You are on page 1of 28

LAPORAN KASUS

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

OLEH :
SYIFA SUCIANA PUTRI
11101065

Pembimbng :
dr. Eko Hamidianto Sp.B
dr. Amdasmar Sp.B
dr. Ramzi Asrial Sp.B K(BV)

STASE ILMU BEDAH RSUD BANGKINANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2016

BAB I
LAPORAN KASUS

3.1. Identifikasi
Nama : Tn. P
Usia : 73 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Batang betindih
Pekerjaan :-
Tanggal periksa : 15 Oktober 2016

3.2. Anamnesis (Autoanamnesis/Alloanamnesis)


Keluhan Utama
Tidak bisa buang air kecil
Keluhan Tambahan: nyeri perut bawah
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak 1 tahun yang lalu pasien mengeluhkan sulit BAK, BAK harus mengedan,
pancaran kencing melemah, terputus-putus lalu menetes. Pasien juga merasa setiap
BAK terasa tidak tuntas, nyeri saat BAK (+) untuk keluhan kencing berdarah
disangkal, kencing berpasir atau batu (-), kencing nanah (-), riwayat trauma pada
saluran kencing (-), susah BAB(-), BAB berdarah (-) demam (-).
Sejak 1 hari SMRS pasien mengaku tidak bisa buang air kecil, dan nyeri pada perut
kanan bawah, kantung kecing terasa penuh.

Riwayat penyakit dahulu :


Keluhan seperti ini sudah lama di alami pasien dan ada riwayat kencing batu
pada tahun 2015.
Riwayat penyakit dalam keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama.

3.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : tidak dilakukan pemeriksaan
Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
Pernapasan : tidak dilakukan pemeriksaan

Status Generalisata
a. Kepala
- Mata : konjungtiva anemis (-)/(-), sclera ikterik (-)/(-)
- Hidung : sekret (-)/(-)
- Telinga : sekret (-)/(-)

2
b. Leher

- Pembesaran KGB (-)

- Pembesaran tiroid (-)

c. Thorax

- Pulmo : Simetris, retraksi tidak ada, sonor, vesikuler (+)/(+), wheezing


(-)/(-), ronkhi (-)/(-).

- Cor : Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

d. Abdomen : cembung, simetris, nyeri epigastric (-)nyeri tekan ginjal (-) nyeri tekan
suprapubik (+) nyeri ketok ginjal (-)

e. Ekstremitas

- Superior : tidak ada kelainan fungsi pergerakan maupun deformitas

- Inferior : tidak ada kelainan fungsi pergerakan maupun deformitas

Status lokalisata ad regio pubic :

Inspeksi : datar, distensi (-), massa (-) skar (-), warna sama dengan kulit sekitar

Palpasi : nyeri tekan (+), benjolan (-)

Rectal toucher :

o Tonus sfingter anus : baik


o Mukosa dan ampula rectum : dalam batas normal
o Teraba prostat membesar, kenyal, permukaan rata, nodul (-), NT (-), sulcus
mediana teraba, pool atas tidak teraba.

3.4 Pemeriksaan Penunjang : -

3.5 Diagnosa Banding :

- Benigne prostat hiperplasia

3
- Karsinoma prostate

- Prostatitis Akut

3.6 Diagnosa Kerja :

Benigne prostat hiperplasia derajat 3

3.7 Penatalaksanaan :

Rencana rujuk operasi ke RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru

BAB II
PENDAHULUAN

Pembesaran prostat benigna atau lebihdikenal sebagai BPH sering ditemukan pada pria
yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya
merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel
kelenjar prostat.1,2,3 BPH ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka
ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang mengganggu
aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat yang menyebabkan
terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet
obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat
disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO).1,4 Obstruksi ini lama kelamaan dapat
menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi
pada saluran kemih atas maupun bawah.
Adanya BPH ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk
mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan secara
konservatif (non operatif) sampai tindakan pembedahan.1

4
Colok dubur merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, disamping
pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-
buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat,
konsistensi prostat,dan adanya tidaknya nodul yang merupakan salah satu tanda yang
membedakannya dari keganasan prostat.5

BAB III
PEMBAHASAN

A. ANATOMI PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti
piramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya 20 gram. Bila mengalami pembesaran
organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar
dari buli-buli.5

Gambar 1. Alat Reproduksi Pria

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 3

5
a Lobus medius
b Lobus lateralis (2 lobus)
c Lobus anterior
d Lobus posterior

Gambar 2. Lobus prostat

Pada kelenjar prostat juga dibagi dalam 5 zona:3


a Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.
Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona ini
rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.
c Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi
25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.
d Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat
melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic
hyperplasia (BPH).
e Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar
sepanjang segmen uretra proksimal.

6
Gambar 3. Zona Kelenjar Prostat

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan
ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior
untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume
cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.5
Prostat mendapatkan inervasi otomomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut parasimpatik dari korda
spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2). Rangsangan parasimpatik
meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik
menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti saat ejakulasi.
Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-
buli. Di tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik-. Rangsangan simpatik
menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan
mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasia jinak sehingga dapat menyumbat
uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.5

B. HIPERLASIA PROSTAT BENIGNA/ BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA


(BPH)
I. DEFINISI
Hiperplasia Prostat Benigna adalah suatu keadaan dimana kelenjar periuretral prostat
mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. Selain itu,
BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul pada
laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut.4

7
Gambar 4. Benign Prostat Hyperplasia

II. ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah:
(1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3)
Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis),
dan (5) Teori Stem sel.5

a Teori Dihidrotestosteron (DHT)


Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh
enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya
terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase
dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih
sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.5
b Ketidakseimbangan estrogen dan testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif
tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat. Telah diketahui
bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat

8
dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya
sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.5
c Interaksi stroma epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara
tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu.
Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma
mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri
secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.5
d Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis kelenjar prostat.
Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat
secara keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat.
Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.5
e Teori stem cell
Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar prostat,
selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel
epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying,
yang keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel
transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel
ini akan menyebabkan terjadinya proliferasi sel.

III. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat
bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan
dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5
reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar
prostat.5

9
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat
aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat
mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli.
Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala prostatimus 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran
balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat
jatuh ke dalam gagal ginjal. 5
Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat

Buli-buli: Ginjal dan ureter:
Hipertrofi otot detrusor Refluks VU
Trabekulasi, selula Hidroureter
Divertikel buli-buli Hidronefrosis, gagal ginjal

IV. MANIFESTAS KLINIK


a Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)5
Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :
Obstruksi Iritasi

10
Hesistansi Frekuensi
Pancaran miksi lemah Nokturi
Intermitensi Urgensi
Miksi tidak puas Disuria
Distensi abdomen Urgensi dan disuria jarang
Terminal dribbling (menetes) terjadi, jika ada disebabkan oleh
Volume urine menurun
ketidakstabilan detrusor
Mengejan saat berkemih
sehingga terjadi kontraksi
involunter.
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung
tiga faktor, yaitu:
Volume kelenjar periuretral
Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
Kekuatan kontraksi otot detrusor
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk
mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue) sehingga
jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.

Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :
1 Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang mengandung
diuretikum, minum tertalu banyak)
2 Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi prostat)
3 Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor
(golongan antikolinergik atau adrenergic-)
Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis
pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring
yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International
Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological
Association (AUA). Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri
derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar
antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.

11
b Gejala pada saluran kemih bagian atas5
Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri
pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis).

c Gejala di luar saluran kemih5


Keluhan pada penyakit hernia/ hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi
prostat.Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.

V. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba
massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine
yang selalu menetes tanpa disadari yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.5
1 Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )
Pada pemeriksaan colok dubur diperhatikan:
- Tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan
buli-buli neurologik
- Mukosa rektum
- Keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, konsistensi prostat, simetri
antar lobus dan batas prostat.
Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi prostat kenyal
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul;

12
sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/ teraba nodul dan mungkin
di antara lobus prostat tidak simetris.5

Gambar 5. Pemeriksaan Colok Dubur


2 Derajat berat obstruksi
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi
spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan
kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih
setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi
melakukan intervensi pada hipertrofi prostat. Derajat berat obstruksi dapat pula diukur
dengan mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal
pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik.
Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 8 ml/detik, sedangkan maksimal
pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.6

13
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Pemeriksaan laboratorium 5:
a Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih.
b Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensifitas
kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
c Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas.
d Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
e Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat

2 Pemeriksaan Patologi Anatomi


BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat.
Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun kebanyakan
menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia.6

Gambar 6. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

3 Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:


a Foto polos abdomen
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang
merupakan tanda suatu retensi urine.5
b Pemeriksaan trans abdominal ultrasonography (TAUS)
Dari TAUS diharapkan mendapat informasi mengenai:
- Perkiraan volume (besar) prostat
- Panjang protrusi prostat ke buli-buli atau intra prostatic protrusion (IPP)
- Mungkin didapatkan kelainan pada buli-buli (massa, batu, atau bekuan darah)
- Menghitung sisa (residu) urin pasca miksi
- Hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi prostat

14
IPP diukur dari ujung tonjolan (protusi) prostat di dalam buli-buli hingga dasar (basis0
sirkumferensi buli-buli. Derajat 1 besarnya 1,5 mm, derajat 2 besarnya 5-10 mm, dan
derajat 3 besarnya 10 mm. Besarnya IPP berhubungan dengan derajat obstruksi pada
leher buli-buli (BOO), jumlah urin sisa pasca miksi, dan volume prostat. Artinya adalah
pasien dengan derajat IPP rendah, tidak menunjukkan urine residu yang bermakna (<100
mL), dan tidak menunjukkan keluhan yang nyata, sehingga tidak memerlukan terapi atau
pembedahan. Sebaliknya pada pasien yang menunjukkan IPP derajat tinggi terbukti
mempunyai urin sisa >100 mL, dengan keluhan yang bermakna dan pasien seperti ini
membutuhkan terapi yang lebih agresif.5

Gambar 8. Gambaran Sonografi Prostat Normal

Gambar 9. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia

c Pemeriksaan trans rectal ultrasonography (TRUS)


Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya fokus keganasan prostat berupa
area hiperekoik dan kemudian sebagai petunjuk (guidance) dalam melakukan biopsi prostat.5
Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara
di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar
tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor,
digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai.
Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan
mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan
prostat.7

15
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume
prostat, caranya antara lain7:
Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal diukur
dari dasar sampai puncak.
Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar (W/width)
dan panjang (L/length) dengan rumus : (H x W x L)

4 Pemeriksaan lain5 :
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah miksi
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)
atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran
yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang
dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin.Post-void residualmengukur jumlah air
seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50
mL umumnya menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan
pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta
untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau
kateterisasi.

Gambar 11. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH


Keterangan :

16
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari
15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat
waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin
residunya 100 mL.

VII. PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-
kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hiperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan
(6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Observasi Medikamento Operasi Invasive minimal


sa

Watchful
waiting Penghamb Prostatektomi TUMT
at terbuka TUBD
adrenergik Endourologi Stent uretra
1 TURP TUNA
Penghamb 2 TUIP
3 TULP
at
4 Elektovaporas
reduktese
i

Fisioterapi
Hormonal
Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

17
Gambar 12 (a). Skema pengelolaan BPH di Indonesia8

18
Gambar 12 (b). Skema pengelolaaan BPH di Indonesia8

a Watchful waiting 5

19
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-
hari. Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan
mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya,
misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan
malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi
buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang
mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan
(5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang
baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin,
atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada
sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.

b Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi
resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab
obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik alfa
(adrenergik alfa blocker) dan (2) mengurangi volume prostat sebagai
komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormone testosterone/
dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase.
1 Penghambat reseptor adrenergik . 5
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang
membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh
pembesaran prostat di BPH.
Ditemukannya obat penghambat adrenergik-1 dapat mengurangi
penyulit sistemik yang diakibatkan oleh hambatan pada 2 dari
fenoksibenzamin (penghambat alfa non selektif). Beberapa golongan
obat penghambat adrenergik-1 adalah: prazosin yang diberikan 2 kali
sehari, terazosin, afluzosin, dan doksazosin yang diberikan sekali
sehari. Obat-obatan golongan ini dilaporkan dapat emperbaiki keluhan
miksi dan laju pancaran urin.

20
Gambar 15. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)

2 Penghambat 5 reduktase 5
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim
5 reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT
menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.
Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT,
sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran
prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.

c Terapi Invasif Minimal


Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan

1 Microwave transurethral.
Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan gelombang mikro
untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur
yang disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim
gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk
setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih
selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat jalan tanpa
anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi atau
inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi
gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.

21
Gambar 13. Microwave Transurethral

2 Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral jarum
ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA
memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region
prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem
TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih
sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

Gambar 14. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

3 Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk menghancurkan
jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter mengandung beberapa lubang
diposisikan dalam uretra sehingga balon pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah
komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat
sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di wilayah yang tepat prostat.Sekitar jaringan
dalam uretra dan kandung kemih dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui urin

22
Gambar 15. Thermotherapy dengan Air
Bedah
Pembedahan direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang: (1) tidak menunjukkan
perbaikan setelah terapi medikamentosa, (2) mengalami retensi urin, (3) infeksi saluran
kemih berulang, (4) hematuria, (5) gagal ginjal, dan (6) timbulnya batu saluran kemih
atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah.

1 Pembedahan endoskopi.5
Pada jenis operasi ini, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan anestesi,
ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat/ transuretral resection of the
prostate (TURP) digunakan untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk
BPH. Dengan TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis.
Resectoscope dengan panjang sekitar 12 inci dan diameter 1/2 inci, berisi lampu, katup
untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel
pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades. Kerugian dari aquades adalah sifatnya yang
hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan hipotermia
relatif atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP. Ditandai dengan
pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat
bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke
dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus
membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam danmemasang sistostomi
terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke
sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk
menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potongan-potongan

23
jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir
operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan
memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin
TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir
mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.
Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan

Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut

Perdarahan Perdarahan Inkontinensi


Sindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograde
Striktur uretra

(a)

Gambar 16. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di
mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak
(b)
tarlalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya masih
muda. (c)

24
2 Open surgery.5
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan,
operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering
dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau
ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan
melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal
(Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%),
ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala
klinis 85-100%.
3 Operasi laser5
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih
dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi
sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah:
tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG
coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung
sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate
lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat
menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan energi yang
berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan
menyebabkan penyusutan.

Gambar 17. Operasi Laser pada Prostat

a Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser interstisial
tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk menghancurkannya.

25
Gambar 18. Interstitial laser coagulation
b Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).
PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama dengan
TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi
yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup
aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya
diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu
operasi yang lebih lama.

Gambar 19. Potoselectif vaporisasi prostat

d Kontrol berkala 5
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terdapat
perbaikan klinis
Pengobatan penghambat 5-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk melihat respon terhadap terapi.
Kemudian setiap tahun untuk menilai perubahan gejala miksi.
Pengobatan penghambat 5-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan pemeriksaan
IPSS, uroflometri dan residu urin pasca miksi. Setlanjutnya kontrol dilakukan setelah 6
bulan dan kemudian setiap tahun.
Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor
miksi, juga diperiksa kultur urin
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit. Kontrol
selanjutnya 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi

26
BAB IV
KESIMPULAN
Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada
populasi pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat bertambah karena
terjadi hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel kelenjar (jaringan dalam
kelenjar prostat). Gejala dari pembesaran prostat ini terdiri dari gejala obstruksidan gejala
iritatif.
Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah
konvensional, dan terapi minimal invasif. Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan
tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun
BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang
menjadi kanker prostat.

27
DAFTAR PUSTAKA

1 Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery 8 th Edition.


Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005
2 Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam: Kapita selekta
Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta, 2000; 329-344.
3 Sjamsuhidayat R, Wim de jong, 2010. Buku ajar ilmu bedah, edisi 3 jakarta : EGC
4 Rahardjo, J. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Binarupa aksara,
Jakarta, 1996; 161-703.
5 Purnomo, Basuki B.Dasar Dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Seto. 2011
6 Sjamsuhidajat R, De Jong W. Prostat Hiperplasia. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah,
EGC, Jakarta, 2010; 900-1
7 Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC.
1994.
8 Pedoman Pengeloaan BPH di Indonesia-iaui.

28

You might also like