You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada umumnya Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya
menerima Simpanan, Giro, Tabungan dan Deposito. Kemudian Bank dikenal juga sebagai
tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya. Disamping
itu bank juga dikenal untuk menukar uang, atau menerima segala bentuk pembayaran
seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah dan sebagainya.

Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masayarakat serta memberikan
jasanya dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang. Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa ada tiga fungsi utama Bank yaitu:

Bank sebagai lembaga yang mungumpulkan dana dari masyarakat dalam


bentuk simpanan.
Bank sebagai lembaga yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk
kredit dan bentuk lainnya
Bank sebagai lembaga yang memperlancar transaksi perdagangan dan dan peradara
uang.
Penyusun mengambil tema makalah uang, bank dan percetakan uang karena ini
menarik untuk dipelajari khususnya di bidang ekonomi yang tidak akan lepas dari
istilah tersebut.

Sejalan dengan tugas pokok dan peran Bank Indonesia serta arahan umum kebijakan di
bidang perbankan yang telah disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia pada awal tahun
2010, selama tahun 2010 telah dilaksanakan berbagai kegiatan terkait dengan penelitian,
pengembangan, pengaturan dan pengawasan perbankan syariah. Pelaksanaan kebijakan
dibidang perbankan syariah selain mengacu kepada kebijakan umum dibidang perbankan
juga memperhatikan arahan dan kebijakan khusus terkait dengan perbankan syariah yang
merupakan sub-sektor perbankan yang masih perlu didorong agar dapat bertumbuh lebih
cepat agar peran dan konstribusinya dalam mencapai sasaran kebijakan dibidang
perbankan dan kebijakan Bank Indonesia secara umum dapat lebih besar.
Dalam tahun 2010, secara umum Bank Indonesia telah menetapkan sejumlah arah
kebijakan dibidang perbankan dengan pendekatan insentif dan disinsentif. Hal ini antara
lain mencakup peningkatan ketahanan sistem perbankan yang perlu ditempuh melalui
penguatan pengaturan, pemantapan sistem pengawasan bank, penataan kembali tingkat
kompetisi di industri perbankan Indonesia, serta pendalaman pasar keuangan. Selain itu
upaya untuk mendorong peningkatan intermediasi perbankan melalui penyempurnaan
peraturan dan penyediaan infrastruktur pendukung. Secara spesifik kebijakan untuk
perbankan syariah dalam tahun 2010 diarahkan untuk meningkatkan peran perbankan
syariah terhadap perekonomian nasional dan penguatan ketahanannya. Kebijakan untuk
perbankan syariah ini diupayakan dengan meningkatkan insentif untuk mendorong
peningkatan modal, memfasilitasi pengembangan unit usaha syariah dan anak
perusahaannya, serta memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan SDM perbankan syariah yang
kompeten.
Sejumlah kegiatan yang merupakan implementasi arah kebijakan tahun 2010 dibidang
perbankan syariah dilaksanakan oleh Bank Indonesia, khususnya Direktorat Perbankan
Syariah dengan mencakup berbagai kegiatan dalam bidang penelitian, pengaturan dan
pengembangan, perizinan, dan pengawasan perbankan syariah sebagaimana dijelaskan
secara ringkas pada bagian dibawah ini. Seluruh kegiatan tersebut dilakukan sebagai satu
kesatuan dalam upaya mengembangkan perbankan syariah yang efisien, prudent dan
sejalan dengan prinsip syariah.

Perkembangan kejahatan tidak terlepas dari perkembangan masyarakatnya itu sendiri.


Semula, hanya kejahatan konvensional yang dianggap sebagai kejahatan yang
sesungguhnya, namun dalam perkembangannya seiring dengan pertumbuhan korporasi
yang semakin pesat dalam bidang kegiatan ekonomi, muncul apa yang disebut dengan
kejahatan korporasi. Demikian juga, halnya dengan wacana tentang korban, dalam
perkembangannya pun, dikenal adanya korban kejahatan ekonomi di bidang
perbankansebagai akibat dari kejahatan yang dilakukan oleh bank (korporasi).

Mengkaji perlindungan korban, dasar filosofisnya sangat terkait dengan tujuan


diselenggarakannya Negara Republik Indonesia, yaitu sebagaimana dirumuskan dalam
Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4 : melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruhtumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum......

Ini berarti, negara turut bertanggung jawab dalam upaya mengangkat harkat dan martabat
manusia yang merupakan perwujudan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
Dalam konteks demikian, Hadjon menulis bahwa :Prinsip perlindungan hukum bagi
rakyat terhadap tindak pemerintahan bertumpu dan bersumber dari konsep tentang
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Hal itu, dapat ditelusuri
melalui sejarahnya di Barat, di mana lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan
dan peletakan kewajiban pada masyarakat dan pemerintah.1 Kaitannya dengan
perlindungan terhadap korban kejahatan ekonomi di bidang perbankan, pada dasarnya,
merupakan bagian dari perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia secara
keseluruhan(universal). Munculnya kecenderungan

B. Rumusan Masalah
Bagaimana prosedur atau system dalam perbankan ?

Mengetahui permasalahan-permasalahan dalam perbankan?

C. Tujuan penulisan
Agar kita dapat mengerti dan memahami tujuan dan fungsi dalam dunia perbankan untuk
lebih memahami permasalahan-permasalahan dalam perbankan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bank.
Bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke
masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.
Pengertian bank menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank ialah semua badan usaha yang bertujuan untuk menyediakan jasa-jasanya
jika terdapat permintaan atau penawaran akan kredit.
Pengertian bank pada awal di kenalnya adalah meja tempat menukar uang. Lalu
pengertian berkembang penyimpan uang dan seterusnya. Pengertian ini tidaklah salah,
karena pengertian pada saat itu sesuai dengan kegiatan bank pada saat itu. Namun
semakin modernnya perkembangnya dunia perbankan, maka pengertian bank pun
berubah pula.
Secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan
usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana
tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.

B. Pengertian Hukum Perbankan.


Pada dasarnya hukum perbankan menyangkut segala sesuatu yang berkaitan
dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta caradan
proses melaksanakan kegiatan usahanya, maka pada prinsipnya hukum perbankan
adalah keseluruhan norma-norma tertulis maupun norma-normatidak tertulis yang
mengatur tentang bank yang mencakup kelembagaan kegiatan usaha, serta cara dan
proses pelaksanaan kegiatan usahanya. Norma tertulis meliputi seluruh peraturan
perundang-undangan yangmengatur mengenai bank. Sedangkan norma-norma tidak
tertulis meliputihal-hal atau kebiasaan-kebiasaan yang timbul dalam praktek
perbankan.

C. Sejarah Hukum Perbankan.


Usaha perbankan dimulai dari zaman Babylonia, dilanjutkan kezaman Yunani
Kuno dan Romawi. Pada saat itu, kegiatan utama bank hanya sebagai tempat tukar
menukar uang. Selanjutnya, kegiatan bank berkembang menjadi tempat penitipan dan
peminjaman uang. Uang yangdisimpan oleh masyarakat, oleh bank dipinjamkan
kembali ke masyarakatyang membutuhkannya.Sementara itu, mengenai sejarah
perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda. Pada
saat itu terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting di Hindia Belanda
antaralain: De Javasche NV, De Post Paar Bank, De Algemenevolks CredietBank,
Nederland Handles Maatscappij (NHM), Nationale Handles Bank (NHB), dan De
Escompto Bank NV.Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik pribumi, Cina,Jepang,
dan Eropa lainnya. Bank-Bank tersebut antara lain: Bank NasionalIndonesia, Bank
Abuah Saudagar, NV Bank Boemi, The matsui Bank, TheBank of China, dan Batavia
Bank.

D. Pengaturan Perbankan di Indonesia


Pengaturan perbankan di Indonesia memiliki beberapa fungsi utama :
Pertama : Untuk tujuan moneter, pengaturan perbankan diarahkan untuk tujuan
moneter, ditujukan untuk mendorong stabilitas moneter di Indonesia. Hal ini
mengingat masih dominannya perbankan sebagai sumber pembiayaan investasi.
Kedua : Untuk tujuan pengawasan terhadap industri perbankan. Pengaturan perbankan
untuk tujuan pengawasan adalah dalam rangka menjaga keamanan dan kesehatan bank
maupun kesehatan system keuangan secara keseluruhan, melindungi nasabah, dan
menjaga stabilitas pasar uang serta mendorong system perbankan yang efisien dan
kompetitif.
Ketiga : untuk tujuan pembangunan. Pengaturan perbankan untuk tujuan pencapaian
program pembangunan diarahkan agar perbankan nasional dapat mengatasi masalah-
masalah ekonomi pada masa pembangunan.

E. Sumber-Sumber Hukum Perbankan


Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti formal
dan sumber hukum dalam arti materil. Sumber hukum dalam arti materil adalah
sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri dan itu tergantung dari sudut
mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi, sejarah,
teknologi, filsafat, dan lain sebagainya.Ahli-ahli perbankan cenderung menyatakan
bahwa kebutuhan-kebutuhan terhadap lembaga perbankan dalam suatu masyarakat
itulah yang menimbulkan isi hukum yang bersangkutan. Sumber hukum material baru
dapat diperhatikan jika dianggap perlu untuk diketahui asal-usul hukum. Sedangkan
sumber hukum formil adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-
undangan baik tertulis maupun tidak tertulis.

Sumber hukum tertulis :


1. Undang-undang No.7 Tahun 1992 Jo undang-undang No.10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan.
2. Undang-undang No.23 tahun 1999 JoUndang-undang No.3 Tahun 2004 Tentang
Bank indonesia.
3. Undang-undang No.24 Tahun 1999 Tentang Lalulintas Devisa dan sistem Nili
Tukar.
4. KUH Perdata (B.W) Buku II dan Buku Ke III.
5. KUHDagang (W.V.K)Khususnya Buku I tentang Surat-surat berharga.
6. Undang-undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Membayar Utang.
7. Undang-undang No. 5 Tahun 1962 Tentang Perusahaan Daerah.
8. Undang-Undang No. 25 tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
9. Undang-undang No. 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing
World Trade Organization.
10. Undang-undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
11. Undang-undang No. 8 Tentang Pasar Modal.
12. Undang-undang No.9 Tentang Usaha Kecil.
13. Undang-undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Besreta
benda-benda yang Berkaitan dengan tanah.

Sumber Hukum Tidak Tertulis


1. Yurisprudensi
2. Konvensi (Kebiasaan)
3. Doktrin (ilmu Pengetahuan)
4. Perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam kegiatan perbankan.

Sifat hukum perbankan kita bersifat hukum imperatif atau hukum


memaksa artinya bank dalam menjalankan usahanya harus tunduk dan patuh terhadap
rambu-rambu yang telahg diterapkan dalam undang-undang, apabila rambu perbankan
dilarang, Bank Indonesia berwenang menindak bank yang bersangkutan dengan
menjatuhkan sanksi administratiof seperti mencabut izin usahanya.
Walaupun demikian dalam rangka pengawasan intern, bank diperkenankan
membuat aturan internal (self regulation) dengan berpedoman kepada kebijakan umum
Bank Indonesia. Ketentuan internal ini dimaksudkan sebagai standar yang jelas dan
tegas dalam pengawasan internal bank, sehingga diharapkan dapat melaksanakan
kebijakannya sendiri dengan baik dan penuh tanggung jawab.

F. Masalah perbankan di indonesia


Masalah Perbankan Terus Menghantui Kasus kejahatan dan penyimpangan
perbankan dari hari ke hari semakin menghantui perekonomian Indonesia. Bila pihak
terkait, dalam hal ini pemerintah dan BI, tidak mampu menyelesaikan masalah ini
dengan cara pengawasan yang ketat, tentu akan berdampak pada kinerja sektor riil.
Oleh sebab itu, para penegak hukum harus menghukum berat pihak-pihak yang
melanggar UU Perbankan.
Tapi sayang, penanganan kasus perbankan dianggap kurang transparan sehingga
kasus-kasus yang sama sering terulang di berbagai bank. Selama ini, pengaduan
nasabah perbankan ke BPSK (Badan Pengaduan Penyelesaian Sengketa) terkesan
tertutup. Jika pun kasusnya ditangani pengadilan, sangat jarang dipublikasikan dan
tidak diketahui bagaimana proses dan apa hasilnya. Masalah-masalah Perbankan yang
Sering Diadukan Nasabah Sejauh ini, terdapat lima masalah yang sering diadukan
konsumen perbankan. Apa saja lima masalah tersebut? Masalah pertama adalah
seputar tingkat bunga yang dianggap berlebihan, ketidakadilan penetapan biaya atau
charge, dan penalti. Pengaduan kedua dan ketiga adalah iklan perbankan yang
dianggap menyesatkan serta sikap tidak sopan sekaligus tidak etis penagih utang.
Sementara itu, pengaduan berikutnya, yaitu keempat dan kelima adalah surat klausula
baku yang tak adil serta permasalahan ganti rugi.
Selain mengadu langsung ke pihak bank bersangkutan, para konsumen ini
mengadukan masalahnya ke berbagai lembaga lainnya. Lembaga-lembaga yang
dijadikan tempat aduan konsumen yaitu lembaga konsumen seperti YLKI, pengadilan,
biro mediasi perbankan, media massa dengan mengisi surat pembaca, Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dan lain sebagainya. Pengaduan-
pengaduan yang disampaikan oleh para konsumen ini dapat dijadikan sebagai
pembelajaran bagi konsumen lainnya yang
Memakailayanan serupa.
Selain itu, pengaduan ini pun dapat dijadikan masukan bagi para pelaku usaha
untuk segera meningkatkan kualitas produk serta layanannya. Jika pelaku-pelaku
usaha banyak memperoleh keluhan, hal ini memperlihatkan usahanya memiliki masa
depan cerah sebab masih ada banyak orang yang peduli. Sementara itu, bagi
pemerintah, pengaduan konsumen ini dapat dijadikan masukan untuk memperbaiki
penetapan kebijakan-kebijakan terkait.
Pengaduan Masalah Perbankan Meningkat Sampai semester pertama 2012, BI
(Bank Indonesia) sudah menerima pengaduan perbankan sebanyak 216.708 kasus.
Jumlah ini meningkat sebanyak 1417 kasus jika dibanding dengan tahun lalu di
periode yang sama. Ini artinya permasalahan perbankan menagalami peningkatan.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank
Indonesia mengatakan bahwa kasus yang paling mendominasi adalah kasus seputar
produk kartu kredit dan ATM.

Jumlahnya mencapai 96,31 persen dari jumlah total pengaduan. Meningkatnya


jumlah dispute atau pengaduan kartu kredit ini disebabkan oleh sejumlah faktor seperti
kartu yang tertelan lalu terdebet dan kartu nasabah hilang tetapi terjadi transaksi.
Untuk menurunkan jumlah kasus, pihak terkait, dalam hal ini Direktur Eksekutif
Kepala Departemen Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia, akan
memanggil pengawas bank bersangkutan untuk mengonfiormasi hal tersebut.
Sementara itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan, Bank Indonesia akan menelaah
besaran nilai yang disengketakan. Sebelumnya, Bank Indoenesia hanya bersedia
menangani nilai sengketa di bawah 500 juta rupiah.
Posisi Nasabah Dianggap Lemah dalam Masalah Perbankan Masih ingat kasus
Bank Century? Kasus Bank Century yang merugikan nasabahnya sekitar 6,7 triliun
rupiah sampai saat ini belum juga tuntas. Kasus yang sama pun terjadi di Provinsi
Jawa Tengah, yaitu di Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta. Seorang nasabah Bank
Jateng Syariah Cabang Surakartamengalami kerugian sekitar 6 miliar rupiah. Nasabah
ini mengatakan bahwa rekening tabungannya raib dibobol pegawai bank sebab surat
kuasa miliknya dipalsukan. Terkait dengan kasus ini, Bank Jateng pusat tak mengakui
secara hukum Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta ada di bawah naungannya.
Sebenarnya, nasabah yang merasa dirinya dirugikan oleh pihak bank bisa membuat
surat pengaduan lewat media. Jika pihak bank tidak dengan segera menindaklanjuti
pengaduan tersebut, akan berpengaruh terhadap reputasi bank yang bersangkutan.

Jika jumlah tabungan nasabah nilainya di bawah 500 juta rupiah, Bank Indonesia
bersedia melakukan mediasi. Tapi, untuk permasalahan nasabah yang jumlah
tabungannya lebih dari itu, Bank Indonesia tak bisa memediasi dan harus ditangani
oleh lembaga lain seperti pengadilan. Pihak nasabah dan pihak bank sebaiknya
menyelesaikan sengketanya terlebih dahulu. Tapi, bila nasabah merasa kurang puas,
pihak pengadilan akan menentukan kebenaran surat kuasa palsu tersebut. Dalam dunia
perbankan di Indonesia, pihak nasabah masih ditempatkan dalam posisi yang lemah.
Hal ini wajar karena klausul-klausul dalam industri perbankan Indonesia belum
memihak kepada nasabah sebagai penabung. Masalah Perbankan Muncul karena
Minimnya Edukasi Masyarakat Benarkah minimnya edukasi masyarakat tentang dunia
perbakan menjadi penyebab munculnya masalah dunia perbankan?
Ya, minimnya tingkat pengetahuan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan
atau perbankan menjadi penyebab menjamurnya permasalahan yang terjadi di dunia
perbankan. Oleh sebab itu, pemberian edukasi seputar perbankan kepada masyarakat
diharapkan akan menekan tejadinya krisis di sektor keuangan. Jika edukasi didorong
dan dilakukan secara intens, dispute atau pengaduan di perbankan akan berkurang.
Bahkan, pemahaman persoalan seputar keuangan akan membuat kegiatan layanan
keuangan menjadi lebih terbuka. Permasalahan di perbankan yang dialami oleh
masyarakat terjadi karena kurangnya edukasi. Bila distatistikkan, kelemahan ini
menjadi yang utama dan pertama. Tapi, dengan semakin meningkatnya pengetahuan
masyarakat seputar lembaga jasa keuangan, maka semakin membaik pula dunia
perbankan. Hal ini karena ruang pengaduan masyarakat atau dispute akan semakin
berkurang. Untuk meningkatkan edukasi masyarakat tentang dunia perbankan, OJK
(Otoritas Jasa Keuangan) akan membuat sejumlah program.
Bahkan, akan dibentuk pula dewan komisioner yang bertugas memimpin komite
edukasi dan perlindungan konsumen. Komiter perlindungan konsumen ini melibatkan
banyak pihak. Pada intinya, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) akan membangun postur
edukasi serta perlindungan konsumen sebaik-baiknya. Masalah Perbankan - Perbankan
Harus Miliki Divisi Khusus Pengaduan Nasabah Masalah dunia perbankan kini
semakin menjadi perhatian khusus pemerintah. Walaupun di dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tidak disebutkan spesifikasi jasa atau produk
tertentu, selama ini masalah dunia perbankan terus diproses BPKN (Badan
Perlindungan Konsumen Nasional).
Meskipun tak ada spesifikasi tertentu, permasalahan perbankan yang diadukan
oleh konsumen selalu direspons dengan memberi rekomendasi kepada pemerintah
sebagai pemegang kewenangan. Berdasarkan penjelasan para konsumen, mereka
sangat mengeluhkan pelayanan perbankan yang berkaitan dengan pengaduan nasabah.
Para konsumen perbankan atau nasabah merasa kesulitan mendapat solusi yang sesuai
dengan harapan. Para nasabah sering sekali mengeluhkan kurangnya perhatian dari
lembaga penyedia jasa perbankan tentang pengaduan masalah yang tengah dialami.
Tak tersedianya loket khusus pelayanan pengaduan nasabah telah membuat para
konsumen merasa kecewa. Itulah masalah-masalah perbankan yang sering muncul di
Indonesia.
Tentunya permasalahan ini bisa diatasi jika pihak bank mau lebih menyeleksi dan
memberikan layanan terbaiknya kepada para nasabah. Konsumen atau nasabah adalah
aspek utama dalam keberhasilan sebuah bank. Oleh karena itu, berikan fasilitas pada
konsumen, serta selesaikan segala masalah nasabah dengan cepat agar mereka tidak
komplain (permasalahan perbankan paling banyak). Tak jarang para nasabah sulit
menyampaikan masalah dan sulit mendapat solusi dari masalah yang dialami. Untuk
itu, perbankan juga seharusnya memiliki divisi khusus pengaduan nasabah sehingga
masalah ini dapat teratasi
Pergeseran fungsi vital perbankan atau lumpuhnya fungsi vital perbankan tentu
disebabkan oleh berbagai alasan yang kompleks, salah satunya adalah isu kemajuan
teknologi yang membahayakan bagi pengembangan sektor perbankan. Dengan kata
lain, kemajuan teknologi telah menjadi bumerang bagi kemajuan sektor perbankan itu
sendiri. Dalam konteks ini, kemunduran pengembangan teknologi bagi perbankan
berkaitan dengan implementasi manajemen resiko yang menitik beratkan pada analisis
komputer berbasis teknologi informasi, serta kecenderungan untuk melakukkan
transaksi keuangan (investasi dalam instrumen keuangan di pasar saham, uang atau
transaksi derivatif) yang secara biaya transaksi sangat rendah dengan adanya
kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi juga telah banyak menciptakan efisiensi dalam sistem
pembayaran. Disisi lain, dengan adanya kemajuan teknologi, perbankan juga semakin
dimudahkan dalam mendukung operasional kerjanya. Menciptaan biaya transaksi yang
semakin murah dalam sistem pembayaran.
Contoh sederhana, tentang biaya transaksi mesin ATM (Automated Teller
Machine) yang mampu menciptakan biaya transaksi hanya sebesar $ 0.27, jauh lebih
murah dibandingkan dengan biaya transaksi dengan teller/kasir bank yang mencapai $
1.07. Selain itu, sistem RTGS (Real Time Gross and Settlement) yang telah
dikembangkan oleh Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa perkembangan terkini
dalam sistem pembayaran tidak lekang dari kemajuan dan inovasi teknologi.

Teknologi sangat mendukung aktivitas perbankan, mulai dari pemanfaatan e-


banking, risk management hingga evaluasi kredit (credit scoring). Kemajuan teknologi
juga merubah preferensi dan prilaku perbankan.
Namun disisi lain, kecenderungan pergeseran perilaku perbankan kearah
transaksi yang sifatnya beresiko tentu harus diantisipasi dengan hati-hati. Hal ini
disebabkan karena transaksi yang dilakukkan oleh perbankan mengarah pada transaksi
yang sebatas Arms-length, yang sangat minim dengan pertimbangan kualitatif dan
hubungan relasional yang baik (kepercayaan). Dalam hal ini, pengembangan
manajemen resiko berbasis komputer atau Arms-length analisis, merupakan
kemunduran dalam core aktivitas perbankan. Lemahnya implementasi manajemen
resiko dalam arti yang luas ini pada akhirnya akan menjadi sumber instabilitas baru
bagi industri perbankan tanah air dan sistem keuangan secara makro.

G. Dampak Globalisasi

Permasalahan globalisasi keuangan yang menciptakan efek yang negatif bagi


pengembangan sektor keuangan pada dasarnya disebabkan oleh kurangnya regulasi
dan supervisi di sector keuangan. Hal ini secara umum telah menyebabkan pelaku
perbankan untuk tidak membatasi resikonya dan terekspos dalam keterbukaan resiko
yang tinggi. Sehingga pada akhirnya, resiko yang dialami oleh beberapa bank
menyebabkan efek domino dan krisis yang berkepanjangan bagi pengembangan sektor
perbankan itu sendiri, dan sektor-sektor lainnya.Selanjutnya, permasalahan globalisasi
keuangan, dengan hadirnya bank-bank asing di negara-negara berkembang, juga masih
menimbulkan pro kontra yang belum menemui titik konsensus. Pandangan yang pro
terhadap masuknya bank asing di pasar domestik memiliki ide dasar bahwa masuknya
bank asing akan memberikan warna kompetisi yang sehat sehingga dapat menurunkan
biaya dana dan menciptakan efisiensi pada pasar keuangan domestik.

Keuntungan masuknya bank asing, antara lain:


a) Meningkatkan kualitas dan ketersediaan jasa keuangan dalam pasar domestik.
b) Menstimulasi pengembangan dalam supervisi dan regulasi bank.
c) Meningkatkan aksesibilitas pada pasar keuangan internasional.
d) Memberikkan kontribusi pada stabilitas keuangan.
Ciri-ciri bank asing, antara lain:
a) Bank asing cenderung less risk karena kemampuannya dalam manajemen resiko,
sehingga mendorong terjadinya stabilitas keuangan dalam pasar domestik.
b) Bank asing akan meningkatkan implementasi best practices dalam perbankan
domestik.
c) Dengan banyaknya bank asing, maka pemerintah akan mengurangi fungsinya dalam
membail-out. Hal ini tentu akan menyehatkan sistem perbankan domestik.
Masuknya bank asing ke pasar domestik kurang memberikan akses terhadap kredit
mikro dan menengah. Kedua, masuknya bank asing yang cenderung memiliki biaya
operasional yang rendah mendesak perbankan tanah air untuk melakukkan merger agar
bisa lebih kompetitif. Proses perubahan struktur inilah yang akan menyebabkan
permasalahan baru dimana stabilitas keuangan akan semakin terancam dengan
bankrutnya bank besar di tanah air. Terakhir, bank asing cenderung tidak menangung
resiko, jika terjadi krisis atau permasalahan dalam pasar domestik, sehingga
menyebabkan instabilitas bagi sistem keuangan domestik.
Terakhir, seiring dengan tingginya kemajuan globalisasi dalam teknologi
memberikkan efek yang kompleks terhadap aktivitas bisnis perbankan. Disatu sisi
pengenalan teknologi telah banyak mengurangi biaya transaksi dan meningkatkan
efisiensi dalam sistem pembayaran, namun disisi lain penggunaan teknologi informasi
yang semakin tinggi telah membatasi implementasi manajemen resiko yang terpaku
pada analisis komputer, dan mengurangi hubungan personal dengan nasabah

H. Solusi Bagi Perbankan


` Berdasarkan dua ancaman besar yang dipaparkan sebelumnya, globalisasi
keuangan dan kemajuan teknologi, maka kekuatan sistem keuangan domestik akan
semakin berkurang akibat ancaman lumpuhnya fungsi vital perbankan. Hal inilah yang
seharusnya menjadi perhatian policy maker untuk mencari solusi terhadap kelumpuhan
yang mengancam industri perbankan tanah air
Dalam memahami permasalahan sektor perbankan, maka diperlukkan konsistensi
yang tinggi dalam menghambat aktivitas perbankan yang cenderung mengancam
eksistensi perbankan itu sendiri (Jeorpadized). Dalam konteks ini, BI sebagai pihak
regulator harus secara aktif mengawasi inovasi-inovasi keuangan perbankan yang
hanya berkembang di sector konsumtif dan spekulatif, karena pada akhirnya preferensi
tersebut hanya menjauhkan sector perbankan dari fungsi vitalnya intermediasi.
Secara spesifik, ada 4 hal yang dapat disarankan pada BI untuk dapat menjaga
konsistensi kekokohan fundamental perbankan, antara lain:
Pertama, pilihan kebijakan yang berkaitan dengan implementasi kebijakan manajemen
resiko. Pengaruh globalisasi keuangan yang semakin tinggi, dengan ancamannya yang
menghadang, tentu saja membutuhkan perlindungan internal atau manajemen resiko
yang kuat.
Kedua, pilihan kebijakan yang berkaitan dengan penguatan modal. Dengan semakin
tingginya transaksi beresiko yang dilakukkan oleh perbankan, maka biaya atau cost
yang harus dibebankan pada bank seharusnya juga meningkat. Dalam konteks ini,
pembatas aktivitas perbankan ke arah transaksi yang beresiko harus dilakukkan
dengan regulasi modal yang makin kuat. Hal ini bisa dilakukkan dengan memberikkan
bobot modal yang tinggi untuk transaksi-transaksi beresiko tinggi. Sehingga dengan
upaya ini, keinginan bank untuk meningkatkan aktivitasnya pada transaksi beresiko
tinggi akan semakin terhambat, dan insentif untuk melakukkan penetrasi kredit yang
produktif akan semakin meningkat.
Ketiga, pilihan kebijakan yang berkaitan dengan masuknya bank asing di pasar
keuangan domestik. Upaya untuk meningkatkan efisiensi yang dapat menurunkan
biaya modal dengan hadirnya pemain asing yang masuk dalam industri perbankan,
harus segera diklarifikasi dengan hati-hati.
Keempat, pilihan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan bank syariah.
Pengembangan bank syariah pada dasarnya memiliki visi kedepan dalam
pembangunan. Hal ini disebabkan karena hubungan relational memiliki kekuatan
secara kelembagaan dalam industri perbankan syariah. Suatu hal yang sangat berharga
yang diajarkan dalam syariah economics bahwa spekulasi atau gharar sangat dilarang.
Dan, uang sebagai alat tukar harus dikembalikan pada fungsi dasarnya sedia kala. Oleh
karena itu perilaku-perilaku yang memperjualbelikan uang pada akhirnya hanya
mendorong terjadinya krisis keuangan dan krisis ekonomi.
Kebijakan inilah yang diharapkan dapat meningkatkan ketahanan internal industry
perbankan domestik, namun tentu dengan asumsi bahwa kinerja industry lain tidak
sedang mengalami terjun bebas dalam kinerjanya. Ketahanan industry keuangan dan
perbankan tetap masih sangat tergantung nasibnya dari kinerja dan perbaikan
perekonomian nasional dan global.

I. Dampak Krisis Global


Krisis global secara garis besar pasti akan berpengaruh terhadap perbankan
Indonesia. Likuiditas bank akan terganggu dengan adanya krisis global. Kredit akan
banyak yang macet yang menyebabkan bank akan kesulitas untuk mendapatkan dana
dari pihak ketiga.
Krisis yang terjadi diakhir tahun 2008 terjadi pasca pailit yang dinyatakan oleh
perudahaan amerika Lehman Brothers. Kehancuran Lehman Brothers membuat
kepanikan di pasar keuangan global, termasuk perbankan Indonesia terkena
dampaknya. Di berbagai negara, aliran dana dan kredit terhenti, transaksi dan kegiatan
ekonomi sehari-hari terganggu. Aliran dana keluar (capital outflow) terjadi besar-
besaran. Indonesia tidak memberikan jaminan uang nasabah pada saat krisis secara
menyeluruh sehingga perbankan indonesia menderita capital outflow lebih parah
dibanding negara-negara tetangga yang menerapkan penjaminan dana nasabah secara
penuh (blankeet guarantee). Berikut adalah grafik capital outflow dan kepemilikan
asing terhadap SBI dan SUN
Kesulitan likuiditas juga dialami oleh 3 bank besar pelat merah. Pada oktober
2008, ada tiga bank besar BUMN yakni PT Bank Mandiri Tbk., PT Bank BNI Tbk.
dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk meminta bantuan likuiditas dari Pemerintah
masing-masing Rp5 triliun. Total dana untuk menginjeksi ketiga bank tersebut sebesar
Rp15 triliun. Bantuan likuiditas itu dipakai untuk memperkuat cadangan modal bank
atau memenuhi komitmen kredit infrastruktur tanpa harus terganggu likuiditasnya.
Dengan bantuan likuiditas Pemerintah ini diharapkan ketiga bank pelat merah tadi
tidak perlu mencari pinjaman dari luar negeri.
Tidak hanya bank-bank besar yang mengalami kesulitan likuiditas. Bank-
bank kecil mengalami kesulitan mendapatkan dana karena orang-orang takut bank
tersebut akan tutup karena tidak adanya jaminan dari pemerintah Indonesia terhadap
uang yang disimpan di bank. Sampai pada akhirnya krisis menyebabkan surat berharga
yang dimiliki bank SUN mengalami penurunan nilai yang tajam. Berikut grafik
perkembangan kredit
Krisis yang terjadi juga menyebabkan DPK berkurang yang berpengaruh
terhadap cadangan keuangan bank-bank. Demi menjaga pasokan dana apabila
masyarakat ingin mengambil uangnya secara keseluruhan maka bank melakukan suatu
langkah dengan menaikkan tingkat suku bunga simpanan. Bank-bank mengimingi
nasabah dengan bunga yang jauh lebih tinggi dari keadaan normal ( dari 6% menjadi
12% per tahun). Perang bunga antar bank pun tak terhindarkan. Hasilnya, situasi ini
menyeret kenaikkan tingkat bunga kredit yang memberatkan dunia usaha. Dalam
kondisi biaya dana (cost of funds) yang semakin mahal. Hal ini juga menyebabkan
laba yang diterima bank akan berkurang karena kekurangan orang yang ingin kredit
karena bunga kredit yang terlalu tinggi.Pemerintah Indonesia menerbitkan tiga
PERPPU yang bertujuan untuk mengatasi krisis keuangan pada perbankan dalam
negeri. Yang pertama PERPPU no.2 tahun 2008 tentang Perubahan UU Bank
Indonesia yang memungkinkan kredit berkolektibilitas lancar dijadikan agunan guna
mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Kehadiran PERPPU ini
memberi payung hukum bila ada bank yang mengalami kesulitan likuiditas untuk
mendapatkan suntikan dana segara
Kedua, PERPPU No.3 Tahun 2008 perihal
perubahan atas UU Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang digunakan sebagai dasar
menaikan nilai simpanan nasabah yang dijamin oleh LPS dari Rp100 juta menjadi Rp2
miliar. Kehadiran PERPPU ini membuat nasabah semakin merasa aman bagi deposan
untuk tidak segera memindahkan dana mereka ke tempat lain.
Ketiga, PERPPU No.4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman
Sistem Keuangan (JPSK). Penerbitan aturan ini untuk memberi jaminan ada
penyelesaian bila ada bank atau lembaga keuangan bukan bank (LKBB) yang
mengalami kesulitan likuiditas atau dinyatakan sebagai bank atau LKBB gagal yang
dinilai berdampak sistemik.

J. Pasal Pengaruh Ketentuan WTO dan terhadap Sistem Perbankan Indonesia


Keikutsertaan Indonesia dalam WTO didasarkan pada kondisi perekonomian
Indonesia yang semakin tergantung pada ekspor. Ekspor menjadi tulang punggung
perekonomian Indonesia. Keikutsertaan Indonesia dalam WTO paling tidak dapat
menjadi peluang pasar di negara lain yang akan semakin terbuka sesuai dengan
tuntutan WTO. Ketentuan WTO sangat mempengaruhi hukum yang berlaku di
Indonesia, khususnya mengenai hukum yang mengatur sektor perbankan. Akibatnya
hukum tentang perbankan yang berlaku sekarang ini di Indonesia harus diselaraskan
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam WTO . Adapun ketentuan-ketentuan yang
secara mendasar perlu dan harus diselaraskan dengan ketentuan WTO antara lain
adalah sebagai berikut :

1. Perubahan sistem perbankan


Sistem perbankan yang kehendaki oleh ketentuan WTO adalah sistem universal
banking sedangkan sistem perbankan dalam UndangUndang Perbankan di Indonesia
menganut sistem komersial bank. Perubahan ke arah universal banking selayaknya
perlu dipertimbangkan. Hal ini sejalan dengan kecenderungan yang terjadi secara
internasional. Bank-bank komersial di AS menyadari bahwa keuntungan yang
diperoleh mereka sudah mulai menurun sedangkan sebaliknya investment banking
semakin naik dengan sangat cepat.
Di Indonesia, kegiatan usaha yang dilakukan oleh investment bank dilakukan oleh
lembaga pembiayaan. Pemisahan ini seringkali membuat kebijaksanaan moneter tidak
efektif. Hal tersebut disebabkan karena pembatasan yang diberlakukan terhadap bank
dalam melakukan pinjaman luar negeri misalnya, untuk mengurangi tekanan inflasi,
tidak dapat terlaksana dengan efektif, karena lembaga pembiayaan, yang kegiatan
usahanya semakin meningkat, tidak terkena pembatasan yang sama. Penyatuan
investment bank dan lembaga pembiayaan ini dilakukan untuk menciptakan level of
the playing field agar tingkat kompetitif bank-bank indonesia di luar negeri dapat lebih
tinggi, mengingat bank asing sudah berpengalaman dalam melakukan usaha bank
dengan sistem universal.

2. Pembatasan kepemilikan oleh asing


Investor asing yang ingin melakukan kegiatan usaha perbankan dengan
mendirikan bank campuran harus memenuhi ketentuan bahwa saham pihak Indonesia
minimal 15% dari modal. Persyaratkan lain dalam setiap pendirian bank campuran
harus dicantumkan program Indonesianisasi yaitu program yang berisi rencana
peningkatan saham Indonesia.

3. Penghapusan prinsip resiprositas


Di Indonesia pendirian bank oleh pihak asing, diharuskan negara asal bank
tersebut menganut azas resiprositas (Pasal 3 ayat 2 PP No.70 Tahun 1992). Prinsip ini
bertolak belakang dengan prinsip dasar WTO yaitu prinsip Most F\avoured Nations
(MFN) atau non diskriminasi. Dalam Prinsip MFN adalah suatu kemudahan yang
diberikan kepada suatu negara juga harus diberikan untuk negara lain.

4. Pembatasan wilayah usaha


Di Indonesia bank asing dan bank campuran hanya boleh berkedudukan di 8 kota
yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Medan, Ujung Pandang dan
Pulau Batam. Pembatasan yang dilakukan terhadap bank asing dan bank campuran
dalam melakukan ekspansi usaha, bertentangan dengan prinsip national treatment.
Prinsip nasional treatment menegaskan bahwa apabila suatu negara diperbolehkan
berusaha di wilayah suatu negara maka pemasok jasa tersebut harus diperlakukan
sama dengan pemasok jasa dalam negeri

5. Pembukaan kantor cabang

Dalam hal penanaman dananya disektor perbankan di indonesia hanya diperbolehan


memalui 4 cara, yaitu:

a. pembukaan kantor cabang;

b. pembukaan kantor perwakilan;

c. mendirikan bank campuran (joint venture); dan

d. membeli saham bank nasional yang tercatat di bursa.

Pendirian bank campuran dibatasi maksimal 85% dan pembelian saham melalui
bursa maksimal 49% dari saham yang dicatatkan. Berdasarkan kesepakatan IMF
pembatasan-pembatasan di atas harus dihapuskan sehingga pihak asing diperbolehkan
menguasai seluruh saham. Sehingga tidak dikenal lagi jenis bank campuran. Di pasar
modal asing boleh membeli seluruh saham yang dicatatkan.

K. Pengaruh AFTA
Salah satu kendala yang dihadapi oleh perbankan adalah, dimulainya
AFTA ( Asia Free Trade Area). Pada intinya AFTA akan membantu Negara-negara
ASEAN mengalami peningkatan dari nilai expornya ke daerah didalam wilayah
ASEAN. AFTA memiliki dampak yang signifikan. Perbankan Indonesia harus siap
bersaing dengan bank lain di kawasan Asia, dan adanya kompetisi memperebutkan
pasar yang menjadi semakin ketatat
AFTA yang jadwalnya dipercepat, membuat perbankan Indonesia
harus siap untuk mencapai suatu titik agar dapat dibandingkan dengan perbankan
Negara lain. Masalah AFTA yang dihadapi adalah bank Singapura, Malaysia,
ataupun Thailand, dengan suku bunga kredit yang jauh lebih murah bila
dibandingkan dengan perbankan nasional.
Industri perbankan nasional masih sulit bersaing dalam
AFTA. Pembenahan yang dilakukan memerlukan waktu yang relatif lama, karena
persoalan yang dihadapi bank cukup sulit. Tetapi dengan pembenahan diri dan
kinerja yang efisien, seiring dengan waktu perbankan siap bertanding dalam
AFTA.Ada tiga hal yang harus dilakukan perbankan indonesia, yakni memperkuat
permodalan, meningkatkan kualitas SDM, dan pelaksanaan risk management.
Perbankan Indonesia harus mengikuti perkembangan bisnis dan perdagangan
ASEAN. Harus ada keberpihakan dan fasilitas pemerintah yang membantu
mempersiapkan bank nasional menghadapi AFTA, agar bank Indonesia juga dapat
membuka kantor cabang diluar Indonesia. Dengan meningkatkan dan
mempersiapkan infrastruktur manajemen risiko, teknologi, serta sumber daya
manusia.Dengan adanya AFTA, perbankan juga memiliki tanggung jawab lebih
dalam membantu UKM(Usaha Kecil Menengah). BI telah menyusun empat
kebijakan utama dalam persiapan menghadapi AFTA yaitu, peningkatan ketahanan
sistem perbankan, peningkatan intermediasi perbankan, peningkatan peran
perbankan syariah, serta peningkatan peran bank perkreditan rakyat dalam
pembiayaan keuangan mikro dan penguatan ketahanannya.
L. Pengaruh Bank Asing
Segala bentuk usaha selalu memiliki competitor, tidak terkecuali dalam bidang
perbankan. Bank-bank dalam negeri berusaha untuk terus bersaing dengan bank
asing yang terus masuk ke Indonesia. Bank-bank dalam negeri berusaha menarik
simpati para deposan agar tertarik menempatkan dananya pada bank dalam negeri.
Bank asing yang masuk ke Indonesia antara lain, HSBC (Hongkong and Shanghai
Banking Corporation), CityBank (Amerika), Commonwealth, DBS (Singapore),
RBS (Scotland), ANZ (Australia Newzealand), dan masih banyak yang lainnya.
Bank asing juga berupaya untuk menarik perhatian dari para deposan dalam negeri,
oleh karena itu bank dalam negeri harus pandai mengatur strategi yang digunakan
agar tidak kalah dengan bank asing. Kebanyakan bank asing menerapkan suatu
system yang berbeda dengan bank dalam negeri. Bank asing cenderung pada
priority banking, dimana nasabah yang diambil adalah nasabah pilihan. Jumlah
penimpanan juga memiliki standart minimum sendiri, tergantung dari kebijakan
bank itu sendiri. Bank asing juga memiliki standart pelayanan yang lebih baik
terhadap para nasabahnya.
Dengan memberikan fasilitas lounge, internet banking, system pemasaran dimana
nasabah tidak perlu dating kekantor tersebut melainkan orang marketing yang akan
mendatangi nasabah untuk membuka rekening, tidak perlu antri terlalu banyak
karena semua dapat dilakukan secara online Selain itu dengan banyaknya program
hadiah dan suku bunga yang cukup menarik yang disertai dengan nama besar bank
tersebut maka bank asing akan lebih mudah mendapatkan dana dari pihak ke tiga.
Ini yang menjadi penghambat dari bank lokal untuk dapat berkembang. Pemberian
fasilitas kartu kredit kepada para nasabah juga menjadi suatu program yang dapat
diunggulkan oleh para bank asing. Dalam kartu kredit bank asing juga cenderung
lebih banyak menggandeng merchant-merchant ternama untuk memberikan promo
yang menarik.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

B. SARAN

You might also like