Professional Documents
Culture Documents
Jakarta
Abstrak
Tujuan : Mengetahui efektivitas terapi besi intra vena sebagai terapi anemia defisiensi
Metode : Penelitian dilakukan selama kurun waktu November 2004 hingga Maret 2006
terhadap 21 pasien dengan usia gestasi 14 - 36 minggu yang didiagnosis sebagai anemia
defisiensi besi. Dilakukan randomisasi secara blok sehingga terdapat dua kelompok,
yaitu kelompok pertama yang mendapat terapi besi oral sulfas ferosus 3 x 300 mg
selama 30 hari dan kelompok kedua mendapat terapi besi intra vena iron sucrose.
Penilaian hasil pengobatan dilakukan satu bulan setelah terapi dimulai dengan
pemeriksaan Hb, Retikulosit dan Feritin. Dilakukan pula penilaian efek samping dan
kepatuhan pasien. Data dikumpulkan, ditabulasi dan dilakukan analisa statistik dengan
Hasil : Peningkatan nilai Hb yang didapatkan pada kelompok pasien yang mendapat
terapi iron sucrose adalah 1.6 gr/dl 0.92 gr/dl, dengan nilai maksimum peningkatan Hb
yang dicapai adalah 3.8 gr/dl. Sedangkan peningkatan nilai Hb pada kelompok yang
mendapat terapi oral adalah 1 gr/dl 0.85 gr/dl dengan nilai maksimum peningkatan Hb
2.2 gr/dl. Perbandingan kedua kelompok ini secara statistik tidak didapatkan perbedaan
yang bermakna. Perbedaan yang bermakna secara statistik ( p = 0.041 ) didapatkan pada
perbandingan nilai feritin akhir, di mana nilai feritin akhir pada kelompok oral
adalah
29.71 ug/L18.37 ug/L, sedangkan nilai Feritin pada kelompok iron sucrose sebesar
Kesimpulan : Iron sucrose merupakan terapi alternatif untuk anemia defisiensi besi
dalam kehamilan yang dapat mengembalikan simpanan besi tubuh dengan cepat tanpa
Jakarta
PENDAHULUAN
Defisiensi besi adalah masalah defisiensi nutrisi yang terbanyak dan merupakan
menderita defisiensi besi dan 50 % dari individu yang menderita defisiensi besi ini
berlanjut menjadi anemia defisiensi besi.1 Populasi yang terbesar menderita anemia
defisiensi besi ini adalah wanita usia reproduksi, terutama saat kehamilan dan persalinan.
Data dari WHO memperkirakan bahwa 58 % wanita hamil di negara sedang berkembang
tahun 1995 persentase ibu hamil dengan anemia mencapai 51.3 %.2
untuk memenuhi kebutuhan fetal, plasenta dan penambahan massa eritrosit selama
kehamilan. 3 Simpanan besi yang tidak mencukupi sebelum kehamilan akibat asupan besi
yang tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya anemia defisiensi besi dalam
kehamilan.
dan janin. Bila terjadi sejak awal kehamilan dapat menyebabkan terjadinya persalinan
penatalaksanaan yang adekuat untuk menangani anemia defisiensi besi ini . Tujuan
penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah untuk menaikkan nilai hemoglobin dan
mencukupi simpanan besi tubuh. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian tablet besi oral
preparat oral besi atau bila waktu yang diperlukan untuk mencapai target Hb cukup
singkat maka penggunaan preparat besi oral menjadi tidak efektif, sehingga terjadi
transfusi darah tersebut mempunyai resiko-resiko yang tidak ringan seperti tertular
infeksi HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C. Infeksi Hepatitis C yang berkaitan dengan
transfusi ini berperan menyebabkan kematian pada 3000 orang setiap tahunnya di
Amerika Serikat. Karena itu dapat dipertimbangkan penggunaan peparat besi intra vena
6
yaitu iron sucrose. Iron sucrose secara cepat menghantarkan besi kepada protein
pengikat besi endogen (transferin, feritin) dan membuatnya tersedia pada sistem
retikuloendotelial pada hepar, limpa dan sumsum tulang untuk proses eritropoisesis serta
Pemberian besi oral dalam jangka waktu lama sering kali tidak dapat diterima
dengan baik sehingga menjadikan tingkat kepatuhan pasien yang rendah. Masalah waktu
juga merupakan pertimbangan dalam mengobati anemia defisiensi besi dalam kehamilan.
Untuk menghindari transfusi darah pada pasien yang menderita anemia defisiensi besi
yang akan menjalani proses persalinan dapat diberikan preparat besi intra vena. Untuk itu
perlu diuji efektivitas terapi besi intra vena sebagai terapi alternatif anemia defisiensi besi
dalam kehamilan.
BAHAN DAN CARA KERJA
Penelitian ini dirancang sebagai uji klinis cara random tanpa tersamar. Penelitian
ini dilaksanakan di poliklinik dan IGD Obstetri dan Ginekologi RSUPNCM dan RS
Populasi target adalah wanita hamil normal dengan usia gestasi antara 14 minggu
Populasi terjangkau adalah wanita hamil dengan usia gestasi antara 14 minggu
hingga 36 minggu yang menderita anemia defisiensi besi yang datang ke IGD atau
Kemuliaan pada bulan November 2004 hingga Maret 2006 yang memenuhi kriteria
inklusi yaitu wanita hamil normal usia gestasi 14 hingga 36 minggu, menderita anemia
defisiensi besi denga n nilai feritin < 30 ug/L, Nilai Hb 7 hingga 10,5 gram / dl,
tidak mempunyai riwayat reaksi hipersens itivitas terhadap preparat besi, tidak
menderita penyakit berat yang melibatkan organ hati, jantung dan ginjal, tidak sedang
menderita infeksi berat yaitu suhu badan > 38 C dan nilai lekosit > 18.000/uL,
kehamilan dengan janin tunggal, tidak mempunyai kelainan darah yang telah diketahui
sebelumnya, tidak sedang mengalami perdarahan, tidak sedang mendapat preparat besi
intra vena dalam 20 hari sebelumnya, tidak sedang mengikuti penelitian lain
mengenai obat lain dalam jangka 1 bulan sebelumnya, tidak mempunyai riwayat asma,
menentukan pada pasien mana akan diberikan preparat besi intra vena atau besi oral.
8
Jumlah sampel dihitung berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Bayoumeu
yang membandingkan terapi iron sucrose dengan terapi besi sulfat pada anemia dalam
kehamilan pada 50 orang pasien. Dengan kemungkinan drop out 10 % maka besar
sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 50 orang pada masing-
masing kelompok.
Kriteria pengeluaran pada penelitian ini adalah apabila pasien tidak mengikuti
alur penelitian ini hingga selesai. Selain itu apabila terdapat reaksi hipersensitivitas
terhadap preparat besi yang digunakan, atau terjadi perdarahan saat terapi berlangsung,
atau pasien menderita preeklamsia berat maka pasien dikeluarkan dari penelitian.
Perdarahan yang terjadi dapat berupa perdarahan pervaginam, perdarahan saluran cerna
Wanita hamil dengan usia gestasi antara 14 hingga 36 minggu dengan hasil Hb
menegakkan adanya defisiensi besi dan pemeriksaan CRP untuk menyingkirkan adanya
reaksi inflamasi yang dapat menyebabkan nilai feritin tidak dapat dipercaya.
Selanjutnya dilakukan penyuluhan tentang anemia defisiensi besi dan akibatnya terhadap
kehamilan. Diberi penjelasan tentang preparat besi intra vena dan besi oral serta
penjelasan tentang rencana penelitian dan diminta untuk melakukan persetujuan tertulis.
Selanjutnya dilakukan pencatatan semua data dan pemeriksaan fisik umum dan obstetri
yang diperlukan pada formulir yang telah disediakan dan apabila memenuhi kriteria
diberi nomor kode penelitian. Setiap pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi
diberikan daftar menu yang sesuai dengan menu gizi yang seimbang sesuai untuk ibu
hamil untuk memastikan masalah makanan tidak mempengaruhi hasil penelitian. Setelah
itu dilakukan randomisasi untuk mengetahui obat yang akan diberikan. Pada pasien yang
akan mendapatkan terapi besi intra vena dilakukan pemeriksaan fungsi hati dan ginjal.
Dilakukan penghitungan total defisit besi dengan formula sebagai berikut:
Total defisit besi (mg) = berat badan ( kg) x (target Hb-Hb saat ini) (gr/dl) x 0.24 +
depot besi ( mg ).
Angka 0.24 adalah faktor yaitu 0.0034 x0.07 x1000 (jumlah besi dalam
hemoglobin 0.34%; volume darah 7 % dari berat badan; faktor 1000 adalah konversi
gram menjadi mg). Depot besi dihitung sebesar 500 mg. Target Hb yang digunakan
adalah 11 gram/dl.
Preparat besi intra vena yang diberikan adalah iron sucrose dengan merk dagang
dahulu. Cara pemberian adalah dengan melakukan dosis tes terlebih dahulu dengan
pemberian suntikan iron sucrose 20 mg (1 cc) secara perlahan selama 1 hingga 2 menit.
Jika selama 15 menit tidak terdapat efek samping maka pemberian dapat dilanjutkan.
Venofer diberikan dalam dosis tunggal 100 mg, 2-3 kali seminggu, hingga dosis
total defisit besi terpenuhi, selama kurang dari 30 hari. Setelah injeksi, angkat lengan
pasien dan berikan tekanan pada sisi suntikan selama 5 menit untuk mengurangi resiko
menghadapi reaksi anafilaktik atau alergi serta bila terjadi episode hipotensi harus sudah
tersedia.
pengisian formulir untuk menilai keluhan subjektif pasien dan efek samping yang
terjadi. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik pengisian formulir mengenai keluhan
subjektif pasien akan dilakukan bukan oleh peneliti untuk menghindari adanya
subjektivitas.
Sedangkan pada kelompok kedua, pasien diberikan preparat besi sulfas ferosus
300 mg setengah jam setelah makan tiga kali sehari. Pasien diberi penjelasan untuk tidak
mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat menghambat absorbsi besi seperti teh
dan kopi.
pemeriksaan serum feritin 30 hari setelah pengobatan dimulai pada pasien pasien
dengan pemberian iron sucrose intra vena. Setiap pemberian suntikan dilakukan
pengisian formulir yang mencantumkan keluhan pasien dan efek samping yang terjadi
Pada pasien yang mendapat terapi besi oral dilakukan pemeriksaan laboratorium
darah perifer lengkap, retikulosit dan pemeriksaan serum feritin setelah 30 hari
gastrointestinal yang ada dan kepatuhan pasien dari jumlah preparat besi yang tersisa.
Pengisian formulir keluhan pasien dan efek samping yang terjadi dilakukan bukan
Bila pasien tidak datang pada waktu yang ditentukan dilakukan kunjungan rumah
Cara pengolahan dan analisis data dengan memasukkan data ke dalam disket
Perbandingan nilai feritin pasien yang mendapat terapi besi oral dan nilai feritin
pasien yang mendapat terapi besi intravena dilakukan dengan uji T test tidak
Perbandingan peningkatan nilai Hb pasien yang mendapat terapi besi oral dan
peningkatan nilai Hb pasien yang mendapat terapi besi intravena dilakukan dengan T
test tidak berpasangan dan bila tidak memenuhi syarat akan digunakan uji Mann
Withney.
HASIL
Penelitian ini berlangsung selama kurun waktu 18 bulan, yaitu sejak November
2004 hingga Maret 2006. Didapatkan 21 pasien dalam kehamilan trimester dua dan tiga
yang menderita anemia defisiensi besi dan mengikuti alur penelitian ini hingga selesai.
Sebagian besar pasien yang mengikuti penelitian ini berada pada rentang usia 20 hingga
35 tahun ( 76.19 % ) dengan usia rata-rata pada kelompok yang diberikan terapi oral
sulfas ferosus adalah 28 tahun, sedangkan kelompok yang diberi terapi intra vena iron
dan sebesar 80,91 % sudah berada pada trimester tiga kehamilan. Dari perhitungan
indeks masa tubuh pasien yang mengikuti penelitian ini berada pada kategori berat badan
yang normal ( IMT 18.5 -23 ) yaitu sebesar 33.3 %, dan yang berada pada kategori berat
badan yang kurang dari normal ( IMT < 18.5 ) hanya sebesar 4.76%.
Umur ( tahun )
<20 th 2 9.52
20-35 th 16 76.19
> 35 th 3 14.29
Pendidikan
SD 1 4.76
SLTP 6 28.57
SLTA 9 42.86
PT 5 23.81
Pekerjaan
Karyawan 2 9.52
Pedagang 2 9.52
Perawat 1 4.76
Dokter 1 4.76
Gravida
Primigravida 6 28.57
Multigravida 15 71.43
inklusi ( minggu)
= 28 minggu 4 19.05
IMT
23)
Pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan randomisasi blok dan
dilakukan pembagian menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama yang mendapat
terapi oral sebanyak 9 pasien dan kelompok kedua yang mendapat terapi iron sucrose
intra vena sebanyak 12 orang. Tabel berikut ini menunjukkan perbandingan kedua
Umur
31 + thn 2 6
Pendidikan
SD/SLP 4 3 0,397
SLA/AKAD/PT 5 9
Pekerjaan
Bekerja 1 5 0,178
IRT 8 7
Suku
Jawa/Sunda 3 6 0,660
Lain 6 6
Asal
RS 7 11 0,553
Puskesmas 2 1
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa berdasarkan karakteristik demografik yaitu umur,
pendidikan, pekerjaan, suku maupun tempat asal pasien berobat setara antara kedua
kelompok.
Tabel 3. Nilai Mean dan SD Data Awal Kedua Kelompok dan Kesetaraannya
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil randomisasi yang dilakukan tidak terdapat
perbedaan umur, usia gestasi, indeks massa tubuh, pemeriksaan retikulosit dan albumin
pada kedua kelompok. Tetapi pada perbandingan kadar Hb dari kedua kelompok
didapatkan perbedaan di mana Hb awal pada kelompok iron sucrose lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok oral. Selain itu didapatkan pula perbedaan rata-rata nilai
feritin kedua kelompok, di mana feritin pada kelompok oral lebih tinggi pada awalnya
Penilaian hasil terapi dilakukan pada hari ke 30 setelah terapi dimulai. Kelompok
yang mendapat terapi oral diberi Sulfas ferosus 300 mg, dengan dosis tiga kali sehari
selama 30 hari. Sedangkan kelompok yang mendapat terapi iron sucrose disuntik 2-3 kali
seminggu sesuai dosis yang dihitung berdasarkan rumus. Rata-rata setiap pasien
kelompok yang dilakukan terapi iron sucrose sudah selesai dalam dua minggu, namun
Perubahan kadar HB
1,06 0,85 1,60 0,92 0,382
*)
terapi iron sucrose adalah 1.6 gr/dl 0.92 gr/dl, dengan nilai maksimum peningkatan Hb
yang dicapai adalah 3.8 gr/dl. Sedangkan peningkatan nilai Hb pada kelompok yang
mendapat terapi oral adalah 1 gr/dl 0.85 gr/dl dengan nilai maksimum peningkatan Hb
2.2 gr/dl Perbandingan kedua kelompok ini secara statistik tidak didapatkan perbedaan
yang bermakna.
perbandingan nilai feritin akhir, di mana nilai feritin akhir pada kelompok oral
adalah
29.71 ug/L18.37 ug/L, sedangkan nilai feritin pada kelompok iron sucrose sebesar
Keluhan yang terbanyak pada kelompok iron sucrose adalah keluhan nyeri pada
daerah suntikan yang ditemukan pada 75 % pasien. Selain itu terdapat pula keluhan nyeri
kepala pada 16.67 % pasien dan rasa metal pada mulut sebanyak 16.67 % pasien.
Reaksi alergi maupun reaksi anafilaktik tidak didapatkan pada penelitian ini. Pada 25 %
pasien tidak didapatkan keluhan apapun. Seluruh pasien yang mendapatkan terapi iron
Hipotensi 0 0
Reaksi alergi 0 0
Reaksi anafilaktik 0 0
yaitu keluhan mual pada 33.33 %, keluhan muntah pada 11.1 % pasien dan keluhan nyeri
Tidak ada satu orang pasien pun yang dapat menghabiskan seluruh terapi oral
yang diberikan, dan terdapat 1 orang pasien yang hanya meminum 2 tablet saja karena
Mual 3 33.3
Muntah 1 11.1
Reaksi alergi 0 0
DISKUSI
ditemukan dan dapat menimbulkan komplikasi yang cukup serius dan harus ditangani
dengan baik. Pada penelitian ini, seperti pada penelitian oleh Bayomeu dkk8 tidak
didapatkan perbedaan yang bermakna pada peningkatan Hb pasien setelah terapi, tetapi
terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai Feritin kedua kelompok. Hal ini
menunjukkan simpanan besi pasien dikembalikan dengan lebih cepat pada pasien yang
mendapat terapi iron sucrose dibandingkan dengan terapi besi oral. Berbeda dengan
penelitian oleh Al-Momen9 dkk dan Al RA dkk10 dkk yang menyatakan bahwa terdapat
perbedaan peningkatan Hb yang bermakna pada kedua kelompok. Perbedaan hasil ini
kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti dosis obat yang diberikan, rumus
yang digunakan : target Hb dan koefisien, berat badan pasien, waktu pemberian, waktu
evaluasi, jenis obat oral yang digunakan, dan jumlah sample yang masih sedikit.
Perbedaan hasil yang dicapai pada penelitian ini dengan penelitian oleh Al-
Momen9 kemungkinan disebabkan oleh perhitungan dosis obat yang diberikan lebih
besar daripada yang diberikan pada penelitian ini maupun pada penelitian Bayomeu dkk8 .
Al Momen dkk9 menggunakan target Hb 13 gr/dl dan faktor yang digunakan pada rumus
adalah 0.3, sedangkan pada penelitian ini digunakan target Hb 11 gr/dl dengan faktor
0.24 sesuai rumus yang telah dipublikasikan oleh farmasi. 11 Pada studi oleh Al Momen
dkk9 ini penelitian dilakukan pada 111 pasien dengan anemia defisiensi besi dalam
kehamilan yang dibagi menjadi dua kelompok. Pemberian iron sucrose dilakukan
dengan dosis 200 mg iron sucrose dalam 100 cc NaCl 0.9 % selama 1 jam setiap 1
sampai 3 hari. Kebanyakan pasien menerima terapi setiap hari. Nilai Hb yang dicapai
oleh kelompok yang diberikan iron sucrose adalah 12.8 gr/dl dalam waktu 7 minggu,
sedangkan pada kelompok oral nilai Hb adalah 11.4 gr/dl dalam waktu 14.9 minggu.
penelitian ini dan penelitian oleh Bayomeu dkk8 . Penelitian dilakukan pada 90 pasien
dengan anemia defisiensi besi dalam kehamilan dengan pemberian iron sucrose perinfus
dengan dosis maksimal pemberian 200 mg dalam 100 cc NaCl 0.9 % selama 20 sampai
30 menit. Sedangkan pada kelompok kontrol diberikan besi oral berupa kompleks
kedua kelompok dimana pada kelompok yang mendapatkan iron sucrose mencapai hasil
yang lebih tinggi. Pada studi oleh Al RA dkk10 perhitungan dosis menggunakan rumus
yang sama dengan penelitian ini dengan target Hb dan koefisien yang sama. Tetapi dosis
yang diberikan lebih besar yaitu antara 500 hingga 900 mg dengan nilai median 600mg.
Sedangkan pada penelitian ini dosis obat yang diberikan berkisar antara 500 hingga 560
mg, perbedaan ini kemungkinan karena perbedaan berat badan pasien yang mengikuti
penelitian dan pembulatan yang dilakukan oleh Al RA dkk10 hingga kelipatan 100 yang
terdekat.
Pada penelitian oleh Bayomeu dkk8 yang menjadi pertimbangan adalah indeks
masa tubuh pasien, di mana pasien dengan berat badan berlebih justru kebanyakan tidak
berdasarkan berat badan pasien sebelum hamil. Sama dengan penelitian ini dan penelitian
Al RA dkk10 , berat badan yang digunakan adalah berat badan sebelum pasien hamil.
Sedangkan pada penelitian oleh Al Momen dkk9 dilakukan perhitungan berat badan pada
saat inklusi. Perbedaan ini menjadikan dosis obat yang diberikan menjadi berbeda dan
pada penelitian oleh Al Momen dkk9 dosis obat yang diberikan menjadi lebih besar.
7
Pada studi oleh Permesuyk dkk dengan dosis rata-rata 1000 mg ( 400 hingga
1600 mg) selama rata-rata 25 hari ( 8-29 hari ) didapatkan peningkatan Hb 1.5 gr / dl dan
Waktu Evaluasi
Pada penelitian ini pasien dievaluasi pada hari ke 30 setelah pemberian obat
pertama. Peningkatan nilai Hb yang didapatkan pada kelompok pasien yang mendapat
terapi iron sucrose adalah 1.6 gr/dl 0.92 gr/dl, dengan nilai maksimum peningkatan Hb
yang dicapai adalah 3.8 gr/dl. Sedangkan peningkatan nilai Hb pada kelompok yang
mendapat terapi oral adalah 1 gr/dl 0.85 gr/dl dengan nilai maksimum peningkatan Hb
2.2 gr/dl Perbandingan kedua kelompok ini secara statistik tidak didapatkan perbedaan
yang bermakna.
Perbedaan ya ng bermakna secara statistik ( p = 0.041 ) didapatkan pada
perbandingan nilai feritin akhir, di mana nilai feritin akhir pada kelompok oral adalah
29.71 ug/L 18.37 ug/L, sedangkan nilai feritin pada kelompok iron sucrose
sebesar
minggu hingga minggu ke empat. Penilaian Hb setiap minggu cukup sulit dalam
pelaksanaannya karena pasien pada umumnya keberatan dengan kunjungan yang lebih
sering dan pengambilan darah setiap minggu. Karena itu pada penelitian ini dilakukan
penilaian hanya pada akhir terapi. Pada penelitian oleh Bayomeu dkk8 pada setiap
kelompok dan tidak didapatkan hasil yang bermakna. Peningkatan rata-rata nilai Hb pada
minggu ke empat dengan terapi iron sucrose adalah 1.5 gr/dl, sama dengan pada
penelitian ini.
10
Pada penelitian oleh Al RA dkk evaluasi Hb dan Feritin dilakukan pada hari ke
14 dan 28 setelah terapi diberikan. Peningkatan Hb yang dicapai pada minggu ke empat
setelah terapi adalah sebesar 1.2 gr/dl. Hal ini lebih rendah dari pada peningkatan Hb
yang dicapai pada penelitian ini yaitu rata-rata 1.6 gr/dl. Perbedaan ini mungkin
disebabkan karena jumlah pasien pada penelitian Al RA dkk jauh lebih banyak yaitu 90
Pemberian preparat besi oral pada penelitian ini sama dengan pada penelitian Al
Momen dkk9 dan Bayomeu dkk8 yaitu dengan menggunakan Sulfas ferosus dengan dosis
3 kali 300 mg ( setara dengan 180 elemental iron ). Sedangkan pada penelitian oleh
Bayomeu dkk8 diberikan juga sulfas ferosus dengan merk Tardyferon dengan dosis 3 kali
80 mg elemental iron. Peningkatan Hb yang terjadi dengan pemberian oral pada
penelitian ini adalah 1 gr/dl sedangkan pada penelitian Bayomeu dkk8 peningkatan yang
terjadi 1.3 gr/dl. Peningkatan Hb pada pasien yang diberi terapi besi oral pada penelitian
Al Momen dkk9 dinilai pada mingu ke empat belas dengan nilai rata-rata 11.1 gr/dl.
Respon terapi pada pemberian besi oral bergantung pada beberapa faktor.
Kebiasaan makan pasien sangat berpengaruh karena efek penghambat absorbsi besi oleh
penyerapan besi dapat dilakukan dengan pemberian asam ascorbat. Pada preparat oral
yang diberikan oleh Bayomeu dkk8 yaitu Tardyferon juga mengandung asam ascorbat,
hal ini dapat menerangkan terjadinya peningkatan nilai Hb yang sangat baik pada
penelitian ini. Pada penelitian ini pemberian preparat besi tidak dilakukan bersamaan
dengan pemberian asam ascorbat, tetapi pasien dianjurkan untuk tidak meminum teh atau
kopi yang dapat mengahalangi penyerapan besi. Dan untuk mengurangi keluhan
besi polimaltosa dengan jumlah elemental iron 300 mg. Rata-rata peningkatan Hb yang
terjadi setelah minggu ke empat adalah 0.6 gr/dl, nilai ini lebih rendah dari peningkatan
Hb pada penelitian ini dan Bayomeu dkk8 . Peningkatan Hb yang lebih rendah pada
penelitian Al RA dkk10 ini kemungkinan disebabkan oleh jenis besi yang diberikan yaitu
kompleks besi polimaltosa, berbeda dengan pada penelitian ini yaitu Sulfas ferosus.
Perbedaan hasil ini tidak disebabkan oleh perbedaan kepatuhan pasien, karena justru
Peningkatan nilai Hb yang rendah pada pasien yang diterapi besi oral pada
penelitian oleh Al RA dkk10 menjadikan perbedaan antara terapi iron sucrose dengan
terapi besi oral pada pasien ini menjadi lebih besar dan secara statistik bermakna. (p =
0.031).
Penerimaan pasien terhadap terapi ini juga dipengaruhi efek samping terapi yang
terjadi. Pada penelitian ini pasien yang mendapat terapi besi oral terutama memiliki
keluhan pada saluran cerna yaitu keluhan mual sebanyak 33.33%, keluhan muntah pada
11.1 % pasien dan keluhan nyeri ulu hati pada 11.1 % pasien. Terdapat 1 pasien yang
menghentikan terapi karena efek samping yang terjadi. Pada penelitian oleh Al Momen
dkk9 terdapat 6 % pasien yang menghentikan pengobatan karena tidak dapat ment
kasus tetapi tidak terdapat pasien yang menghentikan terapi karena keluhan ini.
Pada pemberian iron sucrose pada penelitian ini efek samping yang terjadi pada
kebanyakan pasien adalah nyeri pada daerah suntikan yang ditemukan pada 75 % pasien.
Pada penelitian ini memang dilakukan penyuntikan secara intra vena tanpa diencerkan
dan diberikan secara perlahan. Keluhan nyeri ini terutama terjadi bila terjadi kebocoran
paravena yang dapat dihindari dengan menyuntikkan secara perlahan dan menekan
dilakukan dengan infus di mana iron sucrose diberikan dalam NaCl 0.9 %, tidak
didapatkan keluhan nyeri pada daerah suntikan. Pada penelitian Bayomeu dkk8
pemberian dilakukan dengan dengan suntikan intra vena dan bila pemberian melebihi
200 mg pemberian dilakukan dengan infus, tetapi tidak terdapat keluhan nyeri pada
daerah suntikan.
Selain itu terdapat pula keluhan nyeri kepala pada 16.67 % pasien dan rasa metal
pada mulut pada 16.67 % pasien. Reaksi alergi, reaksi anafilaktik maupun hipotensi tidak
didapatkan pada penelitian ini. Pada 25 % pasien tidak didapatkan keluhan apapun. Pada
penelitian oleh Al RA dkk10 terdapat 11 kasus dengan rasa metal pada mulut, nyeri
kepala 8 kasus, mual pada 5 kasus dan muntah pada satu kasus. Tidak terdapat kejadian
anafilaktik, serangan hipotensi atau efek samping yang serius lainnya. Pada penelitian
Bayomeu dkk8 keluhan yang timbul hanya rasa tidak enak pada lidah selama penyuntikan
dan tidak didapatkan efek samping lainnya. Pada penelitian oleh Permesuyk dkk 7 dan Al
Momen dkk9 juga tidak didapatkan efek samping pemberian yang serius. Dari data diatas
dapat dilihat bahwa pemberian iron sucrose cukup aman dan tidak mempunyai efek
Kelemahan Penelitian
Kelemahan penelitian ini terutama adalah jumlah sample yang sedikit. Sesuai
perhitungan jumlah sample yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah 50 pasien pada
setiap kelompok. Karena keterbatasan dana dan waktu, dilakukan penelitian pendahuluan
terlebih dahulu.
Dengan jumlah sampel yang sedikit ini, terdapat pula kelemahan lain yaitu
adanya ketidaksetaraan pada kedua kelompok terapi pada data awal Hb dan Feritin.
Ditemukan bahwa rata-rata nilai Hb dan Feritin pada kelompok iron sucrose lebih rendah
dibandingkan pada kelompok besi oral. Diharapkan perbedaan ini tidak mempengaruhi
hasil penelitian karena yang terutama dinilai adalah selisih peningkatan Hb yang terjadi
dari data awal. Tetapi mengingat adanya peningkatan absorbsi besi pada pasien dengan
anemia defisiensi besi dibandingkan dengan pasien normal maka ketidaksetaraan ini
Peningkatan nilai Hb pasien yang didapatkan setelah terapi iron sucrose lebih
tinggi (1.6 gr/dl) dibandingkan dengan peningkatan nilai Hb yang mendapat terapi besi
oral (0.6 gr/dl) , tetapi secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna..Nilai
feritin pasien setelah terapi iron sucrose lebih tinggi secara bermakna dibandingkan nilai
feritin pasien yang mendapat terapi besi oral (p=0.041). Hal ini menunjukkan bahwa
simpanan besi pasien dikembalikan dengan lebih baik pada pasien yang mendapat iron
sucrose.
Pemberian iron sucrose cukup aman tanpa efek samping yang berat. Penerimaan
pasien terhadap terapi iron sucrose cukup baik mengingat seluruh pasien mengikuti
Iron sucrose merupakan terapi alternatif untuk anemia defisiensi besi dalam
kehamilan yang dapat mengembalikan simpanan besi tubuh dengan cepat tanpa efek
4. Klebanoff MA. Shiono PH. Selby JV. et al. Anemia and spontaneous preterm
5. Barker DJP. Bull AR. Osmond C. Fetal and placental size and risk of
6. Andrews NC. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med. 1999; 341 : 1986
94.
years experience with iron sucrose complex. Br J Nutr. 2002; 88 (1) : 3-10.
10. Al RA. Unlubilgin E. KandemirO. et al. Intravenous versus oral iron for treatment