You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu
proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Insiden
dan prevalensinya semakin meningkat dan sudah merupakan masalah kesehatan
global (Suwitra, 2007)
Di negara-negara barat CKD merupakan sebuah epidemi dengan angka
pertumbuhan dialisis pertahun 6-8%. Di Amerika Serikat dalam dua dekade
terakhir terjadi peningkatan prevalensi gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal
terminal yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Tidak hanya itu, prevalensi
CKD stadium awal juga turut mengalami peningkatatan. Diperkirakan satu dari
sembilan orang Amerika Serikat mengidap CKD dan sebagian besar tidak
menyadari hal ini (Suwitra, 2007)
Tiga strategi yang dapat membantu untuk memperlambat progresifitas
CKD meliputi: identifikasi dini penderita, modifikasi faktor risiko dan manajemen
secara paripurna. Beberapa faktor risiko untuk terjadinya CKD adalah umur diatas
60 tahun, diabetes melitus, hipertensi atau penyakit kardiovaskular, adanya
riwayat keluarga yang menderita sakit ginjal, infeksi saluran kemih yang
berulang, penggunaan obat nefrotoksik berulang (NSAID, antibiotik, zat kontras)
dan kontak dengan bahan kimia yang berulang (Mansjoer, 2002)
Pada stadium dini CKD dapat didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan
penunjang dan terbukti dengan pengobatan dini dapat mencegah terjadinya gagal
ginjal, penyakit kardiovaskular dan dapat mencegah kematian sebelum waktunya.
CKD merupakan penyakit yang kronis, sehingga diperlukan kerjasama tim medis,
pasien, serta keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi
terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang
memungkinkan akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta
diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup penderita (National
Kidney Foundation, 2002)
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTISAS PASIEN
Nama : Tn S
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Bulu. Sukoharjo
Pekerjaan : Buruh
Kewarganegaraan : Indonesia
Pendidikan : Tamat SMA
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal MRS : 20 Oktober 2016
Tanggal Pemeriksaan : 27 Oktober 2016

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Lemas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo, dengan keluhan utama
lemas. Lemas mulai dirasakan pasien sejak setengah bulan SMRS. Keluhan
akan semakin memberat ketika pasien menjalani aktivitas, sehingga selama
keluhan muncul pasien hanya terbaring ditempat tidur. Pasien juga
mengeluh sesak nafas. Sesak nafas mulai dirasakan pasien sejak satu bulan
yang lalu. Keluhan muncul secara mendadak saat pasien bangun tidur,
bertahan sepanjang hari. Tiga hari SMRS, pasien mengalami muntah
dengan frekuensi 3-4 kali/hari.Volume tiap kali muntah gelas air
mineral, berisi makanan yang pasien makan sebelumnya dan tidak berisi
darah. Muntah selalu didahului rasa mual, yang muncul beberapa saat
setelah pasien makan atau minum sesuatu.
Sembilan hari sebelum pasien MRS, pasien mengeluh kedua kakinya
bengkak. Kedua kaki tersebut bengkak secara bersamaan, disadari pertama kali
saat pasien baru bangun tidur. Bengkak pada kedua kaki tidak disertai oleh
rasa nyeri maupun kesemutan, hanya saja kedua kakinya dirasakan pasien lebih
lemah bila digunakan untuk berjalan. Bengkak dikatakan tidak berkurang dengan
beristirahat maupun dengan pemberian minyak urut. Pasien mengaku tidak
mengalami panas badan baik sebelum maupun selama munculnya keluhan-
keluhan diatas. Pasien juga tidak pernah mengalami nyeri pada pinggang
belakang yang menjalar ke depan hingga ke lipat paha. BAB tidak mengalami
perubahan dalam hal frekuensi dan konsistensi. Adanya BAB yang
mengandung darah atau BAB kehitaman disangkal oleh pasien. BAK juga tidak
mengalami perubahan dalam hal frekuensi, volume dan warna kencing. Pasien
mengaku kencing > 3x sepanjang hari tersebut. Pasien juga menyangkal
adanya kencing yang berwarna merah atau berbuih, nyeri saat kencing maupun
kencing yang berisi batu juga disangkal oleh pasien.
Saat pasien diperiksa, keadaan umum pasien membaik. Pasien sudah
malakukan cuci darah pada hari Senin (24 Oktober 2016) dan pasien sudah tidak
lemas, sesak maupun muntah. Kedua kaki masih bengkak, namun sudah
berkurang jika dibandingkan dengan saat pasien baru MRS. Nafsu makan sudah
meningkat dibandingkan saat pasien baru MRS. BAB normal dengan produksi
kencing dikatakan sekitar satu botol air mineral sedang, dengan warna kuning
agak pekat dan tidak berbuih.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya,
dan ini merupakan kali pertama pasien dirawat di Rumah Sakit. Pasien
menetahui dirinya menderita hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, dan mendapat
pengobatan captopril 2 x 1 tablet sehari. Akan tetapi pasien tidak rutin minum
obat. Pasien hanya minum obat bila merasa kepalanya pusing atau tengkuknya
sakit. Riwayat penyakit lain seperti diabetes melitus, penyakit jantung serta asma
disangkal, demikian pula tidak ada riwayat trauma pada kedua ginjal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien. Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit ginjal, hipertensi,
jantung, asma, maupun diabetes mellitus.

Riwayat Sosial dan Personal


Sehari-hari pasien berprofesi sebagai buruh pabrik. Pasien mengaku suka
meminum minuman berenergi dan pasien jarang meluangkan waktu secara
khusus untuk berolahraga. Pasien merokok tetapi tidak minum minuman
beralkohol.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
VAS : 0/10
Tekanan Darah : 200/130
Nadi : 88 kali permenit
Respirasi : 22 kali permenit
Suhu Aksila : 36,3 C
Tinggi Badan : 164 cm
Berat Badan : 62 kg
BMI : 23,5 kg/m2
2. Pemeriksaan Umum
a. Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterus -/-, refleks
pupil
+/+ isokor, edema palpebra -/-
b. THT
Telinga : sekret/,hiperemis/
Hidung : sekret(),hiperemis(),nafascupinghidung()
Mulut : mukosabibirkering(),sianosis()
Tenggorokan : tonsilT1/T1,faringhiperemis()
c. Leher : JVPPR+2cmH2O
Tidakadapembesarankelenjartiroid
Pembesarankelenjargetahbening()
d. Thoraks
Cor
- Inspeksi : tidak tampak pulsasi iktus kordis
- Palpasi : tidak teraba iktus kordis
- Perkusi : batas atas jantung : ICS II kiri
batas kanan jantung : PSL kanan
batas kiri jantung : MCL kiri
- Auskultasi : S1S2tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo
- Inspeksi : simetrisstatisdinamis,retraksidindingdada()
- Palpasi :vokalfremitusNormal/Normal
- Perkusi :sonordiseluruhlapangparu
- Auskultasi :vesikulerdiseluruhlapangparu
Abdomen
- Inspeksi : distensi (-)
- Auskultasi : peristaltik (+) normal
- Palpasi : hepartidakteraba,lientidakteraba,
- Perkusi :timpanidiseluruhlapangabdomen
Ekstremitas : hangat, edema
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Lengkap (20 Oktober 2016)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Lekosit 5.3 10^3/ul 3.8 10.6
Eritrosit 2.25 10^6/ul 4.40 5.90 Rendah
Hb 7.0 g/dL 13.2 17.3 Rendah
Hematokrit 18.7 % 40 52 Rendah
MCV 83.1 Fl 80 -100
MCH 31.3 Pg 26 35
MCHC 37.4 g/dL 32 37 Tinggi
Trombosit 160 10^3/ul 150 450
RDW-CV 12.5 % 11.5 14.5
PDW 9.0 Fl
MPV 9.2 Fl
P-LCR 17.5 %
PCT 0.15 %
NRBC 0.00 % 01
Neutrofil 83.5 % 53 75 Tinggi
Limfosit 10.5 % 25 40 Rendah
Monosit 4.10 % 28
Eosinofil 1.70 % 2.00 4.00 Rendah
Basofil 0.20 % 0-1
IG 0.40 %
b. Kimia Klinik (20 Oktober 2016)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Gula darah 107 mg/dL 70 120
Sewaktu
Ureum 228.6 mg/dL 0 31 Tinggi
Creatinin 15.12 mg/dL 0.60 1.10 Tinggi
SGOT 31.05 U/L 0 - 30 Tinggi
SGPT 20.7 U/L 0.50

c. Sero Immunologi
HbSAg Non Reactive
d. GFR
( 140umur ) x BB ( 14044 ) x 62
72 x Creatinin 72 x 15.12 = 5, 2486 / menit

e. USG Abdomen
Gambar CKD Bilateral
Tak tampak kelainan pada hepar, VF, pancreas, lien, VU, maupun
prostat
f. EKG ( 20 Oktober 2016)

Interpretasii Hasil:
- Normal Sinus Rythm
- HR 110 x/menit
- Axis deviasi ke kiri
- Gelombang P normal
- PR Interval normal
- QRS kompleks normal (RV5+ SV2< 35 mm)
- ST change (-).
- Gelombang T abnormal (-)
- Kesan: Sinus Takhikardia

E. DIAGNOSIS
CKD
- Hipertensi emergency
- Anemia

F. TERAPI
1. Non Farmakologis
a. Diet tinggi kalori 35 kkal/kgBB/hari (2450 kkal/hari), rendah protein 0,8
gr/kgBB/hari (56 gram/hari), rendah garam 100 mEq/hari (230 mg/hari)
b. Transfusi PRC sampai Hemoglobin 10 gr/dL
c. Hemodialisis cito
2. Farmakologis
a. IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
b. Captopril 3 x 50 mg
c. Amlodipin 1 x 10 mg
d. Furosemid 2 x 2 mg
e. Asam folat 2 x 2 mg
f. CaCO3 3 x 500 mg

G. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad malam
Ad Fungsionam : dubia ad malam
Follow up tanggal (27 Oktober 2016)
S: Keluhan sudah berkurang namun masih sedikit merasa lemas
Sesak (-). Extremitas masih sedikit bengkak
O: Tekanan darah : 180/90
Nadi : 88 x/menit
Respirasi rate : 25 x/menit
Suhu : 36C
Hb : 11
A: CKD
Hipertensi Stage II
P: a. IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
b. Captopril 3 x 50 mg
c. Amlodipin 1 x 10 mg
d. Furosemid 2 x 2 ml
e. Asam folat 2 x 2 mg
f. CaCO3 3 x 500 mg
Follow up tanggal (28 Oktober 2016)
S: Tidak ada keluhan
O: Tekanan darah : 160/90
Nadi : 76 x/menit
Respirasi rate : 22 x/menit
Suhu : 36 C
A: CKD Paien BLPL

P: Captopril 3 x 50 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
Asam folat 2 x 2 mg
CaCO3 3 x 500 mg
Jadwalkan HD rutin
BAB III

PEMBAHSAN

The NationalKidney Foundation- Kidney Dialysis Outcome Quality


Iniatiative (NKF-K/DOQI) mendefinisikan CKD sebagai (1) kerusakan ginjal
yang terjadi selama tiga bulan atau lebih, berupa kelainan struktural atau
fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),
dengan manifestasi kelainan patologis atau petanda (marker) kerusakan ginjal ,
termasuk kelainan dalam komposisi darah maupun urin, atau kelainan dalam tes
pencitraan ; atau LFG < 60 ml/menit/1,73m2 selama tiga bulan atau lebih,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Berdasarkan derajat penyakit, yang
ditentukan dari nilai laju filtrasi glomerulus, maka NKF-K/DOQI
merekomendasikan klasifikasi CKD menjadi 5 stadium. Menurut klasifikasi ini,
CKD stage V ditegakkan bila nilai LFG < 15 ml/menit/1,73 m 2.Gejala klinik
yang ditunjukkan oleh penderita CKD meliputi: (1) sesuai dengan penyakit
yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus
urinarius, hipertensi, hiperurisemi, Lupus Eritematosus Sistemik dan lain
sebagainya. (2) gejala-gejala Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overloaded),
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
(3) Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,
kalium, klorida) (Nahas, 2003)

Pada kasus ini, pasien laki-laki, 44 tahun, mengeluh lemas sejak 1 bulan
SMRS. Pasien juga mengeluh sesak yang muncul dan memberat ketika aktivitas.
Pasien juga mengalami muntah yang didahului rasa mual, muncul beberapa
saat setelah pasien makan atau minum sesuatu. Pasien mengeluh kedua
kakinya bengkak secara bersamaan
Dalam kepustakaan disebutkan bahwa penyebab gagal ginjal yang menjalani
hemodialisis di Indonesia th. 2000 meliputi: Glomerulonefritis (46,39%),
Diabetes melitus (18,65%), Obstruksi dan infeksi (12,85%), Hipertensi(8,46%),
Sebab lain (13,65%) (Suwitra, 2007)

Pada kasus ini, pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang
lalu, dan telah mendapatkan pengobatan captopril 2 x 1 tablet sehari.Akan tetapi
pasien tidak rutin minum obat. Riwayat penyakit lain seperti diabetes melitus,
penyakit jantung serta asma disangkal, demikian pula tidak ada riwayat trauma
pada kedua ginjal.

Gambaran laboratorium CKD meliputi: (1) sesuai dengan penyakit yang


mendasarinya; (2) penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum serta penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault; (3) kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar
hemoglobin (anemia), peningkatan kadar asam urat, hiper atau
hipokalemia,hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, asidosis metabolik dan (4) kelainan urinalisis yang meliputi
proteinuria, hematuria,leukosuria, cast, isostenuria (Gulati, 2016)

Dari hasil pemeriksaan darah lengkap pada kasus ini, dijumpai adanya
anemia ringan normokromik normositer (hemoglobin 7,0 g/dl, MCV 83,10
fL,MCH 37,40 Pg). Pada pemeriksaan kimia klinik ditemukan adanya
peningkatan kadar BUN (228,6 mg/dl), peningkatan kreatinin (15,12 mg/dl) dan
penurunan LFG (5,2486ml/menit/1,73 m2).

Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan Ultrasonografiginjalyangbisa


memperlihatkan ukuranginjalyang mengecil,korteksyang menipis,adanya
hidronefrosisataubatuginjal,kista,massa,kalsifikasi.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, maka
pasieninididiagnosisdenganCKDStageVkarenasecaraklinisdijumpai3
gejala/tanda klasik CKD yaitu edema, anemia, dan hipertensi, ditambah
penurunanfungsiginjalyangditandaidenganLFG<15ml/menit/1,73m2.Kausa
Hipertensidipilihkarena
pasien memiliki riwayat hipertensi selama 10 tahun. Penatalaksanaan CKD
meliputi:(1) terapispesifikterhadap penyakitdasarnya,(2)pencegahandan
terapiterhadapkondisikomorbid(faktorkomorbidtersebutantaralaingangguan
keseimbangancairan,hipertensiyangtidakterkontrol,infeksitraktusurinarius,
obatobat nefrotoksik, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya), (3)
memperlambat perburukan fungsi ginjal (restriksi protein dan terapi
farmakologis),(4) pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
(pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia, dan
terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit), (5)
pencegahan dan terapi terhadap komplikasi (anemia, osteodistrofi renal,
pembatasancairandanelektrolit)dan(6)terapipenggantiginjalberupadialisis
atautransplantasiginjal(Henry,2003)
TerapipenggantiginjalmerupakanterapidefinitifpadaCKDstadiumV.
Terapipenggantiginjaltersebutdapatberupahemodialisis,peritonealdialisis,dan
transplantasi ginjal. Hemodialisis emergensi adalah salah satu pilihan
hemodialisis yang dikerjakan pada pasienpasien CKD dengan LFG < 5
ml/menit/1,73m2danataubiladitemukansalahsatudarikeadaanberikut:(1)
adanyakeadaanumumyangburukdankondisiklinisyangnyata,(2)serum
kalium>6meq/L,(3)ureumdarah>200mg/dL,(4)pHdarah<7,1,(5)anuria
berkepanjangan(>5hari),(6)sertaadanyabuktifluidoverload.Padakasusini,
karenapasienmenderitaCKDstageV,makatelahterjadikegagalanfungsiginjal
yangdidukungdenganGFR5,24mL/min/1,73m2.Sehinggapenatalaksanaan
utama pada pasien ini ialah terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis.
Hemodialisisemergensidipilihpadapasieninikarenadijumpaiadanyauremic
lungyangmerupakansalahsatupetandaterjadinyafluidoverload.Selanjutnya
pasienmenjalaniHemodialisisregular2xseminggu.(Parmar,2016)
Disampingitupadapasieninijugadiberikanbeberapaterapipenunjang
lainnya,yangdisesuaikandengankeadaanklinispasien,meliputi:IVFDNaCl
0,9% 8tpm,captopril3x50mg,amlodipine1x10mg,furosemid3x2ml,
asamfolat2x2mg,CaCO33x500mg,transfusiPRChinggaHb10gr/dL,
diet tinggi kalori 35 kkal/kgBB/hari (2450 kkal/hari), rendah protein 0,8
gr/kgBB/hari
(56gram/hari),rendahgaram100mEq/hari(230mg/hari).
Anemia terjadi pada 8090% pasien CKD. Mekanisme terjadinya anemia
padaCKDterutamadisebabkanolehdefisiensieritropoetinakibatmenurunnya
fungsiginjal.Halhalyang lainyang ikut berperandalamterjadinya anemia
adalah:defisiensibesi,kehilangandarah(misalnyaakibatperdarahansalurancerna
atauhematuria),massahiduperitrosityangpendekakibatterjadinyahemolisis,
defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses
inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar
hemoglobin10gr% atauHCT30%yangmeliputievaluasiterhadap status
besi (SI/TIBC/ferritin), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit dan
hemolisis. (Levey dkk, 2003)
Pada kasus ini, pasien mengalami anemia ringan normokromik normositer
(Hb 7,00 gr/dL, HCT 18,7%, MCV 83,1fl, MCH 31,1pg). Penyebab anemia masih
ditelusuri, dimana salah satu pemeriksaan penunjang yang direncanakan ialah
pemeriksaan status besi (SI/TIBC/serum ferritin) untuk menyingkirkan
kemungkinan defisiensi besi sebagai penyebab anemia pada pasien ini
Koreksi anemia pada penderita CKD dimulai pada kadar Hemoglobin <10
gr/dL dengan target terapi, tercapainya kadar hemoglobin antara 11-12 gr/dL.
Pemberian tranfusi pada CKD harus dilakukan dengan hati-hati, berdasarkan
indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan
secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh dan hyperkalemia
yang kita ketahui menyebabkan perburukan fungsi ginjal. Pada pasien ini,
dilakukan tranfusi Packed Red Cells (PRC) sebanyak 2 kolf. Setelah mendapatkan
2 kali tranfusi terjadi kenaikan kadar hemoglobin sesuai target yang diharapkan.
(Haris dkk, 2012)
Hipertensi merupakan salah satu temuan klinis lain yang juga sering
dijumpai pada CKD. Pada kasus ini, pasien didapatkan dengan krisis hipertensi dan
riwayat pengobatan captopril 2 x 25 mg, namun hipertensinya masih belum
terkontrol. Kontrol terhadap tekanan darah sangat penting, tidak hanya untuk
menghambat perburukan CKD, tetapi juga untuk mengurangi risiko penyakit
kardiovaskuler. (Himmelfarb dkk, 2010)

Penatalaksanaan hipertensi pada pasien CKD berupa diet rendah garam


danpemberian obat antihipertensi golongan ACE inhibitor dan atau Angiotensin
Receptor Blocker (ARB). ACE inhibitor dan ARB merupakan pilihan obat
antihipertensi untuk pasien CKD karena keduanya mengurangi hipertensi
glomerulus melalui 2 mekanisme, yaitu: (1) menurunkan tekanan darah sistemik
dan menyebabkan vasodilatasi arteriol eferen; dan (2) meningkatkan permeabilitas
membran glomerulus dan menurunkan produksi sitokin fibrogenik. ARB
mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan ACE inhibitor (seperti
batuk atau hiperkalemia), akan tetapi karena harga ARB lebih mahal, maka
biasanya ARB direkomendasikan bagi pasien yang tidak memberikan respon
positif terhadap pengobatan dengan ACE inhibitor (Lewis dkk, 2012)
Adapun target penurunan tekanan darah yang ingin dicapai pada pasien
CKD, tergantung pada kadar protein dalam urin pasien. Pada pasien dengan kadar
protein urin > 1 gr/hari, target tekanan darah yang diinginkan ialah < 125/75
mmHg, sedangkan bila kadar protein dalam urin < 1 gr/hari, target penurunan
tekanan darah yang diharapkan ialah < 130/80 mmHg. Pada pasien ini, diberikan
pengobatan berupa Captopril 3 x 25 mg yang dikombinasikan dengan
amlodipine 1 x 10 mg. Pengkombinasian ACE inhibitor dengan Calcium Channel
Blocker pada pasien ini dilakukan karena pasien juga dicurigai mengalami
penyakit jantung hipertensi (Liu dkk, 2012)

.Salah satu manifestasi klinis yang sering dijumpai pada penderita CKD
ialah edema paru. Berdasarkan mekanisme yang mendasarinya, edema paru pada
pasien dengan penyakit ginjal secara umum dibedakan menjadi: (1) edema
paru renal primer dan (2) edema paru sekunder sebagai konsekuensi renal dan
jantung. (Rahardjo, 2009)
Edema paru renal secara klasik berkaitan dengan adanya kelebihan volume
cairan ekstraseluler sebagai akibat dari kegagalan eksresi air dan natrium. Edema
paru mikrovaskular merupakan bentuk edema paru renal primer lainnya, yang
terjadi akibat adanya peningkatan permeabilitas kapiler paru, yang mungkin

disebabkan karena penurunan tekanan onkotik plasma. Sedangkan edema paru


sekunder sebagai konsekuensi ginjal dan jantung biasanya merupakan
komplikasi dari kelainan jantung yang telah ada sebelumnya, misalnya akibat
kardiomiopati hipertensif, anemik, maupun uremikum (Rahardjo, 2009)

Pada CKD, mekanisme utama yang mendasari terjadinya edema paru ialah
fluid overload akibat retensi cairan dan natrium. Akibatnya terjadi peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler paru yang diikuti oleh terjadinya transudasi
cairan dari kapiler paru ke dalam ruang interstisial maupun alveolus paru. Adanya
cairan yang mengisi ruang alveolus mengakibatkan gangguan pada proses difusi
gas, dari alveolus ke kapiler paru. Secara klinis, keadasan ini ditandai oleh adanya
keluhan sesak nafas, rhonki pada pemeriksaan fisik, serta gambaran foto thorax
yang mengarah pada kesan suatu edema paru. Pada kasus ini, pasien mengeluh
sesak nafas. Temuan ini mengarahkan dugaan adanya edema paru pada pasien ini.
Pembatasan asupan air pada pasien CKD sangat perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Air yang masuk ke
dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar baik melalui urin maupun
insesible water loss (IWL) antara 500 sampai 800 ml/hari (sesuai dengan luas
permukaan tubuh), maka air yang masuk dianjurkan 500 sampai 800 ml ditambah
jumlah urin per hari. Pada pasien ini juga dilakukan pengaturan cairan masuk,
guna mencegah volume overload yang akan memperberat edema paru dan
edema tungkai yang telah terjadi sebelumnya. Produksi urin pasien perhari rata-
rata 600 ml, ditambah IWL (500 ml), maka jumlah cairan keluar adalah 1100 ml,
sehingga cairan yang diberikan juga harus sejumlah itu. Pasien diasumsikan dapat
minum 2 gelas/hari (@ 250 ml), sehingga cairan yang diberikan melalui jalur
parenteral ialah 600 ml/hari ~ 8 tetes/menit. (Rahman dkk, 2013)
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Salah satu cara untuk mengurangi keadaan tersebut
adalah dengan pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein mulai
dilakukan pada LFG 60 ml/menit/1,73m2. Jumlah protein yang dianjurkan ialah
0,6 0,8g/kgBB/hari, yang mana 0,35-0,50 gram diantaranya sebaiknya

merupakan protein dengan nilai biologis tinggi. Jumlah kalori yang diberikan
sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Diet rendah garam (2-3 gr/hari) juga dianjurkan
sebagai upaya untuk mencegah volume overload sekaligus sebagai terapi
nonfarmakologis untuk mengatasi hipertensi. Pada pasien ini, diberikan diet
tinggi kalori 35 kkal/kgBB/hari dan rendah protein (0,8 gr/kgBB/hari), serta diet
rendah garam (250 mg/hari). Untuk mengatasi hiperfosfatemia dapat diberikan
pengikat fosfat. Agen yang banyak dipakai ialah garam kalsium, aluminium
hidroksida, garam serta magnesium. Garam-garam ini diberikan secara oral, untuk
menghambat absorpsi fosfat yang berasal dari makanan. Garam kaslium yang
banyak dipakai adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium asetat. Pada
pasien ini diberikan CaCO3 dengan dosis 3 x 500 mg (Cruz dkk, 2011)

Pasien CKD mengalami peningkatan risiko athesklerosis karena tingginya


prevalensi faktor risiko tradisional dan non tradisional. Peningkatan kadar
homosistein merupakan salah satu faktor risiko non tradisional yang sering terjadi
pada pasien CKD. Adapun mekanisme peningkatannya, hingga saat ini masih
belum jelas. Homosistein berperan dalam memicu proses atherogenesis melalui
beberapa cara: (1) menyebabkan kerusakan sel endotel pembuluh darah, (2)
merangsang aktivasi trombosit, (3) mempengaruhi beberapa faktor yang terlibat
dalam kaskade pembekuan darah, seperti menurunkan aktivitas anti thrombin,
menghambat aktivitas kofaktor trombomodulin dan aktivasi protein C,
meningkatkan aktivitas faktor V dan faktor XII, mengganggu sekresi faktor von
Willebrand oleh endotel dan mengurangi sintesis prostasiklin. Pemberian asam
folat merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya
hiperhomosisteinemia pada pasien CKD, karena asam folat merupakan salah satu
substansi penting yang diperlukan dalam metabolise homosistein Pada kasus ini,
pasien diberikan terapi asam folat 2 x 2 mg (Mandorah dkk, 2014)
BAB III

KESIMPULAN

Penyakit Ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan


penyakit ginjal yang ditandai adanya kerusakan dari struktur ginjal lebih dari 3
bulan yang dengan atau tanpa penurunan LFG < 60 mL/min/1,73 m2, dyang
bersifat progresif dan irreversible. Adapun gejala klasik CKD diantaranya adalah
edema, hipertensi dan anemia. Berdasarkan derajat penyakitnya CKD dibagi
menjadi 5 stage yang dinilai dari LFG. Gejala klinis CKD meliputi gejala
penyakit dasar, gejala sindrom uremikum serta gejala komplikasi CKD.
Penatalaksanaan CKD disesuaikan dengan derajat kerusakan fungsi ginjal.

Pada kasus, pasien didiagnosis dengan CKD stage V, sehingga


penatalaksanaan utama pada pasien ini ialah terapi pengganti ginjal berupa
hemodialisis. Disamping itu pada pasien ini juga diberikan beberapa terapi
penunjang lainnya, yang disesuaikan dengan manifestasi klinis yang muncul.

Penanganan etiologi, gejala dan komplikasi penyakit dengan tepat, serta


perubahan pola diet yang disesuaikan dengan fungsi ginjal diharapkan akan
membantu mencegah perburukan kondisi ginjal sehingga meningkatkan kualitas
hidup pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Cruz MC, Andrade C, Urrutia M, Draibe S, Noguiera-Martins LA, Sesso RC. 2011.
Quality of Life in Patients with Chronic Kidney Disease. Clinics. 66(6):991-5.

Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification.


Ann Intern Med. 2003;139:137-47

Gulati S. Chronic kidney disease. (Diunduh tanggal 28 Juli 2008). Tersedia dari URL:
www.emedicine.com

Harris C, Neilson EG. 2012. Adaption of the Kidney to Renal Injury. In Longo DL,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J (Eds.), Harrisons
Principles of Internal Medicine. 18th ed. Amerika Serikat: The McGraw-Hill
Companies, inc. p. 2289-92

Henry TY. Progression of chronic renal failure. Arch Int Med 2003;163:1417-29

Himmelfarb J, Ikizler TA. 2010. Hemodialysis. N Engl J Med. 363(19):1833-45.

Kidney Failure. 2013. Edema in Chronic Kidney Disease. Diakses dari


http://www.kidneyfailureweb.com/ckd/889.html. Pada tanggal 30 Oktober 2016.

Levey AS, Coresh J, Balk E, Kautz T, Levin A, Steves M et al. National Kidney
Foundation

Lewis JB, Neilson EG. 2012. Glomerular Diseases. In Longo DL, Fauci AS, Kasper
DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J (Eds.), Harrisons Principles of Internal
Medicine. 18th ed. Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies, inc. p. 2334-
54.

Liu KD, Chertow GM. 2012. Dialysis in the Treatment of Renal Failure. In Longo DL,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J (Eds.), Harrisons
Principles of Internal Medicine 18th ed. Amerika Serikat:The McGraw-Hill
Companies, inc. p. 2332-26.
Mandoorah QM, Shahneen FA, Bawazir SA. 2014. Impact of Demographic and
Comorbid Conditions on Quality of Life of Hemodialysis Patients: A
CrossSectional Study. Saudi Journal of Kidney Diseases and Transplantation.
25(2):432-7

Manns. 2002. Dialysis Adequacy and Quality of Life in Hemodialysis Patients. Diunduh
pada http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12296580pada tanggal 29 Oktober
2016

Mansjoer A, et al. 2002. Gagal Ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi
3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI

Nahas ME. The patient with failing renal failure. Dalam: Cameron JS, Davison AM.
Oxford Textbook of Clinical Nephrology. Edisi ke-3. Oxford University Press.
2003; hal 1648-98.

National Kidney Foundation.2013. Kidney Disease Outcomes Quality Iniatiative.


Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,
Classification, and Stratification.

National Kidney Foundation. 2013. Coping with the Five Side Effects of Dialysis.
Diakses dari http://www.kidney.org/news/ekidney/january12/top5. Diunduh pada
29 Oktober 2016

Parmar MS. Chronic renal disease. BMJ. 2002;325:85-90.

Rahardjo JP, Susalit E, Suhardjono.2009. Hemodialisis. Dalam Sudoyo AW (Ed.), Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam. hlm. 1050-3.

Rahman AR, Rudiansyah M, Triawanti. 2013. Hubungan antara Adekuasi Hemodialisis


dan Kualitas Hidup Pasien di RSUD Ulin Banjarmasin. Berkala Kedokteran.
9(2):151-9.

Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. P581-84

You might also like