Professional Documents
Culture Documents
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu pencerapan panca indera tanpa ada
rangsangan dari luar (Maramis, 2005). Pengertian yang hampir sama, yaitu
persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus, dan menurut Kusuma
(1997), halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu yang terjadi tanpa adanya
stimulus eksternal, dimana keadaan tersebut dibedakan dari ilusi, yang merupakan
jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat diprakarsai secara internal atau
panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi,
dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi
pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus
8
2
dalam rentang respon neurobiologi (Stuart dan Laraia, 2001). Ini merupakan
respon persepsi paling maladaptif. Jika individu yang sehat persepsinya akurat,
suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada.
Diantara kedua respon tersebut adalah ilusi, yaitu respon individu yang salah
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik
anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15%
2.1.3.1.5 Psikologis
antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi,
4
dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan
anaknya.
kesehatan.
5. Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa,
tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari
paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas
percakapan lengkap antara dua orang atau lebih tentang orang yang
dapat membahayakan.
4. Halusinasi pengecapan, klien merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin
atau feses.
tanpa stimulus yang jelas, seperti rasa tersetrum listrik yang datang dari
bergerak.
keparahannya. Stuart dan Laraia (dalam Stuart dan Sundeen, 2006), membagi fase
tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif.
Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan
Perawat juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif
yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa
munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah klien
menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah masalah yang harus diatasi,
maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa dilakukan dan
pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien
tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan, sementara jika cara yang
Menurut Keliat (2005), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih
untuk mengatakan, tidak mau dengar...., tidak mau lihat. Ini dianjurkan untuk
eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi fokus
dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan halusinasinya.
Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun
pagi sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat
klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi,
yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan
klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini
penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana
klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa
klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak
didukung secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa
kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa
rumah.
12
Halusinasi
2.2.1 Pengertian
laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki
perilaku lama yang maladaptif (Keliat, 2004). TAK merupakan terapi kelompok
yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan klien seperti : stimulasi persepsi,
stimulasi sensori, orientasi realita, dan sosialisasi. Menurut Wilson dan Kneisl
(1992), TAK adalah manual, rekreasi, dan tehnik kreatif untuk memfasilitasi
Menurut Keliat (2004), kegiatan TAK ini dibagi menjadi empat macam,
Realitas, dan TAK Sosialisasi. Namun, pada kajian teori penelitian ini, peneliti
hanya akan menjelaskan tentang TAK Stimulasi Persepsi. TAK Stimulasi Persepsi
adalah terapi yang bertujuan untuk membantu klien yang mengalami kemunduran
orientasi, menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi proses berpikir dan afektif
2.2.2.1 Terapeutik
2.2.2.1.1 Umum
2. Melakukan sosialisasi.
2.2.2.1.2 Khusus
2.2.2.2 Rehabilitasi
stabiltas dan membantu pengaturan pola tingkah laku dan interaksi. Struktur
dalam dalam kelompok diatur dengan adanya pimpinan dan anggota, arah
angotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut
Stuart dan Laraia (2001) adalah 7-10 orang, sedangkan menurut Rawlins,
Williams, dan Beck (1993) adalah 5-10 orang. Jika angggota kelompok terlalu
Menurut Stuart dan Laraia (dalam Keliat, 2004), waktu optimal untuk satu
sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi
2.2.3.4 Komunikasi
Norma adalah suatu standar tingkah laku yang ada dalam kelompok.
2.2.3.6 Kekohesifan
mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok, untuk tetap betah
dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas
dipertahankan.
halusinasinya.
2.2.6.1.1 Tujuan
2.2.6.1.2 Setting
2.2.6.1.3 Alat
1. Spidol
2. Papan tulis/whiteboard/flipchart
17
2.2.6.1.4 Metode
2. Bermain peran/simulasi
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan perubahan sensori
persepsi : halusinasi
2. Orientasi
a. Salam terapeutik.
c. Kontrak
a) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada
terapis.
3. Tahap kerja
yang membuat terjadi, dan perasaan klien pada saat terjadi halusinasi. Mulai
dari klien yang sebelah kanan, secara berurutan sampai semua klien mendapat
d. Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari suara yang
biasa didengar.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
b. Tindak lanjut
Terapis meminta klien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaannya
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan
pada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK
perawat.
2.2.6.2.1 Tujuan
1. Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi
halusinasi.
2.2.6.2.2 Setting
2.2.6.2.3 Alat
2.2.6.2.4 Metoda
2. Bermain peran/simulasi.
1. Persiapan
2. Orientasi
a. Salam terpaeutik
b. Evaluasi/validasi.
dan perasaan.
c. Kontrak.
halusinasi.
21
a) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada
terapis.
3. Tahap kerja :
1) Terapis meminta klien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami
giliran.
halusinasi dimulai dari klien di sebelah kiri terapis berurutan searah jarum
6) Terapis memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk tangan saat
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi.
1) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK yang berikutnya, yaitu
1. Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
formulir evaluasi.
pada catatan proses keperawatan tiap klien. Misalnya, klien mengikuti TAK
2.2.6.3.1 Tujuan
munculnya halusinasi.
23
2.2.6.3.2 Setting
2.2.6.3.3 Alat
2.2.6.3.4 Metode
1. Persiapan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
b. Evaluasi/validasi.
halusinasi.
c. Kontrak:
a) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada
terapis.
3. Tahap kerja
munculnya halusinasi.
d. Terapis membimbing satu per satu klien untuk membuat jadwal kegiatan
harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Klien menggunakan formulir,
f. Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada klien yang sudah selesai
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi.
dan memperagakannya.
1. Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
halusinasi.
2.2.6.4.1 Tujuan
halusinasi.
2.2.6.4.2 Setting
2.2.6.4.3 Alat
2.2.6.4.4 Metoda
2. Bermain peran/simulasi
1. Persiapan
2. Orientasi
a. Salam terpaeutik:
b. Evaluasi/validasi
mencegah halusinasi.
c. Kontrak
cakap.
a) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada
terapis.
3 Tahap kerja
b. Terapis meminta tiap klien menyebutkan orang yang biasa dan bisa diajak
bercakap-cakap.
28
c. Terapis meminta tiap klien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa dan
bisa dilakukan.
ada suara di telingan, saya mau ngobrol saja dengan suster atau Suster, saya
sebelahnya.
4 Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
formulir evaluasi.
pada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK
2.2.6.5.1 Tujuan
2.2.6.5.2 Setting
2.2.6.5.3 Alat
2.2.6.5.4 Metoda
1. Persiapan
2. Orientasi
a. Salam terpaeutik
b. Evaluasi/validasi
c. Kontrak
a) Jika klien akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.
3. Tahap kerja
kambuh.
c. Terapis meminta tiap klien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu
d. Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum
obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, benar dosis obat.
e. Minta klien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.
whiteboard).
i. Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah
halusinasi/kambuh.
halusinasi/kambuh.
4. Tahap terminasi
32
a. Evaluasi
dipelajari.
2) Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai dengan indikasi klien.
1. Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat. Formulir
cara minum obat, manfaat minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. A., 2002, Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah, Jakarta :
Penerbit Salemba Medika
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J., 1997, Sinopsis Psikiatri : Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Pertama. Edisi Ketujuh.
Jakarta : Binarupa Aksara.
Keliat, B. A., kerja sama dengan Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa FIK-UI,
Forum Komunikasi Keperawatan Jiwa Jakarta, Direktorat KesWaMas
Depkes RI, dan WHO, 2005, Modul BC-CMHN.
Rawlins, R.P., Williams, S. R., Beck, C. K., 1993, Mental Health Psychiatric: a
Holistic Life Cycle Approach. St. Louis : Mosby Year Book.
Stuart, G. W., Laraia, M. T., 2001, Principles and Practice of Psychiatric Nursing.
7th edition. St. Louis : Mosby Year Book.
Stuart, G. W., Sundeen, S. J., 2006, Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta:
EGC.
Townsend, Mary C., 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri : Pedoman untuk Pembuatan Rencana Perawatan. Edisi Ketiga.
Jakarta : EGC.
Wilson, H. S., Kneisl, C. R., 1992, Psychiatric Nursing. 4th edition. California :
Addison-Wesley.