You are on page 1of 35

PENDAHULUAN

Tumor kelenjar hipofisis adalah jenis tumor intrakranial yang unik. Secara
anatomis kelenjar ini berdekatan dengan struktur lainnya, dan secara fungsional,
berperan pada pengaturan hormonal.4
Insidensi tumor hipofisis berkisar antara 5-20% dari seluruh kejadian tumor
intrakranial dan merupakan ketiga terbanyak setelah glioma dan meningioma.
Frekuensi tumor ini sama pada pria maupun wanita, namun ada jenis tumor tertentu
yang lebih sering terjadi pada wanita. Usia juga mempengaruhi insidens tumor
hipofisis; hanya sekitar 2-5% terjadi pada anak-anak.1.2.3.4
Adenoma hipofisis merupakan tumor yang tumbuh dari sel epiteliar dari
hipofisis dan merupakan tumor yang paling sering terjadi pada daerah sellar .
Adenoma hipofisis yang berukuran lebih dari 10 mm didefinisikan sebagai
makroadenoma . dan ukuran kurang dari 10 mm disebut dengan mikro adenoma .
Makroadenoma

jarang

terjadi,

kebanyakan

adenoma

hipofisis

merupakan

mikroadenoma . 1.2.4.5
Diagnosa makroadenoma ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium , radiologi dan
patologi anatomi. Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa
tumor otak , karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor,
kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi
intrakranial serta efek dari masa tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan
kompresi, infasi dan destruksi dari jaringan otak.
Dalam presentasi kasus kali ini, kami akan menyajikan suatu kasus yang
jarang dengan keluhan utama sefalgia kronik dan progresif yang disertai dengan
hemianopsia bitemporal yang disebabkan oleh suspek

makroadenoma hipofisis

nonfungsional.

STATUS PENDERITA NEUROLOGI


Identifikasi :
Seorang Perempuan berumur 38 tahun, Islam, Ibu Rumah Tangga, beralamat
di Palembang, datang ke poliklinik saraf RSMH Palembang pada tanggal 14 April
2009.
Anamnesa
Penderita dirawat dibagian syaraf RSMH karena sakit kepala yang bertambah
berat diikuti dengan gangguan pengelihatan yang terjadi secara perlahan-lahan.
Sejak kurang lebih 5 bulan SMRS, pasien sering mengeluh sakit diseluruh
kepala, sakit dirasakan berdenyut-denyut , sakit kepala dirasakan hilang timbul, sakit
kepala tidak di pengaruhi aktivitas, terkadang disertai mual dan muntah demam tidak
ada, kejang tidak ada. biasanya siklus menstruasi 7 hari, namun sekarang hanya 1
hari. Penderita lalu berobat di RSMH dan di rawat di ruangan penyakit dalam.
Keluhan tidak berkurang, lalu penderita pulang paksa.
2 bulan SMRS, Sakit kepala dirasakan bertambah berat, berdenyut-denyut,disertai
perasaan penuh diseluruh kepala. Nyeri paling hebat

diperberat dengan batuk ,

mengejan dan bersin. Timbul setiap hari, kadang disertai mual dan muntah, sakit
kepala tidak berkurang jika minum obat. Keluhan disertai dengan pengelihatan kedua
mata menjadi kabur, sulit tidur, dan menstruasi menjadi tidak teratur, kadang-kadang
amenorea. Keluar air susu di payudara tidak ada. Penderita di rawat kembali di
RSMH

di bangsal neurologi, dan dinyatakan

menderita

tumor

Prolaktin

makroadenoma. Karena tidak ada perubahan penderita minta pulang paksa.


10 hari SMRS, penderita di minta rawat kembali dengan keluhan yang sama.
Riwayat trauma kapitis tidak ada, riwayat hipertensi ada sejak 9 tahun yang
lalu.riwayat KB hormonal tidak ada. Gejala seperti ini pada keluarga disangkal.
Penyakit ini diderita untuk pertamakalinya dan dirawat untuk ketigakalinya..
Pemeriksaan Fisik (6 April 2009)
I. Pemeriksaan Klinis Umum saat di bangsal syaraf bawah RSMH:

Pada

pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, gizi cukup, kesadaran baik.
Tekanan darah 190/130 mmHg, pernapasan 20 kali/menit, nadi 95 kali/menit
reguler, suhu 37oC. Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik.Leher : tidak ada
2

kelainan. Jantung dan paru Toraks : cor/pulmo dalam batas normal, abdomen :
hepar lien tidak teraba membesar. Status lokalis : Punggung : Inspeksi : deformitas
(-), gibus (-).
2. Pemeriksaan Klinis Neurologis:
Nervi Cranialis :
- N.III

: Pupil bulat isokor, 3 mm, refleks cahaya +/+, gerakan ke segala


arah.

- Funduskopi : A/V 1:3, Papil bulat, batas kabur, warna agak pucat .
Fungsi Motorik.
Penilaian
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Reflek fisiologis
Reflek patologis

Lengan kanan
K
5
Normal

Lengan kiri
K
5
Normal

Normal
-

Normal
-

Fungsi Sensorik

: Tidak ada kelainan

Fungsi Luhur

: Tidak ada kelainan

Fungsi Vegetatif

: Tidak ada kelainan

GRM

: Tidak ada

Gait dan Keseimbangan

: Tidak ada kelainan

Gerakan Abnormal

: tidak ada.

Tungkai kanan
K
5
Normal
Normal
-

Tungkai kiri
K
5
Normal
Normal
-

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG : ( Pada Saat MRS yang I dan II )


.
Hasi Laboratorium :
Imuno-serologi (13-01-2009) :
ACA IgG : Negatif 5,5 (Negatif < 15, Equivokal :15-20, Positif : > 20 )
ACA IgM : Negatif 4,2 ( Negatif : 12,5, Equivocal : 15 20, Positif : >20 )
Hematologi (13-01-2009) :
APTT

: 39,7 detik

CAPTT

: 35,4 detik

(26-40)

Rontgen Cervical AP/ Lat/ Oblique kanan Kiri ( 28-1-2009) :


Kesan : Muscular Spasme
Rontgen Thorak : Pulmo : Tidak ada kelainan
Cor

:Cardiomegali.

CT Scan Kepala ( 14- 2-2009) :


Massa di intra sella suspek macroadenoma
Saran : CT Scan sella dengan Kontras.
CT Scan Kepala dengan kontras (23-2-2009)
Massa intra sella : Pituitary Macroadenoma
Hasil Laboratorium :
Endokrinologi : Prolactin : 9.00 ng/dL
Nilai Normal Perempuan : Tidak Hamil : 2.8 -29.2
Hamil

: 9.7 208.5

Postmenoupausal : 1,8 20.3


Hasil Konsul Obgin : (16-3-2009)
Tidak ada kelainan Ginekologi.
DIAGNOSA AWAL :
Diagnosis Klinis

: Sefalgia Kronis

progresif + papiledema + amenorea

+Hipertensi stage II.


Diagnosis Topik : Intra sella
Diagnosis Etiologi : DD/
Makroadenoma Hipofisis Fungsional
Makroadenoma Hipofisis NonFungsional

PENATALAKSANAAN :
-

IVFD RL gtt X/menit

Diet NB TKTP

Vit Bi,B6,B12 tab 3 x 1 tablet

Asam Mefenamat 3 x 500 mg

Captopril 3 x 25 mg tab

Dexa kuur

Ranitidine 2 x 1 ampul iv

Rencana :
Rontgen Sella khusus
MRI
Periksa Laboratorium.
Konsul : PDL, Bedah Syaraf, Mata, Obgin, Psikiatri.

PROGNOSA
Quo ad Vitam

: Dubia ad Bonam

Quo ad Fungtionam : Dubia ad malam

FOLLOW-UP PENDERITA
Tanggal
14 -4-09

Klinis
Kel : sakit kepala
Status generalis : .
CM, TD: 190/130mmHg,
RR : 20 x/menit regular,nadi :95
x/m T:37o,

Laboratorium
Hematologi:

Hb: 11 g/dl , Ht : 37 , Eritr: 4,03 juta,Leuko:

8.000/mm , Trombo : 253.000 /mm,Retikulosit


0,6%,LED: 75mm/jam
Kimia Klinik :

Pem. Penunjang dan


Konsul

Terapi
PENATALAKSANAAN :

- IVFD RL gtt X/menit

Hit.jenis: 0/4/265/24/5 .

- Diet NB TKTP

BSS : 109 mg/dl

- Vit Bi,B6,B12 tab 3 x 1 tablet

Cholesterol : 133 mg/dl, LDL: 58 mg/dl


HDL : 28 mg/dl ,Tg: 107 mg/dl, Total lipid :435 md/dl,

- Asam Mefenamat 3 x 500 mg

Na: 136 mmol/l ,K : 4,4 mmol/l , Ca :2,02 mmol/l, Ureum :

- Captopril 3 x 25 mg tab

33 mg/dl,Creatinin 2,3 mg/dl, Albumin: 4,5,

- Dexa kuur

g/dl Globulin

- Ranitidine 2 x 1 ampul iv

: 2,9 g/dl,

- Rencana :
Rontgen Sella khusus
MRI
Periksa Laboratorium.
Konsul : PDL, Bedah Syaraf,
Mata, Obgin, Psikiatri.

16-4-09

18 -4-09

Kel : sakit kepala, tidak bisa


tidur
Status generalis : .
CM, TD: 140/100 mmHg,
RR : 20 x/menit regular,nadi :88
x/m T:37o,

Rontgen sella khusus :

Kel : sakit kepala,

Hasil Konsul Mata :

Status generalis : .
CM, TD: 110/80 mmHg,
RR : 20 x/menit regular,nadi :88
x/m T:37o,, T:37o

-Papil edema bilateral + Retinopati

Tidak ada kelainan.

Th/ teruskan
+ Alprazolam 1 x 1mg tab.

MRI :

Pituitary Macroadenoma

Th/ teruskan

hipertensi grade III.


- Hasil kampimetri dalam batas
normal

Tanggal
22-4-09

Klinis

Laboratorium

Kel : sakit kepala, menstruasi


hari ke 4.

Hasil Konsul Bedah Syaraf :


Kesan : adenoma hipofise
Saran : Operasi dengan segala
resiko bila keluarga setuju.
Keluarga menolak.

Status generalis : .
CM, TD: 110/80 mmHg,
RR : 20 x/menit regular,nadi :88
x/m T:37o,, T:37o

23-4-09

Kel : sakit kepala, menstruasi


stop.
Status generalis : .
CM, TD: 130 /80 mmHg,
RR : 20 x/menit regular,nadi :88
x/m T:37o,, T:37o

Pem. Penunjang dan


Konsul

Endokrinologi :

Terapi
th/ :
-

Deksamethasone tapering off.


Lain2 di teruskan

-th/ teruskan.

LH : 2,48 mIU/L : { ( Perempuan Menstruasi


normal : Follicular Phase : 1,9 -12.5 ; Midlle peak:
8.7 -76.3 ; Luteal phase : 0,5 16,9) ( Perempuan
Hamil : <=1.5) ( Postmenopausal : 15.9-54)
(Contraceptives : 0.7 -5.6) }
FSH : 9.90 mIU/L : { ( Perempuan Menstruasi
normal : Follicular Phase : 2.5 -10.2 ; Midlle
peak: 3.4 33.4 ; Luteal phase : 1,5 9.1
( Perempuan Hamil : < 0.3 ) ( Postmenopausal :
23.0-116.3 )
T3 :0,79nmol/l 0,92 2,33 nmol/l)
T4 : 77.52 nmol/l (60 -120 nmol/l)
TSH : 1.50 IU/ml (0,25 -5IU/ml)

Tanggal
28-4-09

Klinis
Kel : sakit kepala,
Status generalis : .
CM, TD: 130 /80 mmHg,
RR : 20 x/menit regular,nadi :88
x/m T:37o,.

29-4-09

Laboratorium
Cortisol : 6 g/dL ( 5 25 g/dL )

Kel : sakit kepala,


Status generalis : .
CM, TD: 130 /80 mmHg,
RR : 20 x/menit regular,nadi :88
x/m T:37o

30-4-09

Pem. Penunjang dan


Konsul
Konsul Penyakit Dalam
subdivisi Hematologi dan
onkologi Medik :
Kesan : Pituitari
Makroadenoma (non Fungtion)
+ Hipertensi terkontrol
:Saat ini belum memerlukan
kemotherapi khusus S
Saran : Tindakan Bedah, Radio
Th/.

-th/ teruskan.

Konsul Psikiatri :
Kesan :Gangguan ansietas
Th/ Kalxetin 1 x 10 mg.

-th/
- Alprazolam stop
- ganti Kalxetin 1 X 1O mg.

Pulang paksa
Terapi pulang
-Ranitidine 2 x 1 tablet
- vit BiB6B12 3 x 1 tab.
- Captopril 3 x 25 mg tab

Kel : sakit kepala.


Os minta pulang
Status generalis : .
CM, TD: 130 /80 mmHg,
RR : 20 x/menit regular,nadi :88
x/m T:37o

Tanggal

Klinis

Terapi

Diagnosa

Pem. Penunjang dan

Terapi
8

Konsul
5-6-09

Keluhan : sejak 20 hari


setelah dirawat rumah
sakit nyeri kepala
semakin berat
pandangan mata
terganggu serti ada
tirai pada
kanan kiri , kadangkadang disertai
muntah.

DK: Sefalgia kronik Progresif +


Hemianopsia Bitemporal
DT : Intra sella
DE : Makroadenoma Hipofisis non
fungsional

Konsul Poli mata :


Papil edema bilateral + Retinopati
duplek grade III.
Hasil Kampimetri :
Hemianopsia bitemporal

Rencana operasi.

Saran : Konsul Bedah saraf.

Sens : CM
TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/m
RR 20 X/m
T : Afebris

Hasil Kampimetri tanggal 18 -4-2009 :


Hasil : Normal

Hasil Kampimetri tanggal 5 6 -2009 :


Hasil : HEMIANOPSIA BITEMPORAL

10

CT Scan kepala
lesi relative hiperdens dengan foci
hipodens, ukuran 1,4 x 0,9 x 0,3 cm di
intrasella.
Kesimpulan : Massa di intrasella suspek
macroadenoma

MRI Kepala.

CT Scan kepala kontras


Tampak massa bentuk oval, berbatas tegas, ukuran 1,4 x 0,9
x 0,4 cm di intrasella yang menyangat setelah pemberian
kontras disertai komponen degenerasi kistik kecil2..
Kesimpulan : Massa di intrasella pituitary macroadenoma

11

TINJAUAN PUSTAKA
TUMOR HIPOFISIS 1.2.3.12
Kelenjar hipofisis medula kelenjar yang sangat penting bagi tubuh manusia,
kelenjar ini mengatur fungsi dari kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, ovarium dan testis,
kontrol laktasi, kontraksi uterine sewaktu melahirkan dan tumbuh kembang yang linear,
dan mengatur osmolalitas dan volume dari cairan intravascular dengan memelihara
resorpsi cairan di ginjal.
Kelenjar hipofisis terletak pada sella tursika, pada konvavitas berbentuk sadel dari
tulang sphenoid. Superior dari kelenjar hipofisis terdapat diaphragma sella, yang
merupakan perluasaan secara transversal dari duramater dimana tungkai hipofisis
menembusnya. Diatas diaphragma ini terletak nervus optikus, chiasma dan traktus. Pada
dinding lateral dari sella terdapat dinding medial dari sinus kavernosus yang berisi N III,
IV, VI, V1,V2 dan arteri karotis interna.
Kelenjar hipofisis terdiri dari 2 lobus, lobus anterior dan lobus posterior, pada
lobus anterior kelenjar ini terdapat 5 type sel yang memproduksi 6 hormon peptida.
Sedangkan pada lobus posterior dilepaskan 2 macam hormon peptida. Sekresi hormon
pada adenohipofisis diatur oleh hypothalamus dan oleh umpan balik negatif dari target
organ. Sedangkan pada nuerohipofisis vassopresin (ADH) dan oxytocin diproduksi oleh
hypothalamus lalu dibawa dan ditimbun untuk akhirnya dilepaskan dari hipofisis.

12

I. EPIDEMIOLOGI 1.2.4.5.7.8.9
Sekitar 10% dari seluruh tumor intrakranial merupakan tumor hipofisis, terutama
terdapat pada usia 20-50 tahun, dengan insiden yang seimbang pada laki-laki dan wanita.
Di Amerika Serikat angka kejadiannya mendekati 0,2 2,8 kasus per 100.000 orang
pertahun. Sekitar 25-30% adenoma hipofisis

nonfungsional, 25% menghasilkan

Prolaktin, 20% menghasilkan GH dan 10% menghasilkan ACTH.


Adenoma hipofisis terutama timbul pada lobus anterior hipofisis, pada lobus
posterior (neurohipofisis) jarang terjadi, tumor ini biasanya jinak.
II. PATOGENESIS.2.3.4.13
Hingga saat ini dikenal 2 hipotesis tentang asal tumor hipofisis yaitu:
1.

Adanya kelainan intrinsik dalam kelenjar hipofisis sendiri.

2. Sebagai hasil stimulasi yang terus menerus oleh hormon hipotalamus atau faktor
ekstrinsik.
Kemajuan biologi molekuler membuktikan tumor ini berasal dari monoklonal, yang
timbul dari mutasi sel tunggal diikuti oleh ekspansi klonal. Neoplasia hipofisis
merupakan proses multi-step yang meliputi disregulasi pertumbuhan sel atau proliferasi,
diferensiasi dan produksi hormon. Ini terjadi sebagai hasil aktifasi fungsi onkogen setelah
inaktifasi gen tumor supresor. Proses aktivasi fungsi onkogen merupakan hal yang
dominan, karenanya gangguan allel tunggal dapat menyebabkan perubahan fungsi sel.

13

Inaktifasi tumor supresor bersifat resesif, karenanya kedua gen allel harus terlibat untuk
mempengaruhi fungsi seluler. Heterogenitas defek genetik ditemukan pada adenoma
hipofisis sesuai dengan proses neoplastik multi step.
Abnormalitas protein G, penurunan ekspresi protein nm23, mutasi ras gen, delesi
gen p53, 14 q, dan mutasi, kadar c-myc onkogen yang tinggi dapat menyebabkan
pertumbuhan adenoma kelenjar hipofisis.
Penelitian in vitro membuktikan peranan estrogen dalam menginduksi terjadinya
hiperplasia hipofisis dan replikasi laktotroph. Terbukti produk PTTG (Pituitary tumor
transforming gene) menyebabkan transformasi aktifitas dan menginduksi sekresi dasar
bFGF, sehingga memodulasi angiogenesis hipofisis dan formasi tumor. PTTG ini
diinduksi oleh estrogen.
III. KLASIFIKASI 1
Ada beberapa klasifikasi yang digunakan untuk tumor hipofisis, yaitu:
A. Klasifikasi berdasarkan gambaran patologi (mulai jarang digunakan) 1.6.11
1. Chromophobe, asalnya dianggap sebagai non fungsional, walaupun pada
kenyataannya

memproduksi prolactin, GH atau TSH. Perbandingan insiden

antara chromophobe dengan acidophil 4-20:1


2. Acidophil

(eosinophilic),

memproduksi

prolactin,

TSH

dan

GH

yang

menyebabkan acromegaly dan gigantisme


3. Basophil, memproduksi LH, FSH, beta lipoprotein dan terutama ACTH yang
menyebabkan caushings disease.
B. Klasifikasi berdasarkan gambaran radiologi
1. Grade 0: tumor tidak terlihat secara radiologi
2. Grade I dan II: adenoma yang terbatas dalam sella turcica
3. Grade III dan IV: adenoma yang menginvasi ke jaringan sekitarnya
Berdasarkan penyebarannya tumor ke ekstrasellar maka dibagi lagi dalam subklasifikasi
berikut:
1. A,B,C yaitu penyebaran langsung ke suprasellar
2. D yaitu perluasan secara asimetrik ke sinus kavernosus
3. E yaitu perluasan secara asimetrik ke sinus intrakranial

14

C. Berdasarkan ukurannya adenoma dibagi sebagai berikut:


a. Mikroadenoma

Ukuran kurang dari 10 mm

Lokasi selalu masih dalam sella turcica dan belum menginvasi struktur yang
berdekatan seperti sphenoid dan sinus cavernosus

Ditemukan karena adanya endokrinopati

Seringkali ketika diagnosa ditegakkan ukuran tumor 50% < 5mm

b. Makroadenoma

Ukuran lebih dari 10 mm

Bisanya sudah meluas dari sella turcica dan sudah menginvasi struktur yang
berdekatan

Ditemukan karena adanya efek kompresi dari tumor, seperti bitemporal


hemianopsi selain adanya gangguan endokrin, bisa hiper atau hipo sekresi.

C. Klasifikasi berdasarkan hormon yang diproduksinya, tumor pada kelenjar


ini dibedakan menjadi 2 jenis:
1. Adenoma hipofisis non fungsional (tidak memproduksi hormon)
Tumor ini berkisar sekitar 30% dari seluruh tumor pada hipofisis.Biasanya
muncul pada dekade ke 4 dan ke 5 dari kehidupan, dan biasanya lebih sering ditemukan
pada laki-laki daripada wanita. Nama lain dari tumor ini yaitu Null cell tumor,
undifferentiated tumor dan non hormon producing adenoma.
Karena tumor ini tidak memproduksi hormon, maka pada tahap dini seringkali
tidak memberikan gejala apa-apa. Sehingga ketika diagnosa ditegakkan umumnya tumor
sudah dalam ukuran yang sangat besar, atau gejala yang timbul karena efek masanya.
Tumor biasanya solid walaupun bisa ditemukan tumor dengan campuran solid dan kistik.

15

2. Tumor hipofisis fungsional


Tumor hipofisis fungsional terdiri dari:
a. adenoma yang bersekresi prolaktin
b. adenoma yang bersekresi growth hormon (GH)
c. adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH)
d. adenoma yang bersekresiadrenokortikotropik hormon (ACTH)
Pada penelitian dari 800 pasien yang menderita tumor hipofisis, 630 pasien
merupakan tipe functioning pituitary tumors yang terdiri dari:

52% merupakan tumor yang mengsekresikan prolactin

27% tumor yang mengsekresikan GH

20% tumor yang mengsekresikan ACTH

0,3% tumor yang mengsekresikan TSH

kelenjar hipofisis bagian anterior berperan dalam sekresi dan pengaturan dari
berbagai hormon peptida dan stimulating factor. Tumor yang berasal dari bagian ini akan
memproduksi secara berlebihan beberapa atau salah satu dari hormon peptida, jika ini
terjadi maka dinamakan fungsional atau secreting adenoma
IV. GEJALA KLINIK
Pasien

1.2.6

dengan

makroadenoma

hipofisis

mungkin

tidak

menunjukan gejala klinik /


asimptomatik atau akan menunjukan gejala ketidak seimbangan
hormonal atau gejala efek masa . Makroadenoma pada pasien yang
asimtomatik mungkin ditemukan

pada pemeriksaan imaging kepala

pada kondisi medis yang tidak berkaitan dengan makroadenoma.


a. Nyeri kepala .
Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada 20 %
dari para penderita dan merupakan gejala umum yang dapat dirasakan
pada setiap tahap tumor intra karanial . Nyeri kepala merupakan gejala
yang timbul karena adanya peningkatan tekanan intra kranial karena

16

efek masa tumor , edema atau karena hidrosefaluas yang disebabkan


oleh sumbatan aliran LCS karena tumor .
Sifat nyeri kepala berdenyut-denyut atau terasa penuh di kepala
seolah-olah kepala mau pecah . Nyeri paling hebat pada pagi hari dan
diperberat dengan batuk , mengejan dan bersin .
Nyeri kepala pada adenoma hipofisis selain karena akibat
peninngkatan intrakranial sering merupakan gejala awal yang terjadi
sebagai akibat terjadinya peregangan dari diafragma sella, nyeri
kepala biasanya bitemporal, periorbital atau menjalar ke verteks dan
besarnya massa tidak berhubungan dengan derajat nyeri kepala.
b. Gangguan lapangan pandang
karena perluasan tumor ke area supra sella, maka akan menekan
chiasma optikum, timbul gangguan lapang pandang bitemporal.
Karena serabut nasal inferior yang terletak pada aspek inferior dari
chiasma optik melayani lapang pandang bagian temporal superior
(Wilbrands knee)
c. Gejala yang berhubungan dengan sinus cavernosus
Jika tumor meluas ke sinus cavernosus maka akan timbul
kelumpuhan NIII, IV, VI, V2, VI, berupa ptosis, nyeri wajah, diplopia.
Oklusi

dari

sinus

akan

menyebabkan

proptosis,

chemosis

dan

penyempitan dari a. karotis (oklusi komplit jarang).


d. Gejala yang berhubungan dengan produksi hormon .
Gejala Klinik yang berhubungan dengan keseimbangan efek
hormon tergantung pada hormon apa yang terlibat.
Hyperprolactinemia

pada

wanita

didahului

amenorhoe,

galactorhoe, kemandulan
dan osteoporosis. Pada laki-laki biasanya asimptomatik atau timbul
impotensi atau daya sexual yang menurun.

17

Gejala timbul karena pengaruh meningginya kadar GH secara


kronik. Gejala dini berupa ukuran sepatu dan baju membesar, lalu
timbul

visceromegali,

sindroma

jeratan

saraf,

hiperhidrosis,

macroglossia, muka yang kasar dan skintags yaitu perubahan pada


cutis dan jaringan subcutis yang lambat berupa fibrous hyperplasia
terutama ditemukan pada jari-jari, bibir, telinga dan lidah. Kecuali
untuk tumor yang bersekresi TSH, yang menunjukkan hypertiroidism
glycoprotein secreting adenoma tidak memberikan gejala yang spesifik
sehubungan dengan hipersekresinya,
Cushing disease adalah suatu keadaan hypercortisolemi yang
disebabkan karena produksi ACTH yang berlebihan dari adenoma
hipofisis. Gejala biasanya menyerang wanita sekitar usia 40 tahun
Khas ditandai dengan truncal obesity, hipertensi, hirsutisme (wanita),
hyperpigmentasi, diabetes atau glukosa intoleran, amenorrhea, acne,
striae abdominal, buffallo hump dan moon facies
V . DIAGNOSIS BANDING

1.2.3..7.8.9

Tubercullum sella meningiomas, Aneurisma a. carotis interna


yang besar,Craniopharyngioma walaupun biasanya supra sellar tetapi
kadang-kadang terdapat pada sella tursika. Tumor metastase ke sella,
biasanya berhubungan dengan adanya tuberculoma .

VI . PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.2.6.7.8.9

Pemeriksaan Laboratorium :
Pada strategi penatalaksanaan terkini pemeriksaan laboratorium
hormon lengkap masih kontroversial . Jika tidak mengarah pada suatu
gejala atau tanda dari peningkatan hormon spesifik pemeriksaan yang
lebih

efisien

hanya

pemeriksaan

hormone

prolaktin.

Jika

ada

kecurigaaan klinik Cushing syndrome , acromegali , atau kelebihan


hormone lainnya perlu dilakukan pemeiksaan hormone yang sesuai .
18

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan

menetapkan

Radiologi

diagnosis

Imaging

makroadenoma

hipofisis
hipofisis

penting
dan

untuk

juga

untuk

tidak

dapat

menyingkirkan diagnosis difrensial dari lesi lain


disekitar sela .
a. Foto polos kranium
Sinar

rontgen

sederhana

foto

polos

kranium

menggambarkan jaringan ikat dengan baik. Pada rontgen foto lateral


tengkorak terlihat sella tursika membesar, lantai sella menipis dan
membulat seperti balon. Jika pertumbuhan adenomanya asimetrik
maka pada lateral foto tengkorak akan menunjukkan double floor.
b. CT Scan ( computerize tomography )
CT scan lebih baik dalam vusualisai kalsifikasi dan struktur tulang
dibanding dengan foto polos kranium dan MRI . Untuk membedakan
diferential diagnosis tumor dengan kalsifikasi seperti germinomas,
craniopharyngiomas, dan meningiomas, menjadi lebih baik ditentukan
dengan CT scan
c. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
MRI lebih mahal dibandingkan ke CT scan tetapi lebih disukai untuk
pemeriksaan pituitari sebab memberikan visualisasi yang lebih baik
terhadap jaringan lunak dan struktur vaskuler. . Sedikitnya MRI dengan
1.5-T magnit yang digunakan untuk pemeriksaan pituitari .

VII. PENATALAKSANAAN

1.2.3.7.8.9.10.12

1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa / obat-obatan diberikan pada adenoma
yang menghasilkan hormon dan

sesuai klinis dari tumor yang


19

menghasilan hormon. Bromocriptine (parlodel) suatu dopamin agonist,


merupakan

terapi

menggantikan
merangsang

pilihan

terapi

untuk

operasi.

dopamin

prolactin

Obat

reseptor

ini
pada

secreting

secara

adenoma,

langsung

lactotrops(

akan

prolactin

screetingcells).
Pada pemberian bromokriptin dengan dosis yang lebih tinggi dari
yang diperlukan untuk mengontrol prolactinomas, bisa menurunkan
kadar GH 5-10 ng/ml pada > 20% pasien, Idealnya hipersekresi dari GH
ini bisa ditekan dengan pemberian somatostatin, tetapi ini memerlukan
dosis yang multipel karena half life dari somatostatin yang sangat
pendek.

Sekarang

dipakai

analog

somatostatin

yaitu

octreotide

(sandostatin) yang mempunyai half life yang lebih panjang


Terapi percobaan dengan somatostatin analog dan bromocriptin
pada denoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH) hasinya
tidak sebaik pada prolactinoma atau pada akromegali.
Pada adenoma yang bersekresi ACTH terapi dengan obat-obatan
bertujuan untuk memblok ACTH atau produksi cortisol, dimana terapi
hanya mengobati gejalanya saja tanpa menghilangkan tumornya. Hal
ini seringkali perbaikan yang didapat tidak lengkap dan sangat potensil
untuk timbulnya efek samping yang berbahaya. Obat-obatan yang
digunakan antara lain ketoconazole, .cyproheptadin dan bromocriptine
2. Operasi
Pada makroadenoma yang umumnya non fungsional merupakan
indikasi tindakan
operasi .Pada pasien dengan visual loss yang akut atau adenoma yang
berhubungan dengan perdarahan atau abses maka operasi segera
perlu dipikirkan . Tindakan operasi yang paling populer pada adenoma
hipofisis adalah transpenoidal dengan resiko yang lebih ringan
dibanding transkranial

20

Tujuan utama dari operasi transphenoidal yaitu mengangkat


adenoma sekomplit
mungkin,

tetapi

adanya

invasi

ke

dura

dan

sinus

kavernosus

menyulitkan hal tersebut.


3. Radiasi
Indikasi: pada pasien dengan usia yang lanjut dengan kesehatan
yang tidak stabil, pada pasien post operasi dengan residual tumor
yang besar atau tumor yang tumbuh kembali.Dosis: 4000-5000 c Gy
selama 5-6 minggu. Komplikasi terapi radiasi bisa menyebabkan
nekrosis jaringan dan selanjutnya timbul gangguan penglihatan yang
progresif dan gangguan fungsi endokrin yang progresif .
VIII. EVALUASI DAN PROGNOSIS

1.2

Evaluasi dengan MRI dan CT scan sebaiknya dilakukan 4-6 mg


post operasi, sesudah perdarahan dan intra seluler akan diikuti dengan
perbaikan lapang pandang .
Sekitar 20% pasien post operasi transphenoidal akan mengalami rekurensi, jika
terapi ditambah dengan terapi radiasi rekurensi akan menurun sampai sekitar 13%.
Sesudah operasi dekompresi, fungsi penglihatan akan membaik pada sekitar 80% pasien
dan kembali normal pada sekitar 50% pasien, sedangkan status endokrin kadang-kadang
membaik, misalnya kesuburan akan kembali pada sekitar 70% pasien.

DISKUSI
Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada 20 % dari para
penderita dan merupakan gejala umum yang dapat dirasakan pada setiap tahap tumor
intra karanial. Nyeri kepala merupakan gejala yang timbul karena adanya peningkatan
tekanan intra kranial karena efek masa tumor , edema atau karena hidrosefalus yang
disebabkan oleh sumbatan aliran LCS karena tumor .Dari anamnesis didapatkan
penderita ini mengalami sefalgia kronik progresif ( lebih kurang 5 bulan ), sakit kepala

21

berdenyut-denyut atau terasa penuh di seluruh kepala , seolah-olah kepala mau pecah .
Nyeri paling hebat diperberat dengan batuk , mengejan dan bersin yang kemudian diikuti
dengan gejala- gejala amenorea atau menstruasi yang irreguler, disertai gangguan tidur (
trouble sleeping) yang iikuti dengan gangguan pengelihatan. Yang kemudian pada follow
up keluhan bertambah, pengelihatan pandangan mata terganggu seperti ada
tirai pada kanan kiri. Dari anamnesis adanya keluhan sefalgia kronik
yang progresif disertai adanya keluhan yang lain, kita dapat menduga
adanya suatu efek massa di intrakranial . Jika ada keluhan hormonal,
yang kadang-kadang luput dari pengamatan kita, maka kita berpikir
adanya suatu efek massa

di daerah sella yang mengenai kelenjar

hipofise.
Penderita ini awalnya dirawat di RSMH untuk ketiga kalinya. Pada perawatan
sebelumnya penderita telah melalui berbagai pemeriksaan untuk menyingkirkan diagnosa
banding, dan dinyatakan sefalgia yang bersifat kronik progresif akibat tumor
makroadenoma hipofise. Sehingga dalam follow up, kami hanya mengarahkan pada
penegakan diagnosa dan penatalaksanaan tumor hipofise ini
Dari pemeriksaan klinis neurologi pada penderita ini hanya di jumpai adanya
papiledema dan di terapi dengan deksamethasone kuur. Hemianopsia bitemporal pada
saat dirawat belum terjadi. Hemianopsia bitemporal dijumpai 10 hari setelah penderita
pulang. Hal ini terjadi karena efek massa yang telah menekan chiasma optikum.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium sebelumnya, hormon Prolaktin menunjukan
hasil yang normal. Sehingga kami melakukan pemeriksan hormon hipofise anterior yang
lain, dan ternyata hasilnya hormon LH, FSH, TSH, dan Cortisol menunjukan hasil yang
normal. Dari analisa endokrinologi ini kami menyimpulkan makroadenoma hipofise non
fungsional, karena tumor ini tidak memproduksi hormon. Dari literatur menunjukan
bahwa sekitar 30 % dari seluruh tumor pada hipofisis tidak memproduksi hormon / non
fungsional.

22

Pada Tumor hipofise, rontgen foto lateral tengkorak terlihat sella


tursika membesar, lantai sella menipis dan membulat seperti balon.
Jika pertumbuhan adenomanya asimetrik maka pada lateral foto
tengkorak akan menunjukkan double floor. Pada penderita ini, rongenn
sella khusus menunjukan hasil yang normal. CT scan lebih baik dalam
visualisai kalsifikasi dan struktur tulang dibanding dengan foto polos
kranium dan MRI . Untuk membedakan diferential diagnosis tumor
dengan kalsifikasi seperti germinomas, craniopharyngiomas,
meningiomas, menjadi lebih baik

dan

ditentukan

dengan CT scan. Pada penderita ini dari hasil CT scan kepala non
kontras dan kontras di temukan massa bentuk oval, berbatas tegas,
ukuran 1,4 x 0,9 x

0,4 cm di intrasella

yang menyangat setelah

pemberian kontras disertai komponen degenerasi kistik kecil-kecil,


disimpulkan adanya massa intrasella , suatu Pituitary Macroadenoma. Hasil
ini juga di dukung dengan hasil MRI kepala.
Terapi

medikamentosa

diberikan

pada

adenoma

yang

menghasilkan hormon dan sesuai klinis dari tumor yang menghasilan


hormon. Pada makroadenoma

non fungsional merupakan indikasi

tindakan operasi . Dalam kasus ini setelah dikonsultasikan


bagian bedah saraf rencananya

dengan

akan dilakukan tindakan operasi

transphenoidal, namun penderita menolak dan pulang paksa. Dalam


follow-up, setelah 10 hari di rumah penderita merasakan keluhan
bertambah

berat,

terganggu seperti

diikuti

dengan

pengelihatan

pandangan

mata

ada tirai pada kanan kiri. Kemudian dilakukan

pemeriksaan kampimetri dan di simpulkan hemianopsia bitemporal.


Mengingat gejala yang berlansung bertambah progresifitas maka
tindakan operasi tetap menjadi pilihan utama.
Prognosis ad vitam pada pasien ini bonam. Ad fungsionam dubia ad malam jika
tidak dilakukan tindakan operasi.. Sekitar 20% pasien post operasi transphenoidal akan
23

mengalami rekurensi, jika terapi ditambah dengan terapi radiasi rekurensi akan menurun
sampai sekitar 13%. Sesudah operasi dekompresi, fungsi penglihatan akan membaik pada
sekitar 80% pasien dan kembali normal pada sekitar 50% pasien, sedangkan status
endokrin kadang-kadang membaik, misalnya kesuburan akan kembali pada sekitar 70%
pasien.
KESIMPULAN
Nyeri kepala merupakan gejala dini pada 20 % tumor intrakranial..
Makroadenoma hipofisis merupakan tumor intra kranial yang jarang ditemukan . Nyeri
kepala pada adenoma hipofisis selain akibat peningkatan tekanan intrakranial juga
merupakan gejala sebagai akibat terjadinya peregangan dari diafragma sella. Sekitar 30%
dari seluruh tumor pada hipofisis tidak memproduksi hormon / non fungsional
Tumor pada kelenjar ini akan memberikan gejala oleh karena adanya efek masa
atau gangguan produksi hormon pada penderitanya. Evaluasi endokrin diperlukan untuk
mengkonfirmasi ada atau tidak adanya suatu endokrinopathy yang akan menolong
menetapkan etiologinya.
Pasien dengan adenoma hipofisis fungsionil menunjukkan adanya beberapa
problem dan diagnostik dan penatalaksanaannya, apakah pasien akan diterapi dengan
obat-obatan saja atau operasi seperti halnya pada adenoma non fungsionil. Juga harus
dipertimbangkan faktor-faktor usia, kondisi kesehatan dan ukuran tumor sebelum
memilih terapi yang diinginkan. Dalam penatalaksanaan penting harus diperhatikan
follow up yang ketat terhadap kemungkinan timbulnya rekurensi dari tumornya
Telah kami laporkan kasus yang jarang yaitu sefalgia kronik progresif dengan
hemianopsia bitemporal yang disebabkan suspek makroadenoma hopofise non
fungsional. Beberapa kriteria diagnosis sudah dipaparkan dalam tinjauan pustaka. Pada
perkembangan penyakitnya, penderita mengalamo progresifitas dari penyakitnya dan
disarankan terapi bedah namun sampai saat kasus ini dilaporkan penderita menolak untuk
di operasi, sehingga untuk menegangkan diagnosa pasti dengan pemreiksaan patologi
anatomi belum bisa dilaksanakan. Semoga kasus ini dapat menambah wawasan kita.

24

KEPUSTAKAAN
1. Japari Iskandar . Tumor hipofisis . Http://www.usu.ac.id 2002 .
2. Mark S. Hand Book of neurosurgery , 6 ed. Florida: Greenberg Graphics , 438451 2006
3. Shlomo Melmed, J. Larry Jameson, Gary L. Roberrtson. Neurologic Disorders of
the Pituatary and Hypothalamus in Harrisons Neurology in Clinical Medicine,
editor Stephen L.Hauser. McGraw-Hill, Singapore, 2006:381-393
4. J.A.Jane Jr. , E.R. Laws Jr. The Management of non- Fungtioning Pituatary
adenomas. Http:// www.neurolgyindia.com . October-Desember 2003 Vol 51.
461-465.
5. D.Joanne Lynn,, Herbert B.Newton, Alexander D. Rae-Grant : Brain Tumor,
Pituatary in The 5-minute Neurology Consult, p 102-103
6. Kenneth W.Lindsay, Ian Bone. Localised neurological disease and its
management in Neurological and Neurosurgery illustrated, Churchill Living stone
fourth edition .2005. p.334-344.

25

7. Pituitary adenoma Http://www. neurosurgery.ucla.edu/body.


8. Pituitary_adenoma ,From Wikipedia, the free encyclopedia,Http:// www.
en.wikipedia.org/wiki./
9. Pituitary_adenoma,from Http// www.emedicine.medscape.com/article
10. Janet A. Schlechthe MD, Prolactinoma. Http:// www. NEJM.ORG, November
20,2003. p 2035-2040
11. Rambe, Tumor Serebri : Kapita Selekta Neurologi,

editor Harsono, edisi kedua,

Gadjah Mada University Press, 2007, p363-384.


12. Osama O.Zaidat, Alan J.Lerner: Pituatary Adenoma : The Little Black Book Of
Neurology,Mosby Elsevier, 5Th ed 2008, 398-401
13. Patofisiologi pituitary adenomas Http//: www.neuro-onkologi.com/articles.2009

Gejala klinis:
26

a) Nyeri kepala karena perluasan tumor ke area supra sella, maka akan menekan
chiasma optikum, timbul gangguan lapang pandang bitemporal.
b) Karena serabut nasal inferior yang terletak pada aspek inferior dari chiasma optik
melayani lapang pandang bagian temporal superior (Wilbrands knee), maka yang
pertama kali terkena adalah lapang pandang quadrant bitemporal superior.
Selanjutnya kedua papil akan menjadi atrophi.
c) Jika tumor meluas ke sinus cavernosus maka akan timbul kelumpuhan NIII, IV,
VI, V2, V1, berupa ptosis, nyeri wajah, diplopia. Oklusi dari sinue akan
menyebabkan proptosis, chemosis dan penyempitan dari a. karotis (oklusi komplit
jarang)
d) Tumor yang tumbuh perlahan akan menyebabkan gangguan fungsi hipofisis yang
progressif dalam beberapa bulan atau beebrapa tahun berupa:

Hypotiroidism, tidak tahan dingin, myxedema, rambut yang kasar

Hypoadrenalism, hipotensi ortostatik, cepat lelah

Hypogonadism, amenorrhea (wanita), kehilangan libido dan

kesuburan

Diabetes insipidus, sangat jarang

Walaupun gangguan lapang pandang bitemporal dan hypopituitarism yang berjalan


progresif merupakan gejala klinik yang khas pada tumor ini, kadang-kadang adenoma
hipofisis yang besar memberikan gejala yang akut akibat adanya perdarahan atau Infark.
Tumor intrakranial yang paling sering menimbulkan perdarahan adalah adenoma
hipofisis. Adanya perdarahan yang besar ke dalam tumor hipofisis akan menyebabkan
gejala nyeri kepala yang tiba-tiba, penurunan kesadaran gangguan penglihatan dan
insufisiensi adrenal yang akut. Pasien yang menderita abcess pada hipofisis akan
memberi gejala yang sama disertai demam. Menurut Wilson sekitar 3% makroedenoma
menunjukkan Pituitary apoplexi.
Pemeriksaan:

27

1. Pada rontgen foto lateral tengkorak terlihat sella turcica membesar,lantai sella
menipis dan membulat seperti balon. Jika pertumbuhan adenomanya asimetrik
maka pada lateral foto tengkorak akan menunjukkan double floor. Normal
diameter AP dari kelenjar hipofisis pada wanita usia 13-35 tahun < 11 masingmasing, sedang pada yang lainnya normal < 9 masing-masing.
2. MRI dan CT scan kepala, dengan MRI gambaran a.carotis dan chiasma tampak
lebih jelas, tetapi untuk gambaran anatomi tulang dari sinus sphenoid CT scan
lebih baik.
3. Test stimulasi fungsi endokrin diperlukan untuk menentukan gangguan fungsi dari
kelenjar hipofisis.
Diagnosa banding:
a. Tubercullum sella meningiomas, mirip dengan adenoma hipofisis, tetapi
pada foto lateral tengkorak tidak menunjukkan pembesaran dari sella.
Tubercullum sella meningioma mungkin akan menyebabkan penipisan
dari tubercullum
b. Aneurisma a. carotis interna yang besar akan mengisi sella turcica, dengan
MRI dan arteriografi akan tampak lebih jelas
c. Craniopharyngioma

walaupun

biasanya

supra

sellar

tetapi

kadangkadangterdapat pada sella turcica.


d. Tumor metastase ke sella, biasanya berhubungan dengan adanya parese
otot extra oculer dan diabetes insipidus, pada adenomahipofisis gejala ini
jarang terdapat.
e. Kista celah kantung Rathkes kadang berupa masa yang besar di supra
sellar atau sellar
f.

Tuberculoma

g. Giant cell hypophysitis


h. Sarcaidosis
Terapi:
a. Operasi

28

1. Operasi secara mikroskopik transsphenoidal, dengan indikasi adanya visual loss


dan hypopituitarism yang progressif
2. Pada pasien dengan gangguan fungsi tiroid atau ACTH, operasi ditanguhkan 2-3
mg sampai pasien mendapat terapi tiroid atau terapi pengganti hidrocortison
3. Pada pasien dengan visual loss yang akut atau adenoma yang berhubungan
dengan perdarahan atau abcess maka operasi segera perlu dipikirkan
4. Tujuan utama dari operasi transphenoidal yaitu mengangkat adenoma sekomplit
mungkin, tetapi adanya invasi ke dura dan sinus kavernosusu menyulitkan hal
tersebut.
b. Radiasi
Indikasi: pada pasien dengan usia yang lanjut dengan kesehatan yang tidak stabil,
pada pasien post operasi dengan residual tumor yang besar atau tumor yang tumbuh
kembali. Dosis: 4000-5000 c Gy selama 5-6 minggu.
Komplikasi terapi radiasi bisa menyebabkan nekrosis jaringan dan selanjutnya
timbul gangguan penglihatan yang progresif dan gangguan fungsi endokrin yang
progresif sampai panhypopituitarism yang memerlukan terapi hormonal oleh seorang
endokrinologist.
Pada keadaan tumor menginvasi ke dural, pada kebanyakan kasus, tanpa terapi
radiasi pasien tetap sehat untuk jangka lama. Terapi dengan teknik radiasi berfokus
seperti Gamma Knife, Proton beam dan Linac acceleration sudah dilakukan dan hasilnya
masih belum bisa ditentukan.
c. Obat-obatan
Dimasa mendatang terapi obat-obatan akan berperan pada penderita adenoma non
fungsional, dimana pada kenyataannya ternyata adenoma ini memproduksi hormon
glikoprotein atau subarakhnoid unit dari salah satu hormon tersebut. Terapi dengan
somatostatin dan Gonadotropin releasing hormon antagonis mungkin menjadi kenyataan.
d. Evaluasi

29

a. Evaluasi dengan MRI dan CT scan sebaiknya dilakukan 4-6 mg post optikus,
sesudah perdarahan dan intra seluler akan diikuti dengan perbaikan lapang
pandang
b. Sekitar 20% pasien post optikus transphenoidal akan mengalami rejurensi, jika
terapi ditambah dengan terapi radiasi rekurensi akan menurun sampai sekitar 13%
c. Sesudah operasi dekompresi, fungsi penglihatan akan membaik pada sekitar 80%
pasien dan kembali normal pada sekitar 50% pasien, sedangkan status endokrin
kadang-kadang membaik (misalnya kesuburan akan kembali pada sekitar 70%
pasien)
2. Tumor Hipofisis fungsional
Pada penelitian dari 800 pasien yang menderita tumor hipofisis, 630 pasien
merupakan tipe functioning pituitary tumors yang terdiri dari:

52% merupakan tumor yang mengsekresikan prolactin

27% tumor yang mengsekresikan GH

20% tumor yang mengsekresikan ACTH

0,3% tumor yang mengsekresikan TSH

kelenjar hipofisis bagian anterior berperan dalam sekresi dan pengaturan dari berbagai
hormon peptida dan stimulating factor. Tumor yang berasal dari bagian ini akan
memproduksi secara berlebihan beberapa atau salah satu dari hormon peptida, jika ini
terjadi maka dinamakan fungsional atau secreting adenoma
Kelenjar

hipofisis

bagian

anterior

berada

dibawah

kontrol

stimulasi

hypothalamus, berturut-turut ACTH, GH, Prolactin, TSH, LH dan FSH dikontrol oleh
hormon hypothalamus corticotropin releasing hormon (CRH), growth hormon releasing
factor (GRF), Dopamin , Thyroid releasing hormon (TRH) dan gonadotropin releasing
hormon (GnRH). Pengaturan ini berjalan melalui sistim pembuluh darah portal yang
menghubungkan hypothalamus dengan kelenjar hipofisis bagian anterior. Hypothalmic
releasing factor semuanya berdasarkan kontrol umpan balik negatif dari produksi target
organ.

30

Adanya adenoma kelenjar hipofisis anterior bisa dideteksi dengan melihat


aktifitas endokrin dan dengan immunohisto chemical staining. Immunohistochemical
staining bisa menunjukkan adenoma yang memproduksi hormon peptida, termasuk
adenoma yang sebelumnya diduga tidak bersekresi ternyata memproduksi peptida
inactive, salah satu yang paling sering yaitu alpha subarakhnoid unit yang efeknya
terhadap sistemik tidak diketahui.
Berdasarkan ukurannya adenoma dibagi sebagai berikut:
a. Mikroadenoma

Ukuran kurang dari 1 cm

Lokasi selalu masih dalam sella turcica dan belum menginvasi struktur yang
berdekatan seperti sphenoid dan sinus cavernosus

Ditemukan karena adanya endokrinopati

Seringkali ketika diagnosa ditegakkan ukuran tumor 50% < 5mm

b. Makroadenoma

Ukuran lebih dari 1 cm

Bisanya sudah meluas dari sella turcica dan sudah menginvasi struktur yang
berdekatan

Ditemukan karena adanya efek kompresi dari tumor, seperti bitemporal


hemianopsi selain adanya gangguan endokrin, bisa hyper atau hypo sekresi.

Pasien dengan gangguan endokrin yang tidak jelas, tetapi tumornya ada kadang-kadang
memerlukan tindakan angiography untuk menyingkirkan adanya aneurisma a. karotis.

DISKUSI

31

PAPILLEDEMA

No anatomic analysis of this condition is necessary because most cases of papilledema are caused by
intracranial pathology. Three notable extracranial conditions are optic neuritis, hypertension, and
pseudotumor cerebri. The polycythemia and right heart failure of chronic pulmonary emphysema may
combine to produce papilledema, but this is uncommon.

32

33

PAPILLEDEMA
Analysis of the intracranial causes of papilledema is performed using the mnemonic VINDICATE.

1.

2.

3.
4.
5.
6.

7.
8.
9.

VVascular lesions are aneurysms and arteriovenous malformations that cause subarachnoid
hemorrhages. Severe hypertension may lead to an intracerebral hemorrhage or hypertensive
encephalopathy, thus causing papilledema. Cerebral thrombosis and emboli rarely lead to
papilledema.
IInfection is not a common cause of papilledema unless a space-occupying lesion is
produced or the condition persists. Thus, a brain abscess is often associated with papilledema
whereas acute bacterial meningitis is not. Chronic cryptococcal meningitis, syphilitic meningitis,
and tuberculous meningitis, on the other hand, are often associated with some degree of
papilledema. Viral encephalitis may occasionally be associated with papilledema. Cavernous
sinus thrombosis and septic thrombosis of the other venous sinuses may produce papilledema.
NNeoplasms, primary and metastatic, are the most common cause of papilledema.
DDegenerative diseases are rarely the cause.
IIntoxication brings to mind lead encephalopathy, but other toxins and drugs rarely cause
papilledema.
CCongenital malformations that cause papilledema include the aneurysms and
arteriovenous malformations already mentioned plus the various types of hydrocephalus, skull
deformities (oxycephaly), hemophilia (because of intracranial hemorrhages), and, occasionally,
Schilder disease and other congenital encephalopathies.
AAutoimmune recalls lupus cerebritis and periarteritis nodosa (when associated with severe
hypertension).
TTrauma does not usually produce papilledema in the early stages of concussions or
epidural or subdural hematomas, but in chronic subdural hematomas it is the rule.
EEndocrine disorders bring to mind the papilledema of malignant pheochromocytomas
(with hypertension), and the fact that pseudotumor cerebri occurs in obese, amenorrheic, and
emotionally disturbed women.

TopApproach

to the Diagnosis

The approach to the diagnosis of papilledema in someone without hypertension or hypertensive retinopathy
must include a thorough neurologic examination and a CT scan. If focal signs are present or the CT scan
shows positive findings, referral to a neurosurgeon is indicated. He or she can decide if an MRI is indicated.
A spinal tap is contraindicated. If there are no focal signs, it may be worthwhile to differentiate papilledema
from optic neuritis by having an ophthalmologist perform a visual field examination. This may also be helpful
in differentiating pseudotumor cerebri because there may be bilateral visual defects in the inferior nasal
quadrants. Papilledema from increased intracranial pressure will show only an enlarged blind spot (unless
there is a tumor of the optic tracts, radiations, or occipital cortex), whereas optic neuritis will show scotomata
peripheral to the blind spot (disc). The Appendix will be useful for confirming the diagnosis of a specific
disease.
TopOther

1.
2.
3.

Useful Tests

CBC (polycythemia)
Sedimentation rate (cerebral abscess, infection)
Urinalysis (renal disease associated with hypertension)

34

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

ANA analysis (collagen disease)


Blood lead level
Visual evoked potentials (optic neuritis)
Pulmonary function tests (emphysema)
Blood volume (polycythemia vera)
24-hour blood pressure monitoring (hypertension)
Spinal tap when imaging study is negative (pseudotumor cerebri)

35

You might also like