Professional Documents
Culture Documents
Tumor kelenjar hipofisis adalah jenis tumor intrakranial yang unik. Secara
anatomis kelenjar ini berdekatan dengan struktur lainnya, dan secara fungsional,
berperan pada pengaturan hormonal.4
Insidensi tumor hipofisis berkisar antara 5-20% dari seluruh kejadian tumor
intrakranial dan merupakan ketiga terbanyak setelah glioma dan meningioma.
Frekuensi tumor ini sama pada pria maupun wanita, namun ada jenis tumor tertentu
yang lebih sering terjadi pada wanita. Usia juga mempengaruhi insidens tumor
hipofisis; hanya sekitar 2-5% terjadi pada anak-anak.1.2.3.4
Adenoma hipofisis merupakan tumor yang tumbuh dari sel epiteliar dari
hipofisis dan merupakan tumor yang paling sering terjadi pada daerah sellar .
Adenoma hipofisis yang berukuran lebih dari 10 mm didefinisikan sebagai
makroadenoma . dan ukuran kurang dari 10 mm disebut dengan mikro adenoma .
Makroadenoma
jarang
terjadi,
kebanyakan
adenoma
hipofisis
merupakan
mikroadenoma . 1.2.4.5
Diagnosa makroadenoma ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium , radiologi dan
patologi anatomi. Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa
tumor otak , karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor,
kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi
intrakranial serta efek dari masa tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan
kompresi, infasi dan destruksi dari jaringan otak.
Dalam presentasi kasus kali ini, kami akan menyajikan suatu kasus yang
jarang dengan keluhan utama sefalgia kronik dan progresif yang disertai dengan
hemianopsia bitemporal yang disebabkan oleh suspek
makroadenoma hipofisis
nonfungsional.
mengejan dan bersin. Timbul setiap hari, kadang disertai mual dan muntah, sakit
kepala tidak berkurang jika minum obat. Keluhan disertai dengan pengelihatan kedua
mata menjadi kabur, sulit tidur, dan menstruasi menjadi tidak teratur, kadang-kadang
amenorea. Keluar air susu di payudara tidak ada. Penderita di rawat kembali di
RSMH
menderita
tumor
Prolaktin
Pada
pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, gizi cukup, kesadaran baik.
Tekanan darah 190/130 mmHg, pernapasan 20 kali/menit, nadi 95 kali/menit
reguler, suhu 37oC. Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik.Leher : tidak ada
2
kelainan. Jantung dan paru Toraks : cor/pulmo dalam batas normal, abdomen :
hepar lien tidak teraba membesar. Status lokalis : Punggung : Inspeksi : deformitas
(-), gibus (-).
2. Pemeriksaan Klinis Neurologis:
Nervi Cranialis :
- N.III
- Funduskopi : A/V 1:3, Papil bulat, batas kabur, warna agak pucat .
Fungsi Motorik.
Penilaian
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Reflek fisiologis
Reflek patologis
Lengan kanan
K
5
Normal
Lengan kiri
K
5
Normal
Normal
-
Normal
-
Fungsi Sensorik
Fungsi Luhur
Fungsi Vegetatif
GRM
: Tidak ada
Gerakan Abnormal
: tidak ada.
Tungkai kanan
K
5
Normal
Normal
-
Tungkai kiri
K
5
Normal
Normal
-
: 39,7 detik
CAPTT
: 35,4 detik
(26-40)
:Cardiomegali.
: 9.7 208.5
: Sefalgia Kronis
PENATALAKSANAAN :
-
Diet NB TKTP
Captopril 3 x 25 mg tab
Dexa kuur
Ranitidine 2 x 1 ampul iv
Rencana :
Rontgen Sella khusus
MRI
Periksa Laboratorium.
Konsul : PDL, Bedah Syaraf, Mata, Obgin, Psikiatri.
PROGNOSA
Quo ad Vitam
: Dubia ad Bonam
FOLLOW-UP PENDERITA
Tanggal
14 -4-09
Klinis
Kel : sakit kepala
Status generalis : .
CM, TD: 190/130mmHg,
RR : 20 x/menit regular,nadi :95
x/m T:37o,
Laboratorium
Hematologi:
Terapi
PENATALAKSANAAN :
Hit.jenis: 0/4/265/24/5 .
- Diet NB TKTP
- Captopril 3 x 25 mg tab
- Dexa kuur
g/dl Globulin
- Ranitidine 2 x 1 ampul iv
: 2,9 g/dl,
- Rencana :
Rontgen Sella khusus
MRI
Periksa Laboratorium.
Konsul : PDL, Bedah Syaraf,
Mata, Obgin, Psikiatri.
16-4-09
18 -4-09
Status generalis : .
CM, TD: 110/80 mmHg,
RR : 20 x/menit regular,nadi :88
x/m T:37o,, T:37o
Th/ teruskan
+ Alprazolam 1 x 1mg tab.
MRI :
Pituitary Macroadenoma
Th/ teruskan
Tanggal
22-4-09
Klinis
Laboratorium
Status generalis : .
CM, TD: 110/80 mmHg,
RR : 20 x/menit regular,nadi :88
x/m T:37o,, T:37o
23-4-09
Endokrinologi :
Terapi
th/ :
-
-th/ teruskan.
Tanggal
28-4-09
Klinis
Kel : sakit kepala,
Status generalis : .
CM, TD: 130 /80 mmHg,
RR : 20 x/menit regular,nadi :88
x/m T:37o,.
29-4-09
Laboratorium
Cortisol : 6 g/dL ( 5 25 g/dL )
30-4-09
-th/ teruskan.
Konsul Psikiatri :
Kesan :Gangguan ansietas
Th/ Kalxetin 1 x 10 mg.
-th/
- Alprazolam stop
- ganti Kalxetin 1 X 1O mg.
Pulang paksa
Terapi pulang
-Ranitidine 2 x 1 tablet
- vit BiB6B12 3 x 1 tab.
- Captopril 3 x 25 mg tab
Tanggal
Klinis
Terapi
Diagnosa
Terapi
8
Konsul
5-6-09
Rencana operasi.
Sens : CM
TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/m
RR 20 X/m
T : Afebris
10
CT Scan kepala
lesi relative hiperdens dengan foci
hipodens, ukuran 1,4 x 0,9 x 0,3 cm di
intrasella.
Kesimpulan : Massa di intrasella suspek
macroadenoma
MRI Kepala.
11
TINJAUAN PUSTAKA
TUMOR HIPOFISIS 1.2.3.12
Kelenjar hipofisis medula kelenjar yang sangat penting bagi tubuh manusia,
kelenjar ini mengatur fungsi dari kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, ovarium dan testis,
kontrol laktasi, kontraksi uterine sewaktu melahirkan dan tumbuh kembang yang linear,
dan mengatur osmolalitas dan volume dari cairan intravascular dengan memelihara
resorpsi cairan di ginjal.
Kelenjar hipofisis terletak pada sella tursika, pada konvavitas berbentuk sadel dari
tulang sphenoid. Superior dari kelenjar hipofisis terdapat diaphragma sella, yang
merupakan perluasaan secara transversal dari duramater dimana tungkai hipofisis
menembusnya. Diatas diaphragma ini terletak nervus optikus, chiasma dan traktus. Pada
dinding lateral dari sella terdapat dinding medial dari sinus kavernosus yang berisi N III,
IV, VI, V1,V2 dan arteri karotis interna.
Kelenjar hipofisis terdiri dari 2 lobus, lobus anterior dan lobus posterior, pada
lobus anterior kelenjar ini terdapat 5 type sel yang memproduksi 6 hormon peptida.
Sedangkan pada lobus posterior dilepaskan 2 macam hormon peptida. Sekresi hormon
pada adenohipofisis diatur oleh hypothalamus dan oleh umpan balik negatif dari target
organ. Sedangkan pada nuerohipofisis vassopresin (ADH) dan oxytocin diproduksi oleh
hypothalamus lalu dibawa dan ditimbun untuk akhirnya dilepaskan dari hipofisis.
12
I. EPIDEMIOLOGI 1.2.4.5.7.8.9
Sekitar 10% dari seluruh tumor intrakranial merupakan tumor hipofisis, terutama
terdapat pada usia 20-50 tahun, dengan insiden yang seimbang pada laki-laki dan wanita.
Di Amerika Serikat angka kejadiannya mendekati 0,2 2,8 kasus per 100.000 orang
pertahun. Sekitar 25-30% adenoma hipofisis
2. Sebagai hasil stimulasi yang terus menerus oleh hormon hipotalamus atau faktor
ekstrinsik.
Kemajuan biologi molekuler membuktikan tumor ini berasal dari monoklonal, yang
timbul dari mutasi sel tunggal diikuti oleh ekspansi klonal. Neoplasia hipofisis
merupakan proses multi-step yang meliputi disregulasi pertumbuhan sel atau proliferasi,
diferensiasi dan produksi hormon. Ini terjadi sebagai hasil aktifasi fungsi onkogen setelah
inaktifasi gen tumor supresor. Proses aktivasi fungsi onkogen merupakan hal yang
dominan, karenanya gangguan allel tunggal dapat menyebabkan perubahan fungsi sel.
13
Inaktifasi tumor supresor bersifat resesif, karenanya kedua gen allel harus terlibat untuk
mempengaruhi fungsi seluler. Heterogenitas defek genetik ditemukan pada adenoma
hipofisis sesuai dengan proses neoplastik multi step.
Abnormalitas protein G, penurunan ekspresi protein nm23, mutasi ras gen, delesi
gen p53, 14 q, dan mutasi, kadar c-myc onkogen yang tinggi dapat menyebabkan
pertumbuhan adenoma kelenjar hipofisis.
Penelitian in vitro membuktikan peranan estrogen dalam menginduksi terjadinya
hiperplasia hipofisis dan replikasi laktotroph. Terbukti produk PTTG (Pituitary tumor
transforming gene) menyebabkan transformasi aktifitas dan menginduksi sekresi dasar
bFGF, sehingga memodulasi angiogenesis hipofisis dan formasi tumor. PTTG ini
diinduksi oleh estrogen.
III. KLASIFIKASI 1
Ada beberapa klasifikasi yang digunakan untuk tumor hipofisis, yaitu:
A. Klasifikasi berdasarkan gambaran patologi (mulai jarang digunakan) 1.6.11
1. Chromophobe, asalnya dianggap sebagai non fungsional, walaupun pada
kenyataannya
(eosinophilic),
memproduksi
prolactin,
TSH
dan
GH
yang
14
Lokasi selalu masih dalam sella turcica dan belum menginvasi struktur yang
berdekatan seperti sphenoid dan sinus cavernosus
b. Makroadenoma
Bisanya sudah meluas dari sella turcica dan sudah menginvasi struktur yang
berdekatan
15
kelenjar hipofisis bagian anterior berperan dalam sekresi dan pengaturan dari
berbagai hormon peptida dan stimulating factor. Tumor yang berasal dari bagian ini akan
memproduksi secara berlebihan beberapa atau salah satu dari hormon peptida, jika ini
terjadi maka dinamakan fungsional atau secreting adenoma
IV. GEJALA KLINIK
Pasien
1.2.6
dengan
makroadenoma
hipofisis
mungkin
tidak
16
dari
sinus
akan
menyebabkan
proptosis,
chemosis
dan
pada
wanita
didahului
amenorhoe,
galactorhoe, kemandulan
dan osteoporosis. Pada laki-laki biasanya asimptomatik atau timbul
impotensi atau daya sexual yang menurun.
17
visceromegali,
sindroma
jeratan
saraf,
hiperhidrosis,
1.2.3..7.8.9
VI . PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.2.6.7.8.9
Pemeriksaan Laboratorium :
Pada strategi penatalaksanaan terkini pemeriksaan laboratorium
hormon lengkap masih kontroversial . Jika tidak mengarah pada suatu
gejala atau tanda dari peningkatan hormon spesifik pemeriksaan yang
lebih
efisien
hanya
pemeriksaan
hormone
prolaktin.
Jika
ada
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan
menetapkan
Radiologi
diagnosis
Imaging
makroadenoma
hipofisis
hipofisis
penting
dan
untuk
juga
untuk
tidak
dapat
rontgen
sederhana
foto
polos
kranium
VII. PENATALAKSANAAN
1.2.3.7.8.9.10.12
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa / obat-obatan diberikan pada adenoma
yang menghasilkan hormon dan
terapi
menggantikan
merangsang
pilihan
terapi
untuk
operasi.
dopamin
prolactin
Obat
reseptor
ini
pada
secreting
secara
adenoma,
langsung
lactotrops(
akan
prolactin
screetingcells).
Pada pemberian bromokriptin dengan dosis yang lebih tinggi dari
yang diperlukan untuk mengontrol prolactinomas, bisa menurunkan
kadar GH 5-10 ng/ml pada > 20% pasien, Idealnya hipersekresi dari GH
ini bisa ditekan dengan pemberian somatostatin, tetapi ini memerlukan
dosis yang multipel karena half life dari somatostatin yang sangat
pendek.
Sekarang
dipakai
analog
somatostatin
yaitu
octreotide
20
tetapi
adanya
invasi
ke
dura
dan
sinus
kavernosus
1.2
DISKUSI
Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada 20 % dari para
penderita dan merupakan gejala umum yang dapat dirasakan pada setiap tahap tumor
intra karanial. Nyeri kepala merupakan gejala yang timbul karena adanya peningkatan
tekanan intra kranial karena efek masa tumor , edema atau karena hidrosefalus yang
disebabkan oleh sumbatan aliran LCS karena tumor .Dari anamnesis didapatkan
penderita ini mengalami sefalgia kronik progresif ( lebih kurang 5 bulan ), sakit kepala
21
berdenyut-denyut atau terasa penuh di seluruh kepala , seolah-olah kepala mau pecah .
Nyeri paling hebat diperberat dengan batuk , mengejan dan bersin yang kemudian diikuti
dengan gejala- gejala amenorea atau menstruasi yang irreguler, disertai gangguan tidur (
trouble sleeping) yang iikuti dengan gangguan pengelihatan. Yang kemudian pada follow
up keluhan bertambah, pengelihatan pandangan mata terganggu seperti ada
tirai pada kanan kiri. Dari anamnesis adanya keluhan sefalgia kronik
yang progresif disertai adanya keluhan yang lain, kita dapat menduga
adanya suatu efek massa di intrakranial . Jika ada keluhan hormonal,
yang kadang-kadang luput dari pengamatan kita, maka kita berpikir
adanya suatu efek massa
hipofise.
Penderita ini awalnya dirawat di RSMH untuk ketiga kalinya. Pada perawatan
sebelumnya penderita telah melalui berbagai pemeriksaan untuk menyingkirkan diagnosa
banding, dan dinyatakan sefalgia yang bersifat kronik progresif akibat tumor
makroadenoma hipofise. Sehingga dalam follow up, kami hanya mengarahkan pada
penegakan diagnosa dan penatalaksanaan tumor hipofise ini
Dari pemeriksaan klinis neurologi pada penderita ini hanya di jumpai adanya
papiledema dan di terapi dengan deksamethasone kuur. Hemianopsia bitemporal pada
saat dirawat belum terjadi. Hemianopsia bitemporal dijumpai 10 hari setelah penderita
pulang. Hal ini terjadi karena efek massa yang telah menekan chiasma optikum.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium sebelumnya, hormon Prolaktin menunjukan
hasil yang normal. Sehingga kami melakukan pemeriksan hormon hipofise anterior yang
lain, dan ternyata hasilnya hormon LH, FSH, TSH, dan Cortisol menunjukan hasil yang
normal. Dari analisa endokrinologi ini kami menyimpulkan makroadenoma hipofise non
fungsional, karena tumor ini tidak memproduksi hormon. Dari literatur menunjukan
bahwa sekitar 30 % dari seluruh tumor pada hipofisis tidak memproduksi hormon / non
fungsional.
22
dan
ditentukan
dengan CT scan. Pada penderita ini dari hasil CT scan kepala non
kontras dan kontras di temukan massa bentuk oval, berbatas tegas,
ukuran 1,4 x 0,9 x
0,4 cm di intrasella
medikamentosa
diberikan
pada
adenoma
yang
dengan
berat,
terganggu seperti
diikuti
dengan
pengelihatan
pandangan
mata
mengalami rekurensi, jika terapi ditambah dengan terapi radiasi rekurensi akan menurun
sampai sekitar 13%. Sesudah operasi dekompresi, fungsi penglihatan akan membaik pada
sekitar 80% pasien dan kembali normal pada sekitar 50% pasien, sedangkan status
endokrin kadang-kadang membaik, misalnya kesuburan akan kembali pada sekitar 70%
pasien.
KESIMPULAN
Nyeri kepala merupakan gejala dini pada 20 % tumor intrakranial..
Makroadenoma hipofisis merupakan tumor intra kranial yang jarang ditemukan . Nyeri
kepala pada adenoma hipofisis selain akibat peningkatan tekanan intrakranial juga
merupakan gejala sebagai akibat terjadinya peregangan dari diafragma sella. Sekitar 30%
dari seluruh tumor pada hipofisis tidak memproduksi hormon / non fungsional
Tumor pada kelenjar ini akan memberikan gejala oleh karena adanya efek masa
atau gangguan produksi hormon pada penderitanya. Evaluasi endokrin diperlukan untuk
mengkonfirmasi ada atau tidak adanya suatu endokrinopathy yang akan menolong
menetapkan etiologinya.
Pasien dengan adenoma hipofisis fungsionil menunjukkan adanya beberapa
problem dan diagnostik dan penatalaksanaannya, apakah pasien akan diterapi dengan
obat-obatan saja atau operasi seperti halnya pada adenoma non fungsionil. Juga harus
dipertimbangkan faktor-faktor usia, kondisi kesehatan dan ukuran tumor sebelum
memilih terapi yang diinginkan. Dalam penatalaksanaan penting harus diperhatikan
follow up yang ketat terhadap kemungkinan timbulnya rekurensi dari tumornya
Telah kami laporkan kasus yang jarang yaitu sefalgia kronik progresif dengan
hemianopsia bitemporal yang disebabkan suspek makroadenoma hopofise non
fungsional. Beberapa kriteria diagnosis sudah dipaparkan dalam tinjauan pustaka. Pada
perkembangan penyakitnya, penderita mengalamo progresifitas dari penyakitnya dan
disarankan terapi bedah namun sampai saat kasus ini dilaporkan penderita menolak untuk
di operasi, sehingga untuk menegangkan diagnosa pasti dengan pemreiksaan patologi
anatomi belum bisa dilaksanakan. Semoga kasus ini dapat menambah wawasan kita.
24
KEPUSTAKAAN
1. Japari Iskandar . Tumor hipofisis . Http://www.usu.ac.id 2002 .
2. Mark S. Hand Book of neurosurgery , 6 ed. Florida: Greenberg Graphics , 438451 2006
3. Shlomo Melmed, J. Larry Jameson, Gary L. Roberrtson. Neurologic Disorders of
the Pituatary and Hypothalamus in Harrisons Neurology in Clinical Medicine,
editor Stephen L.Hauser. McGraw-Hill, Singapore, 2006:381-393
4. J.A.Jane Jr. , E.R. Laws Jr. The Management of non- Fungtioning Pituatary
adenomas. Http:// www.neurolgyindia.com . October-Desember 2003 Vol 51.
461-465.
5. D.Joanne Lynn,, Herbert B.Newton, Alexander D. Rae-Grant : Brain Tumor,
Pituatary in The 5-minute Neurology Consult, p 102-103
6. Kenneth W.Lindsay, Ian Bone. Localised neurological disease and its
management in Neurological and Neurosurgery illustrated, Churchill Living stone
fourth edition .2005. p.334-344.
25
Gejala klinis:
26
a) Nyeri kepala karena perluasan tumor ke area supra sella, maka akan menekan
chiasma optikum, timbul gangguan lapang pandang bitemporal.
b) Karena serabut nasal inferior yang terletak pada aspek inferior dari chiasma optik
melayani lapang pandang bagian temporal superior (Wilbrands knee), maka yang
pertama kali terkena adalah lapang pandang quadrant bitemporal superior.
Selanjutnya kedua papil akan menjadi atrophi.
c) Jika tumor meluas ke sinus cavernosus maka akan timbul kelumpuhan NIII, IV,
VI, V2, V1, berupa ptosis, nyeri wajah, diplopia. Oklusi dari sinue akan
menyebabkan proptosis, chemosis dan penyempitan dari a. karotis (oklusi komplit
jarang)
d) Tumor yang tumbuh perlahan akan menyebabkan gangguan fungsi hipofisis yang
progressif dalam beberapa bulan atau beebrapa tahun berupa:
kesuburan
27
1. Pada rontgen foto lateral tengkorak terlihat sella turcica membesar,lantai sella
menipis dan membulat seperti balon. Jika pertumbuhan adenomanya asimetrik
maka pada lateral foto tengkorak akan menunjukkan double floor. Normal
diameter AP dari kelenjar hipofisis pada wanita usia 13-35 tahun < 11 masingmasing, sedang pada yang lainnya normal < 9 masing-masing.
2. MRI dan CT scan kepala, dengan MRI gambaran a.carotis dan chiasma tampak
lebih jelas, tetapi untuk gambaran anatomi tulang dari sinus sphenoid CT scan
lebih baik.
3. Test stimulasi fungsi endokrin diperlukan untuk menentukan gangguan fungsi dari
kelenjar hipofisis.
Diagnosa banding:
a. Tubercullum sella meningiomas, mirip dengan adenoma hipofisis, tetapi
pada foto lateral tengkorak tidak menunjukkan pembesaran dari sella.
Tubercullum sella meningioma mungkin akan menyebabkan penipisan
dari tubercullum
b. Aneurisma a. carotis interna yang besar akan mengisi sella turcica, dengan
MRI dan arteriografi akan tampak lebih jelas
c. Craniopharyngioma
walaupun
biasanya
supra
sellar
tetapi
Tuberculoma
28
29
a. Evaluasi dengan MRI dan CT scan sebaiknya dilakukan 4-6 mg post optikus,
sesudah perdarahan dan intra seluler akan diikuti dengan perbaikan lapang
pandang
b. Sekitar 20% pasien post optikus transphenoidal akan mengalami rejurensi, jika
terapi ditambah dengan terapi radiasi rekurensi akan menurun sampai sekitar 13%
c. Sesudah operasi dekompresi, fungsi penglihatan akan membaik pada sekitar 80%
pasien dan kembali normal pada sekitar 50% pasien, sedangkan status endokrin
kadang-kadang membaik (misalnya kesuburan akan kembali pada sekitar 70%
pasien)
2. Tumor Hipofisis fungsional
Pada penelitian dari 800 pasien yang menderita tumor hipofisis, 630 pasien
merupakan tipe functioning pituitary tumors yang terdiri dari:
kelenjar hipofisis bagian anterior berperan dalam sekresi dan pengaturan dari berbagai
hormon peptida dan stimulating factor. Tumor yang berasal dari bagian ini akan
memproduksi secara berlebihan beberapa atau salah satu dari hormon peptida, jika ini
terjadi maka dinamakan fungsional atau secreting adenoma
Kelenjar
hipofisis
bagian
anterior
berada
dibawah
kontrol
stimulasi
hypothalamus, berturut-turut ACTH, GH, Prolactin, TSH, LH dan FSH dikontrol oleh
hormon hypothalamus corticotropin releasing hormon (CRH), growth hormon releasing
factor (GRF), Dopamin , Thyroid releasing hormon (TRH) dan gonadotropin releasing
hormon (GnRH). Pengaturan ini berjalan melalui sistim pembuluh darah portal yang
menghubungkan hypothalamus dengan kelenjar hipofisis bagian anterior. Hypothalmic
releasing factor semuanya berdasarkan kontrol umpan balik negatif dari produksi target
organ.
30
Lokasi selalu masih dalam sella turcica dan belum menginvasi struktur yang
berdekatan seperti sphenoid dan sinus cavernosus
b. Makroadenoma
Bisanya sudah meluas dari sella turcica dan sudah menginvasi struktur yang
berdekatan
Pasien dengan gangguan endokrin yang tidak jelas, tetapi tumornya ada kadang-kadang
memerlukan tindakan angiography untuk menyingkirkan adanya aneurisma a. karotis.
DISKUSI
31
PAPILLEDEMA
No anatomic analysis of this condition is necessary because most cases of papilledema are caused by
intracranial pathology. Three notable extracranial conditions are optic neuritis, hypertension, and
pseudotumor cerebri. The polycythemia and right heart failure of chronic pulmonary emphysema may
combine to produce papilledema, but this is uncommon.
32
33
PAPILLEDEMA
Analysis of the intracranial causes of papilledema is performed using the mnemonic VINDICATE.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
VVascular lesions are aneurysms and arteriovenous malformations that cause subarachnoid
hemorrhages. Severe hypertension may lead to an intracerebral hemorrhage or hypertensive
encephalopathy, thus causing papilledema. Cerebral thrombosis and emboli rarely lead to
papilledema.
IInfection is not a common cause of papilledema unless a space-occupying lesion is
produced or the condition persists. Thus, a brain abscess is often associated with papilledema
whereas acute bacterial meningitis is not. Chronic cryptococcal meningitis, syphilitic meningitis,
and tuberculous meningitis, on the other hand, are often associated with some degree of
papilledema. Viral encephalitis may occasionally be associated with papilledema. Cavernous
sinus thrombosis and septic thrombosis of the other venous sinuses may produce papilledema.
NNeoplasms, primary and metastatic, are the most common cause of papilledema.
DDegenerative diseases are rarely the cause.
IIntoxication brings to mind lead encephalopathy, but other toxins and drugs rarely cause
papilledema.
CCongenital malformations that cause papilledema include the aneurysms and
arteriovenous malformations already mentioned plus the various types of hydrocephalus, skull
deformities (oxycephaly), hemophilia (because of intracranial hemorrhages), and, occasionally,
Schilder disease and other congenital encephalopathies.
AAutoimmune recalls lupus cerebritis and periarteritis nodosa (when associated with severe
hypertension).
TTrauma does not usually produce papilledema in the early stages of concussions or
epidural or subdural hematomas, but in chronic subdural hematomas it is the rule.
EEndocrine disorders bring to mind the papilledema of malignant pheochromocytomas
(with hypertension), and the fact that pseudotumor cerebri occurs in obese, amenorrheic, and
emotionally disturbed women.
TopApproach
to the Diagnosis
The approach to the diagnosis of papilledema in someone without hypertension or hypertensive retinopathy
must include a thorough neurologic examination and a CT scan. If focal signs are present or the CT scan
shows positive findings, referral to a neurosurgeon is indicated. He or she can decide if an MRI is indicated.
A spinal tap is contraindicated. If there are no focal signs, it may be worthwhile to differentiate papilledema
from optic neuritis by having an ophthalmologist perform a visual field examination. This may also be helpful
in differentiating pseudotumor cerebri because there may be bilateral visual defects in the inferior nasal
quadrants. Papilledema from increased intracranial pressure will show only an enlarged blind spot (unless
there is a tumor of the optic tracts, radiations, or occipital cortex), whereas optic neuritis will show scotomata
peripheral to the blind spot (disc). The Appendix will be useful for confirming the diagnosis of a specific
disease.
TopOther
1.
2.
3.
Useful Tests
CBC (polycythemia)
Sedimentation rate (cerebral abscess, infection)
Urinalysis (renal disease associated with hypertension)
34
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
35