You are on page 1of 13

UNSURUNSURINTERPRETASICITRADANTEKNIKINTERPRETASICITRA

SURYADARMAYUDISTIRA1314031013

UNIVERSITASPENDIDIKANGANESHA

KATA PENGANTAR
Puji Syukur di panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul unsur-unsur interpretasi citra dan teknik interpretasi citra
tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi syarat dalam mengikuti pengajaran
pengindraan jauh, makalah ini akan memberikan pengetahuan gentang unsur interpretasi citra
serta teknik penggunaanya.
Dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan terimakasih kepada bapak dosen
pembimbing karena sudah memberikan tugas ini sehingga pengetahuan kami tentang materi
kuliah semakin bertambah.
Selanjutnya dengan asumsi bahwa tiada gading yang tak retak, maka dari itu segala kritik dan
saran yang bersifat membangun masih sangat diharapkan guna memperbaiki diri dalam karya tulis yang
lainnya. Akhirnya penulis berdoa semoga Sang Maha Esa melimpahkan segala anugrah dan berkatnya
atas segala partispasi semua pihak yang telah ikut membantu penyelesaian skripsi ini.

Sigaraja, 12 september 2014


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang,


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang pesat mengikti arus
globalisasi yang menuntut manusia semakin harus meningkatkan kemampuan berfikir tentang
ilmu pengetahuannya. Khusus untuk mansia yang ingin mengetahui suatu wilayah dalam segala
bentuk ruangnya dibutuhkan kemampuan untuk membuat sebuah peta.
Iinterpretasi citra sebagai cara untuk menganilis data secara manual atau digital yang
mempermudah pengguna untuk menemukan berbagai data dalam bentuk keruangan.
Penegenalan identitas dan jenis obyek pada citra yang mendasarkan kepada karakteristik obyek
pada citra.
Interpretasi citra merupakan suatu kegiatan untuk menentukan bentuk dan sifat obyek
yang tampak pada citra, berikut deskripsinya. Interpretasi citra dapat dilakukan secara manual
atau visual, dan dapat pula secara digital. Interpretasi citra secara visual sering di sebut dengan
interpretasi fotografik, sekalipun citra yang di gunakan bukan citra foto, melainkan citra non foto
yang telah tercetak (hard copy). Sebutan interpretasi fotografik sering di berikan pada
Interpretasi visual citra non foto, karena banyak produk tercetak citra non foto di masa lalu
(bahkan sampai sekarang) di wujudkan dalam bentuk film ataupun citra tercetak di atas kertas
foto, dengan proses reproduksi fotografik. Hal ini dapat dilakukan karena proses pencetakan oleh
komputer pengolahan citra non foto dilakukan dengan printer khusus yang disebut film writer,
dan hasil cetakanya menyerupai slide (diapositif) berukuran besar (lebih kurang hingga ukuran
karto).
Oleh karena itu perlu di kosepkan sebuah karya ilmiah untuk mendiskripsikan tentang
pengetahuan mengenai dasar dari interpretasi dan unsur hingga mampu mengetahui tekik
penggunan interpretasi citra.
1.2 Rumusan masalah.
1.

Apa dasar interpretasi citra pengindraan jauh?

2.

Apa unsur-unsur dari interpretasi citra?

3.

Bagaimana teknik interpretasi citra?

1.3 Tujuan.
1.

Mengethaui dasar dari interpretasi citra.

2.

Mengetahui unsur-unsur interpretasi citra.

3.

Mampu memahami teknik interpretasi citra.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1
dasar interpretasi citra pengindraan jauh.
a. interpretasi secara manual
interpretasi citra merupakan pekerjaan yang menjawab pertanyaan bagaimana cara
mempergunakan atau cara menganalisi data pengindraan jauh, agar dapat digunakan untuk
keperluan daerah. Interpretasi citra telah diungkapkan dalam batasan merupakankegiatan
mengidentifikasi obyek melalui citra pengindraan jauh. Kegiatan ini merupakan bagian
terpenting bagian terpenting didalam pengindraan jauh karena tanpa diknali obyek yang
tergambar pada citra pengindraan jauh, maka kita tidak dapat melakukan kegiatan apa-apa
terhadap citra tersebut. Interpretasi citra pengindraan jauh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
interpretasi secara manual dan digital.
Interpretasi citra secara manual Interpretasi citra merupakan suatu kegiatan untuk menentukan
bentuk dan sifat obyek yang tampak pada citra, berikut deskripsinya.interpretasi citra dan fotogrametri
berhubungan erat, meskipun keduanya tidak sama. Bedanya, fotogrametri berkepentingan dengan
geometri obyek, sedangkan interpretasi citra berurusan dengan manfaat, penggunaan, asal-usul, ataupun
identitas obyek yang bersangkutan (Glossary of the Mapping Science, 1994).
Lillesand dan Kiefer (1994) dan juga Sutanto (1986) menyebutkan 8 unsur interpretasi yang di
gunakan secara konvergen untuk dapat mengenali suatu obyek yang ada pada citra, kedelapan unsur
tersebut ialah warna/rona, bentuk, ukuran, bayangan, tekstur, pola, situs dan asosiasi. Diantara ke
delapan unsur tersebut, warna/rona merupakan hal yang paling dominan dan langsung mempengaruhi
pengguna citra dalam memulai interpretasi. Sebenarnya seluruh unsur interpretasi ini dapat di
kelompokkan ke dalam 3 jenjang dalam piramida unsur-unsur interpretasi. Pada jenjang paling bawah
terdapat unsur-unsur elementer yang dengan mudah dapat dikenali pada citra, yaitu warna/rona, bentuk,
dan bayangan. Pada jenjang berikutnya terletak ukuran, tekstur dan pola, yang membutuhkan
pemahaman lebih mendalam tentang konfigurasi obyek dalam ruang. Pada jenjang paling atas terdapat
situs dan asosiasi, yang merupakan unsur-unsur pengenal utama dan seringkali menjadi faktor kunci
dalam interpretasi, namun sekaligus paling sulit untuk dideskripsikan.
Interpretasi citra merupakan suatu kegiatan untuk menentukan bentuk dan sifat obyek yang
tampak pada citra, berikut deskripsinya. Interpretasi citra dapat dilakukan secara manual atau visual, dan
dapat pula secara digital. Interpretasi citra secara visual sering di sebut dengan interpretasi fotografik,
sekalipun citra yang di gunakan bukan citra foto, melainkan citra non foto yang telah tercetak (hard copy).
Sebutan interpretasi fotografik sering di berikan pada Interpretasi visual citra non foto, karena banyak

produk tercetak citra non foto di masa lalu (bahkan sampai sekarang) di wujudkan dalam bentuk film
ataupun citra tercetak di atas kertas foto, dengan proses reproduksi fotografik. Hal ini dapat dilakukan
karena proses pencetakan oleh komputer pengolahan citra non foto dilakukan dengan printer khusus
yang disebut film writer, dan hasil cetakanya menyerupai slide (diapositif) berukuran besar (lebih kurang
hingga ukuran karto). Istilah Interpretasi fotografik juga diberikan pada berbagai kegiatan interpretasi
visual citra-citra non foto, karena prinsip-prinsip interpretasi yang digunakan tidak jauh berbeda dari
prinsip-prinsip interpretasi foto udara.

b. interpretasi citra secara digital.


Interpretasi secara digital adalah evaluasi kuantitatif tentang informasi spektral yang
disajikan pada citra. Dasar interpretasi citra digital berupa klasifikasi citra pixel berdasarkan nilai
spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Dalam pengklasifikasian citra secara
digital, mempunyai tujuan khusus untuk mengkategorikan secara otomatis setiap pixel yang
mempunyai informasi spektral yang sama dengan mengikutkan pengenalan pola spektral,
pengenalan pola spasial dan pengenalan pola temporal yang akhirnya membentuk kelas atau
tema keruangan (spasial) tertentu.

2.2 unsur unsur interpretasi citra


Pengenalan obyek merupakan bagian paling vital dalam interpretasi citra. Foto udara
sebagai citra tertua di dalam penginderaan jauh memiliki unsur interpretasi yang paling lengkap
dibandingkan unsur interpretaasi pada citra lainnya. (Sutanto, 1994:121). Unsur-unsur tersebut
jika disusun secara hirarki menurut tingkat kesulitan interpretasi akan terlihat seperti pada
gambar di bawah ini :

Unsur interpretasi citra :


1.Rona dan Warna

Rona ialah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra, sedangkan
warna ialah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit
dari spektrum tampak.
Pada foto hitam putih rona yang ada biasanya adalah hitam, putih atau kelabu . Tingkat kecerahannya
tergantung pada keadaan cuaca saat pengambilan objek, arah datangnya sinar matahari, waktu
pengambilan gambar (pagi, siang atau sore) dan sebagainya.
Pada foto udara berwarna, rona sangat dipengaruhi oleh spektrum gelombang elektromagnetik yang
digunakan, misalnya menggunakan spektrum ultra violet, spektrum tampak, spektrum infra merah dan
sebagainya. Perbedaan penggunaan spektrum gelombang tersebut mengakibatkan rona yang berbedabeda. Selain itu karakter pemantulan objek terhadap spektrum gelombang yang digunakan juga
mempengaruhi warna dan rona pada foto udara berwarna

2. bentuk
Bentuk-bentuk atau gambar yang terdapat pada foto udara merupakan konfigurasi atau
kerangka suatu objek. Bentuk merupakan ciri yang jelas, sehingga banyak objek yang dapat
dikenali hanya berdasarkan bentuknya saja.Contoh: 1) Gedung sekolah pada umumnya
berbentuk huruf I, L, U atau empat persegi panjang.2) Gunung api, biasanya berbentuk kerucut.
3.Ukuran
merupakan ciri objek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi lereng dan volume.
Ukuran objek pada citra berupa skala, karena itu dalam memanfaatkan ukuran sebagai
interpretasi citra, harus selalu diingat skalanya.Contoh: Lapangan olah raga sepakbola dicirikan
oleh bentuk (segi empat) dan ukuran yang tetap, yakni sekitar (80 m 100 m).
4.Tekstur
Tekstur adalah frekwensi perubahan rona pada citra. Ada juga yang mengatakan bahwa
tekstur adalah pengulangan pada rona kelompok objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara
individual. Tekstur dinyatakan dengan: kasar, halus, dan sedang. Misalnya: Hutan bertekstur
kasar, belukar bertekstur sedang dan semak bertekstur halus.
5.Pola
Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek bentukan
manusia dan bagi beberapa objek alamiah.
Contoh: Pola aliran sungai menandai struktur geologis. Pola aliran trelis menandai
struktur lipatan. Permukiman transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu ukuran rumah
dan jaraknya seragam, dan selalu menghadap ke jalan. Kebun karet, kebun kelapa, kebun kopi
mudah dibedakan dari hutan atau vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur, yaitu dari pola
serta jarak tanamnya
6.Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah gelap.
Meskipun demikian, bayangan juga dapat merupakan kunci pengenalan yang penting bagi
beberapa objek yang justru dengan adanya bayangan menjadi lebih jelas.
Contoh: Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan, begitu juga cerobong
asap dan menara, tampak lebih jelas dengan adanya bayangan. Foto-foto yang sangat condong

biasanya memperlihatkan bayangan objek yang tergambar dengan jelas, sedangkan pada foto
tegak hal ini tidak terlalu mencolok, terutama jika pengambilan gambarnya dilakukan pada
tengah hari.
7.Situs
Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya. Misalnya permukiman
pada umumnya memanjang pada pinggir beting pantai, tanggul alam atau sepanjang tepi jalan.
Juga persawahan, banyak terdapat di daerah dataran rendah, dan sebagainya.
8.Asosiasi
Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya. Contoh:
Stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu
(bercabang).
9.Konvergensi Bukti
Konvergensi bukti ialah penggunaan beberapa unsur interpretasi citra sehingga
lingkupnya menjadi semakin menyempit ke arah satu kesimpulan tertentu.
Contoh Interpretasi Citra
Pabrik dapat dikenali dengan bentuknya yang serba lurus dan ukurannya yang besar (a),
jauh lebih besar dari ukuran rumah mukim pada umumnya. Pabrik itu berasosiasi dengan lori
yang tampak pada foto dengan bentuk empat persegi panjang dan ronanya kelabu, mengelompok
dalam jumlah besar (b). Lori pada umumnya digunakan untuk mengangkut tebu dari sawah ke
pabrik gula. Oleh karena itulah maka pabrik itu diinterpretasikan sebagai pabrik gula. Pada saat
pemotretannya, pabrik itu sedang aktif menggiling tebu. Hal ini dapat diketahui dari asapnya
yang mengepul tebal dan tertiup angin ke arah barat daya. Pola perumahan yang teratur dan
letaknya yang berdekatan dengan pabrik gula mengisyaratkan bahwa perumahan itu merupakan
perumahan karyawan pabrik gula (c).Atap pabrik gula maupun atap perumahan karyawannya
yang berona cerah mengisyaratkan bahwa bangunannya merupakan bangunan baru. Hal ini
diperkuat oleh kenyataan bahwa pohon-pohonan di sekitar rumah tersebut baru mulai tumbuh.
Tanaman pada (a) bertekstur halus, tanaman tebu (b) yang tampak pada tepi kanan dan tepi atas
foto bertekstur sedang, tanaman pekarangan (c) dan kebun kelapa bertekstur kasar.
Di samping bertekstur sedang, tanaman tebu juga ditandai dengan tekstur yang seragam
untuk daerah cukup luas. Hal ini disebabkan karena penggarapannya dan penanaman dapat
dilakukan secara serentak. Bagi tekstur tanaman lain pada sawah yang diusahakan oleh petani,
teksturnya berbeda dari petak yang satu ke petak lainnya.Pada (d) terdapat pohon kelapa yang
dapat dikenali berdasarkan tajuknya yang berbentuk bintang. Berbeda dengan bagian lain yang
tanaman pekarangannya berupa campuran berbagai jenis pohon, pada bagian (d) ini yang
dominan adalah pohon kelapa. Bayangan juga merupakan salah satu unsur interpretasi citra yang
penting. Di dalam contoh ini, bayangan dapat digunakan untuk mengetahui beda tinggi relatif
antara tanaman tebu dan tanaman pekarangan. Tinggi pohon kelapa tampak sekitar 5 6 kali
tinggi tanaman tebu.
2.3 teknik interpretasi citra
Teknik adalah alat khusus untuk melaksanakan metode. Teknik dapat pula diartikan
sebagai cara melakukan sesuatu secara ilmiah. Teknik interpretasi citra dimaksudkan sebagai alat
atau cara khusus untuk melaksanakan metode penginderaan jauh. Teknik juga merupakan cara

untuk melaksanakan sesuatu secara ilmiah. Sesuatu itu tidak lain ialah interpretasi citra. Bahwa
interpretasi citra dilakukan secara ilmiah, kiranya tidak perlu diragukan lagi. Interpretasi citra
dilakukan dengan metode dan teknik tertentu, berlandaskan teori tertentu pula. Mungkin kadangkadang ada orang yang menyebutnya sebagai dugaan, akan tetapi berupa dugaan ilmiah
(scientificguess)
Teknik interprestasi citra antara lain :
1.data acuan
2.kunci interprestasi citra
3.penangan data
4.penangan streoskopik
5.metode pengkajian
6.penerapan konsep multi
Berikut penjelasannya:
1.data acuan
Citra menyajikan gambaran lengkap yang mirip wujud dan letak sebenarnya. Kemiripan ujud ini
memudahkan

pengenalannya

pada

citra,

sedang

kelengkapan

gambarannya

memungkinkan

penggunaannya oleh beragam pakar untuk beragam keperluan. Meskipun demikian, masih diperlukan
data lain untuk lebih meyakinkan hasil interpretasi dan untuk menambah data yang diperlukan, tetapi
tidak diperoleh dari citra. Data ini disebut data acuan yang dapat berupa pustaka, pengkuran, analisis
laboratorium, peta, kerja lapangan, foto terrestrial maupun foto udara selain citra yang digunakan. Data
acuan dapat berupa tabel statistik tentang meteorologi atau tentang penggunaan lahan yang dikumpulkan
oleh perorangan maupun oleh instansi pemerintah.
Penggunaan data acuan yang ada akan meningkatkan ketelitian hasil interpretasi yang akan
memperjelas lingkup, tujuan, dan masalah sehubungan dengan proyek tertentu.Meskipun citra
menyajikan gambaran lengkap, pada umumnya masih diperlukan pekerjaan medan yang dimaksudkan
untuk menguji atau meyakinkan kebenaran hasil interpretasi citra bagi obyek yang perlu diuji. Pekerjaan
ini disebut uji medan (field check) yang terutama digunakan di beberapa tempat yang interpretasinya
meragukan. Karena uji medan dapat dilakukan pada tempat-tempat yang mudah dicapai untuk mewakili
perujudan sama yang terletak di tempat yang jauh dari jalan, untuk obyek yang tidak meragukan
interpretasinya pun sebaiknya dilakukan pula kebenarannya. Karena dapat diambil tempat yang mudah
dicapai, pekerjaan ini pada umumnya tidak menambah waktu, tenaga, dan biaya yang berarti, akan tetapi
keandalan

hasil

interpretasinya

jadi

meningkat

cukup

berarti.

Jumlah pekerjaan medan yang diperlukan di dalam interpretasi citra sangat beraneka dan
bergantung pada (a) kualitas citra yang meliputi skala, resolusi, dan informasi yang harus diinterpretasi,
(b) jenis analisis atau interpretasinya, (c) tingkat ketelitian yang diharapkan, baik yang menyangkut
penarikan garis batas atau delineasi maupun klasifikasinya, (d) pengalaman penafsir citra dan
pengetahuannya tentang sensor, daerah, dan obyek yang harus diinterpretasi, (e) kondisi medan dan
kemudahan mencapai daerah, yang untuk alasan tertentu ada daerah yang tidak dapat dijangkau untuk
uji medan, dan (f) ketersediaan data acuan Untuk verifikasi hasil interpretasi citra sering harus dilakukan

cara sampling dalam pekerjaan medan. Untuk ini perlu dipertimbangkan sampling mana yang terbaik dan
kemudian merancang strategi sampling yang cocok.
Pada umumnya dipilih sampling multitingkat untuk perkiraan tepat terhadap parameter
lingkungan.Seperti pekerjaan medan yang dimaksudkan untuk maksud ganda, data acuan pun
bermanfaat ganda pula yaitu untuk
membantu proses interpretasi dan analisis, dan
verifikasi hasil interpretasi dan analisis.
Van der Meer (1965; dalam Sutanto, 1992) menyatakan pentingnya uji medan. Pekerjaan pemetaan
tanah memerlukan penentuan jenis tanah di tiap tempat dan delineasi batasnya. Penentuan jenis tanah
meliputi 15% - 20% volume pekerjaan, sedang delineasi jenis tanah meliputi 80% - 85% volume
pekerjaan. Penentuan jenis tanah tetap dilakukan di medan dan di laboratorium, tetapi delineasi batas
jenis tanahnya dapat dilakukan pada foto udara berdasarkan pada agihan lereng, vegetasi, dan
perujudan lain yang sering erat kaitannya dengan pola agihan jenis tanah.
Contoh lain, di dalam pemetaan penggunaan lahan pun diperlukan gabungan antara interpretasi
citra dan pekerjaan terrestrial. Untuk ketelitiannya, tidak ada cara yang menyamai apalagi melebihi
pekerjaan terrestrial. Perlu dicamkan bahwa yang dimaksud dengan pekerjaan terrestrial di dalam
pemetaan penggunaan lahan yaitu pekerjaan medan untuk mengidentifikasi jenis penggunaan lahan,
mengukur lokasi, bentangan, luasnya serta menggambarkannya pada peta dasar yang andal
ketelitiannya. Masalah akan segera timbul bagi wilayah seperti Indonesia yaitu tidak tersedianya peta
andal untuk tiap daerah, dan tidak dimungkinkannya untuk menjangkau tiap jenis penggunaan lahan,
mengukurnya, dan memasukannya ke dalam peta untuk daerah kita yang luas ini. Pekerjaan itu mungkin
memerlukan waktu beberapa dasawarsa untuk menyelesaikannya bila seluruh armada yang
bersangkutan dikerahkan ke medan.
Waktunya terlalu lama di samping biayanya yang sangat tinggi. Pekerjaan ini dapat dipercepat
dengan mendeteksi tiap jenis penggunaan lahan berdasarkan citra. Untuk meyakinkan kebenaran hasil
interpretasinya, diterjunkan sebagian kecil armada pemetaan penggunaan lahan ke beberapa tempat.
Paduan pekerjaan medan dan interpretasi citra ini akan mempercepat pemetaan penggunaan lahan dan
menyusutkan biaya pelaksanaannya.

2.kunci interprestasi citra


Kunci interpretasi citra pada umumnya berupa potongan citra yang telah diinterpretasi serta
diyakinkan kebenarannya, dan diberi keterangan seperlunya. Keterangan ini meliputi jenis obyek yang
digambarkan, unsur interpretasinya, dan keterangan tentang citra yang menyangkut jenis, skala, saat
perekaman, dan lokasi daerahnya. Kunci interpretasi citra dimaksudkan sebagai pedoman dalam
melaksanakan interpretasi citra, dapat berupa kunci interpretasi citra secara individual maupun berupa
kumpulannya. Kunci interpretasi citra dibedakan atas dasar ruang lingkupnya dan atas dasar lainnya.
a.Atas dasar ruang lingkupnyaBerda sarkan

ruang lingkupnya, kunci interpretasi citra dibedakan

menjadi empat jenis, yaitu:


Kunci individual (item key), yaitu kunci interpretasi citra yang digunakan untuk obyek atau kondisi
individual. Misalnya kunci interpretasi untuk tanaman karet.
Kunci subyek (subject key), yaitu himpunan kunci individual yang digunakan untuk identifikasi obyek-obyek
atau kondisi penting dalam suatu subyek atau kategori tertentu.Misalnya kunci interpretasi untuk tanaman
perkebunan.

Kunci regional (regional key), yaitu himpunan kunci individual atau kunci subyek untuk identifikasi obyekobyek atau kondisi suatu wilayah tertentu. Wilayah ini dapat berupa daerah aliran sungai, wilayah
administratif atau wilayah lainnya.
Kunci analog (anlogues key) ialah kunci subyek atau kunci regional untuk daerah yang terjangkau secara
terrestrial tetapi dipersiapkan untuk daerah lain yang tak terjangkau secara terrestrial. Misalnya
digunakan kunci interpretasi hutan Kalimantan untuk interpretasi hutandi Irian Jaya. Cara ini tidak
dianjurkan, kecuali di dalam keadaan darurat.
b. Atas Dasar Lainnya Di samping berdasarkan linmgkupnya, kunci interpretasi citra sering
dibedakan dengan beraneka dasar. Salah satu dasar pembeda lainnya ialah pada karaktedasar atau
karakter intrinsiknya. Berdasarkan karakter intrinsiknya ini maka kunci interpretasi citra dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:
Kunci langsung (direct key), yaitu kunci interpretasi citra yang disiapkan untuk obyek atau kondisi yang
tampak langsung pada citra, misalnya bentuk lahan dan pola aliran permukaan.
Kunci asosiatif (associative key), yaitu kunci interpretasi citra yang terutama digunakan untuk deduksi
informasi yang tidak tampak langsung pada citra, misalnya tingkat erosi dan kepadatan penduduk.Kunci
interpretasi citra sebaiknya digunakan untuk daerah tertentu saja, yaitu yang dibuat untuk daerah A tidak
seyogyanya diterapkan begitu saja untuk daerah B kecuali untuk kunci analog.
3.penanganan data
Citra dapat berbentuk kertas cetakan atau transparansi yang juga semakin banyak
digunakan. Transparansi dapat berujud lembaran tunggal maupun gulungan. Dalam menanganinya perlu
berhati-hati jangan sampai menimbulkan goresan atau bahkan penghapusan padanya. Untuk
transparansi gulungan lebih mudah penanganannya, akan tetapi terhadap yang lembaran perlu lebih
berhati-hati, baik lembaran transparansi maupun lembaran kertas cetak.
Banyak citra beragam jenis, skala, atau saat perekaman digunakan secara bersamaan untuk
meningkatkan hasil interpretasinya. Dengan demikian sering banyak citra yang dihadapi oleh penafsir
citra. Penafsir citra yang berpengalaman pun belum tentu memperhatikan cara penanganan data, karena
ia mungkin lebih tertarik pada interpretasinya. Hal demikian tentu saja tidak baik untuk kemudahan dalam
menyimpan dan mencari kembali, dan untuk keawetan citra.Cara sederhana untuk mengatur citra dengan
baik ialah
a)
b)

menyusun citra tiap satuan perekaman atau pemotretan secara numerik dan menghadap ke atas,
mengurutkan tumpukan citra sesuai dengan urutan interpretasi yang akan dilaksanakan dan meletakkan
kertas penyekat di antaranya,

c)

meletakkan tumpukan citra sedemikian sehingga jalur terbang membentang dari kiri ke kanan terhadap
arah pengamat, sedapat mungkin dengan arah bayangan mengarah ke pengamat,

d)

meletakkan citra yang akan digunakan sebagai pembanding sebelah-menyebelah dengan yang akan
diinterpretasi, dan (5) pada saat citra dikaji, tumpukan menghadap ke bawah dalam urutannya (Sutanto,
1992).
4.penanganan streoskop
Pengamatan stereoskopik pada pasangan citra yang bertampalan dapat menimbulkan gambaran
tiga dimensional bagi jenis citra tertentu. Citra yang telah lama dikembangkan untuk pengamatan
stereoskopik ialah foto udara. Citra jenis ini dapat digunakan untuk mengukur beda tinggi dan tinggi

obyek bila diketahui tinggi salah satu titik yang tergambar pada foto. Disamping itu juga dapat diukur
lerengnya. Perujudan tiga dimensional ini memungkinkan penggunaan foto udara untuk membuat peta
kontur. Disamping foto udara, dari pasangan citra radar atau citra lain yang bertampalan juga dapat
ditimbulkan perujudan tiga dimensional bila diamati dengan stereoskop.
Syarat pengamatan stereoskopik antara lain adanya daerah yang bertampalan dan adanya
paralaks pada daerah yang bertampalan. Paralaks ialah perubahan letak obyek pada citra terhadap titik
atau sistem acuan. Pada umumnya disebabkan oleh perubahan letak titik pengamatan (Wolf, 1983). Titik
pengmatan ini berupa tempat pemotretan. Pertampalan pada foto udara berupa pertampalan depan
(endlap) dan pertampalan samping (sidelap). Paralaks yang terjadi karena titik pengamatan 1 dan 2
disebut paralaks x, yaitu paralaks sejajar jalur terbang. Paralaks lainnya ialah paralaks y, yaitu paralaks
yang tegak lurus paralaks x dan disebabkan oleh perubahan tempat kedudukan pada jalur terbang yang
berdampingan.
Pada citra radar mulai dikembangkan pengamatan stereoskopik yang mendasarkan pada
paralaks y. Pada citra Landsat juga terjadi pertampalan samping dan oleh karenanya terjadi paralaks y.
Pertampalan samping ini besarnya beraneka, sesuai dengan letak lintangnya. Pada ekuator maka
pertampalan sampingnya 14%, sedangkan pada lintang 80 U dan 80 S meningkat menjadi 85% (Paine,
1981). Pertampalan ini belum dikembangkan untuk pengamatan stereoskopik. Pada citra SPOT yang
satelitnya diorbitkan tahun 1986, dikembangkan pengamatan stereoskopik berdasarkan paralaks y.
Karena obyek tampak dengan perujudan tiga dimensional, pengenalannya pada citra lebih
mudah dilaksanakan. Di samping itu, pengenalan obyek juga dipermudah oleh dua hal, yaitu:
a. pembesaran tegak yang memperjelas relief, dan
b.pembesaran (tegak dan mendatar) bila digunakan binokuler dalam pengamatannya.
Tanpa binokuler, seluruh daerah pertampalan dapat diamati secara stereoskopik.Dengan
menggunakan binokuler, obyek diperbesar, tetapi luas daerah pengamatan menyusut. Luas daerah
pengamatan berbanding terbalik terhadap kuadrat pembesarannya. Bagi pembesaran tiga kali luas
daerah pengamatannya menyusut menjadi sepersembilan luas daerah pertampalan.
5.metode pengkajian

Pekerjaan interpretasi citra dimulai dari pengakajian terhadap semua obyek yang sesuai
dengan tujuannya. Meskipun demikian, banyak penafsir citra yang lebih suka mulai dengan
menyiam seluruh atau sebagian besar daerah yang dikaji, kemudian dilakukan seleksi dan kajian
terhadap obyek yang dikehendaki.
Para penafsir citra umumnya sependapat bahwa interpretasi citra sebaiknya mengikuti
metodik tertentu, yaitu mulai dari pertimbangan umum yang dilanjutkan ke arah obyek khusus
atau dari yang diketahui ke arah yang belum diketahui. Pekerjaan metodik dan interpretasi dari
perujudan yang diketahui atau mudah diketahui ke perujudan baru yang belum diketahui atau
sukar diketahui merupakan aksioma dalam kegiatan ilmiah. Perujudan umum dapat pula
diartikan perujudan regional, sedang perujudan khusus dapat diartikan perujudan lokal.
Pengkajian dari umum ke arah khusus dapat dilakukan bila tak ada bias antara perujudan umum
dan perujudan khusus.
Pada dasarnya ada dua metode pengkajian secara umum, yaitu:
a.Fishing expedition

Citra menyajikan gambaran lengkap obyek di permukaan bumi. Sebagai akibatnya maka
bagi penafsir citra yang kurang berpengalaman sering mengambil data yang lebih banyak dari
yang diperlukan. Hal ini disebabkan karena penafsir citra mengamati seluruh citra dan
mengambil datanya seperti orang mencari ikan di dalam air, yaitu menjelajah seluruh daerah.
Penggunaan metode ini berarti pengamatan seluruh obyek yang tergambar pada seluruh citra.
b.Logical search
Penafsir citra mengamati citra secara menyeluruh tetapi secara selektif hanya mengambil
data yang relevan terhadap tujuan interpretasinya. Dengan kata lain diartikan bahwa penafsir
citra hanya mengkaji obyek atau daerah secara selektif. Contoh, eksplorasi deposit minyak bumi
hanya dicari di daerah endapan marin, khususnya yang berupa daerah berstruktur lipatan.
6.Penerapan konsep Multi
Konsep multi ialah cara perolehan dan analisis data penginderaan jauh yang meliputi:
1.

Mulitispektral
Ada tiga manfaat citra multispektral yaitu:

a.

Meningkatkan kemampuan interpretasi citra secara manual


Objek pada citra lebih mudah dikenali pada citra multispektral maupun multisaluran dengan spektrum
elektromagnetik yang dirinci menjadi spektrum sempit. Hal ini disebabkan karena pada spektrum semput
tertentumaka karakterristik objek sering lebih menonjol bedanya terhadap karakteristik spektral objek
pada saluran sempit lainnya maupun terhadap spektrum lebar.
Rincian spektrum ini dapat dilakukan pada spektrum tertentu seperti pada spektrum ultraviolet, pada
spektrum tampak pada spektrum unframerah, atau pada spektrum gelombang mikro. Dan dapat pula
berupa rincian lebih satu spektrum, misalkan spektrum tampak dan spektrum inframerah pantulan atau
spektrum tampak dan spektrum inframerah termal. Citra yang dibuat berdasarkan rincian yang dibuat
berdasarkan rincian lebih dari satu spektrum disebut citra multispektra (multispektral).

a.

Di mungkinkannya pembuatan komposit warna atau padauan warna (color composit) berdasarkan citra
multispektral hitam putih, dan
Manfaat lain citra multispektral ialah dilakukannya penajaman warna (color enhancedapment) dari
tiga citra multispektral hitam putih yang semula belum dapat dikenali. Kemudian dapat dikenali karena
diujudkan dengan warna yang bedanya terhadap objek lain dipertajam. Hasil akhirnya berupa citra
paduan warna.
Penajaman warna dapat dilakukan dengan cara pemprosesan penajaman sebagi berikut (Barrett dan

Curtis 1976)
Memilih tiga negatif pada beda ronanya paling besar, misalnya dari empat negatif N1, N2, N3, dan N4
dipilih N1, N2, dan N4
Mencetak tiga negatif tersebut menjadi film positif. Dengan demikian maka dari N1 dihasilkan film positif
P1 dan negatif duplikatnya yaitu N1. Sejalan dengan ini dihasilkan pula P2, P3, N2 dan N3
Mencetak hasil antara (intermediate) berdasarkan film positif dan negatif yang ditumpang- tindihkan.
Positif dan negatif ini harus berbeda panjang gelombang.

Tiap hasil antara kemudian dicetak secara aditif dengan menggunakan sebuah filter aditif sehingga tiap
citra hanya dilangsungkan ke satu lapis warna pada film berwarna yaitulapis magenta, lapis kuning, atau
lapisan cyan. Citra yang dihasilkan berupa transparansi dengan warna derivatny. Transparansi ini
digunakan untuk pengamatan.

Proses penajaman warna merupakan proses yang sederhana dan memperlukan waktu yang
banyak. Proses ini mahal dan tidak mudah untuk memilih paduan citra yang membuah
penajaman optimal dan memberikan hasil maksimum pada tahapan interpretasi. Dalam hal ini
akan lebih menguntungkan bila pembagian paduan citra dapat langsung diamati pada layar yaitu
dengan cara pengamatan warna aditif.
b.

Di mungkinkan peragaan citra paduan warna dengan menggunakan alat pengamat warna aditif (additive
color viewer). Bila datanya berupa data digital multispektral maka:
Pengamatan warna aditif (additivdengae color viewer) dilakukan dengan alat yang disebut
pengamatan warna aditif (additivdengae color viewer). Warna aditif yaitu warna biru, hijau, dan merah.
Bila panduannya berdasarkan dua warna aditif maka yang terbentuk adalah warnakomplementer yaitu
warna kuning (merah+hijau). Warna cyan (hijau+biru), dan warna magenta (biru+merah). Warna
komplementer juga disebut dengan jalan substraksi satu warna aditif terhadap sinar putih (Paine 1981)
Alat pengamatan warna aditif dirancang untuk interprentasi citra multispektral. Alat ini pada dasarnya
terdiri dari 4 proyektor yang masing-masing diarahkan. Bagi tiap citra (chip) multispejtral yang diamati
dengan alat pengamatan warna aditif ini tersedia dua sektrup penggerak yaitu masing-masing untuk
penggerak chip sepanjang x dan sepanjang sumbu y. Dengan demikian maka semua chip yang diamati
dapat disetel tumpang tindih secara tepat, proses ini disebut regestrasi.

c.

Memungkinkan dilakukan pengenal yaitu warna pola (patternrecognition) sehingga kemampuan


interpretasinya meningkat sangat berarti.
Pada data digital, tiap pixel (unit terkecil yang terekam oleh sensor) mempunyai nilai digital tertentu.
Tiap objek memiliki nilai spektrum tertentu dan nilai spektrum tersebut berbeda pada panjang gelombang
yang berbeda. Bila nilai spektrum tiap objek digambarkan dengan dua saluran sebagi absis ordinatnya
misalkan saluran 5 MSS sebagai ordinat Landsat dan saluran 7 sebagai absisnya maka nilai spektral
tiap objek cendrung untuk mengelompokkan pada bagian kiri bawah karena nilai spektralnya yang
sangat rendah pada saluran 7 dan rendah pada saluran 5. Vegetasi mengelompok pada bagian kanan
bawah karena nilai spektralnya yang sangat tinggi pada saluran 7 dan relatif rendah pada saluran 5.

2.

Multitingkat

Menggunakan wahana dengan ketinggian terbang diatas permukaan bumi atau


tinggiorbit berbeda-beda. Dalam pelaksanaan penginderaan jauh perlu diperhatikan
,yaitu;keseragaman waktu perekaman dari satelit maupun dari pesawat.pemotretan dilakukan
pada saat satelit melewati dan merekam daerah yang dikaji dekat sebelumnya atau dekat
sesudahnya. Hanya dengan cara demikian dapat diharapkan perujudan yang serupa bagi banyak
objek yang sama.
Konsep multitingkat membuahkan kategori seperti skla besar,sedang dan kecil
dibatasi masing-masing oleh skala1:10.000 atau lebih besa antara1:10.000 hingga 1:30.000 dan

lebih kecil dari 1:30.000.Bagi citra satelit dibatasi oleh skala 1:50.000 atau lebih besar,antara
1:50.000 hingga 1:250.000 dan lebih kecil dari 1:250.000
3.Multitemporal
Data suatu daerah yang menggambarkan kondisi saat perekaman yang berbeda dengan
adanya data dengan frekuensi ulang yang pendek yaitu maka dimungkinkan untuk memantau
perubahan cepat seperti perkembangan kota. Dengan adanya data dengan frekuensi ulang yang
pendek itu maka dimungkinkan untuk memantau perubahan cepat seperti perkembangan kota,
pengurangan hutan, luas tanaman pertanian dan sebagainya. Pantauan ini akan lebih sulit bila
dilakukan dengan cara lain.
4.Multiarah
Sensor yang dapat diputar kearah yang berbeda dapat meningkatkan kemampuan
pengadaan data penginderaan jauh,terutama bagi daerah tropika yang banyak penutup
awan.Sensor dapat diarahkan bebas awan bila daerah dibawahnya tertutup awan.Dengan
bertambahnya kemungkinan data tersebut maka bertambah pula kemungkinan untuk
menginterpretasikan dan memanfaatkan.sebagai contonya sensor multiarah yaitu: Sensor pada
satelit SPO yang akan diluncurkan pada akhir tahun 1985, dan kenyataannya telah diluncurkan
pada awal tahun 1986.
5.Multipolarisasi
Konsep ini diterapkan pada citra radar,pulsa tenaga yang dipancarkan dari antena dapat
dipolarisasikan sehingga gerakannya mengikuti bidang datar (H)dan tegak(V).Dengan demikian
maka sekurang-kurangnya ada 4 jenis panduan polarisasi yaitu polarisasi paralel yang berupa HH
dan VV dan silang berupa HV dan VH.Polarisasi HH berarti pulsa tenaga yang dipancarkan
menurut bidang mendatar demikian pulan dengan tenaga baliknya.
Rona objek yang direkam dengan radar HH dan radar HV dapat berlainan ujudnya.
Sebagai contoh Jabins Jr. (1978) mengemukankan dua citra radar HH dan Hv saluran HV saluran
K bagi daerah Nikaragua Timur. Pada dua citra radar tersebut sama-sama tampak cerah dan air
danau sama-sama tampak gelap.
6.Multidisplin
Citra penginderaan jauh menyajikan gambaran lengkap sehingga ia merupakan sarana
yang baik sekali bagi pendekatan multidispliner.

You might also like