Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Wong, 2003). Atresia ditandai dengan adanya muntah-muntah pada bayi
pada 24-48 jam setelah lahir dan tida terdapat defekasi mekonium (Ngastiyah, 2005).
Atresia ini pada dasarnya diklasifikasikan dalam 3 bagian, yaitu letak tinggi,
letak sedang dan letak rendah. Letak tinggi memiliki prognosis yang lebih buruk
dengan adanya gejala perut kembung dan muntah kehijauan (Ngastiyah, 2005).
Kadang timbul juga gejala yang berbeda antara bayi laki-laki dan bayi perempuan.
Pada bayi laki-laki biasanya terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung
kemih atau uretra. Sedangkan pada bayi perempuan, sering terjadi rektovaginal,
dimana saat bayi BAB, feses akan keluar dari vagina.
Kelainan ini perlu diketahui sedini mungkin untuk mencegah terjadinya
komplikasi, misalnya terjadinya asidosis karena kekurangan bikarbonat, infeksi
saluran kemih berkepanjangan, dan bisa juga berakibat kematian.
Untuk mengetahui penyakit atau gangguan ini lebih jauh, maka dalam makalah
ini mahasiswa akan membahas tentang konsep gangguan atresia ani dan bagaimana
asuhan keperawatan pada klien dengan atresia ani.
1.2 TUJUAN
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa bisa
mengetahui dan memahami tentang konsep gangguan dan asuhan keperawatan pada
bayi dengan Cleftlip dan Atresia Ani.
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiwa dapat:
a. Mengetahui tentang pengertian dari Atresia Ani
b. Mengetahui tentang epidemiologi dari bayi dengan Atresia Ani
c. Mengetahui tentang etiologi dari Atresia Ani
d. Mengetahui tentang manifestasi klinis yang muncul pada bayi dengan Atresia
Ani
e. Mengetahui tentang klasifikasi dari Atresia Ani
f. Memahami tentang patofisiologi dari Atresia Ani
g. Mengetahui tentang komplikasi yang terjadi pada bayi dengan Atresia Ani
h. Mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada bayi dengan
Atresia Ani
i. Mengetahui tentang penatalaksanaan bayi dengan Atresia Ani
j. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi
dengan Atresia Ani
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata,
meliputi anus rectum atau keduanya (Betz, 2002).
Atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan
bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.
Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun
tidak berhubungan langsung dengan rectum (Purwanto, 2001).
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Wong, 2003).
Jadi dapat disimpulkan bahwa atresia ani adalah kelainan kongenital anus
dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses.
2.3 ETIOLOGI
Menurut penelitian beberapa ahli, masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif
yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini
mempunyai peluang sekitar 25% untuk menurunkan pada anaknya saat kehamilan. 30%
anak yang mempunyai sindrom genetik, kelainan kromosom atau kelainan kongenital lain
juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rektum terjadi karena
gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai
dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.
Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena:
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur
b. Gangguan organogenesis dalam kandungan
c. Berkaitan dengan sindrom down.
d. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
e. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus,
rektum bagian distal, serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam usia kehamilan.
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah
komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa resiko malformasi meningkat
pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1 dalam 100
kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian
juga menunjukkan adanya hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan
trisomi 21 (Down's Syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari
bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan malformasi anorektal atau dengan
kata lain etiologi malformasi anorektal bersifat multigenik (Levitt M, 2007).
Gejala yang menunjukkan atresia ani dapat terjadi dalam waktu 24-48 jam, gejala
tersebut dapat berupa antara lain:
Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
Tidak adanya lubang anus.
Perut kembung atau pembesaran abdomen.
Distensi bertahap dan adanya tanda tanda obstruksi usus (bila tidak adanya
fistula)
Pada pemeriksaan rectal toucher terdapat adanya membran anal.
Adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi, 2001).
Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektavaginal (dengan gejala bila
bayi buang air besar feses keluar dari vagina) dan jarang rektoperineal.
Gejala lain yang nampak adalah adanya pembuluh darah di kulit abdomen
yang terlihat menonjol (Adele,1996).
Bayi muntah muntah pada usia 24 48 jam setelah lahir juga merupakan
salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna
hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan
mekonium.
2.5 KLASIFIKASI
Secara fungsional, atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu :
a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi
perempuan dengan fistula rektovagina atau rectofourchette yang relatif besar,
dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan
dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar
feses. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah
segera.
Menurut Amin & Hardhi (2013), klasifikasi atresia ani dibagi atas 3 bagian, yaitu:
a. Anomali bawah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis. Terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal
dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi.
Ujung rektum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit
perineum lebih dari 1 cm.
2.6 PATOFISIOLOGI
Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur
anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi
atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7
dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan
dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus
besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal
mengalami obstruksi.
Beberapa patofisiologi atresia ani dari beberapa etiologinya:
a. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari
tonjolan embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
d. Berkaitan dengan Sindrom Down.
e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan yang terdapat 3 macam letak :
Tinggi (supralevator) rektum berakhir di atas M. Levator ani (M.
puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit
perineum < 1 cm. Letak supralevator biasanya disertai dengan fistel ke
saluran kencing atau saluran genital.
Intermediete rektum terletak pada M. Levator ani tapi tidak
menembusnya.
Rendah rektum berakhir di bawah M. Levator ani sehingga jarak antara
kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm. Pada perempuan 90% dengan
fistula vagina atau perineum dan pada laki-laki umumnya lebih tinggi, bila
ada fistula ke traktus urinarius.
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
a. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorpsi
sehingga terjadi asidosis hiperchloremia (kekurangan bikarbonat yang direabsorpsi di
tubulus ginjal), sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan
infeksi berulang.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang misalnya stenosis (akibat konstriksi jaringan perut
dianastomosis) dan eversi mukosa anal.
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuhan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
(Ngastiyah, 1997 : 248)
a. Pencegahan
Penanganan secara preventif antara lain:
Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk
berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang
dapat menyebabkan atresia ani.
Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam
jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini
dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-
parunya.
Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari
konstipasi.
b. Penatalaksanaan secara umum
Pada kelainan anorektal letak rendah, penderita laki-laki dilakukan
anoplasti perineal dengan prosedur V-Y plasti, sedang untuk wanita
dilakukan cut back atau prosedur V-Y seperti laki-laki. Bila fistula
cukup adekuat maka tindakan anoplasti dapat ditunda menurut keinginan
(Bisset 1977 ; Filston 1986 ; Spitz 1990).
Pada kelainan anorektal letak tinggi atau intermediet, setelah diagnosis
ditegakkan, segera dilakukan kolostomi selanjutnya dibuatkan lopogram
untuk mengetahui macam fistula.
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan
lubang biasa sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka.
Kemudian dilakukan anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen
(prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12
bulan.
Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk
berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah
berat badan dan bertambah baik status nutrisinya.
Gangguan ringan di atas dapat diatasi dengan menarik kantong rektal
melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada kelainan
harus ditutup.
Kelainan membranosa dapat diatasi dengan tindakan pembedahan yang
minimal. Membran tersebut dilubangi dengan skapel.
Tutup kolostomi
Anak dipuasakan dulu beberapa hari setelah operasi tutup kolostomi.
Sementara usus dalam proses penyembuhan. Beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui rektum. Pertama, BAB akan
sering dan tidak terkendali. Ruam karena diapers dan iritasi kulit dapat
menjadi masalah. Dalam beberpa minggu setelah operasi, BAB
berkurang frekuensinya dan agak padat serta sering menyebabkan
konstipasi.
Toilet training segera dimulai saat anak berusia antara 2-3 tahun.
Bagaimanapun, anak-anak dengan malformasi anorektal yang telah
diperbaiki, dapat lebih lambat control BAB nya. Beberapa anak mungkin
tidak dapat mengontrol BAB dengan baik, sedang lainnya mungkin
mengalami konstipasi yang kronik, tergantung dari tipe malformasi dan
perbaikan yang telah dilakukan.
Anak-anak dengan malformasi membran pada anal dan sempitnya
lubang anal biasanya mempunyai control yang baik dalan BAB setelah
perbaikan. Anak-anak dengan variasi malformasi anorektal yang lebih
kompleks membutuhkan program Bowel Management untuk
membantu mengontrol dan mencegah konstipasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Bayi S lahir di Rumah Sakit Kasih Ibu dengan kelainan bawaan yang ditandai dengan
adanya celah pada bibir atas dan tidak terdapatnya lubang anus. Pihak Rumah Sakit
menyarankan keluarga klien untuk dilakukan operasi Labioplasti dan pembuatan
lubang anus.
3.1 PENGKAJIAN
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 Data Subyektif : - Atresi ani Ketidakseimbangan
Data Obyektif:
Nutrisi: Kurang Dari
- Tidak terdapat lubang anus Obstruksi
- Membran mukosa pucat Kebutuhan Tubuh
Fecal menumpuk ke atas
Distensi abdomen
stimulasi peristaltik usus
Pergerakan makanan lambat
Rasa penuh di perut
produksi HCl
Anoreksia, mual, muntah
2 Data Subyektif: Abnormalitas sfingter rektal Konstipasi
Ibu mengatakan bayi belum
Saluran pengeluaran feses tidak
BAB sejak dilahirkan .
Data Obyektif: ada/menyempit (Faktor Mekanis)
- Bayi tidak memiliki anus
- Terdapat striktur anal rektal
Tidak dapat mengeluarkan feses
3 Data Subyektif: - Anatomi bibir tidak sempurna Resiko Aspirasi
Data Obyektif:
Terdapat cleftlip/labiopatoskizis Terdapat celah pada bibir atas
sampai palatum
Tidak terdapat sekat antara rongga
mulut dan hidung
Gangguan menelan
Cairan atau makanan bisa masuk
ke saluran napas
4 Data Subyektif: Atresia ani Ansietas
- Orang tua bayi
Prosedur operasi
menanyakan,Bagaimana
kondisi bayi kami dan apakah Kurang pengetahuan tentang
bisa diobati? prosedur operasi dan prognosis
- Orang tua bayi mengatakan,
Keluarga bertanya-tanya dan
Kami tidak berdaya dengan
tampak khawatir
kondisi bayi kami
Data Obyektif:
Krisis situasional
- Orang tua bayi tampak
gelisah.
- Tampak bingung dan khawatir
- Iritabilitas
bingung, khawatir dan iritabilitas. Kriteria hasil: o Dorong orang tua bayi untuk mengungkapkan perasaan,
o Orang tua bayi mampu mengidentifikasi dan ketakutan, persepsi.
Definisi: Perasaan tidak nyaman atau
mengungkapkan gejala cemas o Bantu orang tua bayi mengenal situasi yang menimbulkan
kekhawatiran yang samar disertai respon
o Orang tua bayi tampak tenang kecemasan.
autonom (sumber sering kali tidak spesifik
o Orang tua bayi mampu menggunakan strategi o Instruksikan orang tua bayi menggunakan teknik relaksasi.
atau tidak diketahui oleh individu); perasaan
koping efektif sesuai krisis situasi yang dialami o Beri informasi tentang diagnosis, penanganan dan
takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
o Orang tua bayi dapat mencari informasi untuk prognosis penyakit/kondisi yang dialami pada orang tua
bahaya. Hal ini merupakan isyarat
mengurangi kecemasan bayi
kewaspadaan yang memperingatkan individu
o Orang tua bayi dapat mengungkapkan Teaching: Preoperative
akan adanya bahaya dan memampukan
penerimaannya terhadap situasi yang sedang o Beri informasi tentang jadwal dan lokasi akan dilakukan
individu untuk bertindak menghadapi
dihadapi operasi.
ancaman.
o Beri informasi tentang berapa lama operasi berlangsung.
o Beri waktu pada orang tua bayi untuk bertanya dan
berdiskusi tentang prosedur operasi.
o Jelaskan secara singkat dan tepat prosedur preoperasi
(anastesi, puasa, persiapan saluran cerna, pemeriksaan
laboratorium, terapi IV, pakaian, area tunggu, transportasi
ke kamar operasi).
o Jelaskan medikasi preoperatif, efek yang akan terjadi dan
rasional pemberian.
o Kenalkan orang tua bayi dengan staf yang akan terlibat di
dalam operasi secara tepat.
o Jelaskan secara singkat dan tepat prosedur postoperasi
dan tujuan dilakukan (medikasi, penagangan respirasi,
pakaian operasi, ambulasi, kunjungan keluarga).
o Jelaskan pada orang tua bayi tentang harapan dilakukan
operasi.
3.4 PENDIDIKAN KESEHATAN
4.1 KESIMPULAN
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Wong, 2003). Atresia ditandai dengan adanya muntah-muntah pada bayi
pada 24-48 jam setelah lahir dan tida terdapat defekasi mekonium (Ngastiyah, 2005).
Atresia ini pada dasarnya diklasifikasikan dalam 3 bagian, yaitu anomali tinggi,
anomali intermediet dan anomali rendah.
Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur,
gangguan organogenesis dalam kandungan, berkaitan dengan sindrom down,
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan dan
adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus,
rektum bagian distal, serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat
sampai keenam usia kehamilan.
Penanganan paling utama dari masalah atresia ani ini adalah pembedahan baik
itu dengan anioplasti, pembuatan kolostomi sementara maupun permanen. Oleh
karena itu, dalam hal ini, perawat memiliki peran dalam mempersiapkan klien dan
keluarga untuk menjalani proses pembedahan ini mulai dari preoperasi, intraoperasi
hingga pada postoperasinya.
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis & Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid I.
Yogyakarta: MedAction Publishing
Betz, Cealy L. & Sowden, Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi ke-3. Jakarta : EGC
Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari
Ed. 25. Jakarta: EGC
Nelson. (2000). Buku Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 vol. 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Price, S.A & Wilson, L. M,. (2013). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses proses
Penyakit. Edisi 6, Volume 2. Jakarta: EGC
TUGAS
SISTEM PENCERNAAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN
CLEFT LIP DAN ATRESIA ANI
OLEH
KELOMPOK I
Malformasi
kongenital
ATRESIA ANI
Lampiran 2: LANJUTAN PATHWAY ATRESIA ANI
ATRESIA ANI
Fecal menumpuk
Striktur Feses masuk ke uretra
Kurang ke atas
anarektal pengetahuan
tentang tindakan Proses
operasi Distensi abdomen perandangan Mikroorganisme masuk
Saluran ke saluran kemih
pembuangan
feses tidak Ansietas
ada/menyempit Pengeluaran Resiko Dysuria Nyeri Akut
interleukin 1 Infeksi
Ketidakmampuan
Gangguan Eliminasi
mengeluarkan Mendorong Pergerakan makanan lambat Peningkatan suhu Urine
feses diafragma tubuh
Kebutuhan O2
inadekuat Anoreksia, mual,
muntah
Ketidakefektifan Pola
Napas Sesak napas
Ketidakseimbangan Kekurangan Volume Nausea
Nutrisi: Kurang dari Cairan
Kebutuhan Tubuh
Lampiran 3: LANJUTAN PATHWAY ATRESIA ANI
Operasi