sampe pasien akan dilakukan
pembiusan (sign in). Setelah terkumpul, data dianalisa dengan rumus statistik.
Kemudian dilakukan wawancara kepada pihak yang terlibat dalam prosedur
pelaksanaan penandaan yaitu operator (4 sampel), kepala ruang operasi, dan
direktur pelayanan medis. Setelah dilakukan wawancara, hasil dianalisa dengan
menggunakan metode Miles dan Huberman pada model 2 yaitu checklist matriks
lalu dilakukan coding data. Setelah langkah-langkah di atas selesai dilakukan
peneliti, selanjutnya peneliti melaporkan hasil penelitian ini berupa tesis dengan
menyajikan data-data beserta analisanya dan kesimpulan penelitian beserta saran
yang ditujukan pada pihak-pihak tertentu.
Analisis data yang digunakan terdiri dari kuantitatif dan kualitatif. Data
kuantitatif yang terkumpul dari checklist observasi pelaksanaan penandaan
operasi ditabulasi, diolah, dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif
dan crosstab menggunakan program SPSS yang disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan tabel crosstab, kemudian ditarik kesimpulan. Data yang
terkumpul dari alat ukur sudah merupakan suatu hasil penelitian.
Untuk data kualitatif penelitian ini menggunakan model Miles dan
Hubermen yang terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu tahap reduksi data dengan
melakukan pengkodean, yang kedua dengn checklist matrix, dan terakhir
penarikan kesimpulan dan verifikasi.

You might also like