You are on page 1of 8

ANALISA LOCATION QUOTIENT (LQ) DI KABUPATEN

JEMBER UNTUK KOMODITAS JAGUNG TAHUN 2002-2004

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perwilayahan


Dosen pengampu: Fefi Nurdiana Widjayanti, Sp,Mp.

Oleh kelompok 8:
Ana Tri Hastuti (1410321036)

FAKULTAS PERTANIAN
AGRIBISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kabupaten Jember merupakan salah satu Pemerintah Daerah tingkat II yang berada di
Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Jember mulai berdiri sejak 1 Januari 1929 dan telah melalui
sejarah yang cukup panjang. Pembangunan infrastruktur yang berupa sarana publik di Kabupaten
Jember sebelum diberlakukannya otonomi daerah telah mengalami kemajuan yang cukup pesat.
Pemberlakuan otonomi daerah di Kabupaten Jember baru dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001
sebagai tuntutan dari UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Dengan mengacu pada
kajian tersebut maka sejak tahun 2001 Kabupaten Jember telah memasuki babak baru dalam
sistem desentralisasi yang memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri (pemkabjember.go.id).
Luas wilayah Kabupaten Jember adalah 3.293,34 Km2 yang terbagi menjadi 31
kecamatan dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi yaitu 658,2 juta jiwa/km. Kondisi
perekonomian Kabupaten Jember tidak jauh berbeda dengan kondisi perekonomian provinsi Jawa Timur,
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jember dari tahun ke tahun rata-rata mengalami peningkatan
dengan tolok ukur yang digunakan yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan
pendapatan perkapita penduduk di Kabupaten Jember. Dari sisi agregat, PDRB Provinsi Jawa
Timur atas dasar harga berlaku pada tahun 2008 mencapai Rp. 621,58 Trilyun, atau hampir 8
persen dari total PDRB Provinsi Jawa Timur berasal dari Kabupaten eks Karisidenan Besuki.
Jika dilihat dari sisi peranannya, sebesar 40 persen merupakan sumbangan Kabupaten
Jember terhadap PDRB total Kabupaten eks Karisidenan Besuki (Badan Pusat
Statistik,2009c:43) Kabupaten Jember dapat diklasifikasikan sebagai daerah yang menganut
tipeagraris karena sektor pertanian di Kabupaten Jember merupakan sektor yang memiliki
peranan cukup besar (leading sector ) atau sekitar 44,18 persen dari total nilai tambah yang tercipta
di tahun 2008. Sedangkan sektor sekunder hanya menyumbang sebesar11,55 persen dan sektor
tersier menyumbang sebesar 40,45 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Jember
(Badan Pusat Statistik, 2009c: 32).
Memang struktur ekonomi di Kabupaten Jember bercorak agraris, namun dalam
praktiknya pembangunan sektor pertanian tidak dapat berjalan sendiri tanpa dukungan sektor
ekonomi lainnya. Untuk itu peran semua sektor ekonomi sangat diperlukan dalam
mengoptimalkan dan memaksimalkan output dari masing-masing sektor, yang selanjutnya dapat
memberi nilai tambah yang tinggi dan kompetitif baik di pasarnasional maupun internasional.
Krisis ekonomi yang sedang berkembang dalam era otonomi ternyata juga berdampak pada
kokoh tidaknya ketahanan perekonomian daerah.
Kabupaten Jember sebagai salah satu daerah yang menganut sistem desentralisasi
(otonomi daerah) juga tidak terlepas dari beberapa permasalahan dan hambatan pembangunan
terkait dampak dari krisis ekonomi yang terjadi. Beberapa hambatan tersebut diantaranya yaitu
alokasi sumber daya yang tidak seimbang, kualitas sumber daya manusia yang masih minim,
pengembangan kelembagaan dan aparat daerah yang kurang terpadu, sektor potensial yang ada
masih belum dapat dimaksimalkan atau dimanfaatkan secara keseluruhan. Salah satu usaha yang
dilakukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat di Kabupaten Jember dalam mengatasi permasalahan
tersebut adalah dengan melakukan pemerataan ekonomi dan memperkaya potensi ekonomi
daerah yang dimiliki dengan memperhatikan penataan ruang dan lingkungan serta penggalian
potensi yang ada.
Untuk itu Kabupaten Jember masih bisa digolongkan ke dalam wilayah yang sedikit
kebal dengan gejolak internal maupun eksternal, meskipun pernah mengalami keterpurukan
akibat adanya krisis ekonomi yang terjadi beberapa tahun lalu. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa otonomi daerah yang dilaksanakanpada setiap daerah akan berimplikasi pada
kemampuan daerah dalam meningkatkandaya saing daerahnya masing-masing sebagai penentu
keberhasilan pembangunan didaerah tersebut. Kabupaten Jember sebagai salah satu kabupaten yang menganut
sistem otonomi daerah mempunyai peluang besar untuk berkembang menjadi kota raya. Untuk itu
potensi dan sumber daya alam yang ada perlu dikelola dan dipelihara dengan baik demi
terciptanya pertumbuhan ekonomi daerah yang stabil dan merata sesuai dengan konsep
pembangunan otonomi daerah yang nyata.

1.2 Rumusan Masalah


menganalisis location quotient (LQ) di Kabupaten Jember untuk komoditas jagung tahun 2001-
2003.

1.3 Tujuan
Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah : untuk menganalisis location quotient (LQ)
di Kabupaten Jember untuk komoditas jagung tahun 2001-2003.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Metode LQ untuk mengidentifikasi komoditas unggulan diakomodasi dari Miller &


Wright (1991), Isserman (1997), dan Ron Hood (1998). Menurut Hood (1998), Loqation
Quotient adalah suatu alat pengembangan ekonomi yang lebih sederhana dengan segala
kelebihan dan keterbatasannya. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum
digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan
yang menj adi pemacu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi
kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Inti dari model ekonomi basis menerangkan
bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah di tentukan oleh ekspor wilayah. Ekspor itu sendiri
tidak terbatas pada bentuk barang-barang dan jasa, akan tetapi dapat juga berupa pengeluaran
orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak
(Budiharsono, 2001).
Teori ekonomi basis mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor
yaitu sektor basis dan sektor non basis. Deliniasi wilayah dilakukan berdasarkan konsep-konsep
perwilayahan yaitu konsep homo genitas, nodalitas dan konsep administrasi. Dijelaskan oleh
Rusastra, dkk., (2002) bahwa yang dimaksud kegiatan basis merupakan kegiatan suatu
masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa ditujukan untuk ekspor ke luar dari
lingkungan masyarakat atau yang berorientasi
keluar, regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis
sangat menentukan dalam pertumbuhan basis suatu wilayah.
Sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan masyarakat yang hasilnya baik berupa
barang atau jasa diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi
masyarakat tersebut. Konsep swasembada, mandiri, kesejahteraan dan kualitas hidup sangat
menentukan dalam kegiatan non basis ini.
Teknik LQ banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada
identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur konsentrasi relatif kegiatan
ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sector
suatu kegiatan ekonomi (industri). Dasar pembahasannya sering difokuskan pada aspek tenaga
kerja dan pendapatan.
Dalam prakteknya penggunaan pendekatan LQ meluas tidak terbatas pada bahasan ekonomi saja
akan tetapi juga dimanfaatkan untuk menentukan sebaran komoditas atau melakukan identifikasi
wilayah berdasarkan potensinya. Studi tentang perubahan peran kacang kedelai dalam sistem
pangan di China yang membahas aspek produksi, pengolahan, konsumsi dan perdagangan, salah
satu alat analisisnya menggunakan pendekatan LQ (Aubert dan Zhu, 2002). Demikian juga di
Indonesia, misalnya Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan) dalam
membahas system komoditas kedelai juga menggunakan model LQ ini (CGPRT,1985).
Berdasarkan pemahaman terhadap teori ekonomi basis, teknik LQ relevan digunakan
sebagai metoda dalam menentukan komoditas unggulan khususnya dari sisi penawaran (produksi
atau populasi). Untuk komoditas yang berbasis lahan seperti 4 Aplikasi Metode Location
Quotient tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan
pertanian (areal tanam atau areal panen), produksi atau produktivitas. Sedangkan untuk
komoditas pertanian yang tidak berbasis lahan seperti usaha ternak, dasar perhitungannya
digunakan jumlah populasi (ekor).
Kelebihan dan Keterbatasan Metode LQ, Setiap metode analisis memiliki kelebihan dan
keterbatasan demikian halnya dengan metode LQ. Kelebihan metode LQ dalam mengidentifikasi
komoditas unggulan antara lain penerapannya sederhana, mudah dan tidak memerlukan program
pengolahan data yang rumit. Penyelesaian analisis cukup dengan spread sheet dari Excel atau
program Lotus, bahkan jika datanya tidak terlalu banyak kalkulatorpun bisa digunakan.
Keterbatasannya adalah karena demikian sederhananya pendekatan LQ ini, maka yang
dituntut adalah akurasi data. Sebaik apapun hasil olahan LQ tidak akan banyak manfaatnya jika
data yang digunakan tidak valid. Oleh karena itu sebelum memutuskan menggunakan analisis
ini maka validitas data sangat diperlukan. Disamping itu untuk menghindari bias musiman dan
tahunan diperlukan nilai rata-rata dari data series yang cukup panjang, sebaiknya tidak kurang
dari 5 tahun. Sementara itu di lapangan, mengumpulkan data yang panjang ini sering mengalami
hambatan. Keterbatasan lainnya dalam deliniasi wilayah kajian. Untuk menetapkan batasan
wilayah yang dikaji dan ruang lingkup aktivitas, acuannya sering tidak jelas. Akibatnya hasil
hitungan LQ terkadang aneh, tidak sama dengan apa yang kita duga. Misalnya suatu wilayah
provinsi yang diduga memiliki keunggulan di sektor non pangan, yang muncul malah pangan
dansebaliknya.
Oleh karena itu data yang dijadikan sumber bahasan sebelum digunakan perlu
diklarifikasi terlebih dahulu dengan beberapa sumber data lainnya, sehingga mendapatkan
gambaran tingkat konsistensi data yang mantap dan akurat.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

3.2 Hipotesis

3.3 Metode Analisis Data


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan
kuantitatif. Pada pendekatan kuantitatif, data yang diperoleh dimasukkan dalamrumus - rumus
sederhana yang telah ada yaitu dengan alat analisis
Location Quotient (LQ.
Hasil pengolahan tersebut selanjutnya dianalisis secara kualitatif sehingga akandiperoleh
gambaran perkembangan perekonomian di kabupaten Jember.Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi potensi ekonomi KabupatenJember sehingga sektor - sektor strategis yang
potensial tesebut dapat dikembangkanuntuk meningkatkan PDRB dan sejauh mana keterkaitan
Kabupaten Jember dengan daerah - daerah sekitarnya sehingga saling menunjang pertumbuhan
ekonominya.Metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah
Location Quotient (LQ).
Teknik analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi potensiinternal yang dimiliki suatu
daerah yaitu sektor-sektor mana yang merupakan sektorbasis
(basic sector)dan sektor mana yang bukan sektor basis(non basic sector) dengan formulasi
sebagai berikut (Arsyad, 1999 : 317) :

LQ = (Vik/Vk) / (Vip/Vp)

Keterangan:

Vik :Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kota misalnya) dalam
pembentukan Produk Domestik Regional Riil (PDRR) daerah studi k.

Vk :Produk Domestik Regional Bruto total semua sector di daerah studi k

Vip :Nilai output (PDRB) sektor i daerah referensi p (provinsi misalnya) dalam
pembentukan PDRR daerah referensi p.

Vp :Produk Domestik Regional Bruto total semua sector di daerah referensi p.

Berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient (LQ), dapat diketahui konsentrasi suatu
kegiatan pada suatu wilayah dengan kriteria sebagai berikut:

1. Nilai LQ di sector i=1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k
adalah sama dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian daerah
referensi p;
2. Nilai LQ di sector lebih besar dari 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di
daerah studi k adalah lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang
sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i merupakan
sektor unggulan daerah studi k sekaligus merupakan basis ekonomi untuk dikembangkan
lebih lanjut oleh daerah studi k; dan

3. Nilai LQ di sector lebih kecil dari 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di
daerah studi k adalah lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang
sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i bukan
merupakan sektor unggulan daerah studi k dan bukan merupakan basis ekonomi serta
tidak propektif untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

You might also like