You are on page 1of 25

TUGAS MANDIRI

TELINGA BERDENGING

Oleh :
NAILI NUR SAADAH N
G 99151051

Pembimbing :
dr. Antonius Christanto, Sp.THT-KL, M. Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN KEPALA LEHER (THT-KL)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
Keluhan utama yang membuat pasien datang ke klinik THT

1. TELINGA
Keluhan utama pada telinga berupa :
1. Gangguan pendengaran/pekak (Tuli)
2. Suara berdenging/berdengung (tinitus)
3. Rasa pusing yang berputar (vertigo)
4. Rasa nyeri dalam telinga (otalgia)
5. Keluar cairan dari telinga (otore)

2. HIDUNG
Keluhan utama pada hidung berupa :
1. Sumbatan pada hidung
2. Sekret di hidung dan tenggorokan
3. Bersin
4. Rasa nyeri di daerah muka dan kepala
5. Perdarahan dari hidung
6. Gangguan penghidu

3. FARING DAN RONGGA MULUT


Keluhan utama kelainan di faring adalah :
1. Nyeri tenggorokan
2. Nyeri menelan (odinofagia)
3. Sulit menelan (disfagia)
4. Dahak di tenggorok
5. Rasa sumbatan di leher
4. HIPOFARING DAN LARING
Keluhan pasien dapat berupa :
1. Suara serak (Disfonia) atau tidak keluar sama sekali (afonia)
2. Batuk
3. Disfgaia
4. Rasa ada sesuatu di tenggorokan

TINITUS
Definisi
Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi
suara tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik
maupun listrik. Keluhan suara yang di dengar sangat bervariasi, dapat berupa
bunyi mendenging, menderu, mendesis, mengaum, atau berbagai macam
bunyi lainnya. Suara yang didengar dapat bersifat stabil atau berpulsasi.
Keluhan tinitus dapat dirasakan unilateral dan bilateral.
Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut
periodik jika serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik lebih
berbahaya dan mengganggu dibandingkan dengan yang berifat menetap. Hal
ini disebabkan karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat mensupresi bising
ini. Tinitus pada beberapa orang dapat sangat mengganggu kegiatan sehari-
harinya. Terkadang dapat menyebabkan timbulnya keinginan untuk bunuh
diri.
Tinitus dapat dibagi atas tinnitus objektif dan tinnitus subjektif. Dikatakan
tinnitus objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dan
dikatakan tinnitus subjektif jika tinnitus hanya dapat didengar oleh penderita.

Klasifikasi Tinitus
Tinitus terjadi akibat adanya kerusakan ataupun perubahan pada telinga
luar, tengah, telinga dalam ataupun dari luar telinga. Berdasarkan letak dari
sumber masalah, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus otik dan tinitus somatik.
Jika kelainan terjadi pada telinga atau saraf auditoris, kita sebut tinitus otik,
sedangkan kita sebut tinitus somatik jika kelainan terjadi di luar telinga dan
saraf tetapi masih di dalam area kepala atau leher.
Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus
objektif dan tinitus subjektif.
a. Tinitus Objektif
Tinitus objektif adalah tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh
pemeriksa dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya
bersifat vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau
kardiovaskuler di sekitar telinga.
Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular,
sehingga tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut
ini dapat dijumpai pada pasien dengan malformasi arteriovena, tumor
glomus jugular dan aneurisma. Tinitus objektif juga dapat dijumpai sebagai
suara klik yang berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular
dan karena kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus
palatal. Tuba Eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya tinitus
akibat hantaran suara dari nasofaring ke rongga tengah.
b. Tinitus Subjektif
Tinnitus objektif adalah tinnitus yang suaranya hanya dapat didengar
oleh penderita saja. Jenis ini sering sekali terjadi.tinitus subjektif bersifat
nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif dan perubahan degeneratif
traktus auditoris mulai sel-sel rambut getar sampai pusat pendengaran.
Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi kejadiannya.
Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi pendengaran dengan
intensitas yang rendah, sementara pada orang yang lain intensitas suaranya
mungkin lebih tinggi.
Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa, tinitus
dapat dibagi menjadi tinitus pulsatil dan tinitus nonpulsatil.
a. Tinitus Pulsatil
Tinitus pulsatil adalah tinitus yang suaranya bersamaan dengan suara
denyut jantung. Tinitus pulsatil jarang dimukan dalam praktek sehari-hari.
Tinitus pulsatil dapat terjadi akibat adanya kelainan dari vaskular ataupun
di luar vaskular. Kelaianan vaskular digambarkan dengan sebagai bising
mendesis yang sinkron dengan denyut nadi atau denyut jantung.
Sedangkan tinitus nonvaskular digambarkan sebagai bising klik, bising
goresan atau suara pernapasan dalam telinga. Pada kedua tipe tinitus ini
dapat kita ketahui dengan mendengarkannya menggunakan stetoskop.
b. Tinitus Nonpulsatil
Tinitus jenis ini bersifat menetap dan tidak terputuskan. Suara yang
dapat didengar oleh pasien bervariasi, mulai dari suara yang berdering,
berdenging, berdengung, berdesis, suara jangkrik, dan terkadang pasien
mendengarkan bising bergemuruh di dalam telinganya.
Biasanya tinitus ini lebih didengar pada ruangan yang sunyi dan
biasanya paling menganggu di malam hari sewaktu pasien tidur, selama
siang hari efek penutup kebisingan lingkungan dan aktivitas sehari-hari
dapat menyebabkan pasien tidak menyadari suara tersebut.

Etiologi
Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga dalam.
Terutama kerusakan dari koklea. Secara garis besar, penyebab tinitus dapat
berupa kelainan yang bersifat somatik, kerusakan N. Vestibulokoklearis, kelainan
vascular, tinitus karena obat-obatan, dan tinitus yang disebabkan oleh hal lainnya.
1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
a. Trauma kepala dan Leher
Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin akan
mengalami tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus karena cedera leher
adalah tinitus somatik yang paling umum terjadi. Trauma itu dapat berupa
Fraktur tengkorak, Whisplash injury.
b. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinitus di Amerika
berasal dari artritis sendi temporomandibular. Biasanya orang dengan artritis
TMJ akan mengalami tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ
mengakui bunyi yang di dengar adalah bunyi menciut. Tidak diketahui
secara pasti hubungan antara artritis TMJ dengan terjadinya tinitus.
2. Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis
Tinitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di saraf yang
menghubungkan antara telinga dalam dan kortex serebri bagian pusat
pendengaran. Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan
dari n. Vestibulokoklearis, diantaranya infeksi virus pada n.VIII, tumor yang
mengenai n.VIII, dan Microvascular compression syndrome (MCV). MCV
dikenal juga dengan vestibular paroxysmal. MCV menyebabkan kerusakan
n.VIII karena adanya kompresi dari pembuluh darah. Tapi hal ini sangat jarang
terjadi.
3. Tinitus karena kelainan vaskular
Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang pulsatil. Akan
didengar bunyi yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung. Kelainan
vaskular yang dapat menyebabkan tinitus diantaranya:
a. Atherosklerosis
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk-bentuk
deposit lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga tengah kehilangan
sebagian elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan aliran darah menjadi semakin
sulit dan kadang-kadang mengalami turbulensi sehingga memudahkan
telinga untuk mendeteksi iramanya.
b. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada
pembuluh darah koklea terminal.
c. Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara
koneksi arteri dan vena dapat menimbulkan tinitus.
d. Tumor pembuluh darah
Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga
dapat menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor karotis dan tumor
glomus jugulare dengan ciri khasnya yaitu tinitus dengan nada rendah yang
berpulsasi tanpa adanya gangguan pendengaran. Ini merupakan gejala yang
penting pada tumor glomus jugulare.
4. Tinitus karena kelainan metabolik
Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinitus. Seperti keadaan
hipertiroid dan anemia (keadaan dimana viskositas darah sangat rendah) dapat
meningkatkan aliran darah dan terjadi turbulensi. Sehingga memudahkan
telinga untuk mendeteksi irama, atau yang kita kenal dengan tinitus pulsatil.
Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan tinitus adalah
defisiensi vitamin B12, begitu juga dengan kehamilan dan keadaan
hiperlipidemia.
5. Tinitus akibat kelainan neurologis
Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. multiple
sclerosis adalah proses inflamasi kronik dan demyelinisasi yang
mempengaruhi system saraf pusat. Multiple sclerosis dapat menimbulkan
berbagai macam gejala, di antaranya kelemahan otot, indra penglihatan yang
terganggu, perubahan pada sensasi, kesulitan koordinasi dan bicara, depresi,
gangguan kognitif, gangguan keseimbangan dan nyeri, dan pada telinga akan
timbul gejala tinitus.
6. Tinitus akibat kelainan psikogenik
Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus yang bersifat
sementara. Tinitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya hilang. Depresi,
anxietas dan stress adalah keadaan psikogenik yang memungkinkan tinitus
untuk muncul.
7. Tinitus akibat obat-obatan
Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya adalah obat-obatan
yang bersifat ototoksik. Diantaranya :
a. Analgetik, seperti aspirin dan AINS lainnya
b. Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid (mycin), kloramfenikol,
tetrasiklin,
aminosiklin.
c. Obat-obatan kemoterapi, seperti Belomisisn, Cisplatin, Mechlorethamine,
methotrexate, vinkristin
d. Diuretik, seperti Bumatenide, Ethacrynic acid, Furosemide
e. lain-lain, seperti Kloroquin, quinine, Merkuri, Timah
8. Tinitus akibat gangguan mekanik
Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus objektif, misalnya
pada tuba eustachius yang terbuka sehingga ketika kita bernafas akan
menggerakkan membran timpani dan menjadi tinitus. Kejang klonus muskulus
tensor timpani dan muskulus stapedius serta otot-otot palatum juga akan
menimbulkan tinitus.
9. Tinitus akibat gangguan konduksi
Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan oedem),
serumen impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga dapat
menyebabkan tinitus. Biasanya suara tinitusnya bersifat suara dengan nada
rendah.
10. Tinitus akibat sebab lainnya
a. Tuli akibat bising
Disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka
waktu yang cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan
kerja. Umumnya terjadi pada kedua telinga. Terutama bila intensitas bising
melebihi 85db, dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran
korti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat korti
untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz sampai dengan 6000Hz.
Yang terberat kerusakan alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi
4000Hz.
b. Presbikusis
Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun,
simetris kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada frekuensi 1000Hz atau
lebih. Umumnya merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga
berhubungan dengan faktor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme,
aterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor.
Menurunnya fungsi pendengaran berangsur dan kumulatif. Progresivitas
penurunan pendengaran lebih cepat pada laki-laki disbanding perempuan.
c. Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli sensorineural.
Etiologi dari penyakit ini adalah karena adanya hidrops endolimf, yaitu
penambahan volume endolimfa, karena gangguan biokimia cairan
endolimfa dan gangguan klinik pada membrane labirin
Patofisiologi
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang menimbulkan
perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi
eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls
abnormal di dalam tubuh pasien sendiri. Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan
oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas.
Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada tinggi seperti
berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi
karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi,
biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi
dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsatil).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi
pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media,
otosklerosis dan lain-lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa
gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus
jugulare.
Tinitus objektif sering ditimnbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya
seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis.
Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba
eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran timpani bergerak dan
terjadi tinitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-
otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di
telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid body tumor), maka suara aliran
darah akan mengakibatkan tinitus juga.
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-streptomisin,
garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus
atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti penyakit meniere
dapat terjadi tinitus pada nada rendah atau tinggi, sehingga terdengar bergemuruh
atau berdengung. Gangguan ini disertai dengan vertigo dan tuli sensorineural.
Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres akibat
gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi,
hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan tersebut
akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali.

Diagram penanganan pasien dengan keluhan tinnitus


Untuk mendiagnosis pasien dengan tinitus, diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang baik.
a. Anamnesis
Anamnesis adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan diagnosis
tinitus. Dalam anamnesis banyak sekali hal yang perlu ditanyakan,
diantaranya:
- Kualitas dan kuantitas tinitus
- Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua telinga
- Sifat bunyi yang di dengar, apakah mendenging, mendengung, menderu,
ataupun mendesis dan bunyi lainnya.
- Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau malam
hari
- Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan pendengaran
serta gangguan neurologik lainnya.
- Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam satu
menit
dan setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang patologik, tetapi
jika tinitus berlangsung selama 5 menit, serangan ini bias dianggap
patologik.
- Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan
dengan
sifat ototoksik
- Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi
- Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik
- Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga
Umur dan jenis kelamin juga dapat memberikan kejelasan dalam
mendiagnosis pasien dengan tinitus. Tinitus karena kelainan vaskuler sering
terjadi pada wanita muda, sedangkan pasien dengan myoklonus palatal sering
terjadi pada usia muda yang dihubungkan dengan kelainan neurologi.
Pada tinitus subjektif unilateral perlu dicurigai adanya kemungkinan neuroma
akustik atau trauma kepala, sedangkan bilateral kemungkinan intoksikasi obat,
presbikusis, trauma bising dan penyakit sistemik. Jika pasien susah untuk
mendeskripsikan apakah tinitus berasal dari telinga kanan atau telinga kiri, hanya
mengatakan di tengah kepala, kemungkinan besar terjadi kelainan patologis di
saraf pusat, misalnya serebrovaskuler, siringomelia dan sklerosis multipel.
Kelainan patologis pada putaran basal koklea, saraf pendengar perifer dan
sentral pada umumnya bernada tinggi (mendenging). Tinitus yang bernada rendah
seperti gemuruh ombak adalah ciri khas penyakit telinga koklear (hidrop
endolimfatikus).

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinitus dimulai dari pemeriksaan


auskultasi dengan menggunakan stetoskop pada kedua telinga pasien. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah tinitus yang didengar pasien
bersifat subjektif atau objektif. Jika suara tinnitus juga dapat didengar oleh
pemeriksa, artinya bersifat subjektif, maka harus ditentukan sifat dari suara
tersebut. Jika suara yang didengar serasi dengan pernapasan, maka
kemungkinan besar tinitus terjadi karena tuba eustachius yang paten. Jika suara
yang di dengar sesuai dengan denyut nadi dan detak jantung, maka
kemungkinan besar tinnitus timbul karena aneurisma, tumor vaskular, vascular
malformation, dan venous hum. Jika suara yang di dengar bersifat kontinue, maka
kemungkinan tinitus terjadi karena venous hum atau emisi akustik yang
terganggu.
Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar oleh
pemeriksa saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan
audiometri. Hasilnya dapat beragam, di antaranya:

- Normal, tinitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.


- Tuli konduktif, tinitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis ataupun
otitis kronik.
- Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA (Brainstem
Evoked Response Audiometri).
Hasil tes BERA, bisa normal ataupun abnormal. Jika normal, maka tinitus
mungkin disebabkan karena terpajan bising, intoksikasi obat ototoksik, labirinitis,
meniere, fistula perilimfe atau presbikusis. Jika hasil tes BERA abnormal, maka
tinitus disebabkan karena neuroma akustik, tumor atau kompresi vaskular.
Jika tidak ada kesimpulan dari rentetan pemeriksaan fisik dan penunjang di
atas, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan ataupun MRI.
Dengan pemeriksaan tersebut, pemeriksa dapat menilai ada tidaknya kelainan
pada saraf pusat. Kelainannya dapat berupa multipel sklerosis, infark dan tumor.
Berikut adalah algoritma untuk pendekatan diagnosis dengan keluhan
utama tinnitus:

A
B Differential diagnosis penyakit dengan keluhan tinnitus

Presbikusis Obat Meniere Otoskle


Ototoksik Syndrome

Umur >60 tahun Semua umur Dekade ke 5 11-45 tah

Penurunan Berkurang Berkurang secara Timbul saat Berkuran


Pendengaran secara cepat/perlahan serangan secara pr
progresif datang
(perlahan- (intermiten,
lahan) mendadak)

Gejala utama Tuli, tinnitus, Tinitus, tuli, Trias: vertigo, Tuli, tinn
vertigo vertigo tinnitus, tuli vertigo

Letak Bilateral Unilateral/bilater Unilateral/bila Bilateral


Kelainan al teral

Penyebab Proses Toksisitas Hidrops Kelainan


degenerasi endolimfe stapes
pada koklea
dan
vestibulum

Jenis Tuli Tuli Tuli Tuli Tuli Kon


Sensorineural Sensorineural Sensorineural

PENATALAKSANAAN DAN MEKANISMENYA


Medikamentosa terapi Tinitus
1. Antiansietas

Alprazolam merupakan salah satu dari golongan obat


Benzodiazepine atau disebut juga Minor Transquillizer dimana golongan
ini merupakan obat yang paling umum digunakan sebagai anti
ansietas. Alprazolam merupakan obat anti ansietas yang efektif digunakan
untuk mengurangi rangsangan abnormal pada otak, menghambat
neurotransmitter asam gama-aminobutirat (GABA) dalam otak sehingga
menyebabkan efek penenang. Mekanisme Kerja Alprazolam yaitu
berikatan dengan reseptor benzodiasepin pada saraf post sinap GABA di
beberapa tempat di SSP, termasuk sistem limbik dan formattio retikuler.
Peningkatan efek inhibisi GABA menimbulkan peningkatan permiabilitas
terhadap ion klorida yang menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi dan
stabilisasi.

Indikasi:
Antiansietas termasuk neurosis ansietas, gejala-gejala ansietas
Antidepresi termasuk ansietas yang berkaitan dengan depresi
Antipanik termasuk penyakit-penyakit atau gangguan panik dengan
atau tanpa agoraphobia

Kontraindikasi : Penderita yang hipersensitif terhadap benzodiazepin,


penderita glaukoma sudut sempit akut, penderita insufisiensi pulmonari
akut

Dosis:
Ansietas : 0,25 0,5 mg 3 kali sehari. Max 4 mg sehari dalam
dosis terbagi.
Gangguan panik : 0,5 1,0 mg diberikan pada malam hari atau 0,5
mg 3 kali sehari.
Untuk pasien usia lanjut, debil dan gangguan fungsi hati berat :
0,25 mg 2-3 kali sehari.
Jika perlu, dosis dapat ditingkatkan secara bertahap.

ESO yang ditimbulkan pada SSP : depresi, mengantuk, disartria


(gangguan berbicara), lelah, sakit kepala, hiperresponsif, kepala terasa
ringan, gangguan ingatan, sedasi; Metabolisme-endokrin : penurunan
libido, gangguan menstruasi; Saluran cerna : peningkatan atau penurunan
selera makan, penurunan salivasi, penurunan/peningkatan berat badan,
mulut kering (xerostomia).

2. Betahistine
Betahistin merupakan golongan analog histamine, agonis reseptor
H1. Betahistine bekerja secara langsung berikatan dengan reseptor
histamin yang terletak pada dinding aliran darah, termasuk didalam
telinga. Dengan mengaktifkan reseptor ini dapat menyebabkan
vasokonstriksi. Dengan peningkatan sirkulasi darah, mengurangi tekanan
di telinga. Obat ini membantu menghilangkan tekanan didalam telinga dan
mengurangi frekuensi dan keparahan serangan mual dan pusing.
Betahistine juga mengurangi bunyi mendenging di telinga (tinitus) dan
membantu fungsi pendengaran menjadi normal. fek samping Betahistin
ialah gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali rash di kulit.
BETAHISTIN MESYLATE (MERISLON)
Dapat diberikan dengan dosis 6 mg (1 tablet) 12 mg, 3 kali sehari
per oral.

3. Antidepresan
Amitriptilin merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptilin bekerja dengan
menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak. Amitriptilin
mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin tersier sehingga lebih resposif
terhadap depresi akibat kekurangan serotonin. Senyawa ini juga
mempunyaiaktivitas sedatif dan antikolinergik yang cukup kuat.
Indikasi:
Pasien dengan gejala-gejala utama depresi terutama bila berkaitan dengan
kecemasan, tegang, atau kegelisahan. Depresi neurotic.
Kontraindikasi:
- Jangan diberikan pada penderita skizofrenia
- Penderita dengan riwayat aritmia, infark jantung, kelainan jantung
bawaan
- Penderita yang peka terhadap antidepresan trisiklik

4. Sedatif
1) Diazepam
Indikasi : hipnotika dan sedative, anti konvulsi, relaksasi,
relaksasi otot dan anti ansietas (obat epilepsi)
Indikasi
Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang
timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat
diinginkan untuk gemeteran, kegilaan dan dapat menyerang secara
tiba-tiba. Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol.
diazepam juga dapat digunakan untuk kejang otot, kejang otot
merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakan sebagai obat
penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.
Dosis yang diberikan dimulai dari 4mg / hari hingga maksimum
60mg/hari.
Kontraindikasi
1.Hipersensitivitas
2.Sensitivitas silang dengan benzodiazepin lain
3.Pasien koma
4.Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya
5.Nyeri berat tak terkendali
6.Glaukoma sudut sempit
7.Kehamilan atau laktasi
8.Diketahui intoleran terhadap alkohol atau glikol propilena
(hanya injeksi)
2) Nitrazepam
Indikasi : seperti indikasi diazepam
Efek samping : pada pengguanaan lama terjadi kumulasi dengan
efek sisa (hang over ), gangguan koordinasi dan melantur.
3) Flunitrazepam
Indikasi : hipnotik, sedatif, anestetik premedikasi operasi.
Efek samping : amnesia (hilang ingatan )
4) Kloral hidrat
Indikasi : hipnotika dan sedative
Efek samping: merusak mukosa lambung usus dan ketagihan
5) Luminal
Indikasi : sedative, epilepsy, tetanus, dan keracunan strikhnin.

5. Kortikosteroid

Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate


yang termasuk kategori adrenokortikoid, antiinflamasi dan
imunosupresan.

Adrenokortikoid:

Sebagai adrenokortikoid, metilprednisolon berdifusi melewati membran


dan membentuk komplek dengan reseptor sitoplasmik spesifik. Komplek
tersebut kemudian memasuki inti sel, berikatan dengan DNA, dan
menstimulasi rekaman messenger RNA (mRNA) dan selanjutnya sintesis
protein dari berbagai enzim akan bertanggung jawab pada efek sistemik
adrenokortikoid. Bagaimanapun, obat ini dapat menekan
perekaman mRNA di beberapa sel (contohnya: limfosit).

Efek Glukokortikoid:
Anti-inflamasi (steroidal)

Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap


proses inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa
dipengaruhi penyebabnya.

Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag


dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat
fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan
beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme yang pasti
belum diketahui secara lengkap, kemungkinan efeknya melalui blokade
faktor penghambat makrofag (MIF), menghambat lokalisasi makrofag:
reduksi atau dilatasi permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan
mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler, menghambat
pembentukan edema dan migrasi leukosit; dan meningkatkan sintesis
lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2-mediasi
pelepasan asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan
selanjutnya terhadap sintesis asam arakhidonat-mediator inflamasi derivat
(prostaglandin, tromboksan dan leukotrien). Kerja immunosupresan juga
dapat mempengaruhi efek antiinflamasi.

Immunosupresan

Mekanisme kerja immunosupresan belum dimengerti secara lengkap


tetapi kemungkinan dengan pencegahan atau penekanan sel mediasi
(hipersensitivitas tertunda) reaksi imun seperti halnya tindakan yang lebih
spesifik yang mempengaruhi respon imun, Glukokortikoid mengurangi
konsentrasi limfosit timus (T-limfosit), monosit, dan eosinofil.
Metilprednisolon juga menurunkan ikatan immunoglobulin ke reseptor
permukaan sel dan menghambat sintesis dan atau pelepasan interleukin,
sehingga T-limfosit blastogenesis menurun dan mengurangi perluasan
respon immun primer. Glukokortikoid juga dapat menurunkan lintasan
kompleks immun melalui dasar membran, konsentrasi komponen
pelengkap dan immunoglobulin.

Dosis bentuk oral 4 mg dan parenteral 20, 40 mg atau dosis awal 4-48mg.

Efek samping berikut adalah tipikal untuk semua kortikosteroid sistemik.


Hal-hal yang tercantum di bawah ini tidaklah menunjukkan bahwa
kejadian yang spesifik telah diteliti dengan menggunakan formula khusus.
Gangguan pada cairan dan elektrolit : Retensi sodium, retensi
cairan, gagal jantung kongestif, kehilangan kalium pada pasien
yang rentan, hipokalemia alkalosis, hipertensi.
Jaringan otot : steroid miopati, lemah otot, osteoporosis, nekrosis
aseptik, keretakan tulang belakang, keretakan pathologi.
Saluran pencernaan : ulserasi peptik dengan kemungkinan
perforasi dan perdarahan, pankretitis, ulserasi esofagitis, perforasi
pada perut, perdarahan gastrik, kembung perut. Peningkatan
Alanin Transaminase (ALT, SGPT), Aspartat Transaminase (AST,
SGOT), dan Alkaline Phosphatase telah diteliti pada pengobatan
dengan kortikosteroid. Perubahan ini biasanya kecil, tidak
berhubungan dengan gejala klinis lain, bersifat reversibel apabila
pemberian obat dihentikan.
Dermatologi : mengganggu penyembuhan luka, menipiskan kulit
yang rentan, petechiae, ecchymosis, eritema pada wajah, banyak
keringat.
Metabolisme : Keseimbangan nitrogen yang negatif sehubungan
dengan katabolisme protein. Urtikaria dan reaksi alergi lainnya,
reaksi anafilaktik dan reaksi hipersensitif. dilaporkan pernah
terjadi pada pemberian oral maupun parenteral.
Neurologi : Peningkatan tekanan intrakranial, perubahan fisik,
pseudotumor cerebri, dan epilepsi.
Endokrin : Menstruasi yang tidak teratur, terjadinya keadaan
cushingoid, supresi pada pitutary-adrenal axis, penurunan
toleransi karbohidrat, timbulnya gejala diabetes mellitus laten,
peningkatan kebutuhan insulin atau hypoglikemia oral,
menyebabkan diabetes, menghambat pertumbuhan anak, tidak
adanya respon adrenokortikoid sekunder dan pituitary, khususnya
pada saat stress atau trauma, dan sakit karena operasi.
Mata : Katarak posterior subkapsular, peningkatan tekanan
intrakranial, glaukoma dan eksophtalmus.
Sistem imun : Penutupan infeksi, infeksi laten menjadi aktif,
infeksi oportunistik, reaksi hipersensitif termasuk anafilaksis,
dapat menekan reaksi pada test kulit.

6. Ginkgo Biloba
Efek Farmakologi
Zat utama ginkgoflavono glikosida yang dikandung ginkgo adalah suatu
antioksidan kuat dengan sasaran jaringan otak untuk membantu kerja otak.
Meningkatkan aliran darah dengan mengurangi kekentalan darah dan
meningkatkan pembentukan eritrosit Menghambat faktor aktivasi
trombosit yang didominasi oleh ginkgolide B yang mengahasilkan
penghambatan agregasi platelet, aktivasi trombin, dan fibrinolysis. Ginkgo
biloba sebagai pengobatan profilaksis, antara lain: Stres yang melibatkan
kenaikan tingkat glukokortikoid, dan disfungsi memori
berikutnya,peningkatan kecemasan, imunitas menurun, gangguan saluran
pencernaan, infark miokard, atau efek seperti peningkatan kewaspadaan.
Karena suasana hati dan emosi yang berkaitan dengan stres, efek ekstrak
daun Ginkgo mungkin mengakibatkan meningkatkan mood, sehingga
mengakibatkan aktivitas antidepresan. Penurunan Ginkgolides A dan B
kapasitas pengikatan ligan, protein, dan ekspresi mRNA perifer
benzodiazepine reseptor (PBR) yang menyebabkan penurunan sintesis
kortikosteroid dan selanjutnya tingkat sirkulasi glukokortikoid.Memori
meningkatkan efek Ginkgo Ekstrak daun melalui pencegahan degenerasi
neuron dibahas di bagian sebelumnya pada pencegahan neurodegenerative
penyakit. Ginkgo biloba berfungsi untuk perbaikan simptomatik tinnitus.
Merk dagang ginkgo biloba adalah tebokan. Efek samping Tebokan sangat
jarang terjadi. Efek samping yang pernah dilaporkan antara lain radang
kulit, sulit buang air besar, gangguan perdarahan, mencret, pusing,
gangguan kesuburan, mual, muntah, dan kelelahan. Pada penderita vertigo
dan telinga berdenging, dosis yang digunakan sebanyak 120 160 mg per
hari.

Ginkgo biloba tidak terbukti efektif untuk pasien dengan keluhan utama
tinitus. Namun dalam suatu penelitian yang lain ginkgo biloba untuk
ekstrak terstandar terbukti berhasil dalam pengobatan tinitus.
DAFTAR PUSTAKA

Benson AG, Meyers AD. Tinnitus.


http://emedicine.medscape.com/article/856916-overview#aw2aab6b3.

Boetticher ,von A. Ginkgo biloba extract in the treatment of tinnitus: a


systematic review. Neuropsychiatric Disease and
Treatment 2011; 7(1): 441-44.

Collins RD. Algorithmic diagnosis of symptoms and signs: a cost-effective


approach. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott williams &Wilkins, 2003:
568-9

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi


Edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI.

Hain TC. Microvascular compression syndrome, Vestibular Paroxysmia, and


Quick Spins. http://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/unilat/microvascular .htm.

Hain TC. Tinitus Management. http://www.dizziness-and-


balance.com/disorders/hearing/pdfs/tinnitus%20management.pdf.

Hain TC. Tinnitus. http://www.dizziness-and-


balance.com/disorders/hearing/tinnitus.htm.

Hilton MP, Zimmermann EF, Hunt WT. Ginkgo biloba for tinnitus. Cochrane
Database of Systematic Reviews 2013, Issue 3.

Soepardi EA, Iskandar I, Bashiruddin J, Restuti RD. 2008. Buku Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.

Syartika L. Tinitus Telinga Berdenging. http://www.santosa-


hospital.com/document/tinnitus_drlisa_5_page_8.pdf.

Tinnitus and Deafness. http://www.wrongdiagnosis.com/w/wolframs_disease/


book-diseases-4a.htm. Diakses pada: 3 November 2014

You might also like