You are on page 1of 23

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK


RSMH

RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

PALEMBANG

ANEMIA DEFISIENSI Fe

ICD 10 : D.50.9
1. Pengertian

Adalah anemia yang disebabkan defisiensi zat Besi untuk sintesis hemoglobin

2. Anamnesa

Anamnesis:
Anak tampak pucat, lemah, mudah lelah, sering berdebar-debar dan sakit tulang.
Faktor predisposisi:
Defisiensi ibu waktu hamil
Bayi berat badan lahir rendah
kelahiran kembar atau perdarahan
Pengikatan tali pusat terlalu cepat
Pola dan jumlah makanan tak adekuat
Infeksi, infestasi parasit.
Anemis, tidak ikterus, mungkin ditemukan atrofi papil lidah, pada anemia kronis
dapat terjadi pembesaran jantung dan bising sistolik fungsional yang dinamakan
dinamakan Pan Systolik Murmur.
Hepar dan lien tidak membesar.
Biasanya tidak tampak sakit berat karena perjalanan penyakit menahun kecuali bila
Hb rendah sekali

3. Pemeriksaan Fisik

4. Kriteria Diagnosa

Anamnesis pucat kronik, dan kriteria diagnosis menurut WHO:


-

Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia


Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N: 32-35%)
Kadar Fe serum < 50Ug/dl ( N: 80-180 U/dl)
Saturasi transferin < 15% (N: 20-50%)

Tambahan: ferritin < 20 mg/ml

5. Diagnosis
6. Diagnosis Banding

Anemia defisiensi besi


Anemia Penyakit Kronik
Thalasemia
Hemoglobinopati

7. Pemeriksaan
Penunjang

Kadar Hb rendah, MCV < 79 CU, MCH < 27 g, MCHC < 32%, hipokrommikrositik, poikilositosis, retikulosit tergantung penyebab, serum iron merendah dan
IBC meningkat, kadar ferritin serum menurun.
1. Mencari faktor penyebab dan mengobati sesuai standar profesi misalnya terhadap
ankilostomiasis
2. Memberikan makanan yang banyak mengandung Heme Fe seperti daging dan
hati
1. Besi elemental 3-5 mg/kgBBdiberikan 3x sehari

8.Terapi

90

2. Tranfusi. Diberikan packed red cell, apabila terdapat tanda-tanda gangguan


oksigenasi atau kadar Hb < 6 g%. Jumlah yang diberikan = kenaikan Hb yang
diinginkan X BB (kg) X 4, dengan catatan makin rendah Hb anak maka dosis tiap
kali transfusi per hari menjadi semakin kecil (berkisar antara 5-10 cc/kgBB/hari)

9. Edukasi

Menganjurkan pemberian ASI untuk bayi dan pemberian preparat


besi pada bayi prematur sampai usia 1 tahun atau pemberian
makanan tambahan yang mengandung suplemen besi pada usia 46 bulan

10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
I
A

11. Tingkat Evidens


12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaan Kritis
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan

DR. dr. Rini Poernama Sari,SpA


dr. Dian Puspita Sari, SpA, MKes
Klinis, Hb, Retikulosit ,feritin
Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter 7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.

Mengetahui/menyetujui
Ka. Departemen Kesehatan Anak

Palembang, Juli 2014


Ka. Divisi Hematologi Onkologi

dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K)

DR. dr. Hj. Rini Purnamasari, Sp.A

91

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK
RSMH

RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

PALEMBANG

ANEMIA HEMOLITIK ( THALASSEMIA )


ICD 10 : D.56
1. Pengertian

Merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang disebabkan defek genetik


(mutasi) pada gen-gen globin yang ditandai oleh berkurangnya atau
tidak disintesis satu atau lebih rantai globin pembentuk
hemoglobin.

2. Anamnesa

Keluhan anemia umumnya : anak pucat yang lama (kronis), lemah, mudah lelah,
sering berdebar, perut membesar (akibat hepatosplenomegali), gangguan
pertumbuhan, riwayat transfusi berulang, adanya riwayat penyakit yang sama dalam
keluarga (thalassemia)
Anemis/pucat, pertumbuhan terganggu atau short stature, Facies cooley,
pembesaran hati dan limpa, gizi kurang/buruk, hiperpigmentasi kulit, pubertas
terlambat.

3. Pemeriksaan Fisik

4. Kriteria Diagnosa

5. Diagnosis

Anamnesis : Keluhan anemia umumnya disertai riwayat penyakit yang sama


dalam keluarga
Pemeriksaan Fisik : Anemis, wajah khas, pembesaran hati dan limpa
Pemeriksaan Penunjang : Kadar Hb F lebih dari 11% dan atau ditemukan Hb
Patologis pada Hb analisa
Thalassemia mayor

6. Diagnosis Banding

7. Pemeriksaan
Penunjang

Laboratorium:
Kadar Hb Rendah
Retikulosit tinggi
Blood film: anisositosis, poikilositosis, hipokrom, sel target (+),
fragmentosit, sel eritrosit muda (normoblast).
Kadar Hb F lebih dari 30% dan atau ditemukan Hb Patologis pada Hb analisa
Radiologi:
Pada tulang-tulang panjang akan tampak gambaran osteoporosis serta kortek
tulang menipis akibat medulla yang melebar.
Pada tulang tengkorak tampak atap tulang tengkorak yang menebal, kadangkadang tampak Hair Brush Appearrance.

8.Terapi

Anemia defesiensi Fe
Anemia Sideroblastik
Anemia defisiensi G6PD

Pengobatan
1. Transfusi darah. Diberikan Packed red cell leucodepleteddan untuk pertama kali
diberikan bila Hb< 7 g/dl yang diperiksa berturut-turut dengan jarak 2 minggu,
92

atau Hb 7 g/dl disertai gejala: perubahan muka, gangguan tumbuh kembang,


frkatur tulang dan terdapat hematopoeitik ekstra meduler. Pada penanganan
selanjutnya, trnasfusi diberikan bila Hb < 9 g/dl dan dipertahankan Hb 12 g/dl.
2. Pemberian Iron Chelating Agent atau kelasi besi jika didapatkan kadar ferritin
1000. Preparat kelasi besi yang digunakan ini adalah Deferiprone (ferriprox)
dengan dosis 50-100mg/hari (3x per hari), Deferasirox (exjade) dengan dosis 2050 mg/hari (1x perhari).dan Deferoxamine (desferal) dengan dosis 30-50 mg/kg
selama 5 hari dalam seminggu
3. Diet yang adekuat, roboransia.
4. Pemberian asam folat 2 x 5 mg/hari, vitamin E 2x 200 IU/hari, aspilet 80 mg jika
trombosit > 600.000/l

9. Edukasi

10. Prognosis
11. Tingkat Evidens

Pencegahan
Seluruh keluarga diperiksa. Bila ada pembawa sifat diberikan marriage
counselling sebelum menikah.
Saran Keluarga Berencana.
- Bila mendapatkan anak dengan fenotif normal, dianjurkan untuk KB
- Bila tidak mendapatkan anak dengan fenotif normal, boleh punya anak lagi
dengan kemungkinan thalassemia atau membawa sifat thalassemia.
Pencegahan terhadap infeksi, misalnya infeksi saluran pernapasan.

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam: dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad bonam
I

12. Tingkat
Rekomendasi

13. Penelaan Kritis

DR. dr. Rini Poernama Sari,SpA


dr. Dian Puspita Sari, SpA, MKes
Kadar Hb, Ferritin serum

14. Indikator Medis


15. Kepustakaan

Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter 7. Fifth


Edition. Elsevier. 2011: 168-99.

Mengetahui/menyetujui
Ka. Departemen Kesehatan Anak

Palembang,
Ka. Divisi Hematologi Onkologi

dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K)

DR. dr. Hj. Rini Purnamasari, Sp.A

93

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK
RSMH

RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

PALEMBANG

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

ICD 10 : C.91.0
1. Pengertian

2. Anamnesa

3. Pemeriksaan Fisik

Adalah suatu keganasan pada seri granulopoetik ditandai dengan akumulasi limfoblas
di sumsum tulang dan merupakan keganasan tersering pada anak.
Klasifikasi :
Kelompok French American British (FAB), mengklasifikasikan ALL dalam 3
golongan yaitu L1, L2, dan L3. Klasifikasi FAB ini dapat dipergunakan untuk
meramalkan prognosa:
L1 : lebih baik dari L2.
L2 : lebih baik dari L3.
L3 : prognosa jelek
Pucat mendadak, demam, perdarahan kulit berupa bercak kebiruan, perdarahan
dari organ tubuh lainnya misalnya epistaksis, perdarahan gusi, hematuria dan
melena.
Bisa timbul mual, muntah, pusing dan nyeri pada sendi.
Sering demam dengan sebab yang tidak jelas.

Anemis, demam, tanda-tanda perdarahan seperti petekia, ekimosis, epistaksis,


hematuria, dan melena.
Nyeri pada tulang dan sendi (infiltrasi ke tulang).
Hati dan limfa membesar bila terdapat infiltrat ke organ tersebut.
Apabila terjadi infiltrasi ke SSP dapat timbul gejala rangsang meningeal dan
tekanan intrakranial meninggi

4. Kriteria Diagnosa
Gambaran klinis berupa pucat, demam, perdarahan seperti memar spontan,
purpura, gusi berdarah, infiltrasi ke organ berupa nyeri tulang, limfadenopati,
hepatosplenomegali, muntah, penglihatan kabur.
5. Diagnosis
6. Diagnosis Banding

LLA HR dan SR
AML

7. Pemeriksaan
Penunjang

8.Terapi

Darah tepi: leukositosis atau hiperleukositosis yang hebat atau limfositosis relatif
disertai gambaran penekanan sumsum tulang berupa anemia, trombositopenia,
netropenia, disertai adanya sel-sel blast (limfoblast > 5%)
BMP: sistim eritropoetik, granulopoetik tertekan. Limfoblast 10%
Apabila terjadi infiltrasi ke SSP maka dapat ditemukan sel-sel leukemia dalam
cairan serebrospinalis
Pengobatan
Menggunakan Protokol Indonesia 2006, yang terbagi atas :
1. Protokol Indonesia 2006 SR A
2. Protokol Indonesia 2006 SR B
94

3. Protokol Indonesia 2006 HR

9. Edukasi

Mencegah perdarahan, infeksi selama dilakukan kemoterapi

10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam


Ad sanationam: dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
I
A

11. Tingkat Evidens


12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaan Kritis
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan

DR. dr. Rini Poernama Sari,SpA


dr. Dian Puspita Sari, SpA, MKes
Klinis dan laboratoris
Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter 7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.

Mengetahui/menyetujui
Ka. Departemen Kesehatan Anak

Palembang, Juli 2014


Ka. Divisi Hematologi Onkologi

dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K)

DR. dr. Hj. Rini Purnamasari, Sp.A

95

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK
RSMH

RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

PALEMBANG

HEMOFILIA

ICD 10 : D.68.311
1. Pengertian

Hemofilia merupakan suatu penyakit genetik atau gangguan perdarahan yang bersifat
herediter akibat kekurangan faktor pembekuan VIII dan IX. Saat ini dikenal 2 bentuk
hemofilia, yaitu hemofilia A karena kekurangan faktor VIII (anti hemophilic factor) dan
hemofilia B karena kekurangan faktor IX (Christmas factor)

2. Anamnesa

3. Pemeriksaan Fisik

Kebiruan pada kulit, perdarahan otot, sendi (deformitas pada sendi)

Perdarahan yang sukar berhenti setelah atau tanpa adanya trauma/operasi


Perdarahan pada sendi dan otot yang mengenai pembuluh darah besar.
Riwayat/silsilah keluarga dengan hemofilia

4. Kriteria Diagnosa
-

Kecenderungan terjadi perdarahan yang sukar berhenti setelah suatu tindakan atau timbul
kebiruan atau hematoma setelah trauma ringan atau terjadinya hemarthrosis
Riwayat keluarga
Masa pembekuan memanjang
Masa protombin normal, masa protombin parsial memanjang
Masa pembekuan tromboplastin ( thromboplastin generation test) abnormal

5. Diagnosis
-

Kecenderungan terjadi perdarahan yang sukar berhenti setelah suatu tindakan atau timbul
kebiruan atau hematoma setelah trauma ringan atau terjadinya hemarthrosis
Riwayat keluarga
Masa pembekuan memanjang
Masa protombin normal, masa protombin parsial memanjang
Masa pembekuan tromboplastin ( thromboplastin generation test) abnormal

6. Diagnosis Banding

Penyakit Von Willebrand

7. Pemeriksaan
Penunjang

Darah tepi : pada saat awal normal (Hb, leukosit, trombosit)


Masa perdarahan normal, masa pembekuan memanjang, rumpel leed negatif
Plasma Tromboplastin Time (PTT) atau aPTT memanjang. Protrombine Time
(PT) dan Tromboplastin Time (TT) normal

Pemeriksaan F VIII atau F IX kurang dari normal.

8.Terapi

Pengobatan/penanggulangan
a. Keadaan emergensi/penderita baru dan jenisnya belum jelas diberikan plasma
segar.
b. Pengobatan khusus tergantung jenis dan derajat hemofilia:
Hemofilia A diberi konsentrat faktor VIII
Hemofilia B diberi konsentrat faktor IX
Bila tidak ada konsentrat :
Hemofilia A diberi Kriopresipitat
96

Hemofilia B diberi plasma segar


c. Pemberian konsentrat secara intravena selama 5-10 menit, dosis sesuai derajat
hemofilia
Hemofilia Ringan : faktor pembekuan 5-10%, dosis Konsentrat 10 I/kgBB,
akan meningkatkan faktor VIII sebesar 20%
Hemofilia Sedang : faktor pembekuan 1-5%, dosis konsentrat 15-25 I/kgBB,
akan meningkatkan faktor VIII sebesar 30-50%, dosis maintenans 10-15
I/kgBB setiap 8-12 jam
Hemofilia Berat: faktor pembekuan < 1%, dosis konsentrat 40-50 I/kgBB,
akan meningkatkan faktor VIII sebesar 80-100%, dosis maintenans 20-25
I/kgBB setiap 8-12 jam
Pengobatan tergantung derajat hemofilia:
- Hemofilia berat
:
tidak
menunggu
perdarahan,langsung terapi substitusi dengan antihemofilia
setiap hari sampai mencapai target faktor pembekuan >
5%.
- Hemofilia sedang
:
tergantung
adanya
perdarahan terutama perdarahan sendi.

9. Edukasi

Pencegahan perdarahan
- Semua penderita dibatasi aktivitas fisik, dinasehatkan dilarang olahraga yang
menyebabkan benturan fisik seperti sepakbola, beladiri, bersepeda
- Cara hidup penderita antara lain: jika sekolahnya bertingkat sebaiknya kelasnya
di lantai bawah, di rumah jangan banyak perabot (meja) yang banyak siku-siku,
rak buku jangan tinggi sehingga penderita tidak perlu memanjat untuk
mengambilnya.

10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam: dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad bonam
I

11. Tingkat Evidens


12. Tingkat
Rekomendasi

13. Penelaan Kritis

DR. dr. Rini Poernama Sari,SpA


dr. Dian Puspita Sari, SpA, MKes

14. Indikator Medis

Perdarahan

15. Kepustakaan

Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter 7. Fifth


Edition. Elsevier. 2011: 168-99

Mengetahui/menyetujui
Ka. Departemen Kesehatan Anak

Palembang, Juli 2014


Ka. Divisi Hematologi Onkologi

dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K)

DR. dr. Hj. Rini Purnamasari, Sp.A

97

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK
RSMH

RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

PALEMBANG

IMMUNE TROMBOSITOPENIA PURPURA ( ITP )

ICD 10 : D.69.3

1. Pengertian

Immune thrombocytopenic purpura (ITP, yang disebut juga autoimmune


thrombocytopenic purpura, morbus Wirlhof, atau purpura hemorrhagica, merupakan
kelainan perdarahan (bleeding disorder), akibat destruksi prematur trombosit yang
meningkat akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit. Umumnya terjadi
pada anak usia 2-4 tahun, dengan insiden 4-8 kasus per 100.000 anak per tahun. ITP
terjadi akut dan biasanya sembuh sendiri dalam 6 bulan, bila dalam waktu 6 bulan
tidak sembuh maka diagnosis menjadi ITP Kronis.

2. Anamnesa

Perdarahan spontan di bawah kulit, perdarahan dari hidung, perdarahan gusi, yang
sering didahului oleh demam / infeksi sebelumnya.
Adanya tanda-tanda perdarahan di kulit seperti petekie, ekimosis, epistaksis, atau gusi
berdarah, atau dapat pula terjadi anemia apabila perdarahan berlangsung lama/kronis.
Rumple Leed test positif.
Tidak ada pembesaran hati dan limpa.

3. Pemeriksaan Fisik

4. Kriteria Diagnosa

Anamnesis
-Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah infeksi virus, atau bakteri -(infeksi saluran napas atas, saluran cerna), bisa juga terjadi setelah vaksinasi rubella,
rubeola, varisela, atau setelah vaksinasi dengan virus hidup.
-Perdarahan yang terjadi tergantung jumlah trombosit didalam darah. Diawali dengan
perdarahan kulit berupa petekie hingga lebam. Perdarahan ini biasanya dilaporkan
terjadi mendadak.
-Obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid, kuinidin/kuinin, aspirin dapat memicu
--terjadinya kekambuhan. Obat yang mengandung salisilat dapat meningkatkan
risiko timbulnya perdarahan.
Pemeriksaan fisis
-Pada umumnya bentuk perdarahannya ialah purpura pada kulit dan mukosa (hidung,
gusi, saluran cerna dan traktus urogenital)
-pembesaran limfa terjadi pada 10-20% kasus

5. Diagnosis

ITP Akut
ITPKronik
- Penurunan produksi trombosit
1. kongenital: TAR syndrome, anemia fanconi, thrombositopenia
amegakariositik
2. didapat : leukemia, anemia aplastik, neuroblastoma, defisiensi nutrisi,
obat-obatan
- Peningkatan destruksi trombosit

6. Diagnosis Banding

98

1. Imun: Neonatal alloimmune Trombositopenia


2. Non imun: sindroma uremik hemolitik, DIC, penyakit jantung sianotik
Gangguan kualitas trombosit: Sindrom Wiskott-Aldrich, Sindrom Bernard
Soulier, Anomali May- Hegglin, Sindrom Gray Platelet
Sekuestrasi: Sindrom Kasabach-Merrit, hipersplenisme

7. Pemeriksaan
Penunjang

Darah tepi :
Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal.
Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal. Anemia bisa terjadi bila
--ada perdarahan spontan yang banyak
Trombositopenia. Besar trombosit umumnya normal, hanya kadang ditemui --bentuk
trombosit yang lebih besar (giant plalets),
Masa perdarahan memanjang (--Bleeding Time)
BMP: Tidak perlu bila gambaran klinis dan laboratoris klasik. Dilakukan
pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila gagal terapi selama 3-6 bulan, atau pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran hepar/lien/kelenjar getah bening
dan pada laboratorium ditemukan bisitopenia.

8.Terapi

Pengobatan
1 a. Pada penyakit pertama kali atau ITP akut
Trombosit > 60 X 10 9/l
Observasi sambil mencari kausa selama 2 minggu
Bila lebih dari 2 minggu tidak ada perbaikan atau trombosit menurun
dengan perdarahan yang masif, pengobatan dengan prednison dengan
dosis 2 mg/kgBB/hari.
Bila trombosit < 60 X 10 9/l langsung diberikan terapi prednison.
b. Pada ITP yang berulang
Bila ada perdarahan, trombosit turun, langsung diterapi prednison.
Keterangan:
-

ITP akut, apabila terdapat episode perdarahan yang dapat mencapai remisi
dalam beberapa hari sampai minggu atau sampai waktu 6 bulan, biasanya
terjadi pada anak usia 2-5 tahun
- ITP kronis / rekuren, apabila episode trombositopenia terjadi dalam interval
lebih dari 6 bulan, biasanya terjadi pada anak usia > 7 tahun
2. Lama pengobatan:
Bila remisi, prednison tappering
Bila eksarsebasi, terapi selama 6 bulan, kemudian stop
Tak remisi, terapi 2 bulan, kemudian stop, diberi sitostatika (seperti:
siklofosfamid, vincristin, atau vinblastin)
3. Alternatif lain dengan Imunoglobulin

9. Edukasi

Perawatan / Pencegahan Perdarahan


Prinsip perawatan adalah mencegah perdarahan terutama perdarahan intrakranial:
- Penderita istirahat, menghindari aktivitas yang dapat menyebabkan trauma kepala
dan peningkatan tekanan intrakranial seperti lari, bersepeda, memanjat atau
beladiri.
- Apabila penderita batuk, segera diobati sesuai penyebab dan diberikan antitusif
- Mengusahakan defekasi yang baik dengan memberikan makanan yang mudah
dicerna, atau apabila kesulitan defekasi dilakukan klisma atau diberikan
laksansia.
- Bila anak rewel, dicari dan diatasi faktor pencetusnya, kalau perlu diberikan
sedatif.

10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


99

11. Tingkat Evidens

Ad sanationam: dubia ad bonam


Ad functionam : dubia ad bonam
I

12. Tingkat
Rekomendasi

13. Penelaan Kritis

DR. dr. Rini Poernama Sari,SpA


dr. Dian Puspita Sari, SpA, MKes
Perdarahan, jumlah trombosit

14. Indikator Medis


15. Kepustakaan

Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter 7. Fifth


Edition. Elsevier. 2011: 168-99.

Mengetahui/menyetujui
Ka. Departemen Kesehatan Anak

Palembang, Juli 2014


Ka. Divisi Hematologi Onkologi

dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K)

DR. dr. Hj. Rini Purnamasari, Sp.A

100

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK
RSMH

RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

PALEMBANG

LIMFOMA HODGKIN

ICD 10 : C.81.7

1. Pengertian

Limfoma Hodgkin merupakan bagian dari limfoma maligna (keganasan primer


jaringan limfoid yang bersifat padat). Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal dari
sistem limforetikular ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg pada organ yang
terkena. Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini
diduga merupakan manifestasi reaksi kekebalan selular terhadap sel ganas tersebut.

2. Anamnesa

Ditemukan pembesaran kelenjar limfe (60-80% ditemukan pembesaran kelenjar


limfe leher)
Demam tanpa diketahui penyebabnya.
Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam waktu 6 minggu terakhir tanpa
diketahui penyebabnya.
Berkeringat pada malam hari, lesu, nafsu makan menurun.

4. Kriteria Diagnosa

-Limfadenopati, dapat sebagian ataupun generalisata dengan predileksi terutama


daerah servikal, yang tidak terasa nyeri, diskret, elastik, dan biasanya kenyal
-Splenomegali
-Gejala-gejala penyakit paru (bila yang terkena kelenjar getah bening mediastinum
--dan hilus)
-Gejala-gejala penyakit susunan saraf (biasanya muncul lambat)
Biopsi dengan FNAB atau open biopsy.

5. Diagnosis

Gejala dan tanda tergantung dari lokasi tumor primernya.

6. Diagnosis Banding

Limfoma non-Hodgkin

3. Pemeriksaan Fisik

7. Pemeriksaan
Penunjang
8.Terapi

Rontgen thoraks : ditemukan pembesaran kelenjar getah bening mediastinum


USG abdomen : ditemukan pembesaran kelenjar getah bening paraaorta
BMP : infiltrasi sel-sel limfoma pada sumsum tulang.

Pengobatan
1. Stadium I dan II
: radioterapi.
2. Stadium III dan IV : kemoterapi menurut protokol MOPP yang terdiri dari:
Nitrogen mustard 6 mg/m2 pada hari pertama dan kedelapan.
Vincristin 1,4 mg/m2 pada hari pertama dan kedelapan.
Prednison 60 mg/m2 mulai hari ke 1-14 kemudian tapering off.
Procarbazine 100 mg/m2 mulai hari pertama sampai hari ke-14.
Pemberian obat diulangi setelah masa istirahat selama 2 minggu, pengobatan
101

diberikan selama 18-24 bulan terus menerus.

9. Edukasi

Personal hygiene dan mencegah infeksi selama kemotrapi

10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam


Ad sanationam: dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
I

11. Tingkat Evidens


12. Tingkat
Rekomendasi

13. Penelaan Kritis

DR. dr. Rini Poernama Sari,SpA


dr. Dian Puspita Sari, SpA, MKes
Klinis dan laboratoris

14. Indikator Medis


15. Kepustakaan

Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter 7. Fifth


Edition. Elsevier. 2011: 168-99.

Mengetahui/menyetujui
Ka. Departemen Kesehatan Anak

Palembang, Juli 2014


Ka. Divisi Hematologi Onkologi

dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K)

DR. dr. Hj. Rini Purnamasari, Sp.A

102

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


RSMH

DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK

PALEMBANG

RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

LIMFOMA NON HODGKIN

ICD 10 : C.85.9
1. Pengertian

Limfoma non Hodgkin merupakan bagian dari limfoma maligna


(keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat) yang
berupa tumor ganas yang disebabkan proliferasi ganas sel-sel
jaringan limfoid dari seri limfosit

2. Anamnesa

3. Pemeriksaan Fisik

Pembengkakan kelenjar limfe pada daerah-daerah seperti leher, lipat paha, ketiak,
abdomen, atau mediastinum.
Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 6 bulan terakhir, tanpa diketahui
penyebabnya.
Sering demam, sering berkeringat malam, anak tampak lesu serta nafsu makan
berkurang.
Pembesaran kelenjar limfe yang mempunyai konsistensi kenyal sampai keras dan
biasanya merupakan rangkaian kelenjar, pembesaran kelenjar tidak nyaeri, kulit
sekitar tidak merah.

4. Kriteria Diagnosa
Adanya benjolan, gejala sistemik seperti berat badan turun, nafsu makam
menurun dan adanya hasil PA
5. Diagnosis

Limfoma Non Hodgkin

6. Diagnosis Banding

Limfoma Hodgkin
Neuroblastoma
Patologi Anatomi
Rontgen thoraks : ditemukan pembesaran kelenjar getah bening mediastinum
USG abdomen : ditemukan pembesaran kelenjar getah bening paraaorta
BMP : infiltrasi sel-sel limfoma pada sumsum tulang.

7. Pemeriksaan
Penunjang

103

8.Terapi

Pengobatan
Kemoterapi menurut protokol COPP yang terdiri dari:
Cyclophosphamide 800 mg/m2/hari pada hari pertama I.V.
Vincristin 2 mg/m2/hari pada hari pertama I.V.
Prednison 60 mg/m2 pada hari ke 1-7, kemudian tapering off.
Procarbazine 100 mg/m2 mulai hari pertama sampai hari ke-14 tapi tidak
diberikan karena sulit didapat.
Pemberian obat diulangi setelah masa istirahat selama 2 minggu,
pengobatan diberikan selama 3 tahun remisi terus menerus.

9. Edukasi

Menjaga kebersihan diri (personal hygiene) dan mencegah infeksi selama


dilakukan kemoterapi

10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam


Ad sanationam: dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
I

11. Tingkat Evidens


12. Tingkat
Rekomendasi

13. Penelaan Kritis

DR. dr. Rini Poernama Sari,SpA


dr. Dian Puspita Sari, SpA, MKes
Klinis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang

14. Indikator Medis


15. Kepustakaan

Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter 7. Fifth


Edition. Elsevier. 2011: 168-99.

Mengetahui/menyetujui
Ka. Departemen Kesehatan Anak

Palembang, Juli 2014


Ka. Divisi Hematologi Onkologi

dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K)

DR. dr. Hj. Rini Purnamasari, Sp.A

104

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK
RSMH

RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

PALEMBANG

TUMOR SEL GERMINAL (TERATOMA)

ICD 10 : C.62.90
1. Pengertian

Merupakan neoplasma yang berkembang dari sel germinal primordial embrio


manusia. Keganasan ini terjadi karena transformasi keganasan dari sel germinal.

2. Anamnesa

Gambaraan klinis sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh umur pasien, gambaran
histopatologis, perbedaan lingkunga tumor dan aberasi genetic yang terjadi.
Adanya massa/ tumor intraabdominal, disertai mual, muntah, dan demam, penurunan
berat badan. Tumor pada abdomen dapat diraba dengan ukuran yang bervariasi. Bila
tumor menekan ginjal atau ureter dapat menyebabkan gangguan pasase urine.
Tumor dapat diraba dengan ukuran bervariasi. Massa tumor biasanya terletak pada
salah satu sisi di samping garis tengah, walaupun ada beberapa yang membesar jauh
dari tulang belakang. Massa teraba keras/ kistik atau cenderung berlobus-lobus atau
irreguler. Kadang-kadang didapat pelebaran vena pada dinding perut.

3. Pemeriksaan Fisik

4. Kriteria Diagnosa
Anamnesis adanya massa di abdomen
5. Diagnosis
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan
Penunjang

Teratoma
Neuroblastoma
Wilms tumor
Laboratorium:
Darah/urin rutin biasanya normal. Kimia darah dalam batas normal. Pada
keadaan keganasan dapat dijumpai peningkatan kadar alfa feto protein (AFP), -hCG,
dan LDH.
Radiologi:
- Pada BNO dapat dijumpai bayangan massa yang umumnya pada satu sisi abdomen
dengan udara terdorong kedalam usus diluar massa tersebut. Dapat dijumpai
bayangan kalsifikasi yang irreguler berupa bercak-bercak kornifikasi yang
merupakan pembentukan tulang dan gigi.
- Pada IVP : tampak pendorongan dari ginjal pada sisi yang sama dan mungkin akan
105

8.Terapi

mengalami penekanan dengan tanda-tanda hidronefrosis karena penekanan ureter


Patologi anatomi
Terapi yang utama adalah pembedahan/pengangkatan massa tumor.
Bila dijumpai komponen ganas maka diberikan terapi radiasi atau pemberian
kemoterapi berupa Actinomycin D, Siklofosfamid dan Vincristin.

9. Edukasi

Jaga personal Hygiene dan mencegah infeksi selama kemoterapi

10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam


Ad sanationam: dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
I
A

11. Tingkat Evidens


12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaan Kritis
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan

DR. dr. Rini Poernama Sari,SpA


dr. Dian Puspita Sari, SpA, MKes
Klinis dan laboratoris
Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter 7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.

Mengetahui/menyetujui
Ka. Departemen Kesehatan Anak

Palembang, Juli 2014


Ka. Divisi Hematologi Onkologi

dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K)

DR. dr. Hj. Rini Purnamasari, Sp.A

106

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK
RSMH

RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

PALEMBANG

TUMOR WILM

ICD 10 : C.64.9
1. Pengertian

Tumor Wilms adalah tumor ganas embrional ginjal yang berasal dari metanefron.
Tumor ini merupakan tumor ganas ginjal primer terbanyak pada bayi dan anak,
mencakup 6% dari seluruh penyakit keganasan pada anak.

2. Anamnesa

Adanya massa dalam perut yang sebagian besar diketahui pertama kali oleh orang tua
atau keluarga.. Kadang disertai keluhan nyeri perut, BAK merah, penurunan berat
badan, tidak nafsu makan, mual, muntah, lesu, pucat dan demam
Ditemukannya tumor dalam perut (tumor abdomen).

3. Pemeriksaan Fisik

4. Kriteria Diagnosa
Biopsi (pemeriksaan histopatologis)
5. Diagnosis

Anamnesis
-Adanya massa dalam perut (tumor abdomen) merupakan gejala awal tumor Wilms
-yang paling sering (60%), kadang-kadang disertai nyeri perut.
-Hematuria (makroskopis) terdapat sekitar 25% kasus, akibat infiltrasi tumor ke
--dalam sistem kaliks.
-Gejala lain berupa obstipasi, penurunan berat badan, diare, demam, malaise dan
--anoreksia. Pada beberapa pasien dapat ditemukan nyeri perut yang bersifat kolik
akibat adanya gumpalan darah dalam saluran kencing
Pemeriksaan Fisis
-Tumor abdomen (berbatas tegas dan biasanya tidak melewati garis tengah
-Hipertensi (60% kasus)
-Demam
-Tanda-tanda sindrom yang berhubungan dengan tumor Wilms--Pletore (karena polisitemia)
-Hematuria

6. Diagnosis Banding

-Hepatoblastoma
-Tumor adrenokortikal
107

-Neuroblastoma
-Hidronefrosis
-Kista ginjal
-Mesoblastic nephroma
-Renal cell carcinoma
7. Pemeriksaan
Penunjang

8.Terapi

Laboratorium:
LED meningkat.
Pada urinalisa dapat ditemukan gross hematuria ataupun mikroskopis hematuria.
Pada darah tepi dapat ditemukan anemia.
Terjadi peningkatan pada alfa feto protein.
Radiologis:
Pemeriksaan USG harus segera dilakukan.
Pada foto polos abdomen terdapat pembesaran ginjal
Pada IVP: gambaran khas berupa distorsi dari pelvis renalis dan kaliks pada daerah
yang terkena.
Pengobatan
Prinsip pengobatan Tumor Wilm adalah kombinasi dari pembedahan, kemoterapi,
dan radioterapi.
1. Pembedahan.
Dalam 24-48 jam setelah masuk rumah sakit diagnosis harus sudah ditegakkan dan
segera dilakukan operasi.

2. Kemoterapi, tergantung stadium tumor.


a. Stadium I
Tidak diberikan kemoterapi prabedah.
Aktinomisin D 15 g/kgbb/hari selama 5 hari dimulai dalam 24 jam
setelah nefrektomi.
Vinkristin 1,5/m2 diberikan pada hari ke 1, 7, 15, 22, dan 29 paska bedah.
Radioterapi tidak diberikan untuk :
1. Pasien kurang dari 2 tahun
2. Pasien berumur lebih dari 2 tahun, bila secara mikroskopis tidak
ditemukan perluasan sel tumor kedalam kapsul.
Selanjutnya vinkristin dan aktinomisin D agar diberikan setelah 9 minggu, 3
bulan, 6 bulan, 12 bulan dan 15 bulan paska bedah.
b. Stadium II
Tidak diberikan kemoterapi prabedah. Aktinomisin D dan vinkristin
diberikan dengan dosis dan cara yang sama seperti pada stadium I.
Penyinaran paska bedah terhadap daerah tumor dimulai bila mungkin
dalam waktu 7 hari setelah nefrektomi.
Pemberian kemoterapi selanjutnya seperti pada stadium I, tetapi waktu
pemberian : 6 minggu, 3, 6, 9, 12 dan 15 bulan paska bedah.

c. Stadium III

Tidak diberikan kemoterapi prabedah.


Aktinomisin D dan Vinkristin diberikan dengan dosis dan cara yang sama
seperti stadium I.
Penyinaran terhadap seluruh abdomen.
Kemoterapi pemeliharaan terdiri dari Vinkristin, Aktinomisin D dan
Adreamisin. Ketiganya diberikan pada 6 minggu, 3, 6, 9, 12, 15 bulan
paska bedah. Dosis dan cara pemberian vinkristin dan aktinomisin D
seperti biasa, sedangkan Adreamisan diberikan dengan dosis 50 mg/m 2
secara I.V. pada tiap hari I. Dosis pertama setelah penyinaran diturunkan
menjadi 30 mg/m2.
108

d. Stadium IV

Metastase ke paru-paru pada saat diagnosis dengan tumor primer dapat


diangkat : tidak diberikan kemoterapi prabedah.
Operasi pada hari I (nefrektomi), kemoterapi paska bedah seperti stadium
II.
Radioterapi diberikan sebagai berikut :
- Bila tumor pecah, penyinaran seluruh abdomen seperti pada stadium
III, diberi 7 hari setelah nefrektomi.
- Bila tumor tidak pecah, maka penyinaran seperti pada stadium II.
- Bila hanya terdapat metastase ke paru-paru, penyinaran terhadap
lapangan paru ditunda sampai penilaian respon kemoterapi yang
pertama dilakukan.
- Bila metastase tidak menghilang diberikan penyinaran terhadap
lapangan paru dengan dosis 2.000 rad, untuk setiap lapangan paru
dengan dosis ekstra 1.000 rad untuk setiap metastase, sisa tumor
diobati dengan operasi.
Penyebaran hematogen: misalnya ke hati, tulang, dsb., pada saat diagnosis,
tidak diberikan kemoterapi prabedah, operasi dengan pengangkatan tumor
primer.
Kemoterapi paskabedah: Vinkristin, aktinomisin D, dan Adreamisin 50
mg/m2.
Penyinaran paska bedah terhadap daerah tumor dan abdomen,
Kemoterapi pemeliharaan seperti pada stadium III.
Bila perlu dilakukan lobektomi hati untuk sisa metastase.

e. Stadium V
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan penilaian secara individual
demi pasien (supportif).

9. Edukasi

Menjaga personal hygine dan mencegah infeksi selama kemoterapi

10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam


Ad sanationam: dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
I

11. Tingkat Evidens


12. Tingkat
Rekomendasi

13. Penelaan Kritis

DR. dr. Rini Poernama Sari,SpA


dr. Dian Puspita Sari, SpA, MKes
Klinis dan laboratoris

14. Indikator Medis


15. Kepustakaan

Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter 7. Fifth


Edition. Elsevier. 2011: 168-99.

Mengetahui/menyetujui
Ka. Departemen Kesehatan Anak

Palembang, Juli 2014


Ka. Divisi Hematologi Onkologi

dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K)

DR. dr. Hj. Rini Purnamasari, Sp.A


109

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK
RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

RSMH
PALEMBANG
RETINOBLASTOMA

ICD 10 : C.69.20
1. Pengertian

Retinoblastoma adalah tumor ganas saraf retina embrional yang merupakan


keganasan intraokular yang paling sering terjadi pada anak.

2. Anamnesa

Pada tahap dini timbul gejala cat's eye sign dengan bintik hitam mata menjadi
putih dan bila terkena sinar mengkilat seperti mata kucing (cats eye sign). Sering
kali penderita datang dengan stadium yang sudah lanjut dalam bentuk bola mata
membengkak atau menonjol, kadang menjadi juling. Dapat adanya benjolan pada
kelenjar limfe leher, sakit kepala, pusing dan nyeri pada tulang.
Pada mata dijumpai adanya proptosis, leukoria unilateral atau bilateral.
Pada leher dapat dijumpai adanya pembesaran kelenjar limfe preaurikuler.

3. Pemeriksaan Fisik

4. Kriteria Diagnosa

5. Diagnosis
6. Diagnosis Banding

Laboratorium: BMP dicari apakah adanya sel-sel ganas metastase ke sumsum tulang,
punksi lumbal untuk mencari adanya sel-sel metastase
Radiologi:
Untuk mencari komplikasi dilakukan foto thorak, dinilai ada/tidaknya destruksi atau
klasifikasi. bone survey apakah terjadi osteolisis tulang, CT scan orbit
PA (biopsy)
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksan Penunjang
Retinoblastoma intraokuler:
-

Coat disease
Persistent hyperplastic primary vitreus
Retrolental fibroplasia
Hamartoma retina
Endoftalmitis
Infeksi toksokara
Hamartoma astrositik
Meduloepitelioma
Katarak
Uveitis

110

7. Pemeriksaan
Penunjang

8.Terapi

9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaan Kritis
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan
Mengetahui/menyetujui

Retinoblastoma Ekstraokular
- Selulitis orbital
- Neuroblastoma metastatik
- Rabdomiosarkoma orbital
- Leukemia
- limfoma
Tujuan: untuk menegakkan diagnosis dan staging
-USG orbita
-Ct scan dan MRI orbita dan kepala sangat berguna untuk mengevaluasi nervus
optikus, orbital, keterlibatan sistem saraf pusat dan adanya kalsifikasi intraokular
-Aspirasi biopsi jarum halus hanya direkomendasikan pada kasus yang diagnosisnya
--masih meragukan dan merupakan langkah yang dilakukan untuk mencegah
penyebaran ekstraokular dari sel tumor
-Untuk melihat penyebaran ekstraokular: aspirasi dan biopsi sumsum tulang, sitologi
--cairan serebrospinal, bone scan
Pengobatan
Penatalaksanaan Retinoblastoma meliputi operasi (enukleasi), radioterapi, dan
kemoterapi.
1. Operatif /exenteratio orbita, dipertimbangkan apabila:
Tumor meliputi > 50% bola mata
Dicurigai keterlibatan rongga orbita atau saraf optikus
Terdapat keterlibatan segmen anterior, dengan atau tanpa glaukoma
neovaskular
1. Radioterapi :
Retinoblastoma termasuk jenis tumor yang respon terhadap radioterapi

Stadium dini : dosis tiap hari : 150 - 200 rad (total dosis < 2 tahun : 3.500
rad; total dosis > 2 tahun : 4.000 rad)

Paska operatif : pelaksanaan segera bila keadaan umum baik

Syarat radioterapi : Hb > 8 g%, leukosit > 3.000/ l, trombosit > 80.000/l
3. Sitostatika :
Siklofosfamid 300 mg/m2 LPT/minggu I.V. selama 3 minggu, dilanjutkan
oral 250 mg/m2 LPT selama 5 hari berturut-turut dimulai hari 1-5.
Methotrexate 20-25 mg/m2 LPT/minggu dimulai hari kedua.
Vincristin 2-2,5 mg/m2 LPT/minggu, dimulai hari pertama, minimal 6
minggu.
Prednison dapat dipertimbangkan pemberiannya dengan dosis 40-50 mg/m 2
LPT/hari peroral hari 1-4.
Mejaga personal hygiene dan mencegah infeksi selama kemoterapi
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam: dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
I
A
DR. dr. Rini Poernama Sari,SpA
dr. Dian Puspita Sari, SpA, MKes
Klinis dan laboratoris
Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter 7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.

Palembang,

Juli 2014
111

Ka. Departemen Kesehatan Anak

Ka. Divisi Hematologi Onkologi

dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K)

DR. dr. Hj. Rini Purnamasari, Sp.A

112

You might also like