You are on page 1of 26

KALIGRAFI ARAB 57

Bab 6
Kaligrafi ARAB

6.1 Kebudayaan Arab dan Islam


Arab merupakan suatu rumpun suku bangsa yang tersebar luas di Timur
Tengah. Bangsa Arab merupakan sebuah masyarakat yang juga mengem-
bangkan kebudayaan sendiri, termasuk sistem tulisan. Islam berasal dan
pada awalnya berkembang di masyarakat Arab, Timur Tengah. Jika kita
tidak memahami sejarah ini, maka kebudayaan Arab seolah identik den-
gan Islam. Memang sulit untuk memisahkannya, padahal kebudayaan
Arab merujuk pada segolongan rumpun bangsa dan Islam merujuk pada
sistem kepercayaan. Bangsa Arab dan kebudayaannya telah ada sebelum
Islam berkembang sebagai agama. Dalam kaitannya dengan sistem tulisan
hingga ke kaligrafi, bangsa Arab pra-Islam sesungguhnya telah memiliki
kebudayaan tulis (lihat bab 2).

6.2 Tulisan Arab Sesudah Islam


Meskipun telah bermunculan serumpun jenis aksara yang kemudian men-
jadi tulisan Arab, terutama pada zaman pra-Islam, tulisan Arab belumlah
berkembang jauh seperti sekarang ini. Pada masa itu masih sedikit sekali
58 SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI

orang yang mampu tulis baca, bahkan sebagian besar penduduk Hijaz
masih buta huruf. Kepandaian tulis baca waktu itu hanya dimiliki oleh
segolongan kecil antara lain rahib-rahib yang beragama Nasrani.
Kedatangan agama Islam-lah yang membawa perubahan besar
terhadap tulisan Arab. Perubahan besar ini terjadi karena Kitab Suci
Al-Quran ditulis dengan tulisan Arab jenis tulisan Kufi. Sejak itu pula
kedudukan dan peranan tulisan Arab bertambah penting. Perubahan itu
diperkuat lagi bahkan dengan turunnya ayat pertama dari Al-Quran
yang isinya tak lain sebagai pembuka kesadaran akan pentingnya mata
rantai aksara-tulisan-baca-kecerdasan.
Berkenaan dengan silsilah itulah maka bisa difahami jika agama
Islam di seluruh dunia mengadopsi aksara Arab. Kemudian di berb-
agai daerah budaya itu bertemu dan bercampur dengan kebudayaan-
kebudayaan lokalnya.
Pada perkembangan berikutnya, tentulah tulisan Arab kian banyak
digunakan secara luas hingga sekarang ini, tidak hanya oleh agama Islam,
melainkan juga untuk dunia pendidikan, sistem komunikasi, hubungan
antar-bangsa dan lain sebagainya. Bersama perkembangan baru, serta
perkembangan-perkembangan sebelumnya, tulisan Arab bersama agama
Islam memberikan sumbangan besar bagi perkembangan kaligrafi sebagai
media kesenian.
Mengapa Islam memberikan dorongan kuat dalam mengembang
kan kaligrafi? Jawabannya, tentu, tidaklah sederhana. Dalam satu sisi,
Al-Quran sendiri dalam penulisannya (bukan isinya) mengalami perkem
bangan dan penyempurnaan, sesuai dengan perkembangan tulisan Arab
yang berlangsung terus menerus hingga sekarang. Tulisan Arab pada
permulaan Islam tidaklah seperti yang kita lihat sekarang, pada awalnya
cenderung tak bisa dibaca kecuali oleh pengguna bahasa Arab dan mer-
eka yang telah mempelajari tulisan Arab klasik. Bentuk tulisannya masih
bersahaja, tidak memakai titik, harakat, maad, dan tanda-tanda lainnya.
Sebagai contoh kata jumadi ( ) ditulis ( ) sehingga bisa saja terbaca
menjadi hamad, humad bahkan hmad atau hamdun karena aksara jim, ha,
ditulis sama ( ) tanpa titik, sementara ma tidak memakai tanda alif-maad
serta tidak pula ditutup dengan aksara ya ( ) sebagai penunjuk bunyi i.
Dari sistem penulisan yang sederhana itu, bersama perjalanan
waktu dan terutama tuntutan agar tidak terjadi salah baca terhadap Al-
Quran, maka pemimpin-pemimpin Islam kala itu berupaya mengatasi
nya. Penyempurnaan tulisan (khat) Arab pertama kalinya dilakukan
oleh Abul Aswad ad-Dualy (wafat 69 H) atas perintah Khalifah Ali bin
Abi Thalib. Abul Aswad ad-Dualy mulai menerapkan tanda titik untuk
aksara yang serupa seperti aksara jika diberi satu titik di bawahnya
menjadi ( ) ba dan jika diberi dua titik di atasnya menjadi ( ) ta dan
KALIGRAFI ARAB 59

jika diberi tiga titik di atasnya menjadi ( ) tsa. Beliau pun menciptakan
harakat atau syakal yang berbentuk titik juga, tapi pencantumannya ba-
rulah pada aksara-aksara terakhir setiap kata sehingga masih mungkin
menimbulkan salah baca.
Perubahan berikutnya dilakukan oleh Al-Khalil ibnu Ahmad (wafat
170 H), seorang ahli Nahwu (syntaxis). Ia menentukan bunyi aksara-aksara
dengan memakai tanda-tanda yang diambilkan dari aksara-aksara yang
menjadi sumber bunyi-bunyi tersebut, misalnya alif sebagai sumber bunyi
a, aksara ya sumber dari i dan wau sumber dari u. Temuannya inilah yang
menjadi dasar untuk tanda-tanda dalam tulisan Arab sampai sekarang.

6.3 Jenis Kaligrafi Arab


Pada zaman Daulah Umaiyah tulisan Arab semakin berkembang dan
semakin luas pemakaiannya karena pada masa pemerintahannyalah
agama Islam mengalami perkembangan demikian pesat; ke barat sampai
ke Maroko dan Spanyol, dan ke timur sampai ke perbatasan India.
Seperti kita ketahui bahwa pada masa-masa itu belumlah ditemukan
teknik percetakan, maka semua surat menyurat, naskah, dan buku-buku
hanya ditulis dengan tulisan tangan. Ditambah lagi oleh sifat tulisan Arab
yang elastis, fleksibel, dan berirama maka aksara Arab bisa dengan len-
tur bersentuhan dengan kebudayaan yang dihampirinya; tak heran jika
pada masa-masa itu pula kaligrafi Arab berkembang demikian pesat. Di
masa kerajaan Umaiyah yang luas itu dan berlanjut pada masa Daulah
Abbasiyah telah lahir berbagai jenis kaligrafi Arab. Di Spanyol muncul
kaligrafi al-Andalusi, kaligrafi Baghdadi di Iraq, kaligrafi farisi di Persia.
Karena kelenturannya pula aksara Arab pun menjadi bisa begitu mesra
bertemu dengan tradisi tulisan Cina seperti berikut ini:

Khat Kufi yang sejak abad pertama Hijriyah telah lazim dipakai
untuk penulisan Al-Quran pun kian berkembang dengan berbagai va-
riasinya sehingga lahirlah berbagai jenis khat yang terkenal seperti khat
Murabba, khat Mugharrar, khat Musyajjar, khat Mudawwar, dan lain-
lain. Pada perkembangan berikutnya khat Murraba menimbulkan khat

Gbr. 6-1: Gubahan khat (kaligrafi) Arab yang menghiasi dinding sebuah
mesjid di kota Shanghai, tampak adanya persentuhan antara khat Arab
dengan gaya tulis Cina.
60 SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI

Riqah, sedangkan khat Mudawwar menimbulkan khat Diwani dan khat


Diwani Jali atau Mutadakhal.
Berikut ini kita lihat beberapa contoh perkembangan khat Arab:
Seperti halnya tipografi aksara Latin yang terus menerus melahirkan
variasi aksara-aksara (fonts), aksara Arab pun terus menerus mengal ami
perkembangan dan melahirkan variasi-variasi baru. Jenis baru khat Arab
antara lain adalah jenis-jenis aksara, termasuk nama-nama jenisnya:

Gbr. 6-2: Contoh ragam jenis kaligrafi Arab.


KALIGRAFI ARAB 61

6.4 Kaligrafi Islam dan Gambar


Ajaran Islam tidak memungkinkan mengembangkan seni menggambar
seperti di masyarakat lain. Di dalam Al-Quran tidak dijumpai ayat yang
melarang, tetapi dalam salah satu hadis Nabi memang menyinggung
tentang hal ini. Hadis tersebut seperti diriwayatkan oleh Said ibu Hasan
sebagai berikut:

Gbr. 6-3: Contoh perkembangan baru penulisan aksara Arab


62 SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI

Ketika saya (Said ibu Hasan) bersama-sama dengan Ibnu Abbas,


tiba-tiba datang seorang laki-laki, ia berkata: Hai Ibnu Abbas, aku hidup
dari kerajinan tanganku ialah membuat arca seperti ini. Lalu Ibnu Abbas
menjawab: Tidak akan aku katakan kepadamu, hanya apa yang telah
kudengar dari Rasulullah S.A.W. Beliau bersabda: Siapa yang telah me-
lukis sebuah gambar, maka dia akan disiksa sampai dia bisa memberinya
bernyawa, tetapi selamanya dia tidak akan mungkin memberi gambar
itu bernyawa.
Hadis ini sekurang-kurangnya melahirkan empat pendapat: (1) Ad-
anya larangan menggambarkan mahluk bernyawa, termasuk juga foto; (2)
Yang dilarang adalah yang wujudnya bisa diraba (tri matra), seperti relief
atau arca. Kelompok ini berpendapat bahwa gambar, lukisan, atau foto
tidak dilarang; (3) Ada pula yang berpendapat, boleh membuat gambar
mahluk bernyawa asal saja dalam rupa yang tidak memungkinkan mah-
luk itu hidup, misalkan membuat arca hanya sebatas dada ke atas; dan
(4) dengan merujuk pada keadaan, suasana, dan waktu, hadis tersebut
ditujukan kepada masa permulaan lahirnya agama Islam. Dipandang
dari segi tauhid hal itu memang penting karena pada masa itu masih
banyak terdapat puing-puing reruntuhan arca-arca yang semula disembah
oleh nenek moyang bangsa Arab. Tetapi, manakala hakikat tauhid telah
mendarah daging dan mereka tahu bahwa arca-arca itu tak akan pernah
sanggup berbuat apapun, maka tidaklah ada alasan kepercayaan yang
telah berabad-abad dikuburkan itu akan hidup kembali.
Bab ini tidak bermaksud membahas perdebatan itu kecuali hanya
menyinggung sedikit adanya kenyataan seperti itu. Selanjutnya, uraian
ini hanya akan membahas pendapat yang meyakini bahwa menggambar
mahluk hidup itu dilarang serta solusi mereka ini agar tetap bisa berkreasi
mengikuti intuisi seninya.
Ternyata, pada posisi seperti itu, justru menempatkan kaligrafi
menjadi bentuk seni yang paling utama. Kaligrafi, jelas, bukanlah seni
menggambar realis sebab pada dasarnya kaligrafi adalah seni menulis-
kan aksara dalam berbagai bentuk. Karena karakter sistem aksara Arab
memiliki kelenturan maka kaligrafi menjadi mungkin untuk mencapai
bentuk-bentuk tertentu (kaligram). Berikut ini ada contoh kaligrafi (berupa
kaligram) dalam bentuk yang berbeda tapi menyampaikan makna yang
sama, yaitu Bismillah Arahman Arahim. Dalam bahasa Indonesia artinya,
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Gambar di atas bentuknya mirip dengan ayam yang mukanya
menghadap ke kanan, sedangkan gambar kedua mirip burung merak,
yang wajahnya menoleh ke kanan, walaupun secara keseluruhan badan-
nya menghadap ke kiri. Gambar ketiga berbentuk buah pir (pear), dan
keempat bentuk bujur sangkar. Masing-masing gambar dihasilkan dengan
KALIGRAFI ARAB 63

aksara yang sama, tetapi bisa mencapai bentuk yang sangat beragam.
Pada tataran inilah keahlian kaligraf menjadi sangat penting.
Bagi seniman kaligrafi, tentu memiliki keyakinan bahwa kaligrafi

Gbr. 6-4: Kaligrafi yang menggambarkan bentuk mirip ayam.

itu sendiri adalah seni. Bahkan berkeyakinan sebagai seni yang berhu
bungan langsung dengan kepentingan mengamalkan agama Islam karena
kaligrafi pada umumnya dan sejak awalnya memang dilakukan untuk
penulisan Al Quran. Berdasarkan kenyataan itulah kreativitas menulis
Al Quran terus menerus muncul dan berkembang sejak masa lalu hingga
sekarang. Sebagai contoh di bawah ini adalah Al Quran hasil tulisan
tangan dari abad 14 dan 16. Sekalipun kedua gaya ini dihasilkan dengan

Gbr. 6-5: Kaligrafi berbentuk burung merak. Gbr. 6-6: Kaligrafi dengan bentuk buah pir.
64 SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI

Gbr. 6-7: Kreatifitas menulis dalam pola persegi.

cara yang berbeda tapi tetap mempunyai tujuan sama, yaitu menuliskan
Al Quran seindah mungkin.
Tiga gambar yang pertama adalah tulisan yang dikembangkan pada
abad 14, sedangkan dua yang terakhir ditulis pada abad 16. Tidak bisa
dipungkiri keahlian dalam menorehkan seni aksara Arab sangat berperan
dalam menghasilkan keberagaman bentuk. Inilah landasan yang paling
berperan dalam perkembangan seni kaligrafi Arab dan Islam.
6.5 Konteks Kaligrafi
Kaligrafi juga berkembang untuk berbagai kepentingan di luar Al

Gbr. 6-8: Al Quran gaya tulisan tangan gaya mu-


haqqaaq.

Gbr. 6-9: Al Quran tulisan tangan gaya Rayhani.


KALIGRAFI ARAB 65

Gbr. 6-10: Al Quran tulisan tangan, gaya Mu-


haqqaq, irak atau Persia abad 14.

Gbr. 6-11: Al Quran tulisan tangan, gaya Nas-


taliq, Karya Shah Mahmud an Nisabhuri, 1538,
Persia.

Gbr. 6-12: Al Quran ulisan tangan gaya Rayhani,


India abad 16.

Quran, di antaranya untuk bidang ilmu, teknologi, dan seni. Kaligrafi,


misalnya, diukirkan pada satu bejana yang terbuat dari gading. Bejana
ini dipenuhi hiasan kaligrafi pada seluruh bagian permukaan luarnya.
Bersamaan dengan perkembangan fungsi kaligrafi di berbagai me-
dia, ada kemungkinan untuk menggunakan teknologi lain untuk menulis
kaligrafi. Pada umumnya kaligrafi ditulis di atas kertas dengan memakai
66 SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI

tinta atau dawat. Namun tinta tidak bisa ditorehkan di atas bejana tem-
baga, karena akan luntur, sehingga diperlukan peralatan dan teknik lain.
Kaligrafi menjadi media utama untuk menghiasi berbagai arsitektur
Islam: mesjid, bangunan umum, pintu, hingga makam. Cara menuliskan
kaligrafi pada bangunan juga berbeda-beda. Ada yang ditulis di atas
keramik, diukir pada kayu, dan sebagainya. Ciri khas lain yang menon
jol dalam kaligrafi bangunan adalah pewarnaan yang menambah nuansa
keindahan. Bentuk penulisan khas kaligrafi di atas kertas dengan memakai
dawat (tinta) kurang diberi sentuhan pewarna. Sedangkan penggunaan
warna pada kaligrafi yang digunakan pada arsitektur menjadi elemen
yang dominan dan penting. Kaligrafi juga digunakan untuk menghiasi
berbagai bangunan termasuk mesjid. Pada mihrab, yang terbuat dari
bahan keramik, berasal dari mesjid Maidan di Kashan, aksara Arab di-

Gbr. 6-13: Tabung terbuat dari gading dari Medina Al Zahra (968).

Gbr. 6-14: Mihrab masjid Cordoba (Spanyol) sejak perluasan Gbr.6-15: Mihrab yang terbuat dari keramik berasal
oleh Al Hakam II (th 962-966). dari Masjid Maidan di Kashan.
KALIGRAFI ARAB 67

Gbr. 6-13: Detail dari dekorasi pada kuburan Shah-i-Zinda di Samarghand

Gbr.6-14: Kaligrafi pada interior


a Mesjid Shah Abbas, Isfahan, Iran
Abad 17 (a); Kaligrafi dari kota
Mashad, Iran Abad 17 (b); Pintu dari
masa Ottoman Abad 19 (c).

b c

c
68 SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI

Gbr. 6-15: Mihrab pada kuburan Sultan Iltumish, Delhi

Gbr. 6-16: Kaligrafi pada Kuburan Penyair Farid Al Din dari


Attar, Naskapour, Iran. Kaligrafi Kufah persegi dari kuburan
Harun Wilayah Isfaha Iran Abad 16.
KALIGRAFI ARAB 69

gunakan untuk menciptakan berbagai bentuk kaligrafi.


Tak bisa diingkari, bahwa kaligrafi merupakan seni visual yang pal-
ing dominan dalam arsitektur Islam. Dengan konteks baru itu, kaligrafi
juga menemukan bentuknya yang lain. Bentuk dan luas bangunan men-
jadi pertimbangan penting untuk menghadirkan kaligrafi. Demikian juga
dengan bentuk pintu, misbah, dan sebagainya. Semuanya memerlukan
kreativitas para kaligraf Islam. Bentuk dari suatu bangunan terkadang
memaksa kaligraf mengeluarkan kreativitas agar sesuai dengan ukuran
luas dan bentuknya. Bentuk pintu yang berlekuk-lekuk menyerupai
kubah mesjid dan berjenjang, dihiasi dengan kaligrafi yang selaras.
Keseimbangan bentuk kaligrafi antara bagian kanan dan kiri pintu juga
menjadi bagian dari pertimbangan sang kaligraf.
Kaligrafi juga digunakan sebagai media untuk menjelaskan ilmu
kedokteran dan biologi. Dalam tataran ini, kaligrafi masuk dalam konteks
keilmuan, terutama berbagai jenis ilmu yang berkembang bersamaan
dengan penyebaran Islam ke berbagai bangsa dan benua. Dalam pan-
dangan ilmu pengetahuan sekarang, hubungan antara agama dan ilmu
pengetahuan hampir tidak ada. Atau dapat dikatakan, ilmu pengetahuan
berkembang melintas agama, di mana peran ajaran agama tertentu kurang
terlihat dalam ilmu pengetahuan. Pandangan ini agak berbeda dengan
pandangan di abad 13 misalnya. Pada masa itu, ajaran Islam digunakan
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu tentang ana-
tomi tubuh manusia, hewan, tumbuhan dan sebagainya.

Perwujudan kaligrafi dalam ilmu kedokteran dan biologi memang


tak dapat menghindar dari bentuk-bentuk realistik mahluk hidup. Pada
bidang ilmu maka gambar-gambar tak terhindarkan untuk diwujudkan
sementara uraian mengenai bagian-bagian tubuh manusia, binatang, dan
tanaman diungkapkan melalui aksara. Hal ini terlihat salah satunya pada
Anatomi Binatang (Kuda) karya Ibn Al Ahnaf, Baghdad 1210.

6.6 Keanekaraman Kaligrafi


Larangan Islam untuk menggambarkan bentuk realistik memunculkan
sebuah kreativitas lain dalam kaligrafi. Kesempatan untuk menggam
barkan manusia dan binatang dilakukan dengan aksara. Berbagai jenis
binatang, manusia, dan benda-benda dihasilkan melalui aksara yang
mempunyai kerumitan tersendiri. Bentuk besarnya kita kenali sebagai
kuda misalnya. Setiap bagian dari tubuh kuda tersebut disusun dengan
70 SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI

Gbr. 6-17: Uraian ilmu kedokteran karya Ibnu Sina.

Gbr. 6-18: Gambaran anatomi binatang (kuda) karya Ibnu Al Ahnaf, Bagdad, 1210.
KALIGRAFI ARAB 71

aksara yang ditel dan teliti. Coba kita perhatihan kaligrafi yang meng
gambarkan binatang, manusia, dan bejana pada contoh berikut.
Manusia yang sedang memanah binatang buruan dibangun dari
aksara. Bentuk tubuh secara lebih detail juga digambarkan memakai
aksara. Bentuk manusia dan bagian tubuhnya yang dibangun dengan
aksara tidaklah berkarakter seperti manusia yang realistik, apalagi yang
tergambar seperti hasil fotografi. Namun kita tetap mengetahui bentuk
yang dihasilkan oleh kaligrafi tersebut adalah bagian muka/wajah manu
sia, seluruh badan, atau bisa juga dengan porsi tubuh yang tidak natural.
Semua ini memungkinkan kreativitas melalui kaligrafi. Kalau kita mampu
membaca bagian-bagian aksara di dalamnya maka akan muncul pesan
melalui aksara, jadi gambar memberikan dua makna: visual keseluruhan
sebagai sebuah kesatuan dan pesan ditel dari bagian-bagian aksara.
Keterkaitan antara pesan aksara yang menurun tingkat keterbacaannya,
tapi di sisi lain menunjukkan bentuk yang mudah dikenali. Inilah yang
menjadi ciri khas dari kaligrafi.
6.7 Kaligrafi dan Lukisan
Kaligrafi juga terus mengalami perkembangan, searah dengan perkem

Gbr. 6-19: Kaligrafi bentuk kuda, karya Husain Ali, Persia 1848
72 SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI

Gbr. 6-21: Macan Ali, Persia abad 19.

Gbr. 6-20 : Kaligrafi Zoomorphik (berbentuk binatang),


karya Muhammad Fathiyat (Persia, awal abad 19).

Gbr. 6-22 : Kaligrafi bentuk burung masa Ottoman abad 19.

Gbr. 6-23: Kaligrafi dari masa Ottoman abad 19. Gbr. 6-24: Kaligrafi dengan bentuk wajah dari Turki.
KALIGRAFI ARAB 73

Gbr. 6-25: Kaligrafi berbentuk Poci dari Turki.

Gbr. 6-26: Kaligrafi berbentuk burung dari Turki.

Gbr. 6-27: Kaligrafi berbentuk Daun dari Turki. Gbr. 6-28: Kaligrafi berbentuk muka dari Turki.
74 SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI

Gbr. 6-29: Kaligrafi berbentuk manusia dari Turki.

Gbr. 6-30: Kaligrafi berbentuk Macan dari Turki.


KALIGRAFI ARAB 75

bangan zaman. Keberagaman bentuk, konteks dan masyarakat pemakai


kaligrafi semakin memunculkan kekayaan bentuk. Pada beberapa bentuk
kaligrafi yang sangat terikat pada aksara Arab, juga ada yang meng
gunakan bentuk gabungan antara aksara Arab dan bentuk figuratif.
Gabungan kaligrafi dan lukisan ini memang menjadi sebuah ciri lain
dalam perkembangan atau keterkaitan kaligrafi dengan seni visual lain-
nya. Demikian juga aspek makna semakin jauh dari keterbacaan dalam
garapan kaligrafi abstrak.
Aspek yang muncul dalam kaligrafi menjadi sebuah ciri lain adalah
abstrak. Pada tataran ini hasil visualisasi dari aksara menjadi lebih sulit
dibaca, bahkan bagi seorang yang faham aksara Arab sekalipun sulit
membacanya. Visualisasi ini memang lebih menghadirkan sisi visual
sebagai sebuah kesatuan daripada pesan yang terkandung dari bagian
per bagian aksra yang terdapat di dalamnya. Gaya kaligrafi Islam abstrak
dapat dilihat dalam bentuk persegi yang menggunakan gaya aksara kufah

Gbr. 6-31: Al-Ikhlas gaya Farisi.

persegi (square kufic).


Gaya abstrak banyak digunakan untuk bangunan, karpet dan hiasan
lainnya. Disebut gaya persegi karena bentuk yang dibangun membentuk
persegi. Kalau tidak diperhatikan detailnya, maka kita melihat seperti
kotak besar yang dibentuk oleh kotak-kotak yang lebih kecil. Gaya ak
sara yang digunakan juga khas yang dapat dikatakan juga persegi yang
memang menjadi ciri dari aksara kufik. Bentuk kaligrafi persegi kufik ini
76 SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI

masih terus digunakan oleh seniman-seniman di berbagai negara hingga


sekarang ini. Gambar berikut adalah kaligrafi yang dibuat oleh seniman
Yordania Widjan Ali. Ciri yang khas terlihat seperti tiga dimensi, karena
kemunculan aksara itu di atas dasarnya. Bentuk yang dibangun terasa
seperti tata ruang labirin, mengambarkan arah ruang yang tidak mem
punyai awal dan ujung.
Penyebaran kaligrafi gaya Arab erat berkaitan dengan penyebaran
agama Islam. Bentuk kaligrafi akan ditemukan di daerah-daerah yang
secara kultural pernah bersentuhan dengan budaya Islam. Penyebaran
kaligrafi juga mencapai Eropa, dan sebagian besar Asia serta Afrika. In-
donesia juga memakai media kaligrafi di berbagai budaya lokal, dan juga

Gbr. 6-32: Kufah Persegi, dari interior Kuburan di Isfahan Iran, 1303.

Gbr. 6-33: Kaligrafi gaya kufah persegi berasal dari Turki.


KALIGRAFI ARAB 77

Gbr. 6-34: Kaligrafi gaya Kufah Persegi dari mesjid dekat isfahan, Iran (1300)
Kaligrafi bentuk figur pada metal.

mengembangkan bentuk dan media yang berbeda dari budaya-budaya


lain. Pengaruh ke Eropa terjadi setelah Perang Salib usai. Pada waktu
itu banyak benda budaya Islam yang mengandung kaligrafi dibawa ke
Eropa, terutama Italia dan Prancis. Kursi takhta raja yang megah terbuat
dari marmer, lalu pada bagian sandarannya dihiasi aksara kaligrafi gaya
kufik. Tidak seluruh bagian kursi itu dihiasi kaligrafi, melainkan dicampur
dengan hiasan dan bentuk-bentuk visual lainnya. Demikian juga piring
dalam upacara misa, berhias kaligrafi kufik dan digabung dengan ber-
bagai visual lainnya. Bisa juga kita lihat pada pusat piring itu terdapat
tanda salib dan seekor sapi.
Gejala percampuran budaya seperti ini bukanlah sesuatu yang aneh.
Percampuran budaya sering memberikan pembaruan dan membuka
78 SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI

Gbr. 6-35: Kaligrafi kufah persegi dengan dentuhan


modern kara Wijdan Ali dari Yordania.

Gbr. 6-37: Lukisan Kontemporer Kaligrafi karya Wijan


(Yordania).

kemungkinan ekspresi lainnya. Visual gabungan kaligrafi seperti yang


terdapat pada piring misa tidak akan mungkin dikembangkan dalam
kebudayaan kaligrafi Islam. Pertama, karena menggunakan gabungan
dengan tanda salib yang menjadi ciri Kristen; dan kedua, digabung de
ngan gambar realistik berupa binatang. Jelas bertentangan dengan hadis
Nabi sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Sebagai sebuah karya seni
atau budaya, terlihat bahwa penyebaran dan pertemuan berbagai budaya
membuka kemungkinan yang lebih banyak dari sebuah gaya. Cara ini
juga yang membuka kemungkinan terjadinya gaya dan ciri dari kaligrafi.
Kita tidak bisa menghindari bahwa gejala kaligrafi yang digabung dengan
KALIGRAFI ARAB 79

gambar realistik atau bentuk hasil lukisan


realistik. Kaligrafi bukan lagi bentuk
murni yang dibangun dengan aksara,
tetapi telah disatukan dengan seni
visual lainnya, lukisan.
Pengaruh gaya kaligrafi di
Eropa juga merambah ke berbagai
benda lainya. Kaligrafi digunakan
dalam mata uang, simbol kene
garaan, bordir pakaian, bangunan,
hingga gereja. Gambar berikut adalah
Muq arnas, di gereja Palermo yang
pada puncak langit-langit terlihat kaligrafi
aksara Arab.
Pengaruh kaligrafi dalam berbagai
benda dan tempat tidak bisa diartikan secara sederhana bahwa itu pasti
Islam. Batasan antara budaya Islam dan budaya Arab khususnya dalam
kaligrafi sulit dibatasi secara tajam. Makna kaligrafi yang tertulis di
langit-langit gereja Palermo bukanlah diambil dari ayat Al Quran. Hal
yang lebih menonjol adalah visualisasi kaligrafi yang memang keinda-
hannya memikat. Kaligrafi sendiri mempunyai posisi yang penting dan
agung dalam beberapa budaya Eropa, terbukti dari tempat penggunakan
kaligrafi itu di berbagai tempat yang juga memiliki peranan penting.
Dalam penyebarannya ke Eropa, kaligrafi pada awalnya berkaitan dengan
penyebaran Islam, tapi bisa juga di adopsi oleh seniman Eropa semata
bentuk artistiknya saja.
Perkembangan kaligrafi yang digabung dengan lukisan juga sejak
awal dapat dilihat sebagai bentuk yang dikembangkan bukan dalam
konteks Islam. Hal ini sangat terkait dengan peranan hadis yang mela
rang menggambar bentuk realis. Tetapi keberagaman pemahaman para
kaligrafer Islam juga memungkinkan untuk mengembangkan kaligrafi
yang digabung dengan lukisan. Perkembangan kaligrafi yang digabung
dengan lukisan semakin banyak ditemukan dalam karya kaligraf. Baik
kaligraf yang berada di lingkungan Islam maupun yang berkembang dari
seniman yang menggunakan kaligrafi sebagai medianya.
Di Indonesia, kaligrafi berkembang dengan gaya yang khas. Di
Cirebon (Jawa Barat) misalnya, kaligrafi dikembangkan dengan media
kayu berupa ukiran dan lukisan kaca. Khas lain yang tidak terdapat di
kaligrafi Arab maupun Eropa adalah bentuk manusia yang digambarkan
tidak proporsional manusia. Bentuk yang diangkat adalah bentuk yang
banyak digunakan dalam pertunjukan wayang. Figur wayang itu sendiri
bukan khas Arab, apalagi Islam. Tetapi dalam tradisi kaligrafi di Cirebon,
80 SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI

Gbr. 6-39: Muqarnas, di gereja Palermo, sekitar 1140


Perhatikan kaligrafi Arab pada sekeliling puncak langit-langit

figur wayang yang berasal dari India dibangun bentuknya dengan aksara
Arab. Ada juga bentuk figur wayang itu sendiri menggunakan kaligrafi,
digabung dengan gambar realistik berupa hewan sapi. Figur wayang yang
berdiri merupakan bagian dari kaligrafi. Namun wayang yang berdiri di
atas sapi (bentuk realistik) yang sedang tertidur merupakan ciri yang unik
dari lukisan relalistik (lihat gambar 6-22 sampai dengan 6-26).

Gambar Wayang Cirebon


Figur wayang yang digarap dengan bentuk kaligrafi juga bermacam-
KALIGRAFI ARAB 81

macam. Demikian juga mengenai unsur pembangunannya. Ada yang


murni menggunakan aksara Arab, tetapi ada juga yang digabung den-
gan unsur lukisan. Dua figur wayang (Semar dan Petruk) ini dibangun
sepenuhnya dengan aksara Arab, berbeda dengan lukisan di atas. Gaya
kaligrafi yang dikembangkan di Cirebon juga melakukan percampuran
gaya yang berbeda. Ada figur wayang yang terpengaruh dari tradisi India
dan Hindu, tetapi juga bentuk figur yang menjadi satu kesatuan dengan
kaligrafi itu sendiri. Hal ini bisa menjelaskan banyak hal. Pertama, bahwa
budaya wayang sudah menjadi kebudayaan Cirebon sebelum Islam ma-
suk. Ketika Islam masuk, terjadi percampuran antara yang bukan Islam
dengan yang Islam. Ini bisa terjadi karena penyebaran Islam di Jawa,
yang dilakukan Wali Songo, juga memanfaatkan wayang sebagai media
penyebaran Islam.
Perkembangan mutakhir kaligrafi juga mulai memakai unsur
lukisan oleh berbagai kaligraf mancanegara. Lukisan Rafik Lahham dari
Yordania memperlihatkan bentuk mesjid tiga dimensi. Setiap bagian
tidak dibangun dengan aksara, melainkan lukisan figuratif. Demikan
juga karya Samir Salameh dari Palestina, percampuran antara kaligrafi
dengan lukisan menjadi sangat kental. Sulit memisahkan idiom aksara
dengan gambar figuratif. Malahan dapat dikatakan, kaligrafi (dibentuk
dari aksara) menjadi tempelan minoritas dibanding dengan gambar re-
alistik dalam lukisan tersebut. Pada akhirnya, kaligrafi tidak lagi hanya
dibangun dengan aksara, namun bersama-sama dengan gambar figuratif
yang membangun sebuah kesatuan gambar. Apakah bentuk seperti itu
masih dapat dikatakan kaligrafi? Atau cukup dikatakan sebagai lukisan
yang mempunyai unsur kaligrafi? Lalu apakah kaligrafi hanya yang
dibuat dari unsur aksara? Dalam keadaan inilah muncul diskusi panjang
dengan konsep masing-masing. Tetapi yang sulit diabaikan adalah bahwa
hubungan antara kaligrafi dan lukisan semakin menyatu.
82 SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI

Gbr. 6-40: Lukisan Kontemporer Dari negaraku karya Rafik


Lahham (Yordania).

Gbr. 6-41: Lukisan Kontemporer Kaligrafi Arab karya Samir


Salameh (Palestina)

You might also like