You are on page 1of 46

TUGAS INFEKSI DAN PENYAKIT TROPIK

SEORANG ANAK PEREMPUAN 11 TAHUN 6 BULAN


DENGAN
PASCA SYOK (DSS DD SYOK SEPSIS)

Oleh :
Silvy Anitasari
Muhammad Fathoni Kurnia

Pembimbing:
dr. MMDEAH Hapsari, Sp.A(K)

PPDS I DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FK UNDIP / RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
2015

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama penderita

: An. FNA

Umur / tanggal lahir

: 11 tahun 6 bulan /23 Agustus 2003

Jenis kelamin

: Perempuan

Suku, bangsa

: Jawa, Indonesia

No RM/Reg

: C523572XX/ 79813XX

Masuk RSDK

: 2 Maret 2015

Tanggal pemeriksaan

: -

B. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dari orang tua penderita dan data dari catatan medis, dilakukan
pertama kali pada hari Senin 22 Desember 2014, hari perawatan ke 2 di C1L1 Bagian Anak
RSUP dr. Kariadi Semarang.
I.

Keluhan Utama

II.

Riwayat Penyakit Sekarang:

: demam dengan ruam

Empat hari sebelum masuk rumah sakit , anak demam tinggi mendadak terus
menerus, turun jika diberi penurun panas, suhu badan turun tidak pernah sampai
normal,

tidak menggigil, tidak kejang. Demam disertai batuk, riak, pilek, ingus

bening cair. Anak mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, tidak mual, maupun muntah,
tidak sariawan. Keluhan mencret, keluar cairan dari telinga, nyeri telinga, bintikbintik merah seperti digigit nyamuk, mimisan, gusi berdarah, sesak, ruam, mata merah
tidak ada. Tidak terdapat benjolan di leher. Nyeri saat buang air kecil disangkal,
warna kuning jernih. Buang air besar lembek, kuning. Anak hanya diberi obat

penurun panas belum dibawa berobat.


Satu hari sebelum masuk rumah sakit, anak masih demam namun lebih tinggi dari
sebelumnya, tidak mengigil, tidak kejang, demam tidak turun dengan obat penurun
panas kemudian timbul ruam kemerahan, pertama kali dibelakang telinga, muka batas
rambut dan leher, kemudian meluas ke dada bagian atas, ruam tidak gatal. Tidak
tampak bintik maupun ruam kemerahan ditelapak tangan dan kaki, muncul sariawan
dibagian dalam pipi. Mata merah, tidak nyerocos, tidak terdapat belekan, tidak silau.
3

Masih terdapat batuk pilek, tidak sesak, tidak didapatkan tanda perdarahan. Tidak
mual maupun muntah, tidak diare. Anak tidak mau makan hanya minum susu sedikit.
Kemudian anak dibawa ke puskemas dan dirujuk ke RSUD Kota Semarang, namun
karena ruangan penuh anak dirujuk ke UGD RSDK. Saat di UGD anak demam tinggi
mencapai 40,2 0C, tidak menggigil, tidak kejang, tampak lemas, tidak mau makan dan
minum. Di UGD anak didiagnosa observasi eksantem dengan demam kemudian anak

diprogramkan rawat inap di CILI di ruang perawatan isolasi.


Anak tampak lebih gemuk dibanding anak seusianya. Berat badan anak saat lahir
3100 gram, usia 1 bulan 4.000 gram dan usia 3 bulan 5.000 gram. Anak mendapat
ASI sejak lahir sampai usia 2 tahun, sejak usia 1 bulan anak mulai mendapat
tambahan susu formula dan diperkenalkan makanan padat berupa pisang kerok. Saat
ini anak dirumah lebih suka menonton TV sekitar 6-7 jam per hari. Dalam sehari anak
makan nasi dan lauk atau mie instan 3-5 kali ditambah cemilan dan susu kental manis
2-3 kali. Kebiasaan makan cepat saji disangkal, minuman bersoda disangkal. Anak
mengkonsumsi sedikit sayuran dan jarang makan buah.

III.

IV.

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya


Riwayat berkunjung ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan 1-3 minggu

sebelumnya disangkal
Riwayat alergi obat sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita


Morbili

: belum pernah

Diare

: belum pernah

Pertusis

: belum pernah

Disentri basiler

: belum pernah

Varisela

: belum pernah

Disentri amuba

: belum pernah

Difteri

: belum pernah

Demam tifoid

: belum pernah

Malaria

: belum pernah

Kecacingan

: belum pernah

Tetanus

: belum pernah

Operasi

: belum pernah

Fraktur

: belum pernah

Faringitis/tonsilitis

: belum pernah

Pneumonia

: belum pernah

Tuberkulosis

: belum pernah

Bronkitis

: belum pernah

Alergi obat/makanan

: belum pernah
4

Kejang

: belum pernah

Batuk dan pilek : pernah


V.

Hepatitis

: belum pernah

Demam berdarah

: pernah

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Tidak terdapat anggota keluarga dengan keluhan yang sama

Tidak ada keluarga, teman maupun tetangga sekitar yang sakit campak maupun sakit

demam dengan ruam


Tidak ada anggota keluarga dengan obesitas maupun yang tampak sangat sangat

gemuk
Terdapat anggota keluarga yang masih balita yaitu keponakan yang berusia 1 tahun

Pohon Keluarga
I
II

III

VI.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Riwayat kehamilan Ibu
Lahir dari ibu G4P4A0, 40 tahun, hamil 9 bulan. Saat hamil periksa ke puskesmas 4
kali, diberi vitamin dan tablet tambah darah serta suntikan TT. Tidak pernah sakit saat
hamil, tidak pernah demam saat hamil atau menjelang persalinan, tidak pernah minum
obat-obatan atau jamu di luar yang diberikan bidan (hanya minum vitamin dan tablet
tambah darah).
Riwayat kelahiran

Anak lahir ditolong dokter, usia kehamilan 9 bulan, secara sectio cessaria di RS, air
ketuban pecah saat persalinan, lahir langsung menangis, tidak sesak, tidak biru-biru,
tidak kuning, berat lahir 3100 gram, panjang badan lahir 48cm.
Riwayat paska lahir
Setelah lahir anak diperiksakan ke bidan, keadaan anak sehat, tidak terdapat kejang
maupun kuning. Saat ini ibu menggunakan KB steril

VII.

No

L/P

1.

Riwayat Persalinan
(berat/keadaan lahir/penolong)
Aterm, Spontan, lahir ditolong bidan,
lahir langsung menangis, berat lahir 2700
gram, panjang badan lahir lupa
Aterm, Spontan, lahir ditolong dukun
bayi, lahir langsung menangis, berat lahir
tidak ditimbang, panjang badan lahir
tidak diukur
Aterm, Spontan, lahir ditolong bidan,
lahir langsung menangis, berat lahir 3100
gram, panjang badan lahir lupa
Aterm, SC, lahir ditolong dokter, lahir
langsung menangis, berat lahir 3100
gram, panjang badan lahir 48

24 tahun

Keadaan saat ini


(sehat/sakit/men
inggal)
Sehat

23 tahun

Sehat

16 tahun

Sehat

5 tahun 2
bulan

Sakit ini

Umur

Riwayat Nutrisi
-

ASI diberikan sejak lahir sampai usia 2 tahun

Usia 0-1 bulan

Usia 1-6 bulan : ASI, Susu formula 2-3 x, @60-90 cc, 2-3 sendok takar, pisang uleg

: ASI

2x sehari @3 sendok makan, habis.


-

Sejak usia 7-11 bulan : ASI, Susu formula 2-3x , @ 120cc, 4 sendok takar. Bubur
nasi, bubur sumsum, 3x mangkuk, ditambah kuah dan lauk, tidak ditambah
minyak, habis.

Usia 11 bulan 2 tahun : ASI, Susu formula 3-4x, @120-150cc, 4-5 sendok takar.
Nasi 3 x 1 mangkuk, sayur bening atau bersantan, sop, bayam, lauk tahu, tempe,
telur, tidak ditambah minyak dan jarang mendapat daging merah, habis .

Usia 2 tahun - sekarang : nasi 3-4 kali/ hari @1 piring, sayur bening selang seling
kuah santan, tumis, kadang diberikan lauk ( tempe, tahu, ayam, telur), mie instan,
habis. Susu kental manis 2-3 kali/hari, @ 1 gelas, 1 sachet, habis

Selama di rumah sakit anak diberikan diet 3x nasi, susu isokalori 3 x 200 cc, habis.

Kesan : ASI tidak eksklusif, kualitas dan kuantitas makanan cukup


Food recall (1 minggu sebelum sakit) :
Hari ke-1 :
Pagi: bubur nasi dengan sayur tahu santan 1 mangkuk, susu kental manis 1 gelas @1
sachet, habis. Siang: nasi soto 1 mangkuk, cemilan wafer coklat 1 bungkus, habis.
Sore : mie goreng 1 bungkus dengan telur habis. Malam : nasi dengan sayur kangkung ,
lauk telur ceplok 1 butir, susu kental manis 1 gelas @ 1 sachet, habis.
Hari ke- 2:
Pagi : Mie instan goreng 1 bungkus, susu kental manis 1 gelas @1 sachet, habis. Siang :
nasi 1 piring dengan tumis sawi putih dan telur dadar 1 butir, habis. Sore : Nasi 1
piring dengan telur dadar makan cemilan gorengan 1 mendoan dan 1 tahu isi. Malam :
nasi 1 piring dengan sayur kangkung, 1 potong tempe goreng, susu kental manis 1 gelas
@1 sachet, habis.
Hari ke-3:
Pagi : nasi goreng 1 piring dengan telur coplok, susu kental manis 1 gelas @1 sachet,
habis. Siang : mie instan rebus 1 bungku dengam telurs, habis. Sore : Nasi 1 piring
dengan sayur bayam dan kulit ayam goreng, habis. Malam : Nasi 1 piring dengan sayur
bayam dan tempe goreng.
Asupan makanan anak sekitar 2160 kkal hari, kebutuhan anak sesuai BB ideal 1800
kkal hari
Kesan : kualitas cukup kuantitas lebih
VIII. Riwayat Tumbuh Kembang
7

Pertumbuhan :
-

Berat badan lahir 3100 gram, panjang lahir 48 cm

Berat badan bulan lalu 29 kg

Berat badan sekarang 30 kg, Tinggi badan sekarang 113,5 cm, berat badan ideal: 20
kg

Lingkar lengan atas : 25 cm

Lingkar kepala : 50 cm (mesosefal)

Kesan : Cross sectional : Obesitas, perawakan normal, mesosefal


Longitudinal : catch up growth (N1)
Perkembangan :
Milestone
Tersenyum
Miring

: 2 bulan
: 3 bulan

Tengkurap

- Duduk

- Merangkak

: 4 bulan

- Berjalan

: 7 bulan
: 9 bulan
: 1 tahun

Motorik kasar : anak sudah dapat berlari, melompat, berdiri 1 kaki, menaiki sepeda
roda 3.
Motorik halus: anak sudah bisa menggambar orang, mewarnai, mencontoh yang
ditunjukkan, anak sudah bisa mengancingkan baju
Personal sosial: anak dapat memakai kaos, pakai celana sendiri, berpakainan tanpa
bantuan, gosok gigi sendiri tanpa bantuan, minum dan makan sendiri.
Bahasa : Anak sudah bisa bicara dan merangkai kalimat dan semua dimengerti, menyebut
4 warna, berhitung angka 1-20,
Kesan
IX.

: Perkembangan anak sesuai usia

Riwayat Imunisasi
-

BCG

: 1 kali, usia 1 bulan (scar +)

DPT

: 2 kali (usia 2,3 bulan)

Hepatitis B

: 3 kali ( usia 0,2,3 bulan)

Polio

: 3 kali (usia 0,2,3 bulan)

Campak

: tidak diberikan
8

Kesan

: Imunisasi dasar tidak lengkap sesuai umur,

booster belum dilakukan

X. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Sosial ekonomi :
Ayah bekerja sebagai buruh. Ibu tidak bekerja. Penghasilan per bulan Rp 500.000,Keduanya menanggung 3 orang anak yang belum mandiri. Biaya pengobatan ditanggung
BPJS PBI kelas 3. Keluarga ini termasuk dalam keluarga miskin menurut kriteria BPS
(skor <10 )
Kesan : sosial ekonomi kurang.
Lingkungan :
Anak tinggal bersama kedua orangtua, dan kakak dalam satu rumah ,ukuran 10 x 6
m2 bangunan berdinding triplek dan seng. Terdapat 3 kamar tidur. Terdapat jendela di
dalam rumah. Atap berupa genting. Sumber listrik dari PLN sebesar 450 watt. Sumber air
bersih dari sumur pompa. Dapur terletak di belakang rumah berdekatan dengan kamar
mandi. Air buangan dialirkan melalui pipa. Sampah dibuang di tempat pembuangan
sampah 7 m dari rumah dan dibakar. Rumah dihuni 8 orang. Jarak rumah penderita dan
tetangga berdekatan. Jarak ke Puskesmas 100 meter. Jarak ke RSUD 3 km.

Tabel 1. Rangkuman pemeriksaan laboratorium darah


Tanggal
Hb (g/dl)
Ht (%)
Eritrosit (juta/mmk)
MCV (fL)
MCH (pg)
MCHC (g/dL)
Lekosit (/mm3)
Trombosit (/mm3)
RDW
Gambaran Eritrosit
Gambaran Lekosit

Harga Normal
11.5 15.5
35 45
4-5.2
79.0-990
26.0-31.0
29.0-36.0
5000 14500
200 400 ribu
11.5-14.5

22-12-14
13.0
38.1
4.9
77.3
26.4
34.1
4000
259.000
12.6

23-12-14
12.6
37.3
4.8
77.9
26.4
33.9
3700
235.000
14.1

24-09-14
12,1
35.7
4.6
77.9
26.1
33.9
6300
188.600
13.5
Anisositosis ringan(mikrositik),
poikilositosis ringan (ovalosit, eliptosit)
Jumlah tampak normal, limfosit
teraktifiasi (+)

Tanggal
Gambaran Trombosit
Hitung jenis
Eosinofil (%)
Basofil (%)
Batang (%)
Segmen (%)
Limfosit (%)
Monosit (%)

Harga Normal

22-12-14

23-12-14

3 5
01
25
50 70
20 40
0 10

24-09-14
Jumlah dan bentuk normal
3
0
1
47
40
9

C. PEMERIKSAAN FISIK
Anak perempuan, umur 5 tahun 2 bulan, berat badan 30 kg, dan tinggi badan 114 cm.
Keadaan Umum

: sadar, kurang aktif, nafas spontan, tampak ruam kemerahan diseluruh


tubuh, terpasang infus di tangan kanan, tampak gemuk

Tanda Vital

: Frekuensi Jantung

: 118 x / menit,

Nadi

: reguler, isi dan tegangan cukup

Frekuensi napas

: 24 kali/menit

Suhu

: 37.2 o C (aksiler)

Tekanan darah

: 90/60 (P 50 th)

Keadaan Tubuh
Kulit

: sawo matang, ruam makulopapular di seluruh tubuh

Kepala
Wajah

: ruam makulopapular (+)

Lingkar kepala

: 50 cm (mesosefal)

Rambut

: hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: injeksi konjungtiva(+), sekret (-), conjungtiva palpebra pucat (-)

Pupil

: isokor 2 mm/2 mm, refleks cahaya/bulu mata/kornea (+) normal

Telinga

: sekret (-), discharge (-), pembesaran kelenjar limfe retroaurikula (-)

Hidung

: napas cuping (-), sekret (-)

Mulut
Bibir

: kering (-), pucat (-), stomatitis (+), sianosis (-)

Mukosa

: kering (-), stomatitis (+), sianosis (-), bercak koplik (-)

Lidah

: atrofi papil (-), makroglosi (-) strawbery tongue (-)


10

Tenggorok

: Tonsil: T1-T1, hiperemis (+), detritus (-), kripte melebar (-)

Faring

: mukosa hiperemis (+) palatum letak tinggi (-)

Gigi geligi

: caries (-)

Leher

: simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)

Dada

: bentuk dada normal, simetris statis dinamis, lipatan lemak pada


payudara, ruam makulopapular (+)

Paru
Inspeksi

: simetris statis dinamis, retraksi (-)

Palpasi

: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi

: suara dasar: vesikuler (+); suara tambahan: hantaran (-), ronkhi (-).

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tak terlihat, pectus carinatum/ekskavatum (-)

Palpasi

: ictus cordis teraba di sela igaV 2cm medial linea


midclavicularis,tidak kuat angkat, dan tidak melebar, thrill (-)

Perkusi

: konfigurasi jantung sulit dinilai

Auskultasi

: suara jantung I dan II normal, bising (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: datar, venektasi (-), ruam makulopapuler (+)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), massa (-)

Limpa

: S0

Hepar

: tak teraba

Inguinal

: pembesaran kelenjar limfe (-)

Genital

: Perempuan,orificium uretra eksterna hiperemis (-)

Anus

: ekskoriasi (-)

Anggota gerak

superior

inferior

Edema

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/11

Refleks fisiologis

Refleks Patologis

Gerakan

simetris

Tonus

normotonus

Klonus

Kekuatan otot

kesan >3

Pucat

-/-

Bercak makulopapular:

+/+ normal

+/+ normal
-/-

-/-

+/+

kesan >3
+/+

Pemeriksaan N.craniales
N. I

: Sulit dinilai

N.II, III

: Refleks cahaya (+)

N.III, IV, VI

: Gerak bola mata (+)

N.V, VII

: Refleks kornea (+)

N.VIII

: Respon pendengaran (+)

N.IX, X

: Refleks menelan (+)

N. XI

: Menoleh (+)

N.XII

: Deviasi lidah (-)

Pemeriksaan Khusus Anthropometri


Perempuan, 5 tahun 2 bulan BB: 30 kg, TB: 114 cm, LK : 50 cm, LILA 25 cm
HAZ

: 0,75 SD

WAZ

: 3,03 SD

BMI for age

: 3,65 SD

HC

: -0,5 SD

Kesan : Obesitas, Perawakan normal, mesosefal


D. RINGKASAN:
Seorang anak perempuan 5 tahun 2 bulan datang dengan demam dan ruam.
Anamnesis didapatkan empat hari sebelum masuk rumah sakit, anak demam tinggi
mendadak terus menerus, tidak menggigil, tidak kejang. Demam disertai batuk, riak, pilek,
ingus bening cair. Anak mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, tidak mual, maupun muntah, tidak
12

sariawan. Keluhan mencret, keluar cairan dari telinga, bintik-bintik merah seperti digigit
nyamuk, mimisan, gusi berdarah, sesak, ruam, mata merah tidak ada. Nyeri saat buang air
kecil disangkal, warna kuning jernih. Buang air besar lembek, kuning. Satu hari sebelum
masuk rumah sakit, anak masih demam namun lebih tinggi dari sebelumnya, tidak mengigil,
tidak kejang, kemudian timbul ruam kemerahan, pertama kali dibelakang telinga, muka batas
rambut dan leher, kemudian meluas ke dada bagian atas, ruam tidak gatal. Tidak tampak
bintik maupun ruam kemerahan ditelapak tangan dan kaki, muncul sariawan dibagian dalam
pipi. Mata merah, tidak nerocos, tidak terdapat belekan, tidak silau. Masih terdapat batuk
pilek, tidak sesak.,tidak muntah, tidak diare. Anak tidak mau makan hanya minum susu
sedikit. Kemudian anak dibawa ke puskemas dan dirujuk ke RSUD Kota Semarang, namun
karena ruangan penuh anak dirujuk ke UGD RSDK. Saat di UGD anak demam tinggi
mencapai 40.20C, tidak menggigil, tidak kejang,

tampak lemas, tidak mau makan dan

minum. Di UGD anak didiagnosa observasi eksantem dengan demam kemudian anak
diprogramkan rawat inap di CILI di ruang perawatan isolasi.
Saat ini anak perawatan hari ke-3, keadaan anak sadar, cukup aktif, tampak ruam
merah kecoklatan di seluruh tubuh, anak bebas demam 1 hari. Selama hari perawatan pertama
dan kedua anak masih demam terus menerus, demam turun dengan obat penurun panas tapi
tidak sampai normal (37,8- 39,8 0C), ruam kemerahan bertambah meluas ke bagian dada,
perut, punggung, tangan dan kaki. Pada perut ada beberapa ruam yang cenderung bergabung
menjadi kemerahan yang besar tanpa batas yang tegas, ruam terlihat menyebar. Anak masih
batuk, pilek, tidak sesak napas, tidak muntah, tidak diare. Hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 13.0 gr/dl, Ht 38.1%, MCH 26.4 pg, MCV 77.3 fL, MCHC 34.1 gr/dl leukosit
4000/mmk, Trombosit 259.000/mmk. Anak didiagnosis observasi exantem dengan demam
DD morbili, rubela dan eksantema subitum, obesitas, perawakan normal. Anak mendapat
terapi infus D51/2 NS 960/40/10 tpm makrodrip, paracetamol 300 mg/6jam jika suhu 38C,
vitamin A 1 x 200.000 IU. Diit diberikan 3x nasi, 3x 200cc susu.
Anak tampak lebih gemuk dibanding anak seusianya, dirumah lebih suka menonton
TV sekitar 6-7 jam per hari. Dalam sehari anak makan nasi dan lauk atau mie instan 3-5 kali
ditambah cemilan dan susu kental manis 2-3 kali. Kebiasaan makan cepat saji disangkal,
minuman bersoda disangkal. Anak mengkonsumsi sedikit sayuran dan jarang makan buah.

13

E. DAFTAR PERMASALAHAN
-

Kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat ( oral hiegene kurang)

Rendahnya pendidikan orang tua, pengetahuan orang tua mengenai imunisasi kurang

Imunisasi DPT 3, Hepatitis B 3, campak dan booster ( MMR, DPT IV dan Polio IV)
belum diberikan

Sosial ekonomi kurang

Kepadatan hunian rumah

Pemeriksaan profil lipid, gula darah belum dilakukan

F. DIAGNOSIS BANDING
1. Observasi demam dengan exantema
DD/

Morbili
Rubela
Eksantema subitum

14

2. Obesitas, perawakan normal


DD/

Primer
DD/ Nutrisional
Sekunder
DD/

Genetik
Hormonal

G. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis Utama

: Morbili

2. Diagnosis Komorbid

: Obesitas
: Imunisasi dasar tidak lengkap

3. Diagnosis Komplikasi : H. RENCANA PENGELOLAAN ( PLANNING)


a. Rencana Pemeriksaan
- Pemeriksaan gula darah
- Profil lipid: Cholesterol, Trigliserida, HDL, LDL
b. Rencana terapi medikamentosa
-

Infus D5 NS 960/40/10 tpm makro


PO: - Parasetamol 300 mg tiap 4 jam (jika t>380C)
Vitamin A 200.000 iu
c. Asuhan nutrisi pediatrik
Perempuan, 5 tahun 2 bulan dengan BB 30 kg TB 114 cm LK 50 cm dan LILA 25 cm.
Penatalaksanaan obesitas dengan 5 langkah Pediatric Nutrition Care :
1. Assesment : WAZ 3.03 SD ( Berat badan lebih) , HAZ 0.75 SD (perawakan
normal), HC mesosefal , BMI for age 3,65 SD (obesitas) BMI menurut kurva
CDC lebih dari persentil 95th. Kesan :obesitas, perawakan normal, mesosefal.
2. Kebutuhan nutrisi sesuai berat badan ideal (20 kg) adalah kalori 90kkal/kgbb/hari,
protein 1.2g /kgbb/hari, sehingga kebutuhan kalori anak adalah 1800 kkal/hari,
protein 24 gr/hari dan kebutuhan cairan menurut Darrow 1500cc/hari
3. Rute pemberian : oral
15

4. Sediaan : 3x nasi, 3 x 200 cc susu ( Total kalori 1800 kal dengan komposisi
karbohidrat 50%, protein 15-20% dan lemak 30% dan serat 10gr/hari). Dengan
angka kecukupan gizi kalori 106% dan protein 150% dari BB ideal.
5. Monitoring : akseptabilitas diet, BB, catatan harian makan anak.
d. Rencana Perawatan
-

Mengatasi infeksi yang ada, perawatan diruang isolasi

Konseling gizi untuk penatalaksanaan diet anak dengan obesitas

Mencegah komplikasi penyakit

Menjaga kebersihan penderita dan ruangan.

Memberikan perasaan nyaman kepada penderita di ruangan


e. Rencana Pemantauan

Pemantauan tanda vital, berat badan dan tinggi badan

Pemantauan komplikasi morbili


f. Rencana KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

- Menjelaskan tentang penyakit, pemeriksaan yang akan dilakukan, pengobatan dan


penatalaksanaan nutrisi yang akan diberikan serta prognosis penderita.
- Menjelaskan tentang pentingnya pemberian imunisasi pada anak
- Menjelaskan kepada orangtua tentang pentingnya mengejar ketinggalan imunisasi
- Menjelaskan tentang status gizi anak yang obesitas, komplikasi akibat obesitas terhadap anak,
rencana penatalaksanaan diet pada anak.
- Meningkatkan aktivitas anak seperti bermain di luar rumah dan kebiasaan berolah raga,
pembatasan menonton TV
- Memberikan informasi kepada Puskesmas/tenaga kesehatan dalam lingkungan penderita, atas
izin orang tua, agar mendapatkan pemantauan kesehatan serta pengobatan yang baik.
-

Menjelaskan tentang pentingnya pencegahan infeksi, menjaga kebersihan dengan


mencuci tangan.

16

J. FOLLOW-UP (1)

Subyektif
Kesan Umum

Tanda Vital

Objektif

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan
penunjang

Assesment

HP Ke-3
HP Ke-4
(24 desember 2014 )
(25 Desember 2014 )
15.00 WIB
07.30 WIB
demam (-), ruam merah
Demam (-), ruam tampak
diseluruh tubuh, nafsu makan
menghitam, nafsu makan anak
kurang
kurang
Sadar, kurang aktif, napas
Sadar, kurang aktif, napas
spontan adekuat, tampak ruam spontan adekuat, tampak
makulopapular di seluruh
hiperpigmentasi di seluruh
tubuh
tubuh
HR : 110x/menit, RR :
HR : 108x/menit, RR :
24x/menit, N : reguler
20x/menit, N : reguler
isi&tegangan cukup, t : 36,8C isi&tegangan cukup, t : 37C
BB: 30 kg
BB: 30 kg
Mata : silier injeksi (-), anemis Mata : silier injeksi (-), anemis
(-); hidung: nafas
(-); hidung: nafas
cuping(-);Mulut : sianosis (-),
cuping(-);Mulut : sianosis (-),
faring hiperemis (+) T1-1
faring hiperemis (-) T1-1
hiperemis (+) detritus (-) kripte hiperemis (-) detritus (-) kripte
melebar (-) stomatitis (+)
melebar (-) stomatitis (+)
Leher : pembesaran nnll (-)
Leher : pembesaran nnll (-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I-II N, gallop(-),
Cor : BJ I-II N, gallop(-),
bising (-)
bising (-)
Pulmo : SD vesikuler (+)/(+),
Pulmo : SD vesikuler (+)/(+),
ST (-)/(-) Abdomen:
ST (-)/(-) Abdomen:
ekstremitas : ruam makulo
ekstremitas : ruam kehitaman
papular (+), edema (-); Lain(+), edema (-); Lain-lain
lain stasioner
stasioner
Hb 12.1 gr/dl, Ht 35.7%, MCH 26.1 pg, MCV 77.9 fL, MCHC
33.9 gr/dl leukosit 6300/mmk,
Trombosit 188.600/mmk.
Hitung jenis
E3/B0/Bt1/Sg47/L40/M9
Gambaran darah tepi:
Eritrosit : Anisositosis ringan
(mikrositik), poikilositosis
ringan (ovalosit, eliptosit)
Lekosit : Jumlah tampak
normal, limfosit teraktifiasi (+)
Trombosit : Jumlah dan bentuk
normal
Morbili
( B05.2)
Morbili
fase
17

Plan

Medikamentosa

Nutrisi
Program

Obesitas (E 66 )
Imunisasi dasar tidak
lengkap
(Z.282)

konvalesen ( B05.2)
Obesitas (E 66 )
Imunisasi dasar tidak
lengkap
(Z.282)
Infus D51/2 NS 960/40/10
tpm makrodrip

Infus D51/2 NS 960/40/10


tpm makrodrip
Paracetamol 300 mg/6jam
jika suhu 38C
3 x nasi
3 x 200 susu isokalori
Evaluasi kedaan umum dan
tanda vital
Evaluasi BB, akseptabilitas
diet.

HP Ke-5
(26 Desember 2014 )
07.30 WIB
Nafsu makan baik, ruam
menghitam
Sadar, cukup aktif, napas
spontan adekuat, ruam
hiperpigmentasi (+)
HR : 100x/menit, RR :
20x/menit, N : reguler
isi&tegangan cukup, t : 36,9C
BB: 30 kg
Mata : silier injeksi (-), anemis
(-); hidung: nafas
cuping(-);Mulut : sianosis (-),
faring hiperemis (-) T1-1
hiperemis (-) detritus (-) kripte
melebar (-) stomatitis (+)
Leher : pembesaran nnll (-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I-II N, gallop(-),
bising (-)
Pulmo : SD vesikuler (+)/(+),
ST (-)/(-) Abdomen:
ekstremitas : ruam kehitaman
(+), edema (-); Lain-lain
stasioner

HP Ke-6
(27 Desember 2014 )
07.30 WIB
-

3 x nasi
3 x 200 susu isokalori
Evaluasi kedaan umum
dan tanda vital
Evaluasi BB, akseptabilitas
diet..

FOLLOW-UP (2)

Objektif

Subyektif
Kesan Umum
Tanda Vital
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan

Sadar, cukup aktif, napas


spontan adekuat, ruam
hiperpigmentasi (+)
HR : 104x/menit, RR :
24x/menit, N : reguler isi &
tegangan cukup, t : 36,8C
BB: 30 kg
Mata : silier injeksi (-), anemis
(-); hidung: nafas
cuping(-);Mulut : sianosis (-),
faring hiperemis (-) T1-1
hiperemis (-) detritus (-) kripte
melebar (-) stomatitis (-)
Leher : pembesaran nnll (-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I-II N, gallop(-), bising
(-)
Pulmo : SD vesikuler (+)/(+),
ST (-)/(-) Abdomen:
ekstremitas : ruam kehitaman
(+), edema (-); Lain-lain
stasioner

18

penunjang
Assesment

Plan

Medikamentosa
Nutrisi
Program

Morbili
fase konvalesen
( B05.2)
Obesitas (E 66 )
Imunisasi dasar tidak
lengkap
(Z.282)

Morbili
fase konvalesen
( B05.2)
Obesitas (E 66 )
Imunisasi dasar tidak
lengkap
(Z.282)
-

3 x nasi
3 x200 susu isokalori
Evaluasi kedaan umum dan
tanda vital
Evaluasi BB, akseptabilitas
diet.

3 x nasi
3 x200 susu isokalori
Evaluasi kedaan umum dan
tanda vital
Evaluasi BB, akseptabilitas
diet.

FOLLOW-UP (3)

Subyektif
Kesan Umum
Tanda Vital

Objektif

Pemeriksaan Fisik

Plan

Pemeriksaan
penunjang
Assesment

Medikamentosa
Nutrisi
Program

HP Ke-7
(28 Desember 2014 )
07.30 WIB
Nafsu makan baik, ruam menghitam
Sadar, cukup aktif, napas spontan adekuat, ruam
hiperpigmentasi (+)
HR : 100x/menit, RR : 22x/menit, N : reguler
isi&tegangan cukup, t : 36,9C
BB: 30 kg
Mata : hiperemis (-),anemis (-); hidung: nafas
cuping(-);Mulut : sianosis (-), faring hiperemis (-)
T1-1 hiperemis (-) detritus (-) kripte melebar (-)
stomatitis (+)
Leher : pembesaran nnll (-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I-II N, gallop(-), bising (-)
Pulmo : SD vesikuler (+)/(+), ST (-)/(-) Abdomen:
ekstremitas : ruam kehitaman (+), edema (-); Lainlain stasioner

Morbili fase konvalesen ( B05.2)


Obesitas (E 66 )
Imunisasi dasar tidak lengkap
(Z.282)

3 x nasi
3 x 200 susu isokalori
Evaluasi kedaan umum dan tanda vital
19

Evaluasi BB, akseptabilitas diet


Pemeriksaan GDS, GDP, Cholesterol,
Trigliserid, HDL, LDL

J. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad sanam

: ad bonam

Quo ad fungsionam

: ad bonam

20

BAGAN ANALISA KASUS


R
I
S
I
K
O
D
I
A
G
N
O
S
I
S

Imunisasi campak tidak


diberikan

Rumah tinggal
padat

Morbili

Sosial
ekonomi
kurang

Pengetahuan dan
pendidikan orang tua
rendah

Imunisasi tidak
lengkap

Kebiasaan pola makan


berlebihan, aktivitas fisik
kurang

Obesitas

Konjungtivitis
viral

T
A
T
A
L
A
K
S
A
N
A
P
R
O
G
N
O
S
I
S

Kuratif
- Vitamin A 200.000 IU 2 kali
interval 24 jam
- Suportif
- Diet dengan AKG sesuai BB
ideal

Preventif
- Pemantauan komplikasi
- Cegah penularan dan rawat
Isolasi
- Melengkapi imunisasi

Asah
Asih
Asuh

Promotif
-Edukasi pengaturan diet
- Peningkatan aktivitas fisik
dan membatasi menonton TV
- Olah raga
-Edukasi hiegene sanitasi

Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Qou ad fungsionam : ad bonam

Rehabilitatif
-Dukungan
psikologis
- Stimulasi

21

SKEMA PERJALANAN PENYAKIT


Saat masuk RS

HP 3-4

HP 1-2

HP 5-6

HP 7

rambut,
Tidak
dadademam
bagiandi
atas,
, ruam
mata
makulopapular
merah, mata
batuk,merah,
kecoklatan
koriza, stomatisis,
di seluruh
tampak
tubuh,
gemuk
mata
Tidak
tidak
demam
merah,
, hiperpigmentasi,
batuk, stomatitis,
tampak
tampak
gemuk
gemuk
Hiperpigmentasi
mmuka
tidakbatas
tinggi,
ruam leher
makulopapular
seluruh
tubuh,
batuk,
koriza,
stamatitis,
tampak
gemuk
Lab
:
shift
ti
the
right,
limfosit
teraktivasi
kopeni
Konsul Mata : konjungtivitis viral ODS
Konsul Nutrisi Metabolik: kesan obesitas. Diet 3x nasi, 3 x susu isokalori dengan AKG 1800 kkal, 10 gram serat.

Asessment :

Observasi ruam dengan demam DD/


Morbili
Rubella
Eksantema subitum
Obesitas perawakan normal

Asessment :

Morbili
Obesitas perawakan normal

Asessment :

Observasi ruam dengan demam DD/


Morbili
Rubella
Eksantema subitum
ulang darah rutin, hitung jenis, gambaran darah tepi
Obesitas perawakan normal

Program :
Konsul Mata
Pemeriksaan ulang darah rutin

Morbili fase konvalesence


Obesitas

Asessment :
Asessment :

Morbili fase konvalesen


Obesitas

Program :
Rawat jalan
Program pemeriksaan GDS, GDP, Profil lipid
Program melengkapi imunisasi Campak dengan MMR, Hepatitis B

Program :
Konsul Nutrisi dan Penyakit Metabolik
Program : Pantau akseptabilitas diet

22

32

23

PEMBAHASAN
1. CAMPAK
Campak (measles/rubeola/morbili) adalah penyakit virus akut dengan etiologi
Morbilivirus (famili Paramixoviridae) yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium
prodormal (kataral), stadium erupsi dan stadium konvalesen.
Campak merupakan penyakit infeksi viral akut yang diperkirakan menjadi penyebab
800.000 kematian yang kebanyakan pada anak di negara berkembang. 1,2 Campak hanya
menginfeksi manusia dan vaksinasi efektif terhadap semua strain sehingga campak
memungkinkan dieliminasi secara global.2

24

Etiologi : Morbillivirus (fam. Paramixoviridae)


Masa inkubasi : 14 21 hari.
Masa penularan : 2 hari sebelum gejala prodromal sampai 4 hari timbulnya erupsi.
Cara penularan melalui droplet.
Manifestasi klinis:

Masa prodromal antara 2-4 hari ditandai dengan demam 38,4 40,6C, koriza, batuk,

konjungtivitis, bercak Koplik.


Bercak Koplik timbul 2 hari sebelum dan sesudah erupsi kulit, terletak pada mukosa
bukal posterior berhadapan dengan geraham bawah, berupa papul warna putih atau abu-

abu kebiruan di atas dasar bergranulasi atau eritematosa.


Demam sangat tinggi di saat ruam merata dan menurun dengan cepat setelah 2-3 hari

timbulnya eksantema.
Dapat disertai adanya adenopati generalisata dan splenomegali.
Eksantema timbul pada hari ke 3-4 masa prodromal, memudar setelah 3 hari dan

menghilang setelah 6-7 hari.


Erupsi dimulai dari belakang telinga dan perbatasan rambut kepala kemudian menyebar

secara sentrifugal sampai ke seluruh badan pada hari ke- 3 eksantema.


Eksantema berupa papul eritematosa berbatas jelas dan kemudian berkonfluensi menjadi

bercak yang lebih besar, tidak gatal dan kadang disertai purpura.
Bercak menghilang disertai dengan hiperpigmentasi kecoklatan dan deskuamasi ringan

yang menghilang setelah 7-10 hari.


Black measles merupakan keadaan yang berat dari campak, terdapat demam dan delirium
diikuti penekanan fungsi pernafasan dan erupsi hemoragik yang luas. 1-2

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko infeksi campak adalah sebagai berikut :
1. Imunodefisiensi yang disebabkan oleh adanya HIV atau AIDSm ankilating agent,
leukemis atau terapi kortikosteroid tanpa memandang status imunologi
2. Perjalanan ke daerah endemik
3. Hilangnya antibodi pasif sebelum imunisasi rutin diberikan.
Sedangkan faktor risiko campak berat dengan komplikasinya adalah :
1. Malnutrisi
2. Imunodefosiensi
25

3. Kehamilan
4. Kekurangan vitamin A
Faktor resiko terinfeksi campak menurut penelitian di Dhaka Banglades diantaranya
riwayat kunjungan ke rumah sakit 7-21 hari sebelumnya yang dimungkinkan adanya
transmisi nosokomial virus campak (OR 7.0 95% CI 4.2-11.6 p < 0.001) dan adanya lebih
dari satu anak di dalam rumah (OR 1.8 95% CI 1.1-2.5 p < 0.05).3 (level of evidence 3)
Pada kasus ini dari anamnesis didapatkan faktor resiko infeksi campak yaitu hilangnya
antibodi pasif dikarenakan belum mendapatkan imunisasi rutin campak, tinggal didaerah
endemis campak dan terdapat lebih dari 1 anak di rumah.
DIAGNOSIS
Diagnosa campak dapat ditegakkan dengan anamnese, gejala klinis dan pemeriksaan
laboratorium. Kasus campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di tubuh
berbentuk macula popular selama tiga hari atau lebih disertai panas badan 38C atau lebih
(terasa panas) dan disertai salah satu gejala bentuk pilek atau mata merah. Kasus campak
konfirmasi adalah kasus campak klinis disertai salah satu kriteria yaitu: pemeriksaaan
laboratorium serologis (IgM positif atau kenaikan titer antiantibodi 4 kali) dan atau isolasi
virus campak positif.5
Diagnosis campak ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada pasien ini dari anamnesis didapatkan demam disertai batuk, riak, pilek,
mata merah, sariawan, demam lebih tinggi pada hari ke 4 saat timbul ruam, ruam
kemerahan pertama kali timbul dibelakang telinga, muka batas rambut dan leher, kemudian
meluas ke dada bagian atas, tidak gatal, ruam kemerahan bertambah meluas ke bagian
dada, perut, punggung, tangan dan kaki dalam 2 hari kemudian menghitam tapi tidak
mengelupas. Dari pemeriksaan fisik pada hari perawatan ke 3 anak bebas demam 1 hari,
masih batuk, stomatitis di mukosa pipi dan bibir,tidak tampak bercak koplik, tampak ruam
kemerahan di seluruh tubuh pada hari perawatan ke 5 tampak hiperpigmentasi, tidak tampak
deskuamasi, tidak didapatkan bercak koplik. Hasil pemeriksaan laboratorium kesan lekopeni
dengan hitung jenis shift to the right. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan
penunjang IgM serum maupun antigen morbili.

26

Di negara berkembang, diagnosis campak sudah dapat ditegakan berdasarkan


manifestasi klinis. Di Brazil dimana sering ditemukan kasus campak penegakan diagnosis
campak melalui manifestasi klinis memiliki sensitivitas 100% dibandingkan pemeriksaan
IgM serum.4 (level of evidence 3) Di negara maju dimana kasus campak jarang yaitu terjadi
pada wisatawan atau anak yang tidak diimunisasi maka diagnosis klinis harus dikonfirmasi
dengan pemeriksaan antigen virus dengan pengecatan imunofluresen sekret nasofaring atau
dengan pemeriksaan Ig M campak.5 Bercak koplik yang merupakan tanda patognomonik
pada campak memiliki nilai prediktif yang tinggi dalam penegakan diagnosis campak.
Penelitian kohort di Inggris menyimpulkan bahwa Positive Predictive Value (PPV) bercak
koplik dalam penegakan diagnosis campak adalah 80% dan adanya bercak koplik
berhubungan dengan konfirmasi diagnosis campak (OR 7.2, 95% CI 2.1-24.9, p=0.001). 6
(level of evidence 3)
KOMPLIKASI
Virus campak menginfeksi sistemorgan multiple dan target epitel, retikuloendotelial, dan selsel darah putih, termasuk monosit, makrofag, dan limfosit T. pemeriksaan patologi anak-anak
meninggal karena campak akut menemukan sel-sel raksasa berinti khas infeksi virus campak
seluruh saluran pernapasan dan pencernaan dan sebagian besar jaringan limfoid. Infeksi virus
campak akan memicu penurunan limfosit CD4, mulai sebelum timbulnya
ruam dan berlangsung hingga 1 bulan.. Komplikasi dari penyakit campak telah dilaporkan
dalam setiap sistem organ (Tabel 1). Banyak komplikasi ini disebabkan oleh gangguan
permukaan epitel dan imunosupresi. Tingkat komplikasi dari campak bervariasi menurut
umur (tabel 2) dan mendasari kondisi.

27

Di negara berkembang anak dengan campak meninggal akibat komplikasi pneumonia


bakterial akut, ensefalitis akut atau akibat imunosupresi setelah infeksi campak sehingga anak
lebih rentan terhadap diare hingga 1 tahun pasca campak. 1,2 Anak dengan HIV yang terinfeksi
campak menunjukan manifestasi klinis yang lebih berat dan sering mengakibatkan kematian.7
SSPE merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang beresiko lebih besar
pada usia lebih muda dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului dengan
gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik,
kejang biasanya bersifat mioklonik. Tidak ada terapi untuk SSPE dan rata-rata jangka waktu
timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 Bulan. Kejadian komplikasi SSPE akibat
campak pada anak kurang dari 5 tahun di Jerman antara tahun 2003-2009 adalah 39 kasus
dengan perkiraan resiko terjadinya SSPE adalah 1 kasus dari 1700-3300 kasus campak (95%
CI 29.2-48.0).8 (level of evidence 3)

28

Pada kasus ini didapatkan stomatitis, tidak didapatkan komplikasi campak baik berupa
pneumonia, ensefalitis maupun komplikasi lain. Mengenai komplikasi SSPE pada pasien
masih harus dievaluasi sampai 7 tahun paska infeksi campak.
TATA LAKSANA
Penderita campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan. Anak memerlukan istirahat
di tempat tidur, kompres dengan air hangat bila demam tinggi. Anak harus diberi cukup
cairan dan diet disesuaikan dengan kebutuhan penderita dan diberikan vitamin A. WHO
merekomendasikan pemberian 2 dosis vitamin A terhadap semua anak dengan campak di
negara berkembang, terutama anak dibawah 2 tahun dengan campak berat. 9 (level of evidence
1) Penatalaksanaan vitamin A pada campak di negara berkembang mempertimbangkan masih
banyaknya anak di negara berkembang dengan serum retinol (vitamin A) yang rendah.
Penelitian RCT di Afrika Selatan menyatakan bahwa 92% anak yang dirawat dengan campak
berat memiliki kadar retinol serum yang rendah. Pada penelitian tersebut pada kelompok
anak yang secara random mendapat retinyl palmitat 200.000 IU/ hari secara oral selama 2
hari lebih cepat pulih dari pneumonia dan diare, lebih sedikit yang mengalami croup dan
dirawat lebih singkat di rumah sakit. Terdapat 12 anak yang meninggal dimana 10 anak
berasal dari kelompok plasebo (p = 0.05).10 (level of evidence 2)
Cochrane review dari 8 penelitian RCT mengenai penatalaksanaan vitamin A pada
campak akut menyatakan bahwa vitamin A pada keseluruhan penelitian tidak bermakna
dalam mengurangi resiko terjadinya kematian (RR 0.70, 95% CI 0.42-1.15) namun pada
beberapa penelitian RCT yang memberikan 2 dosis vitamin A selama 2 hari bermakna
mengurangi resiko kematian pada anak kurang dari 2 tahun (RR 0.18, 95% CI 0.03-0.61) dan
mengurangi resiko terjadinya pneumonia (RR 0.33, 95% CI 0.08-0.92).11 (level of evidence 1)
Penelitian RCT dari 105 anak di Jepang menyatakan bahwa pemberian vitamin A bermakna
mengurangi durasi batuk dari 9.2 hari menjadi 7.2 hari tanpa terjadi toksisitas. 12 (level of
evidence 2) Penelitian mengenai pemberian vitamin A setidaknya dua dosis 200.000 IU pada
anak 1 usia dan 100 000 IU untuk bayi bermakna mengurangi angka kematian campak
sebesar 62% [RR 0,38; 95% CI (0,18-0,81)]. 13 (level of evidence 3) Pada kasus ini pasien
berusia 5 tahun 2bulan dan mendapat penatalaksanaan vitamin A dengan dosis 200.000 IU
sebanyak 2 dosis dengan interval 24 jam.
29

Virus campak dapat menyebabkan pneumonia viral namun anak dengan campak juga
beresiko mengalami peumonia bakterial akibat imunosupresi dan superinfeksi. Beberapa
penelitian mengenai bakteri penyebab pneumonia bakterial pada campak diantaranya
Streptococcus

viridans,

Staphylococcus

aureus

dan

Streptococcus

pneumoniae.14

Penatalaksanaan antibiotik empiris pada anak campak berat dengan pneumonia kemungkinan
memiliki peranan penting. Penelitian di Nepal melaksanakan program pemberikan antibiotik
kotrimoksasol selama 5 hari terhadap anak campak dengan pneumonia sesuai kriteria WHO
menunjukan penurunan kematian 28% pada tahun ke-3 program tersebut berlangsung.15
Cochrane review dari penelitan-penelitian mengenai pemberian antibiotik pada
campak diperoleh 6 penelitian diantaranya dari 1304 anak dengan kualitas penelitian yang
rendah dimana 4 dari 764 anak yang mendapat antibiotik meninggal dibandingkan 1 anak
yang meninggal dari 637 kontrol. Sehingga disimpulkan bahwa tidak diperoleh bukti yang
kuat untuk memberikan antibiotik profilaksis pada campak kecuali campak berat dengan
pneumonia.16 (level of evidence 2) Pada kasus ini pasien tidak mendapat penatalaksanaan
antibiotik karena pasien tidak mengalami campak berat dengan komplikasi pneumonia.
Penelitian RCT mengenai pemberian antioksidan seperti vitamin C dan E tidak
mempengaruhi keluaran yang baik pada anak yang mengalami campak dan pneumonia. 17
Begitu pula pada pemberian zink menunjukan hasil penelitian yang serupa. 18(level of
evidence 2) Pada kasus ini pasien tidak mendapat penatalaksanaan antioksidan berupa
vitamin A, vitamin E maupun zink.
Vaksinasi merupakan upaya paling efektif dan murah untuk mencegah campak. 19
Penelitian case kontrol di Banglades yang melibatkan 783 anak menyatakan bahwa
efektivitas vaksinasi campak diperkirakan 80 % (95% CI 0.6-0.9). 3 (level of evidence 3)
Vaksin campak berasal dari virus hidup yang dilemahkan (live attenuated virus) sehingga
kontraindikasi untuk anak dengan imunodefisiensi. Namun karena campak dapat terjadi lebih
berat pada anak dengan HIV dan sering terjadi di negara berkembang maka anak dengan HIV
tetap

direkomendasikan

mendapat

vaksinasi

campak

dan

MMR

kecuali

jika

imunokompromise dengan CD4 < 750 sel/uL untuk anak usia < 12 bulan, < 500 untuk usia 15 tahun dan < 200 untuk usia > 5 tahun. Di negara maju vaksinasi campak pertama
direkomendasikan dilakukan pada usia 12-15 bulan dan booster diberikan pada usia 5-12
tahun. Di negara berkembang direkomendasikan pemberian vaksinasi campak pertama pada
30

usia 9 bulan karena morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada satu tahun pertama kehidupan
anak. Sedangkan imunisasi pada usia 6 bulan kurang berhasil. 2 Meskipun beberapa penelitian
menyatakan bahwa dua dosis vaksinasi pada usia 4-8 bulan dapat menyelamatkan lebih
banyak anak.20, 21
Menurut rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) anak usia 9-12 bulan
yang belum mendapat vaksinasi campak maka dapat diberikan kapan saja saat bertemu. Jika
anak berusia 1 tahun dapat diberikan MMR. Jika booster belum didapat setelah umur 6
tahun, maka vaksin campak atau MMR dapat diberikan kapan saja saat bertemu. 22 Pada
kasus ini pasien tidak pernah mendapatkan imunisasi campak maupun booster MMR dan
direncanakan vaksinasi MMR serta melengkapi vaksinasi DT, Hepatitis B dan polio saat
kontrol di poliklinik tumbuh kembang.
Bagi anggota keluarga yang kontak dengan penderita campak direkomendasikan
untuk diberikan vaksinasi campak atau MMR dalam 72 jam setelah kontak apabila belum
pernah mendapat vaksinasi campak atau dengan status imunokompromise. 23 Pada kasus dari
anamnesis tidak ada anggota keluarga yang kontak dengan pasien yang belum mendapat
vaksinasi campak maupun anggota keluarga dengan imunokompromise sehingga tidak ada
anggota keluarga yaang perlu dilakukan vaksinasi campak. Keponakan pasien berusia 1
tahun dan sudah mendapat vaksinasi campak usia 9 bulan.
2. OBESITAS
Obesitas adalah sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan
penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Obesitas pada masa anak berisiko tinggi
menjadi obesitas dimasa dewasa dan berpotensi mengalami penyakit metabolik dan penyakit
degeneratif dikemudian hari.24
Secara klinis penderita obesitas dikenali dengan tanda dan gejala :
-

wajah membulat
pipi tembem
dagu rangkap
leher relatif pendek
dada membusung dengan payudara membesar yang mengandung jaringan lemak,
perut membuncit disertai dinding perut berlipat-lipat

31

kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan pangkal paha bagian dalam saling
menempel

pada anak laki-laki sering disertai penis yang tersembunyi (burried penis). 25

Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang lebih obyektif berdasarkan


pengukuran antropometri dan atau pemeriksaan laboratorik, yaitu : pengukuran berat badan
yang dibandingkan dengan standar dan disebut obesitas bila BB>120 % BB standar

25

pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB) > persentil ke-95 atau Z score
>= +2SD, pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness triceps >
persentil ke-85.Pengukuran lemak lemak secara densitometri dan hidrometri tidak digunakan
pada anak karena sulit dan tidak praktis dan Indeks Massa Tubuh (IMT) persentil ke-95
sebagai indikator obesitas. 26
WHO (1997) dan The National Institutes of Health (NIH) (1998) dan The Expert
Committee on Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services telah
merekomendasikan Body Mass Index (BMI) atau IMT sebagai baku pengukuran obesitas
pada anak diatas 2 tahun dan remaja.27
Klasifikasi IMT terhadap umur adalah sebagai berikut :
< persentil ke-5 adalah berat badan kurang;
persentil ke-85 adalah overweight; dan
persentil ke-95 adalah gemuk atau obesitas.
Klasifikasi yang digunakan adalah berdasarkan Z-score usia 5-19 tahun menggunakan
WHO referrence 2007 for 5-19 years : Z-score +1 diklasifikasikan sebagai gizi lebih
(overweight); dan +2 sebagai obesitas.28, 29
Pada kasus ini pasien dari pemeriksaan fisik tampak gejala obesitas berupa wajah
membulat, pipi tembem, dagu rangkap, leher relatif pendek, dada membusung dengan
payudara membesar yang mengandung jaringan lemak, perut membuncit disertai dinding
perut berlipat-lipat, kedua tungkai berbentuk X dengan pangkal paha bagian dalam saling
menempel. Dari pemeriksaan antopometris diperoleh data BMI for age +3.65 SD dan Z
score +3 SD serta IMT 23.2 yang menurut kurva CDC > percentil 95 sehingga anak
didiagnosis obesitas.

32

PREVALENSI
Prevalensi obesitas terus meningkat pada tahun-tahun terakhir. Penelitian di Amerika
pada tahun 1997, dengan menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT), 15% menderita obesitas.
di Singapura pada tahun 2000 didapatkan prevalensi obesitas anak umur 6-7 tahun adalah
10,8%,2 di Indonesia angka kejadian obesitas belum diketahui dengan pasti. Prevalensi
obesitas pada anak SD di beberapa kota besar di Indonesia berkisar 2,1 25%. Penelitian di
Semarang 9,1% dan 10,6% anak usia 6-7 tahun, menderita overweight dan obesitas, dengan
proporsi laki-laki lebih besar dibanding wanita.30
Obesitas disebabkan adanya keseimbangan energi positif, sebagai akibat ketidak
seimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi
yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar gangguan keseimbangan energi
ini disebabkan oleh faktor eksogen/idiopatik /nutrisional (obesitas primer) sedang faktor
endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik hanya
sekitar 10%. Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit
multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi
antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi
dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.27
Pada kasus ini anak berusia 5 tahun 2 bulan dan etiologi obesitas pada anak multifaktorial.
Faktor nutrisional yang kemungkinan menjadi penyebab obesitas pada anak adalah
pemberian makanan padat terlalu dini yaitu anak saat berusia 1 bulan sudah diberikan
pisang kerok. Faktor lain yang mempengaruhi kondisi obesitas pada anak antara lain faktor
aktivitas dan gaya hidup dimana anak memiliki kebiasaan jarang melakukan aktivitas
bermain di luar rumah dan berolah raga namun lebih sering menonton TV di rumah sekitar
6-7 jam/hari. Anak memiliki kebiasaan makan yang sering sekitar 4 kali per hari dengan
asupan makanan berlebihan menurut food recall sekitar 2140 kkal/ hari, sedangkan
kebutuhan kalori anak menurut BB ideal adalah 1800 kkal.
Sistematik review mengenai prevalensi obesitas pada anak di USA menyatakan bahwa
prevalensi overweight dan obesitas usia 2 tahun adalah 21% dan usia 8 tahun 39 % dimana
prevalensi meningkat bermakna usia 5 tahun.31 (level of evidence 1) Penelitian di Jerman
menyatakan terdapat hubungan bermakna antara lama menonton TV dan kebiasaan berolah
raga terhadap kejadian obesitas (p<0.05).32 (level of evidence 3) Penelitian di Texas mengenai
33

hubungan obesitas dan aktivitas menonton TV dan bermain video game pada 2831anak usia
1-12 tahun menyatakan bahwa anak yang menonton TV lebih lama secara bermakna memiliki
status berat badan lebih tinggi (p=0.01).33 (level of evidence 3)
Faktor resiko penyakit kardiovaskuler pada anak dengan obesitas meliputi peningkatan: kadar
insulin, trigliserida, LDL-kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDLkolesterol. Risiko penyakit kardiovaskuler di usia dewasa pada anak obesitas sebesar 1,7 2,6. IMT mempunyai hubungan yang kuat dengan kadar insulin dimana IMT > persentile ke
99, 40% diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi, 15% mempunyai kadar HDL-kolesterol
yang rendah dan 33% dengan kadar trigliserida tinggi. 34 Anak obesitas cenderung mengalami
peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, sekitar 20-30% menderita

hipertensi.

Prevalensi penurunan glukosa toleran test pada anak obesitas adalah 25% sedang diabetes
mellitus tipe-2 hanya 4%. Hampir semua anak obesitas dengan diabetes mellitus tipe-2
mempunyai IMT > + 3SD atau > persentile ke 99. Obstruktive sleep apnea sering dijumpai
pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok. 27 Penelitian di Turki
mengenai sindrom metabolik pada 112 anak dan remaja dengan obesitas menyatakan bahwa
46.6% anak menunjukan kadar glukosa darah yang abnormal, 42.9% mengalami
dislipidemia, 42.9% mengalami hipertensi dan 24% mengalami sindrom metabolik menurut
kriteri National Cholesterol Educational Panel (NCEP), 38.8% menurut kriteria WHO. 35
(level of evidnce 3)
Pada kasus ini pasien tidak mengalami hipertensi dimana dari pemeriksaan fisik TD
anak 90/60 mmHg (persentil 50th). Pasien juga tidak mengalami obstruktive sleep apnea
karena tidak pernah ada gejala mengorok. Sedangkan faktor resiko penyakit kardiovaskuler,
dislipidemia dan DM pada pasien belum dapat disingkirkan dan diusulkan untuk
pemeriksaan GDS, GD dan profil lemak terhadap pasien.
Penatalaksanaan obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin karena
etiologinya multifaktorial dengan mengikut sertakan keluarga dalam proses terapi obesitas.
Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan
keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah /
modifikasi pola hidup. Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak,
yaitu usia 2 - 7 tahun dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit
penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi dengan usia dibawah 7 tahun,
34

dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan, sedang pada obesitas dengan
komplikasi pada anak usia dibawah 7 tahun dan obesitas pada usia diatas 7 tahun dianjurkan
untuk menurunkan berat badan. Target penurunan berat badan sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan
kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan.27
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA,
hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan. 5 Intervensi diet harus
disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada
obesitas sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan
pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile)
dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very low
calorie diet ). Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang : menurunkan berat badan
dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal, diet seimbang dengan komposisi
karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi
total serta kolesterol < 300 mg per hari, diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun
dengan penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram per hari.27
Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme. Latihan
fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik
dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan
ketrampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. 27 Dianjurkan untuk
melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari. Dukungan orang tua menyediakan diet
yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk ahli gizi dan ikut berpartisipasi dalam
program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet.27
Pada kasus ini anak berusia kurang dari 7 tahun dan termasuk obesitas tanpa
komplikasi maka penatalaksanaan obesitas pada anak cukup dengan mempertahankan berat
badan. Penatalaksanaan obesitas pada anak meliputi pengaturan diet sesuai RDA dengan
target asupan kalori 1800 kkal/hari dengan komposisi karbohidrat 50%, lemak 30% dengan
dan protein 15-20% per hari, diet tinggi serat 10 gram per hari diperoleh dari kebutuhan
serat yang dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis menggunakan
rumus: (umur dalam tahun + 5) gram per hari yaitu serat 10 gram per hari. Program untuk
peningkatan aktivitas fisik anak dianjurkan diantaranyai bersepeda, berenang, menari dan

35

senam serta mengubah perilaku anak dengan mengurangi waktu menonton TV. Dimana
semua hal ini dapat dilakukan dengan dukungan penuh orang tua dan anggota keluarga lain
Sistematik review di Spanyol menyatakan bahwa peningkatan aktivitas fisik efektif
dalam penatalaksanaan overweight dan obesitas pada anak dan remaja. Aktivitas fisik yang
paling efktif adalah kombinasi aerobik dan non-aerobik selama 180 menit per minggu dan
lebih efektif dengan dukungan keluarga.36 Sistematik review di Australia menyatakan bahwa
intervensi pola hidup pada anak dengan obesitas bermakna menurunkan BMI (95% CI -2.18-0.32) dan Z score (95% CI -0.18- -0.02), meningkatkan kadar LDL (95% CI -0.24- -0.07),
menurunkan trigliserid (95% CI -0.24 - -0.07).37 (level of evidence 1)
Penelitian mengenai kualitas hidup anak usia sekolah dengan obesitas di USA
menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara obesitas dan penurunan kualitas
hidup terutama psikososial, kepercayaan diri dan fungsi fisik serta emosi orang tua. 38 Pada
kasus ini anak telah dilakukan deteksi dini PSC 17, KMME dan SDQ dengan kesan tidak
didapatkan gangguan perilaku mental emosional.
Pengelolaan secara Komprehensif
a. Kuratif : meliputi tim multidisipliner : terapi suportif , tatalaksana obesitas meliputi nutrisi,
aktifitas fisik dan perubahan pola hidup anak.
b. Preventif : pemantauan terhadap komplikasi obesitas, melengkapi vaksinasi MMR, DT,
Hepatitis B dan polio pada anak
c. Promotif : edukasi kepada orangtua tentang pentingnya imunisasi, hiegene dan sanitasi,
serta edukasi mengenai penatalaksanaan obesitas anak.
d. Rehabilitatif : program rehabilitasi untuk mengembalikan keceriaan anak dengan aktivitas
bermain anak jika kondisi anak sudah memungkinkan. Dukungan orang tua dalam
penatalaksanaan obesitas anak.
Pengelolaan secara Holistik
Faktor lingkungan fisiko-bio-psikososial yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak.

36

Lingkungan lain yang berpengaruh :


a. Lingkungan

mikro : dukungan pengaturan diet, aktivitas fisik dan pola hidup anak,

kebersihan diri untuk mencegah infeksi, kedekatan anak dengan orang tua.
b. Lingkungan Mini : dukungan orang tua dan anggota keluarga lain dalam pengaturan diet,
aktivitas fisik dan pola hidup anak serta suasana hubungan keluarga yang harmonis.
c. Lingkungan Meso : lingkungan tetangga yang baik dan ramah, teman-teman sekolah dan
sekitar rumah yang selalu mendukung dalam pengaturan diet, aktivitas fisik dan pola
hidup anak.
d. Lingkungan Makro : Kebijakan pemerintah dimana pada pasien ini sudah mendapatkan
BPJS. Serta kebijakan pemerintah mengenai program imunisasi.

LAMPIRAN

37

38

39

40

FOOD RECALL :
Hari
I

II

III

Menu makanan
SARAPAN :
Bubur nasi
Tahu kuah santan
Susu kental manis
SIANG :
Nasi soto
Tempe goreng
Wafer cokelat
SORE :
Mi goreng instan
Mendoan
Tahu isi
MALAM :
Nasi
Telur goreng
Sayur kangkung
Susu kental manis
PAGI :
Mi goreng instan
Susu kental manis
SIANG
Nasi
Tumis sawi putih
Telur dadar
SORE :
Nasi
Telur dadar
Mendoan
Tahu isi
MALAM :
Nasi
Sayur kangkung
Tempe goreng
Susu kental manis
PAGI :
Nasi goreng
Telur ceplok
Susu kental mani
SIANG :
Mi instan rebus
Telur goreng
SORE :
Nasi

Jumlah

Kalori
(kkal)

100 gr
100 gr
200 ml

72
44
180

200 gr
50 gr
40 gr

400
75
200

85 gr
100 gr
100 gr

390
149
124

100 gr
50 gr
100 gr
200 ml

175
190
75
180

85 gr
200 ml

390
180

100 gr
100 gr
50 gr

175
75
190

100 gr
50 gr
100 gr
100 gr

175
190
149
124

100 gr
100 gr
40 gr
200 ml

175
75
75
180

200 gr
50 gr
200 ml

333
190
180

75 gr
50 gr

330
190

100 gr
100 gr

175
75

Total kalori
(kkal)

Kebutuhan
kalori (kkal)

AKG
(%)

2254

2153

2014

41

Sayur bayam
Kulit ayam goreng
MALAM :
Nasi
Sayur bayam
Tempe goreng

100 gr

216

100 gr
100 gr
40 gr

175
75
75

42

DAFTAR PUSTAKA

43

1 Centers for Desease Control and Prevention (CDC). Vaccine preventable deaths and flobal
immunization vision and strategy, 2006-2015. MMWR 2006; 55: 511-5.
2 De Quadros CA. Is global measles eradication feasible? Curr Top Microbiol Immunol
2006;304:153-63
3 Akramuzzaman SM, Cutts FT, Hossain MJ at al. Measles vaccine effectivenes and risk factors for
measles in Dhaka, Bangladesh. Bulletin of the World Health Organization 2002; 80:776-82.
4 Oliveira SA, Camacho LA, Pereira AC, Setubal S, Nogueira RM, Siqueira MM. Assessment of
the performance of a definition of a suspected measles case: implications for measles surveillance.
Rev Panam Salud Publica 2006;19:22935.
5 Hutchins SS, Papania MJ, Amler R et al. Evaluation of the measles clinical case definition. J
Infect Dis 2004;189(suppl 1):S1539.
6 Zenner D, Nacul L. Predictive power of kopliks spot for the diagnosis measles. J Infect dev
Ctries 2012;6:271-5.
7 Perry RT, Mmiro F, Ndugwa C, Semba RD. Measles infection in HIV-infected African infants.
Ann N Y Acad Sci 2000;918:37780.
8 Sconberger K, Ludwig MS, Wildner M, Weissbrich B. Epidemiology of subacute sclerosing
panencephalitis (SSPE) in Germany from 2003 to 2009: a risk estimation. PloS ONE 2013; 8:
e68909.
9 WHO. A Guide to the Treatment and Prevention of Vitamin A Deficiency and Xerophthalmia, 2nd
edn. Geneva: WHO, 1997.
10 Hussey GD, Klein M. A randomized, controlled trial of vitamin A in children with severe
measles. N Engl J Med 1990;323:1604.
11 Huiming Y, Chaomin W, Meng M. Vitamin A for treating measles in children. The Cochrane
Database of Systematic Reviews 2005;(4):Art No CD001479.
12 Kawasaki Y, Hosoya M, Katayose M, Suzuki H. The efficacy of oral vitamin A supplementation
for measles and respiratory syncytial virus (RSV) infection. Kansenshogaku Zasshi 1999;73:1049.
13 Sudfeld CR, Navar AM, halsey NA. Effectivness of measles vaccination and vitamin A
treatment. International journal of epidemiology 2010; 39;148-155.
14 Berkowitz FE, Cotton MF. Endotracheal aspiration for the bacteriological diagnosis of
nosocomial- and measlesassociated pneumonia. Ann Trop Paediatr 1988;8:21721.
15 Pandey MR, Daulaire NM, Starbuck ES, Houston RM, McPherson K. Reduction in total underfive mortality in western Nepal through community-based antimicrobial treatment of pneumonia.
Lancet 1991;338:9937.
16 Shann F, DSouza RM, DSouza R. Antibiotics for preventing pneumonia in childrenwith
measles. The Cochrane Database of Systematic Reviews 2000;(4):Art No CD001477.
17 Mahalanabis D, Jana S, Shaikh S et al.Vitamin E and vitamin C supplementation does not
improve the clinical course of measles with pneumonia in children: a controlled trial. J Trop Pediatr
2006;52:3023.

18 Mahalanabis D, Chowdhury A, Jana S et al. Zinc supplementation as adjunct therapy in children


with measles accompanied by pneumonia: a double-blind, randomized controlled trial. Am J Clin
Nutr 2002;76:6047.
19 Edejer TT, Aikins M, Black R, Wolfson L, Hutubessy R, Evans DB. Cost effectiveness analysis
of strategies for child health in developing countries. BMJ 2005;331:1177.
20 Aaby P, Andersen M, Sodemann M, Jakobsen M, Gomes J, Fernandes M. Reduced childhood
mortality after standard measles vaccination at 48 months compared with 911 months of age.
BMJ 1993;307:130811.
21 Garly ML, Bale C, Martins CL et al. Measles antibody responses after early two dose trials in
Guinea-Bissau with Edmonston-Zagreb and Schwarz standard-titre measles vaccine: better antibody
increase from booster dose of the Edmonston-Zagreb vaccine. Vaccine 2001;19:19519.
22 Musa DA. Jadwal Imunisasi Tidak teratur. Dalam : Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SR,
Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko, penyunting. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi
Ketiga Tahun 2008. BP IDAI. 2008 ; 3 : 117-21
23 Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Postexposure prophylaxis, isolation, and
quarantine to control an import-associated measles outbreakIowa, 2004. MMWR 2004;53:969
71.
24 WHO, Obesity : Preventing and managing the global epidemic, WHO Technical Report Series
Geneva. 2000;894.
25 Heird, W.C. Parental Feeding Behavior and Childrens Fat Mass. Am J Clin Nutr, 2002; 75: 451
452.
26 Taitz, L.S. Obesity, Dalam Textbook Of Pediatric Nutrition, IIIrd ed, McLaren, D.S., Burman, D.,
Belton, N.R., Williams A.F. (Eds). London: Churchill Livingstone, 1991; 485 509.
27 Syarif, D.R. Childhood Obesity: Evaluation and Management, Dalam Naskah Lengkap National
Obesity Symposium II, Editor: Adi S., dkk. Surabaya, 2003; 123 139.
28 Onis MAW, Onyango.Development of WHO growth referrence for school-aged childreen and
adolescent. World Health Organization. 2007;85:660-7.
29 Sjarif DR.Obesitas anak dan remaja. Dalam Buku ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik,
IDAI,Jakarta. 2011;230-43.
30 Faizah Z. Faktor risiko obesitas pada murid sekolah dasar usia 6-7 tahun di semarang.Tesis.
Semarang: Universitas Diponegoro; 2004.
31 Novonty R, Fialkowski MK, Li F, et al. Systematic review of prevalence of young child
overweight and obesity in the united states affiliated pacific region compared with the 48
contiguous states: the childrens healthy living program. Am J Public Health 2015; 105: e22-e35.
32 Kiess W, Galler A, Reich A, et al. Clinical aspects of obesity in childhood and adolescence.
Obesity review 2001; 2:29-36.
33 Vandewater EA, Shim M, Caplovitz AG. Linking obesity and activity level with children,s
television and video game use. Journal of adolescence 2004;27:71-85.
34 Freedman D S. Childhood Obesity and Coronary Heart Disease. Dalam Obesity in Childhood
and Adolescence, Kiess W., Marcus C., Wabitsch M.,(Eds). Basel: Karger AG, 2004; 160-9.

35 Cizmecioglu FM, Hatun S, Kalaca S. Metabolic syndrome in obese turkish children and
adolescents: comparison of two diagnostic models. The Turkish Journal of Pediatrics 2008; 50: 35965.
36 Aquilar CMJ, Ortegon PA, Mur VN, et al. Physical activity programmes to reduce overweight
and obesity in children and adolescent; a systematic review. Nutr Hosp 2014; 30: 727-40.
37 Ho M, Garnett SP, Baur L, at al. Effectiveness of livestyle interventions in child obesity:
systematic review with meta-analysis. Pediatrics 2012;130:e1647-71.
38 Friedlander SA, Larkin EK, Rosen CL, Palermo TM, Redline S. Decreased quality of life
associated with obesity in school-aged children. Arch Pediatr adolesc Med 2003;157:1206-11.

You might also like