You are on page 1of 2

Hampir 23 Ribu Transaksi Keuangan Dinilai Mencurigakan

Kamis, 1 Januari 2009 10:27 WIB | Ekonomi & Bisnis | | Dibaca 824 kali
Jakarta, (ANTARA News) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) hingga akhir 2008 menerima 22.824 laporan transaksi keuangan
mencurigakan (LKTM) dari penyedia jasa keuangan di Indonesia.
Wakil Kepala PPATK Bidang Hukum dan Kepatuhan Bambang Permantoro dalam
siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis, menyebutkan, 625 laporan hasil analisis
PPATK dari 1.240 LKTM telah disampaikan kepada aparat penegak hukum untuk
ditindaklanjuti.
PPATK, katanya, memberi 602 laporan hasil analisis kepada pihak Kepolisian dari
1.041 LTKM dan 23 laporan hasil analisis kepada pihak Kejaksaan dari 199 LTKM.
Penyediaan laporan hasil analisis ditujukan untuk mendukung aparat dalam
melakukan
proses
penegakan
hukum,
katanya.
Bambang berharap laporan hasil analisis itu mampu memberi informasi relevan atas
kemungkinan tindak pidana asal atau dilakukan upaya penegakan hukum atas
tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan oleh pihak terlapor.
Selain melakukan analisis transaksi keuangan mencurigakan, PPATK melakukan
pengawasan atas kepatuhan penyedia jasa keuangan menyampaikan LKTM.
"Sampai dengan akhir 2008, PPATK telah melakukan audit kepatuhan terhadap 269
penyedia
jasa
keuangan,"
katanya.
Hasil pelaksanaan audit kepatuhan tersebut, katanya, menunjukkan bahwa
beberapa penyedia jasa keuangan belum memahami kewajiban pelaporan sesuai
dengan
UU
tentang
Tindak
Pidana
Pencucian
Uang
(TPPU).
Beberapa penyedia jasa keuangan, katanya, juga belum mampu mengidentifikasi
transaksi
keuangan
mencurigakan.
Ketidakmampuan dalam mengidentifikasi, menurut Bambang, disebabkan belum
adanya pelatihan memadai mengenai cara identifikasi transaksi keuangan
mencurigakan dan belum ada sarana pendukung identifikasi transaksi keuangan
mencurigakan.
Hingga saat ini penyedia jasa keuangan yang paling banyak melaporkan ke PPATK
adalah
bank
umum
sebanyak
119
(91,54
persen),
perusahaan valuta asing sebanyak 34 (4,23 persen), dan perusahaan efek sebanyak
29
(17,16
persen).
Berdasarkan Pasal 13 UU TPPU, penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan
laporan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif
sebesar Rp500 juta atau lebih atau yang nilainya setara dengan itu.
Tingginya intensitas dan jumlah pelaporan jenis itu memerlukan sistem aplikasi
komputer yang terhubung dalam jaringan (online) dari masing-masing penyedia jasa
keuangan
dengan
PPATK.
Sampai kini PPATK telah menerima 6.375.994 Laporan Transaksi Keuangan Tunai
(LTKT)
dari
264
penyedia
jasa
keuangan,
katanya.
Sementara berdasarkan Pasal 16 UU TPPU, setiap orang wajib melaporkan uang
tunai sejumlah Rp100 juta atau lebih atau dalam mata uang asing lain yang nilainya
setara, yang dibawa ke dalam atau ke luar wilayah negara RI kepada Ditjen Bea dan
Cukai.

Selanjutnya, Ditjen Bea dan Cukai wajib menyampaikan laporan tentang informasi
yang diterimanya selama jangka waktu 5 (lima) hari kerja kepada PPATK.
Terkait dengan arus uang tunai itu, hingga akhir 2008, PPATK telah menerima
laporan dari Ditjen Bea dan Cukai sebanyak 3.014 laporan yang berasal dari tujuh
wilayah kerja Ditjen Bea dan Cukai yaitu Jakarta (Bandara Soekarno-Hatta),
Kepulauan Riau (Tanjung Pinang dan Tanjung Balai Karimun), Bandung (Kantor
Pelayanan Kantor Pos), Batam (Batam City Center dan Sekupang), Denpasar, dan
Medan.(*)

You might also like